Definisi Leptospirosis
• Leptospirosis adalah penyakit zoonosis,
disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk
spiral dari genus Leptospira. Leptospirosis
tersebar luas di seluruh dunia, terutama pada
daerah tropis (HICKEY dan DEEMEKS,
2009) .
• Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis
yang disebabkan oleh patogen spirochaeta,
genus Leptospira.
Epidemiologi Leptospirosis
• leptospirosis tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi tertinggi
menyerang petani dan masyarakat kumuh perkotaan. Kejadian leptospirosis
berhubungan dengan faktor sosiokultural, pekerjaan dan lingkungan.
Dampak terbesar terjadi pada daerah dengan sumber daya manusia yang
rendah dengan iklim tropis dan sub tropis.
• Faktor risiko penyakit ini lebih tinggi pada daerah pedesaan karena
karakteristik masyarakat bertani dan berternak dengan populasi ternak
padat.
• Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada
saat musim hujan dan banjir. Iklim yang sesuai untuk perkembangan
leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis,
kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis, seperti Indonesia.
• kasus leptospirosis 1000 kali lebih banyak dtemukan di negara beriklim
tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan resiko penyakit yang
lebih berat.
Etiologi LeptospirosiS
• Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus
Leptospira dari family Leptospiraceae, ordo
Spirochaetales, Leptospira tumbuh baik pada
kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C.6 Genus
Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu
L.interrogans (bersifat patogen) dan L.biflexa
(bersifat saprofit / non-patogen).
• Leptospira pathogen terpelihara dalam tubulus
ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit
ditemukan di lingkungan basah atau lembab mulai
dari air permukaan, tanah lembab, serta air keran.
Manifestasi Klinik Leptopirosis
1. Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala,
nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi
relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan
berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara.
2. Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran
klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi
ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi
perdarahan spontan.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum
jelas. Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan
atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk,
hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.
Manifestasi Klinik Leptopirosis
Menurut berat ringannya
1. Leptospirosis anikterik
ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten,
nyeri kepala dan menggigil serta mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang
terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan photopobia.
Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga
akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada sebagian
besar kasus akan meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini
dapat untuk membantu diagnosis klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis
yang menyolok ini, pasien kadangkadang mengeluh sukar berjalan. Mual,
muntah dan anoreksia dilaporkan oleh sebagian besar pasien. Pemeriksaan
fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis.
Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash macupapular bisa
ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklis
Manifestasi Klinik Leptopirosis
2. Leptospirosis ikterik Ikterus umumnya dianggap
sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal
ginjal akut, ikterus dan manifestasi perdarahan
merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Pada
leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga
fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping
dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya fase imun
juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri
leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan
nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi
yang tepat. Leptospirosis adalah penyebab tersering
gagal ginjal akut.
Cara Penularan Leptopirosis &
Patofisiologi Leptopirosis
Komplikasi
1. Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan, namun dapat pula terjadi
ensefalitis, mielitis, radikulitis, neuritis perifer (tidak
biasa) pada minggu kedua karena terjadinya reaksi
hipersensitivitas.
2. Komplikasi berat pada penderita leptospirosis berat
dapat berupa syok, perdarahan masif dan ARDS
yang merupakan penyebab utama kematian
leptospirosis berat. Syok terjadi akibat perubahan
homeostasis tubuh yang berperan pada timbulnya
kerusakan jaringan.
Komplikasi
3. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau
poliuria dapat timbul 4-10 hari setelah gejala
leptospirosis terlihat. Terjadinya gagal ginjal akut pada
penderita leptospirosis melalui 3 mekanisme
a. Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira
b. Reaksi imunologi
c. Reaksi non spesifik terhadap infeksi
4. Gagal hepar akut
Di hepar terjadi nekrosis sentrilobuler fokal dengan
proliferasi sel Kupfer disertai kolestasis. Terjadinya
ikterik pada leptospirosis
Komplikasi
5. Gangguan respirasi dan perdarahan paru
Adanya keterlibatan paru biasanya ditandai dengan
gejala yang bervariasi, diantaranya: batuk, dispnea,
dan hemoptisis sampai dengan Adult Respiratory
Distress Syndrome ( ARDS ) dan Severe Pulmonary
Haemorrhage Syndrome ( SPHS ).
6. Gangguan kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler pada leptospirosis dapat
berupa gangguan sistem konduksi, miokarditis,
perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner.
7. Pankreatitis akut
Pemeriksaan Penunjang Leptopirosis
• Bakteri Leptospira sp. dilihat dengan mikroskop lapangan
gelap atau mikroskop fase kontras. Spesimen pemeriksaan
mikrobi dapat diambil dari darah atau urin.
ologik
PENATALAKSANAAN
1. Pengkajian
2. DiagnosaKeperawatan
4. Pelaksanaan Keperawatan
• Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuaidengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perludiawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien
5. Evaluasi