PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan
epidemiologi
menggambarkan
secara
spesifik
peran
Leptospirosis?
5. Bagaimanakah patofisiologi penyakit Leptospirosis?
6. Bagaimanakah epidemiologi penyakit Leptospirosis?
7. Bagaimanakah penanganan penyakit Leptospirosis?
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage, Penyakit
Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong tebu (Canecutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit Stuttgart, Demam
Canicola, penyakit kuning non-virus, penyakit air merah pada anak sapi, dan tifus
anjing.
Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang
dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah
terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui
mata atau selaput lendir. Hewan yang umum menularkan infeksi kepada manusia
adalah tikus, musang, opossum, rubah, musang kerbau, sapi atau binatang lainnya.
Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing Tikus,
Leptospirosis popular disebut penyakit kencing tikus.
Menurut WHO (World Health Organization), sekitar 10 juta orang
diperkirakan terserang Leptospirosis setiap tahun. Tingkat kematian penyakit ini
sulit untuk dihitung, karena Leptospirosis cenderung terjadi di beberapa bagian
dunia dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat mendasar yang tidak
secara rutin melaporkan banyak penyebab kematian.
Sejarah Penyakit
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan
gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa.
Penyakit dengan gejala tersebut di atas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai
Weil's Disease. Pada tahun 1915 Inada berhasil membuktikan bahwa "Weil's
Disease" disebabkan oleh bakteri Leptospira icterohemorrhagiae.
Kingdom : Monera
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Order : Spirochaetales
Family : Leptospiraceae
Genus : Leptospira
Species : Leptospira interoogans
Karakteristik
2.3 PENYEBAB
TERJADINYA
LEPTOSPIROSIS
(CARA
PENULARAN PENYAKIT)
Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri
Leptospira merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk
bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat
berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran
panjang 6-20 m dan diameter 0,1-0,2 m. Sebagai pembanding, ukuran sel
darah merah hanya 7 m. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang
sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat
bakteri ini diperlukan mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini dapat
bergerak maju dan mundur.
Keadaan
banjir
menyebabkan
adanya
perubahan lingkungan
seperti
10
Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku dan berputarputar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala tetap mengalami
radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis) kronis. Dalam keadaan
demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan di abdomen (ascites),
banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dan gejala saraf. Pada sapi,
infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak terjadi pada pedet (anak sapi)
dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis, anemia, warna telinga
maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian (Bovine Leptospirosis). Angka
kematian (mortalitas) akibat Leptospirosis pada hewan mencapai 5-15 persen,
sedangkan angka kesakitannya (morbiditas) mencapai lebih dari 75 persen.
Pada anjing, bakteri ini dapat melakukan penetrasi dan memperbanyak diri
pada membran mukosa atau kulit lalu akan masuk ke dalam aliran darah.
Selanjutnya akan menginfeksi organ ginjal, hati, limpa, sistem saraf, mata dan
saluran pencernaan. Bakteri ini lebih tahan lama dalam organ ginjal dan dapat
bertahan selama beberapa minggu atau sampai sebulan dalam urin. Setelah 7-8
hari post infeksi, hewan akan dapat bertahan, kerusakan pada hati dan ginjal tidak
terlalu kelihatan.
Pada Manusia
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi
Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa
gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat
berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat, Hampir 1540 persen penderita terpapar infeksi tidak bergejala tetapi serologis positif. Sekitar
90 persen penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang
sering dikenal sebagai penyakit Weil. Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2
fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3
hari kondisi penderita membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang merupakan
bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
11
a. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena
bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan
tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7
hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot. Gejala lain adalah
sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya,
gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta pembesaran limpa dan
hati.
b. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi
antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat
didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30
hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan,
dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran
hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati . Gangguan paru-paru berupa batuk,
batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa peradarahan dan
pembesaran limpa (splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau
perikarditis . Meningitis aseptik merupakan manifestasi klinis paling penting pada
fase imun.
Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul
jaundis. Pada 30 persen pasien terjadi diare atau kesulitan buang air besar
(konstipasi), muntah, lemah, dan kadang-kadang penurunan nafsu makan.
Kadang-kadang terjadi perdarahan di bawah kelopak mata dan gangguan ginjal
pada 50 persen pasien, dan gangguan paru-paru pada 20-70 persen pasien.
12
13
Patogenesis
Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput
lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah
dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri
Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan
tubuh terutama ginjal dan hati.
Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular
lumen menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal interstitial) dan nekrosis
tubular (kematian tubuli ginjal). Gagal ginjal biasanya terjadi karena kerusakan
tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer. Pada
konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer dalam hati. Leptospira juga dapat
menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis
fokal. Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler
dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi.
Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan
radang pada pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor
mata dan menetap dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan
berulang. Setelah infeksi menyerang seekor hewan, meskipun hewan tersebut
telah sembuh, biasaya dalam tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri Leptospira
di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan dalam urin selama
beberapa bulan bahkan tahun.
14
pada usia dewasa diakibatkan pekerjaannya yang lebih banyak terpapar oleh
hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi.
B. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis.
Hal ini diakibatkan karena laki-laki memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh
hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi. Sebagian besar kasus
terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko
tinggi tertular penyakit ini. Laki-laki memiliki risiko terkena leptospirosis sebesar
3,59 kali dibandingkan perempuan.
C. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, petani dan peternak lebih memiliki resiko
yang besar untuk terpapar penyakit ini. Ini disebabkan penderita leptospirosis
waktu menggunakan sumber air bersih untuk pertanian telah tercemar dengan
bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan, dan
tubuh lainnya tidak menggunakan sabun setelah kontak dengan air yang tergenang
dan telah terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.
Menurut Simanjuntak (2002) leptospirosis disebut juga penyakit
pekerjaan, karena sering menyerang petani, pekerja pembersih selokan, pemburu
bebek liar, para dokter hewan, pekerjaan rumah potong, pekerja perkebunan, dan
para wisatawan pendaki gunung.
2. PLACE (TEMPAT)
Di negara subtropik, infeksi leptospira jarang ditemukan, iklim yang sesuai
untuk perkembangan leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan
pH alkalis. Keadaan yang demikian dapat dijumpai di Negara tropik sepanjang
tahun. Di negara beriklim tropik, kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali
dibandingkan dengan negara subtropik dengan risiko penyakit lebih berat. Angka
insiden leptospirosis di negara tropik basah 5- 20/100.000 penduduk per tahun.
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia.
15
Menurut teori Faisal, bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air
tergenang seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah
rawa dan lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan.
3. TIME (WAKTU)
Pada musim penghujan, peluang terjadinya banjir akan lebih besar sehingga
frekuensi penyakit leptospirosis tidak sulit untuk ditemukan. Hujan deras akan
membantu penyebaran peyakit ini. Karena kondisi lingkungan yang banjir akan
mempercepat proses penularan bakteri leptospira melalui air. Kemampuan
leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu factor
penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian lama surutnya banjir juga
memberikan peluang pada bakteri leptospira untuk menginfeksi manusia. Hal ini
sesuai pendapat Gindo (2008) yang menyebutkan bahwa kecenderungan jumlah
penderita leptospirosis meningkat setelah banjir terlebih lama surutnya air sampai
3 hari atau lebih. Pada pasca banjir perlu diwaspadai terutama sehabis
membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki, air
genangan tersebut telah tercemar air kencing binatang terutama tikus yang
mengandung bakteri leptospira yang merupakan sumber penularan.
16
Pada Manusia
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin,
ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati
dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin.
Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga manusia
harus mewaspadai cemaran urin dari semua hewan. Perilaku hidup sehat dan
bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi Leptospirosis tanpa biaya.
Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya selalu membersihkan
diri dengan antiseptik setelah kontak dengan hewan kesayangan, kandang,
maupun lingkungan di mana hewan berada.
Manusia harus mewaspadai tikus sebagai pembawa utama dan alami penyakit
ini. Pemberantasan tikus terkait langsung dengan pemberantasan Leptospirosis.
Selain itu, para peternak babi dihimbau untuk mengandangkan ternaknya jauh dari
sumber air. Feses ternak perlu diarahkan ke suatu sumber khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan terutama sumber air.
17
18
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus
Leptospira yang patogen. Penyakit ini merupakan zoonosis, tersebar luas di
seluruh dunia terutama di daerah tropis termasuk Indonesia. Titik sentral
penyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira yang mencemari
lingkungan. Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat
bahkan dapat menyebabkan kematian penderitanya.
Tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama leptospirosis karena
bertindak sebagia inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. beberapa
hewan lain yang juga merupakan sumber penularan leptospira memiliki potensi
penularan ke manusia tidak sebesar tikus
Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat memakan waktu.
Diagnosis leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis. Uji serologis
merupakan uji standar untuk konfirmasi diagnosis, menentukan prevalensi dan
studi epidemiologi. Vaksinasi pada hewan merupakan salah satu cara
pengendalian leptospirosis. Pengembangan vaksin untuk hewan masih terus
dilakukan di Indonesia untuk memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena
Leptospira terdiri dari banyak serovar.
3.2 SARAN
Pencegahan dan pengendalian leptospirosis dapat dilakukan dengan cara
memutus siklus penularan melalui pengobatan dan vaksinasi bagi ternak atau
hewan kesayangan; mengurangi populasi tikus dan meningkatkan sanitasi
lingkungan . Dalam upaya pencegahan leptospirosis pada manusia memerlukan
aktivitas terintegrasi antara dokter hewan dan dokter, dan peningkatan
pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang bahaya leptospirosis.
.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://idha2793.blogspot.co.id/2012/12/makalah-epidemiologi-leptospirosis.html
https://charizzogarvet.wordpress.com/2011/06/20/mengenal-leptospirosis/
http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/leptospirosis.html
http://tirmaputri.blogspot.co.id/2015/03/makalah-leptospirosis.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
https://regitajune97.wordpress.com/2013/05/18/bakter-leptospira-penyebableptospirosis/
http://www.konsumerkini.net.my/v1/index.php/berita-terkini/kesihatan/376bahaya-penyakit-leptospirosis-kencing-tikus
http://www.smallcrab.com/kesehatan/1292-penyakit-penyakit-yang-meningkatkasusnya-akibat-perubahan-iklim-global
21