LEPTOSPIROSIS
A. Pengertian
- Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang di sebabkan oleh
mikroorganisme, yaitu lestospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya,
penyakit ini dapat terjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak
ditemukan didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan
berbagai nama seperti mudfever, slimefever, Swampfever, autumnal fever,
filedfever, Infectiousjaundle, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk,2007).
- Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk
penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan
nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di
beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic,
demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit
swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009)
- Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis
adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman
Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.
B. Etiologi
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira
family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung
tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2
spesies yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik
(Judarwanto, 2009).
1. Patogen L Interrogans
Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing
terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L.
cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.
C. Distribusi Penyakit
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik didaerah maupun perkotaan,
didaerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang
bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter
hewan, dan personel militer. Selainitu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu
yang terpapar air yang terkontaminasi .Di daerah endemis,puncak kejadian
Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir.
Keadaan banjir dapat menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya
genengan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur serta banyak timbunan sampah
yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembangbiak.
Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ketubuh manusia melalui
permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus
merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak
sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain
seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi
potensi menularkan kemanusia tidak sebesar tikus .
Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita kependerita
dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi melalui kontak
dengan selaput lender (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka di kulit, mulut,
cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus( gugur kandungan) Penularan dari
manusia kemanusia jarang terjadi.
E. Manifestasi Klinis
penyakit leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemia dan fase imun. Pada
periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik (Judarwanto,
2009).
1. Fase awal dikenal sebagai fase septisemik atau fase leptospiremik karena bakteri
dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan
tubuh. Fase awal sekitar 4-7 hari, ditandai gejala nonspesifik seperti flu dengan
beberapa variasinya. Manifestasi klinisnya demam, menggigil, lemah dan nyeri
terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit
tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, nyeri kepala frontal,
fotofobia, gangguan mental, dan meningitis. Pemeriksaan fisik sering
mendapatkan demam sekitar 400C disertai takikardi. Subconjunctival suffusion,
injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan,mild
jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk
makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau rash juga didapatkan pada
fase awal penyakit.
2. Fase kedua sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibody
dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine, mungkin tidak dapat
didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30
hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ
tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal. Gejala
nonspesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin lebih ringan dibandingkan
fase awal selama 3 hari sampai beberapa minggu. Sekitar 77% penderita
mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak responsif dengan analgesik.
Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis selain delirium. Pada
fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk
depresi, kecemasan, psikosis dan demensia.
F. Patofisiologi
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi
pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus,
bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air
yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan
penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1
atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah
dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal
pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui
gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
- Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine
sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh
lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF)
tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman
leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria
baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi
isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan.
- Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi
diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul
gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi
antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT).
- Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi
lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
- Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin
dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk
mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat
meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil.
- Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.
Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L.
Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum creatine
kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.
- Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri. Leptospires
dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak mengubah
tatalaksana penyakit.
- Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air space bilateral.
Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada miokarditis.
Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat ditemukan. Ultrasonografi
traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.
- Perwarnaan silver staining dan immuno fluorescene dapat mengidentifikasi
leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan
histology menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrate inflamasi.
I. Diagnosis Banding
1. Dengue Fever
2. Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
3. Hepatitis
4. Malaria
5. Meningitis
6. Mononucleosis, influenza
7. Enteric fever
8. Rickettsial disease
9. Encephalitis
10. Primary HIV infection
J. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin G
1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian penicilin
G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas
antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurang bermanfaat
bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan
meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul.
K. Prognosis
Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya
kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor
pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan terlambatnya klien mendapat
pengobatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.
2. Keluhan utama
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal)
mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah,
diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva.
Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti
bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
d. Pemeriksaan dan observasi
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Review of sistem :
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyrafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah. fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/ makulopapular/ urtikaria yang
teresebar pada badan. Pretibial.
Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (proses penyakit)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi zat-zat bergizi karena faktor bilogis, proses penyakit.
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Criteria Hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-
leptospirosis.html#.VfVq6tKsVAE
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis