1) Teori Keregangan
(2) Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai
(1) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi
terhadap oksitocin
(3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu
4) Teori Prostaglandin
(1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu yang dikeluarkan oleh
decidua
(2) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
(1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi
(mulainya) persalinan
Denyut nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup
serta curah jantung tetap tinggi selama
jam pertama setelah bayi lahir.
Kemudian mulai menurun dengan
frekuensi yang tidak diketahui. Pada
minggu ke-8 sampai ke-10 setelah Frekuensi denyut nadi yang cepat atau
melahirkan, denyut nadi kembali ke semakin meningkat dapat menunjukkan
frekuensi sebelum hamil. hipovolemia akibat perdarahan
Pernafasan
Pernapasan harus berada
dalamrentang normal sebelum Hipoventilasi bias terjadi setelah blok
melahirkan subarachnoid tinggi yang tidak lazim
Komponen darah
Hematokrit dan hemoglobin
Selam 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar daripada
sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sela darah merah
dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum.
Tidak ada sel darah merah yang rusak selama masa pasca partum, tetapi semua kelebihan
sel darah merah akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia sel darah merah
tersebut. Waktu yang pastikapan volume sel darah merah kembali ke nilai sebelum hamil
tidak diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah
melahirkan.
Hitung sel darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3. Selama 10 sampai 12 hari
pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20000 dan 25000/mm3 merupakan hal yang
umum. Netrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis
disertai peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam
menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
Factor koagulasi.
Factor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selam masa hamil dan tetap
meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi yang bias diiringi keerusakan
pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan risiko tromboembolisme,
terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat
selam beberapa hari setelah bayi baru lahir.
Varises
Varises di tungkai dan disekitar anus (hemoroid) sesring dijumpai pada wanita hamil.
Varises bahkan varises vulva yang jarang dijumpai akan mengecil dengan cepat setelah
bayi lahir. Opersi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau
mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.
Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang
terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan
melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita
melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui dieresis setelah bayi lahir menghilangkan
sindrom carpal tunnel dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan
kesemutan (tingling) periodic pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya menghilang
setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat dan memindahkan bayi memperburuk keadaan.
Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca partum bias
disebabkan berbagai keadaan termasuk hipertensi akibat kehamilan, sters, dan kebocoran
cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selam jarum epidural diletakkan di tulang
punggung untuk anestesia.
System musculoskeletal
Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi
dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8 setelah wanita melahirkan.
Akan tetapi walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki
wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Wanita yang baru menjadi ibu akan
memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.
System integument
Kloasama yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir.
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir.
Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang
meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak
hilang seluruhnya.,
Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis,
biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita sidernevi menetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang
setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya akan
menetap.
KELAINAN PARTUS
1. Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi
a. Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam
keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi, sehingga kepala
dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi
puncak kepala, presentasi dahi a tau presentasi muka. Presentasi puncak kepala atau
disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-
ubun besar merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat
sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat
defleksinya maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang
kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinanya
hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persisten, sehingga keduanya seringkali
dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaanya adalah: pada presentasi puncak kepala
tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sehingga lingkaran kepala yang melalui jalan lahir
adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah
simpisis adalahglabela.
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi jarang terjadi dari pada presentasi muka, terjadi hanya 1 dari 2000
persalinan. Kepala pada pertengahan antara versi dan ekstensi, dengan diameter mento
vertikal 13 cm.
Diagnosis
Pemeriksaan abdomen kepala sangat tinggi dan diameter sangat besar, teraba lekukan
antara oksiput dengan bagian belakang. Pada pemeriksaan vagina, presentasi tinggi dan
tidak bisa diraba. Jika dahi dapat teraba, orbital berada pada satu sisi dan fontanel anterior
berada pada sisi yang lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan radiografik atau dengan
USG.
Manajemen
Bidan harus dengan cepat menghubungi dokter jika ada suspek atau diagnosa
presentasi dahi dalam persalinan, dan seharusnya ibu dirujuk ke RS. Pada semua
malpresentasi seringnya terjadi KPD dan resiko prolapsus tali pusat lebuh besar. Oleh
karena itu pemeriksaan pervaginam dilakukan sesegera mungkin untuk mendeteksi
prolapsus tali pusat. Jika presentasi dahi didiagnosis segera dalam persalinan dapat
mengubah presentasi muka menjadi ekstensi penuh atau fleksi pada presentasi verteks.
Jika presentasi dahi menetap dan fetus dalam ukuran normal tidak mungkin terjadi kelahiran
pervaginam dan SC harus segera dilakukan. Manuver jarang dilakukan pada presentasi
muka, tindakan yang paling aman untuk ibu dan bayi adalah dengan menggunakan SC.
c. Presentasi Muka
Presentasi Muka jarang terjadi kira-kira 1 dalam 500 kelahiran. Kepala dan tulang
belakang ekstensi tetapi lutut fleksi sehingga letak fetus dalam uterus dalam bentuk huruf S.
Oksiput berlawanan dari bahu dan muka secara langsung yang berada dibagian os.
Internum.
Penyebab
Pada presentasi muka primer sebelum persalinan berlangsung fetus seringnya
abnormal. Pada anensephalus yang biasa terjadi, vertek tidak ada. Fetus goitre, kepala tidak
dapat versi biasanya tonus otot ekstensor tonus berlebuhan dan bertahan dalam sikap
ekstensi pada beberapa setelah lahir.
Presentasi muka sekunder yang berkembang dalam persalinan sering tidak diketahui
sebabnya. Pada posisi oksipito pesterior defleksi diameter biparietal mungkin mempunyai
kesulitan dalam menjauhi diameter sacro cotyloid dari pelvis maternal. Diameter bitemporal
lebih cepat turun, kepala ekstensi dan muka terlihat. Uterus yang berada disisi samping
(uterus obliq). Kekuatan kontraksi uterus berjalan kearah kepala bagian frontal supaya
kepala ekstensi dan masuk kerongga pelvis. Presentasi muka juga lebih sering terjadi pada
flat pelvis, dalam rongga pelvis dan pada prematuritas dan dimana terjadi polihidramnion
atau kehamilan ganda.
Diagnosis
Presentasi muka tidak mudah didiagnosis dalam kehamilan. Hal ini seharusnya
diperhatikan jika ada lekukan yang dalam antara kepala dengan bagian belakang. Bunyi
jantung terdengar melalui dinding dada anterior pada sisi dimana lutut teraba. Suaranya
terdengar jelas pada posisi mento anterior. Pada posisi mento posterior bunyi jantung janin
lebih sulit terdengar karena dada pada posterior. Ultrasound dalam kehamilan dapat
digunakan untuk memastikan diagnosis presentasi muka.
Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan vagina, dengan palpasi yang lembut
akan teraba orbital dan mulut dengan gusi. Adanya gusi dan mulut dalam presentasi muka
harus dibedakan dari anus pada presentasi bokong. Biasanya fetus akan membantu
diagnosis dengan menghisap jari tangan pemeriksa saat dilakukan pemeriksaan. Presentasi
muka didiagnosa dengan menentukan posisi dagu apakah anterior atau posterior.
Presentasi muka posterior, yang tidak bisa berputar ke posisi anterior, akan menyebabkan
obstruksi persalinan. Kemajuan persalinan menjadi sangat sulit pada pemeriksaan
pervaginam untuk membedakan muka karena muka menjadi oedemmeriks. Pemeriksaan
harus hati-hatiuntuk menghindari trauma pada mata.
Manajemen
Pada posisi mento anteerior seringnya proses persalinan berjalan normal. Pada kala II
kelahiran normal diantisipasi dengan menggunakan episiotomi meskipun diameter sub
mento bregmatika 9,5 cm. Sub mento vertikal 11,5 cm yang dapat merobek perineum saat
kelahiran. Jika kelahiran normal terjadi ekstensi dipertahankan dengan menekan sinsiput
hingga dagu berada di bawah simpisis pubis, kepala difleksikan sehingga memungkinkan
verteks dan oksiput melewati perineum. Posisi mento lateral dan mento posterior lebih
berbahaya. Kelahiran spontan tidak akan terjadi, kemungkinan persalinan obstruksi dan
dibutuhkan penatalaksanaan dengan segera.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi;
1. Prolapsus tali pusat.
2. Obstruksi persalinan, karena;
· Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani.
· Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan
3. Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan.
4. Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento
bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina dan
perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan intrakranial.
5. Muka memar dan oedem.
Etiologi
Salah satu sebab terjadinya posisi oksipitalis oksiput posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Misalnya: apabila diameter
anterior posterior lebih panjang dai diameter transfersa seperti pada panggul antropoid atau
segmen depan menyempit seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil akan
mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab lain adalah otot-otot dasar panggul
yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak
ada paksaan pada belakang kepala janin, untuk memutar ke depan.
Mekanisme Persalinan
Bila hubungan antara panggul dengan kepala janin cukup longgar persalianan pada
posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan tetapi pada
umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah simpisis
dengan mekanisme sebagai berikut.
Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada di bawah
shimpisis dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksiput akan lahir melalui
perineum diikuti bagian kepala yang lain. Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil di
belakang menyebabkan regangan yang besar pada vagina dan perineum, hal ini
disebabkan karena kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat
menambah fleksinya lagi. Selain itu seringkali fleksi kepala tidak dapat maksimal, sehingga
kepala lahir melalui pintu bawah panggul dengan sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih
besar dibandingkan dengan sirkumferensia sub oksipitooksipitalis, kedua keadaan tersebut
dapat menimbulkan kerusakan pada vagina dan erineum yang luas.
Prognosis
Jalannya pada proses persalinan posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini
disebabkan karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada pada
umumnya berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar.
Sedangkan kematian peeinatal perinatal lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan
dimana ubun-ubun kecil berada di depan.
Penanganan
Menghadapi persalinan dengan UUK di belakang sebaiknya dilakuka pengawasan
persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk
mempercepat jalanya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda
bahaya terhadap janin.
Pada presentasi belakang kepala kadang-kadang kala II mengalami kemacetan dengan
kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi UUK melintang. Keadaan ini
dinamakan posisi lintang tetap rendah (deep tranverse arrest).
2. Konsep Dasar Distosia Kelainan Tenaga Atau His
Etiologi
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) penyebab inersia uteri yaitu :
1. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
2. Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida.
3. Faktor herediter
4. Faktor emosi dan ketakutan
5. Salah pimpinan persalinan
6. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus,
seperti pada kelainan letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik
7. Kelainan uterus, seperti uterus bikornis unikolis
8. Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
9. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion
10. Kehamilan postmatur
a. His Hipotonik
Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada
biasa, keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau
timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan
inersia uteri sekunder.
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa
nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai
pada kesimpulan ini diperluakan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi
perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik
Penanganan
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi
serta posisii janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Apabila ada
disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC.
KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum dikosongkan, apabila
kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk
berjalan-jalan terlebih dahulu. Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban
bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan
diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat
dinaikan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan
memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak
boleh ditinggalkan. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan
incoordinate uterin action.
Penanganan
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi sudah
lahir tanpa ada seseorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah mengalami partus
presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persalian selanjutnya. Oleh
karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat
dilakukan dengan baik, danepisiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari
ruptur perineum tingkat III.
Penanganan
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat
dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan
tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau
pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan SC.
Etiologi dari kelainan tenaga atau His
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin
memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting
dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan
rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada
kelainan CPD. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion
juga dapat merupakan penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada
masa embrional misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his.
Tetapi pada sebagian kasus penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui.
Penanganan Partus patologis
Menurut Prf. Dr. Sarwono Prawirohardjo penanganan atau penatalaksanaan adalah :
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan janin.
2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan.
3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya
pada letak kepala :
Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan
12 tetes permenit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Tujuan
pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat membuka.
Pemberian okstisosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his
setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu
untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10
mg dan esoknya diulang lagi pemberian oksitosin drips.
Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan
seksio sesaria.
Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah,
dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada
multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus segera
diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya
(Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Anamnesis
(1) Identitas klien
(2) HPHT dan perkiraan persalinan
(3) Sejak kapan mulai sakit perut
(4) Jarak setiap rasa sakit
(5) Lamanya rasa sakit
(6) Apakah sudah mengeluarkan: lendir campur darah, darah, cairan
(7) Bagaimana rasa / kesan perut bagian bawah
(8) Bagaimana gerak janin dalam perut
2) Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan umum Ibu, Tanda tanda vital, pemeriksaan Leopold, DJJ, his.
Pemeriksaan dalam (vagina toucher) meliputi portio, efficement, dilatasi serviks,
ketuban apakan sudah pecah atau belum, letak kepala, keadaan panggul apakah ada
kelainan atau tidak, dataran, keadaan rektum apakah berisi feses atau tidak.
3) Riwayat sakit dan kesehatan
Meliputi penyakit yang pernah diderita, riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi
makanan dan obat-obatan.
4) Psikososial spiritual
Pengkajian mekanisme koping digunakan untuk menilai respon klien terhadap kondisi
saat ini dan pengaruhnya terhadap keluarga.
B. Diagnosa
II. Ansietas
(1) Orientasikan klien pada ruangan staff dan rposedur
R : Pendidikan kepada klien dapat menurunkan stress dan ansietas dan meningkatkan
kemajuan persalinan
(2) Kaji tingkat ansietas dan penyebab ansietas, kesiapan melahirkan anak, latar belakang
budaya
R : Ansietas memperberat persepsi nyeri, mempengaruhi teknik koping
(3) Observasi tekanan darah, nadi sesuai dengan indikasi
R : Stress memacu sistem adrenokortikal yang pada akhirnya dapat meningkatakan kerja
jantung
(4) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut
R : Stress, rasa takut, ansietas mempunyai efek pada persalinan sering memperlama fase
pertama. Ungkapan perasaan dan rasa takut dapat menurunkan tingakat ansietas yang
dirasakan
1) Resiko tinggi infeksi terhadap maternal
(1) Lakukan pemeriksaan vagina awal, ulangi pada kontraksi yang menunjukkan
kemajuan
R : pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran asenden
(2) Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat sebalum melakukan
tindakan
R : Menurunkan resiko yang memerlukan atau menyebarkan infeksi kuman penyakit
(3) Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina
R : Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminan dari pencapaian
ke vagina
(4) Observasi temperatur dan nadi klien
R : Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden korioamnionitis meningkat secara
progesif sesuai waktu ditunjukkan dengan peningkatan tanda – tanda vital
(5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik jika diperlukan
R : Antibiotik melindungi perkembangan korioamninitis pada klien yang beresiko
1) Nyeri
(1) Bantu dalam penggunaan teknik pernafasan/ relaksasi yang tepat dan pada massase
abdomen.
R: Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral melalui respons kondisi dan
stimulasi kutan. Memudahkan kemajuan persalinan normal.
(2) Bantu tindakan kenyamanan misalnya mengubah posisi.
R: Meningkkatkan relaksasi dan perasaan sejahtera, selain itu posisi miring kiri
menurunkan tekanan uterus pada vena kava, tetapi perubahan posisi secara periodik
mencegah iskemia jaringan dan/ atau kekakuan otot sehingga meningkatkan
kenyamanan.
(3) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam.
R: Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat meningkatkan
ketidaknyamanan, mengurangi kemungkinan terjadi trauma, mempengaruhi
penurunan janin dan memperlambat proses persalinan.
(4) Berikan informasi tentang ketersediaan analgesic, respons/ efek samping pada klien
dan janin dan durasi efek analgesic.
R: Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara pengontrolan
nyeri. Hal ini dilakukan bila tindakan konservatif tidak efektif dan meningkatkan
ketegangan otot, menghalangi kemajuan persalinan. Penggunaan medikasi yang
minimal dapat meningkatkan relaksasi, memperpendek persalinan, membatasi
keletihan dan mencegah komplikasi.
(5) Hitung waktu dan catat frekuensi, intensitas dan durasi pola kontraksi uterus setiap
30 menit.
R: Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi untuk klien.
(6) Berikan tindakan pengamanan (pertahankan penghalang tempat tidur).
R: Analgesik yang diberikan dapat dapat mengubah persepsi dan klien dapat jatuh
karena mencoba turun tempat tidur.
(7) Ajarkan cara mengedan yang benar jika pembukaan sudah lengkap
R : Mengurangi kelelahan dan mempercepat proses persalinan.
(8) Anjurkan klien untuk istirahat miring kiri jika tidak sedang kontraksi
R : Mengurangi penekanan vena cava, meminimalkan hipoksia jaringan.
(9) Berikan analgesik bila diperlukan
R: Memberikan kelegaan bila persalinan aktif dilakukan.
(10) Kaji derajat kenyamanan dan pola pernafasan serta nadi.
R: Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan pengalaman masa
lalu, pemahaman perubahan fisologis dan latar belakang budaya. Gangguan fungsi
pernafasan terjadi bila analgesic terlalu tinggi sehingga menimbulkan paralisis
diafragma.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2002). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
EGC
Mansjoer, dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius
Saifuddin, Abdul Bari. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman, dkk. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Weller, Barbara F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta:
EGC.