Anda di halaman 1dari 7

Tataksana Weils Disease

Risna Halim

DEFINISI
Weils disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia,gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan
oleh serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan
renal, hepatik atau disfungsi vascular

EPIDEMIOLOGI
Penularan leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang tersebar
diseluruh dunia dan ditransmisikan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari
binatang ke manusia (zoonosis).Transmisi dari manusia ke manusia dapat terjadi,
namun sangat jarang.1 Transmisi leptospira ke manusia terjadi karena dengan urin,
darah, atau organ dari binatang terinfeksi; serta kontak denganlingkungan (tanah, air)
yang terkontaminasi leptospira. Leptospira dapat hidup beberapa waktu dalam air dan
alam terbuka. Iklim yang sesuai untuk perkembangan leptospira ialah udara hangat
(25oC), tanah basah/ lembab, dan pH tanah 6,2-8. Leptospira dapat bertahan hidup di
tanah yang sesuai sampai 43 hari dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu
lamanya. Hal ini dapat dijumpai sepanjang tahun di negara tropis sehingga kejadian
leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan negara subtropis, dengan risiko
penyakit yang lebih berat. Insiden leptospirosis di negara tropis saat musim hujan
sebanyak 5-20/100.000 penduduk per tahun. Selama wabah dan dalam kelompok
risiko tinggi paparan, insiden penyakit dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000
penduduk. Di Indonesia, leptospirosis tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Jumlah pasien laki-laki dengan
leptospirosis lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin mencerminkan
paparan dalam kegiatan yang didominasi laki-laki. Untuk alasan yang sama, laki-laki
remaja dan setengah baya memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan anak laki-
laki dan orang usia lanjut.Angka kematian akibat leptospirosis diIndonesia termasuk
tinggi, mencapai 2,5%-16,4% dan hal ini tergantung sistem organyang terinfeksi.
Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56%.

ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari family
Leptospiraceae, ordo Spirochaetales. Pewarnaan untuk kuman ini ialah impregnasi
perak. leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C. Genus
Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L. interrogans (bersifat patogen) dan L.
biflexa (bersifat saprofit/non-patogen). Leptospira patogen terpelihara dalam tubulus
ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan basah atau lembab
mulai dari air permukaan,tanah lembab, serta air keran. Spesies L. interrogans dibagi
dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi lebih 250 serovar berdasarkan
komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang patogen pada manusia
antara lain L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. grippothyphosa, L.
avanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. bataviae, dan L. Berbagai spesies
hewan, terutama mamalia, dapat bertindak sebagai sumber infeksi manusia,
diantaranya ialah:
1. Spesies mamalia kecil, seperti tikus liar(termasuk mencit), bajing, landak
2. Hewan domestik (sapi, babi, anjing,domba, kambing, kuda, kerbau)
3. Hewan penghasil bulu (rubah perak) dipenangkaran Reptil dan amfibi
mungkin juga membawa leptospira

PATOFISIOLOGI
Leptospira dapat menyerang kulit dan selaput lendir yang tidak utuh. Infeksi
ini didapat melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau air seni atau jaringan
tubuh yang terinfeksi. Kadang-kadang Leptospira bahkan dapat tertular setelah kontak
dengan tanah dan air yang terkontaminasi. Secara historis, paparan terutama berasal
dari air rekreasi, tetapi baru-baru ini di Amerika Serikat telah terjadi peningkatan
paparan dari pekerja pertanian.
Ketika organisme ini dikeluarkan melalui urin hewan yang terinfeksi, ia dapat
bertahan hidup di air tawar hingga 16 hari dan di tanah selama hampir 24 hari.
Mereka kemudian dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka terbuka, selaput
lendir, atau paru-paru jika air yang terinfeksi terhirup. Ini juga dapat ditularkan
melalui plasenta jika manusia yang terinfeksi sedang hamil, yang menyebabkan
keguguran pada dua trimester pertama. Jika terinfeksi selama trimester ketiga,
kehamilan dapat menyebabkan lahir mati atau kematian janin.
Begitu berada di dalam tubuh, bakteri masuk ke dalam limfatik dan kemudian
ke dalam aliran darah. Dari aliran darah, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
tetapi cenderung menetap di hati dan ginjal.
Biasanya diperlukan waktu antara 1 hingga 2 minggu bagi orang yang
terinfeksi untuk mulai menunjukkan gejala, tetapi bisa memakan waktu hingga
sebulan.

MANIFESTASI KLINIS
Leptospirosis dapat muncul dalam dua sindrom klinis yang berbeda, ikterik
atau anikterik.
Sindrom anicteric bersifat terbatas dan muncul dengan penyakit yang tidak
spesifik seperti flu. Onsetnya biasanya tiba-tiba dan dapat muncul dengan sakit
kepala, batuk, ruam non-pruritus, demam, kekakuan, nyeri otot, anoreksia, dan diare.
Penyakit ini dapat berlangsung selama beberapa hari sebelum demam sembuh.
Bentuk penyakit ini jarang berakibat fatal dan mewakili sekitar 90% dari semua kasus
Leptospirosis yang terdata.
Sindrom anicteric juga dapat kambuh beberapa hari kemudian, dan fase ini
disebut tahap kekebalan di mana meningitis aseptik dapat terjadi. Pasien-pasien ini
dapat pulih sepenuhnya tetapi mungkin menderita sakit kepala kronis dan episodik.
Fase ikterik leptospirosis secara klasik dikenal sebagai penyakit Weil. Ini
adalah infeksi yang parah, dan manifestasinya meliputi demam, gagal ginjal, penyakit
kuning, perdarahan, dan gangguan pernapasan. Fase ikterik juga dapat melibatkan
jantung, sistem saraf pusat, dan otot. Penyakit ini biasanya parah dan dapat
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan jika pasien bertahan.
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase
imun
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba. Gejala yang timbul berupa :
Sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, miaigia, conjuctival
suffusion, mual, muntah,nyeri abdomen, ikerus, hepatomegali, ruam kulit, foto pobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
artralgia, gagal ginjal, perfferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimidis,
hematemesis, asites, miokarditis
dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa
sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis
dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit,
demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah
disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-
4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion danfotofobia. Pada kulit dapat
dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7
hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali nermal 3-6 minggu
setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti
oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini
disebut fase kedua atau fase imun.
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi dapat timbul demam yang
mencapai suhu 400 C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit
yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat
perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik.
Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae epistaksis,
perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva
injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis
untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala
dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90%6 pasien.
Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu tetapi biasanya
menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin

DIAGNOSIS
Pada umumya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya
datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok
toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan
beberapa kasus datang sebagai pankreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui
tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi.
Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di
bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali dan
lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal
atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang
meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ
hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum
dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.Trc.nbositopenia
terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologi.
Kultur : Dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera pada awal gejala.
Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase
leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu
onset penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan
Serologi : Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah
dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), silver stain atau fluroscent
antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.

TATALAKSANA
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik
dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan
tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat dilihat
pada tabel 1. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penisilin G,
amoksisilin, atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotik oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin, atau amoksisilin
maupun sefalosporin.

Indikasi Regimen Dosis


Leptospirosis ringan Doksisiklin 2x100 mg
Ampisilin 4x500-750 mg
Amoksisilin 4x500 mg
Leptospirosis sedng/berat Penisilin G 1.5 juta unit/6 jam (iv)
kemoprofilaksis Ampisilin 1 gram/6 jam (iv)
Amoksisilin 1 gram/6 jam (iv)
Doksisiklin 200 mg/minggu
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun
perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah ( fase
leptospiremia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4
sampai 6 jam setelah pemberian intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti
leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi
azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.

KOMPLIKASI
Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan,
namun dapat pula terjadi ensefalitis, mielitis,radikulitis, neuritis perifer (tidak biasa)
pada minggu kedua karena terjadinya reaksi hipersensitivitas.2 Komplikasi berat pada
penderita leptospirosis berat dapat berupa syok, perdarahan masif dan ARDS yang
merupakan penyebab utama kematian leptospirosis berat. Syok terjadi akibat
perubahan homeostasis tubuh yang berperan pada timbulnya kerusakan jaringan.
Gagal ginjal, kerusakan hati, perdarahan paru, vaskulitis dan ganguan jantung berupa
miokarditis, perikarditis dan aritmia jarang ditemukan walaupun umumnya sebagai
penyebab kematian. Meskipun jarang dapat ditemukan uveitis setelah 2 tahun timbul
gejala leptospira.

PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik dan pasien dapat sembuh total dari leptospirosis.
Pada beberapa pasien, pemulihan dapat berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun
tahun. Pada anak angka kematian lebih’rendah dibandingkan dewasa. Gejala sisa
mungkin terjadi, termasuk kelelahan kronis dan gejala neuropsikiatri lainnya seperti
sakit kepala, paresis, kelumpuhan,perubahan suasana hati, dan depresi. Sekitar
sepertiga kasus yang menderita meningitis aseptik dapat mengalami nyeri kepala
periodik. Beberapa pasien dengan iwayat uveitis leptospirosis mengalami kehilangan
ketajaman penglihatan danpandangan yang kabur. Leptospirosis selama kehamilan
dapat menyebabkan kematian janin, aborsi, atau lahir mati. Tingkat fatalitas kasus di
berbagai belahan dunia telah dilaporkan berkisar dari <5%-30%. Angka ini tidak
terlalu dapat dipercaya karena di banyak daerah terjadinya penyakit ini tidak
terdokumentasi dengan baik. Selain itu, kasus ringan mungkin tidak terdiagnosis
sebagai leptospirosis. Penyebab penting kematian termasuk gagal ginjal, gagal
jantung-paru,dan perdarahan luas. Gagal hati jarang menjadi penyebab, meskipun
timbul ikterik. Perbaikan prognosis leptospirosis berat akhir-akhir ini terjadi karena
penggunaan hemodialisis sebagai sarana penunjang gagal ginjal reversibel yang
mungkin terjadi dalam beberapa kasus dan diberikannya perawatan suportif yang
agresif.

PENCEGAHAN
Pemberian doksisiklin 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan sekitar
95% pada orang dewasa yang berisiko tinggi. Pengontrolan lingkungan rumah dan
penggunaan alat pelindung diri terutama di daerah endemik dapat memberikan
pencegahan pada penduduk berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya.
Imunisasi hanya memberikan sedikit perlindungan karena terdapat serotipe kuman
yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai