Anda di halaman 1dari 27

EPIDEMIOLOGIPENYAKIT

MENULAR
“LEPTOSPIROSIS”
Pengertian Leptospirosis
• Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral
dari genus Leptospira yang pathogen, menyerang
hewan dan manusia, sedangkan zoonosis adalah
penyakit yang secara alami dapat di pindahkan dari
hewan vertebrata ke manusia ata sebaliknya. (Depkes
RI, 2013)
• Nama lain : flood fever atau demam banjir, swineherd’s,
demam pesawah (rice-field fever), demam lumpur,
jaundis berdarah, penyakit stuttgant, atau demam
canicola, demam Icterohemorrhage sehingga biasa juga
disebut penyakit kuning non-virus, demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd,
demam rawa, penyakit weil, demam canicola
Leptospirosis
• Penyakit demam akut pada manusia atau
hewan

• Zoonosis yang paling luas penyebarannya


di dunia

• Salah satu dari “re-emerging infectious


diseases”

• Penyakit yang sering terlewatkan


diagnosisnya
Leptospirosis sudah lama ada di Indonesia !

sarmin, salinem, paidjan, sentot

hardjoprajitno, rachmat, djasiman

medanensis, samaranga, bataviae,

javanica, bindjei, bangkinang etc.

Serovars/strains Leptopira sp diberi nama “Indonesia”


(pasien/kota dsb)
EPIDEMIOLOGi : distribusi & insidens

Studi seroprevalensi di Indonesia

Distribusi Leptospirosis tersebar di Indonesia

Jawa : Tengah, Barat, Timur, dan Yogyakarta


Sumatra : Utara, Barat, Selatan, Lampung, Bengkulu
Sulawesi : Utara, Selatan.
Kalimantan : Barat, Timur
Bali, Nusa Tenggara Barat
Peningkatan nyata jumlah kasus dan KLB Leptospirosis
di Indonesia dalam satu dekade terakhir
Jawa Tengah
-Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat di Semarang, Demak dll
-Peningkatan jumlah kabupaten yang melaporkan kasus Purworejo,
Magelang, Purbalingga dll

Yogyakarta
-KLB besar 2011
-Diperkirakan > 500 kasus dan ~ 50 meninggal

Jakarta
-KLB pada saat dan pasca banjir besar (2002) → CFR ~30%
-Peningkatan nyata kasus Leptospirosis selama KLB dengue (2004)
Penting: Jumlah kasus yang dapat didiagnosis dan dilaporkan lebih kecil dari sebenarnya
UNRECOGNIZED, MISDIAGNOSIS, UNDER-REPORTED
Pasien Leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr Kariadi
(1 Januari 2010 s/d 10 Oktober 2012)

Leptospirosis (total) 137

Leptospirosis ringan 41 (29.9%)

Leptospirosis berat 96 (70,1%)

Meninggal 25 (18,2%)

Dx probable, dikonfirmasi dengan MAT


Leptospirosis berat: ikterus, gagal ginjal, perdarahan dsb

MH Gasem dkk 2012


Sumber Penularan Leptospirosis

Hewan yang menjadi sumber penularan


utama adalah tikus, sedangkan sumber
yang lain pada babi, sapi, kambing,
domba, kuda, anjing, kucing, serangga,
burung, insetivora (landak,
kelelawar,tupai), rubah, dapat sebagai
pembawa leptospira juga.
Cara Penularan Leptospirosis
• ditularkan melalui air (water borne disease). Urin
(air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini
merupakan sumber utama penularan, baik pada
manusia maupun pada hewan .
• Penularan langsung terjadi melalui kontak dengan
selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva), kontak
luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan
cairan abortus (gugur kandungan) Penularan dari
manusia ke manusia jarang terjadi.
• Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
hewan atau manusia dengan barang-barang yang
telah tercemar urin penderita.
Cara Penularan Leptospirosis
Menurut ditjen PP&PL Kemenkes cara penularan
leptospirosis yaitu sebagai berikut:
1. Manusia terinfkesi leptospira melalui kontak langsung
dengan air, tanah (lumpur), tanaman, makanan yang
tercemar air seni hewan yang terinfeksi leptospira.
2. Masuknya bakteri leptospira ke dalam tubuh manusia
melalui selaput lensir (mukosa) mata, hidung atau
melalui kulit yang lecet dan kadangkadang melalui
pencernaan dari makanan yang tercemar oleh air seni
tikus yang terinfeksi leptospira
3. Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi
4. Musim penularan pada musim penghujan, biasanya
pasca banjir.
Masa Penularan Leptospirosis

• Masa penularan 4-19 hari, rata-rata 10


hari.
• Leptospira berada dalam air seni penderita
1 bulan, tetapi menurut pengamatan pada
hewan dan manusia yang terinfeksi
leptospira, air seninya msih mengandung
leptospira sampai 11 bulan dari sakit
(Dep.Kes, 2013)
Tanda dan Gejala Leptospirosis
• Sakit mendadak, demam, dan sakit kepala berat, skin
rash, conjunctival, suffusion (mata merah), nyeri otot
yang hebat (juga nyeri tekan) terutama di otot belakan,
paha, betis, sehingga kadang-kadang penderita
mengeluh sukar berjalan dan sakit kepala (Ditjen PP & PL
Kemenkes, 2013).
• Jaundis: kulit dan mukosa menjadi kuning
• Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26
hari.
• Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu
fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan
fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik.
• Fase Septisemik : fase awal / fase leptospiremik. mengalami gejala mirip flu
selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot.
• Fase Imun: fase kedua / leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat
dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat
didapatkan lagi dari darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-
30 hari akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung
organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak, hati, mata atau ginjal.
Tanda dan Gejala Leptospirosis
• Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan,
dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis,
pembesaran hati (hepatomegali), dan tanda koagulopati.
• Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan sulit bernapas. Gangguan
hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa (splenomegali).
Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik
merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun.
• Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul
jaundis.
• Sindrom Weil : bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis (kuning), disfungsi
ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini
terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa
memburuk setiap waktu.
Epidemiologi Leptospirosis
1. Distribusi dan frekuensi leptospirosis
a. Orang
b. Tempat
c. Waktu
2. Determinan Leptospirosis
a. Host
b. Agent
c. Environment
1. Menurut Orang
1) Leptospirosis tidak terjadi pada spesifik umur tertentu.
Leptospirosis diketahui terjadi pada semua umur berkisar
antara balita sampai lansia yaitu 1 tahun sampai lebih dari 65
tahun.
laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi
leptospirosis. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-laki
memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang
terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi.
WHO melaporkan bahwa dari suatu studi domestic yang
dilakukan terhadap 107 pasien yang didiagnosa menderita
leptospirosis sekitar 90% adalah laki-lak, yang umumnya
memiliki resiko lebih besar karena keterpaparan mereka pada
air yang terkontaminasi dalam dunia kerja (WHO, 1989)
2. Menurut tempat:
• Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah
tropis maupun subtropis.
• Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan
dan banjir.
• Kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan
dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis
di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun .
• WHO mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1
per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat
menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih dari
100 orang dari kelompok berisiko tinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.
• Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat,
angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada
usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen . Di beberapa publikasi angka kematian
dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi .
• Bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di kolam renang, di
lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan lumpur di pertambangan dan
pertanian/perkebunan.
3. Menurut Waktu

• Pada musim penghujan, peluang terjadinya banjir akan


lebih besar sehingga frekuensi penyakit leptospirosis
tidak sulit untuk ditemukan.
• Jumlah penderita leptospirosis meningkat setelah banjir
terlebih lama surutnya air sampai 3 hari atau lebih.
Host (pejamu):
1. Umur: lapisan usia rentan terhadap infeksi leptospirosis.
2. Jenis kelamin: laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk
terinfeksi leptospirosis. Terpapar kotoran rodent lebih besar.
3. Pekerjaan : Kelompok pekerja yang kontak langsung dengan
hewan merupakan kelompok yang berisiko terhadap kejadian
leptospirosis.
4. Riwayat luka: kulit yang lecet atau luka infeksi dengan
leptospira umumnya berlangsung melalui luka atau erosi
pada kulit maupun selaput lender.
5. Status pengungsian: Orang yang mengungsi ditempat yang
telah ditentukan akan lebih mudah dipantau masalah
kesehatannya.
6. Personal hygiene : salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya leptospirosis yang dapat dilakukan individu
adalahdengan menjaga kebersihan.
2. Agent

• penyebab penyakit leptospirosis adalah


leptospira, anggota dari ordo spirochaertales.
Mikrobiologi
Bakteri penyebab: Leptospira sp

Suatu spirochaeta yg bersifat aerobik,


selalu bergerak, mirip spiral dg ujung
berkait

Ukuran Ø 0,1 um, length 6 – 20 um.

Bersifat patogen thd berbagai binatang liar


& jinak seperti tikus, anjing, kucing dsb

Genus Leptospira: 2 spesies

Leptospira interrogans (patogen)


Leptospira biflexa (saprofit)

24 serogrup & > 240 serovar


3. Lingkungan
1. Ketinggian genangan air pada saat banjir: Genangan air yang tinggi pada saat banjir akan
membuat banjir semakin lama surut sehingga bakteri leptospirosis akan lebih lama berada
bersama air genangan banjir tersebut.
2. Keberadaaan sampah : Adanya kumpulan sampah di sekitar rumah akan menjadi tempat
yang disenangi tikus.
3. Tatanan Rumah: tumpukan barang-barang bisa mengakibatkan perkembangan habitat
tikus.
4. Curah hujan: Hujan deras akan menyebabkan banjir sehingga meningkatkan risiko
leptospirosis dengan membawa bakteri dan binatang lebih dekat dengan manusia. Hasil
penelitian rejeki, 2005 menunjukkan bahwa tingginya curah hujan berisiko terkena
leptospirosis sebesar 37 kali dibandingkan dengan curah hujan rendah.
5. Ketersediaan air bersih : menjaga sumber air bersih yang digunakan dari binatang
pengerat (tikus).
6. PH tanah dan PH air: bakteri Leptospira dapat hidup berbulan bulan dalam lingkungan
yang hangat (28-30oC) dan PH relative netral (pH 7,2-8). Bila di air dan lumpur yang paling
cocok untuk bakteri leptospira adalah dengan PH antara 7,0-7,4 dan temperature antara
28oC-30oC.
7. Selokan / sarana pembuangan air limbah: Peran selokan sebagai media penularan
penyakit leptospirosis terjadi ketika air pada selokan terkontaminasi oleh urin tikus atau
hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri Leptospira.
8. Keberadaan tikus di dalam maupun di luar rumah: hewan-hewan yang menjadi sumber
penularan leptospirosis salah satunya adalah rodent (tikus).
Pencegahan Leptospirosis
1) Jalur sumber infeksi
2) Jalur penularan
3) Jalur pejamu manusia
1) Jalur sumber infeksi
• Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
• Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi.
• Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan
racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida dan predator
ronden.
• Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum
dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian,
sumber penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan
membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus.
• Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput
dan semak berlukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun
sarana pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan
air minum yang bersih.
• Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
• Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga tidak
menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan.
2) Jalur penularan
• Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron, masker).
• Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap air.
• Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin, tanah, dan air
yang terkontaminasi.
• Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metode untuk mencegah atau
mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau aerosol, tidak menyentuh
bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang, dan
jangn menolong persalinan hewan tanpa sarung tangan.
• Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak dengan urin
hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap kemungkinan terinfeksi saat
merawat hewan yang sakit.
• Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan lantai kandang,
rumah potong hewan dan lain-lain.
• Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum yang baik, filtrasi
dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira.
• Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk aau bahan-bahankimia
sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira berkurang.
• Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air dan sungai
yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira..
• Manajemen ternak yang baik.
3) Jalur pejamu manusia
• Menumbuhkan sikap waspada
• Diperlukan pendekatan penting pada masyarakat umum dan
kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira. Masyarakat
perlu mengetahui aspek penyakit leptospira, cara-cara menghindari
pajanan dan segera ke sarana kesehatan bila di duga terinfeksi
kuman leptospira.
• Melakukan upaya edukasi
• Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan
dengan cara-cara edukasi yang meliputi :
✓ Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan, departemen
pertanian, institusi militer, dan lain-lain. Di dalamnya diuraikan
mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan
diagnosis, terapi dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula
nomor televon yang dapat dihubungi untuk informasi lebih
lanjut.
✓ Melakukan penyebaran informasi.
Pengobatan leptospirosis
• Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik seperti penisilin, streptomisin, tetrasiklin atau
erithromisin. Bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, menurut
Turner, pemberian penisilin atau tetrasiklin dosis tinggi dapat memberikan
hasil yang sangat baik. (Depkes RI, 2013)
• Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjadinya
leptospirosis.
• Pengobatan suportif dapat dilakukan dengan observasi ketat untuk
mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan
gagal ginjal seperti menjaga keseimbangan cairan tubuh. Beberapa pasien
membutuhkan dialisis (akibat gagal ginjal) dan EKG (akibat aritmia)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai