OLEH:
Kelompok 2
Nama Kelompok :
1
Hiperkalemia yang berhubungan dengan asidosis metabolik dan
hiponatremia telah dilaporkan pada kasus leptospirosis. Gagal ginjal akut
yang ditandai oleh oliguria atau poliuria dapat timbul 4–10 hari setelah
gejala timbul.
6) Kulit
Ruam pada kulit dapat timbul dalam bentuk makulopapular dengan
eritema, urtikaria, petekie, atau lesi deskuamasi.
7) Otot
Miositis sering timbul pada minggu pertama dan berakhir hingga minggu
ketiga atau keempat dari perjalanan penyakit. Perdarahan pada otot,
sebagian pada dinding abdomen dan ekstremitas bawah menyebabkan nyeri
yang hebat dan diyakini sebagai penyebab akut abdomen.
8) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada 39% pasien yang berupa epistaksis,
perdarahan gusi, hematuria, hemoptisis, dan perdarahan paru
9) Sistem kardio-vaskular
Vaskulitis akibat leptospira dapat menimbulkan syok hipovolemik dan
pembuluh darah yang kolaps. Komplikasi pada jantung terjadi pada kasus
berat. Dapat timbul miokarditis, arteritis koroner, dan pada beberapa pasien
ditemukan friction rubs. Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai kelainan
berupa blok AV derajat 1, inversi gelombang T, elevasi segmen ST, dan
disritmia.
10) Kelenjar getah bening
Limfadenopati pada kelenjar ketah bening leher, aksila, dan mediastium
dapat timbul dan berkembang selama perjalanan penyakit.
B. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage, Penyakit
Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong tebu (Cane-
cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit Stuttgart, Demam
Canicola, penyakit kuning non-virus, penyakit air merah pada anak sapi, dan
tifus anjing.
Infeksi dalam bentuk subakut tidak begitu memperlihatkan gejala
klinis, sedangkan pada infeksi akut ditandai dengan gejala sepsis, radang ginjal
interstisial, anemia hemolitik, radang hati dan keguguran. Leptospirosis pada
hewan biasanya subklinis. Dalam keadaan ini, penderita tidak menunjukkan
gejala klinis penyakit. Leptospira bertahan dalam waktu yang lama di dalam
ginjal hewan sehingga bakteri akan banyak dikeluarkan hewan lewat air
kencingnya. Leptospirosis pada hewan dapat terjadi berbulan-bulan sedangkan
2
pada manusia hanya bertahan selama 60 hari. Manusia merupakan induk
semang terakhir sehingga penularan antarmanusia jarang terjadi.
C. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik
didaerah maupun perkotaan, didaerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini
terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan,
misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer.
Selainitu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air yang
terkontaminasi .Di daerah endemis,puncak kejadian Leptospirosis terutama
terjadi pada saat musim hujan dan banjir.
Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang
hangat, tanah yang basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di
negara beriklim tropis. Oleh sebab itu, kasus Leptospirosis 1000 kali lebih
banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara
subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis
di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun. Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di
daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang
setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi
lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah, sebanyak lebih
dari 100 orang dari kelompokberisikotinggi di antara 100.000 orang dapat
terinfeksi.
Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa
Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Angka kematian
Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada
usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di beberapa publikasi
angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung
sistem organ yang terinfeksi.
D. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral
genus Leptospira family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta
berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan
anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang
pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).
1. Patogen L Interrogans
Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang
masing-masing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak,
3
diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-
lain.
2. Non Patogen L. Biflexa
Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi
manusia adalah: L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L.
canicola dengan resorvoir anjing, L.pomona dengan reservoir sapi dan
babi.Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di
antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya.
Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi.
Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus.
4
merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena
bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa
hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang
Leptospirosis, tetapi potensi menularkan kemanusia tidak sebesar tikus .
Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita
kependerita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi
melalui kontak dengan selaput lender (mukosa) mata (konjungtiva), kontak
luka di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairana bortus( gugur
kandungan) Penularan dari manusia kemanusia jarang terjadi.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada manusia
5
Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis,
ensefalitis, serta neuripati perifer.
Gejala klinis yang dapat tampak yaitu ikterus atau jaundis, yakni warna
kekuningan, karena pecahnya butir darah merah (eritrosit) sehingga ada
hemoglobin dalam urin. Gejala ini terjadi pada 50 persen kasus, terutama jika
penyababnya L. Pomona. Gejala lain yaitu demam, tidak nafsu makan, depresi,
nyeri pada bagian-bagian tubuh, gagal ginjal, gangguan kesuburan, dan kadang
kematian. Apabila penyakit ini menyerang ginjal atau hati secara akut maka
gejala yang timbul yaitu radang mukosa mata (konjungtivitis), radang hidung
(rhinitis), radang tonsil (tonsillitis), batuk dan sesak napas.
Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku dan berputar-
putar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala tetap mengalami
radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis) kronis. Dalam keadaan
demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan di abdomen (ascites),
banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dan gejala saraf. Pada sapi,
infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak terjadi pada pedet
dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis, anemia, warna telinga
maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian (Bovine Leptospirosis).
Angka kematian (mortalitas) akibat Leptospirosis pada hewan mencapai 5-15
6
persen, sedangkan angka kesakitannya (morbiditas) mencapai lebih dari 75
persen.
F. PATOFISIOLOGI
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka
iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut,
faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet
infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan,
leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh
yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung
jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira.
Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan
oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme
virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman
leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4
sampai 10 perjalanan penyakit.
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga
menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas
kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel
dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira
mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel
dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan
lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid.
Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan
protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik
berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang
terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal kuman
leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus.
Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro
dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran
cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang
ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis
intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin.
Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi
pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium
dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai
kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous
humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang.
7
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta
mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan
meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan
dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan
mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu
atau bulan
8
G. PATHWAY
ORGANISME
Kontak pada kulit , selaput lendir,luka erosi dengan air , tanah lumpur
Air kemih binatang yang terinfeksi leptospira endoktoksin
9
H. KLASIFIKASI
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan (non-
leptospirosis berat.
viral-like illness, yaitu demam, nyeri kepala, dan mialgia. Nyeri kepala
bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro
10
klinis meningitis. Karena penderita memperlihatkan penyakit yang
virus.
Weil. Tanda khas dari sindrom Weil yaitu jaundice atau ikterik,
azotemia, gagal ginjal, serta perdarahan yang timbul dalam waktu 4-6
11
sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping
I. KOMPLIKASI
Pada leptospira, komplikasi yang sering terjadi adalah iridosiklitis,
gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif
jarang ditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian.
Perdarahan subkonjuntiva adalah komplikasi pada mata yang sering
terjadi pada 92% penderita leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, pyuria,
hematuria, proteinuria dan oliguria sering tampak pada 50% penderita. Kuman
leptospira juga dapat timbul di ginjal. Manifestasi paru terjadi pada 20-70%
penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan
mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
- Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam
urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan
tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid
(CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi
kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah
standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber
identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan
beberapa bulan.
- Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk
konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu
setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah
itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic
agglutination test (MAT).
- Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada
mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan
cukup bermakna.
- Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan
hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung
12
trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan
kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial
nefritis pada penyakit Weil.
- Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati.
Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L.
Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum
creatine kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan muskular.
- Analisis CSF bermanfaat hanya untuk eksklusi meningitis bakteri.
Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak
mengubah tatalaksana penyakit.
- Pemeriksaan pencitraan foto polos paru dapat menunjukkan air
space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru pada
miokarditis. Perdarahan alveolar dan patchy multiple infiltrate dapat
ditemukan. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis
akalkulus.
Perwarnaan silver staining dan immuno fluorescene dapat mengidentifikasi
leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut
pemeriksaan histology menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrate
inflamasi.
K. PENATALAKSANAAN
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, strptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama
adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam
setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang
menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian
1-3 hari namun kurang bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak
efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif
diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.
1. Identitas
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan
tingkat kejadiannya sama.
2. Keluhan utama
13
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan
(frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai
mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan
injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi
seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
d. Pemeriksaan dan observasi
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Review of sistem :
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyrafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal,
mata merah. fotofobia, injeksi konjunctiva, iridosiklitis
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/ makulopapular/
urtikaria yang teresebar pada badan. Pretibial.
Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
14
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
B. DIAGNOSA
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses
penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis (proses penyakit)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi zat-zat bergizi karena faktor bilogis,
proses penyakit.
C. INTERVENSI
15
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation
§ Monitor suhu minimal tiap 2
jam
§ Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
§ Monitor TD, nadi, dan RR
§ Monitor warna dan suhu kulit
§ Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
§ Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
§ Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
§ Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
§ Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
§ Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
§ Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
§ Berikan anti piretik jika perlu
16
v Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien
nyeri berkurang § Kaji kultur yang
dengan menggunakan mempengaruhi respon nyeri
manajemen nyeri § Evaluasi pengalaman nyeri
v Mampu mengenali masa lampau
nyeri (skala, intensitas,§ Evaluasi bersama pasien dan
frekuensi dan tanda tim kesehatan lain tentang
nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
v Menyatakan rasa masa lampau
nyaman setelah nyeri § Bantu pasien dan keluarga
berkurang untuk mencari dan
v Tanda vital dalam menemukan dukungan
rentang normal § Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
§ Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
§ Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
§ Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
§ Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
§ Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
§ Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
§ Cek riwayat alergi
§ Pilih analgesik yang diperlukan
17
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari
satu
§ Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
§ Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
§ Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
§ Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
§ Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
§ Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
18
kandungan kalori
§ Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
§ Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas normal
§ Monitor adanya penurunan
berat badan
§ Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
§ Monitor lingkungan selama
makan
§ Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
§ Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
§ Monitor turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
§ Monitor makanan kesukaan
§ Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
§ Monitor kalori dan intake
nuntrisi
§ Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
§ Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
D. IMPLEMENTASI
19
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :
independen,dependen,dan interdependen.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
E. EVALUASI
Merupakan tahap akhip dari proses asuhan keprawatan yang dimana
pada tahap evaluasi ini kita mengetahui apakah tujuan tercapai atau tidak.
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan.
20
21
BAB II
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS :
Tn.As, umur 43Tahun , Mengeluh sesak Nafas sejak 3 hari dan demam sejak
3 hari yang lalu, mata dan kulit pasien menjadi kekuningan saat demam terjadi .
Pasien juga merasakan nyeri perut di bagian ulu hati dan mual muntah, pasien
merasakan sesak sepanjang hari terus menerus , Ketika dilakukan TTV didapatkan
hasil Suhu : 38 C TD ; 110/70 mmhg, Nadi : 120 x/mnt Respirasi 40 x/mnt.
A. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 04 Juni 2021
Tanggal Pengkajian : 04 Juni 2021
Jam Pengkajian : 11.00 Wita
CM : -
Sumber data : Data primer : Pasien dan keluarga pasien
Data sekunder : Rekam medis dan literature
kesehatan.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AS
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Hindu
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ketua RT
Alamat : Kebo Iwa Utara
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Masuk Rumah Sakit : Selasa, 4 Juni 2021
22
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Badung
Status Pernikahan : Sudah menikah
Hub. Dengan PX : istri
A. Riwayat Kesehatan
1. Alasan utama masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
a. Alasan utama masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu Pasien juga
mengalami Mual serta Nyeri. Pasien merasakan sesak sepanjang hari
terus menerus.
b. Keluhan Utama saat pengkajian
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu dan pasien juga
mengalami mual Nyeri dan Demam.
2. Riwayat Kesehatan sekarang
Pasien datang di antar oleh istri nya karena mengalami sesak nafas dan
mengalami Mual dan Demam serta Nyeri. Pasien merasakan sesak
sepanjang hari terus menerus.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Istri mengatakan suaminya belum pernah dirawat di rumah sakit .
4. Riwayat Alergi
Istri mengatakan suaminya tidak memiliki riwayat Alergi
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Istri pasien mengatakan di keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan
seperti HIV/AIDS , hipertensi
B. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan pemiliharaan kesehatan
23
Sebelum Sakit : Keluarga mengatakan selalu menjaga kesehatan
Sesudah Sakit : Keluarga mengatakan selalu menjaga kesehatan
24
berbau khas. Tn. As belum dapat BAB selama mengalami ngilu pada
ototnya.
9. Manajemen Koping
Tingkat stres yang dirasakan cukup tinggi dan mengganggu aktivitasnya
C. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
25
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 38 C
Nadi : 120x/menit
RR : 40x/menit
2. Kesadaran: Composmentis
GCS :14
Eye :4
Motorik :5
Verbal :5
a. Keadaan Umum: Baik
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Kesan sakit : sakit sedang
c. Cara bicara : normal, koheren
d. Cara berbaring : normal
e. Cara duduk : normal
f. Penampilan : rapi
g. Keadaan khusus : sesak (+) sianosis (-) oedem (-) ikterik (+)
26
c. Telinga : Normotia, sekret (-), nyeri (-)
d. Hidung : tidak ada deformitas, deviasi septum (-), discharge (-)
e. Mulut : OH baik, Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
f. Thoraks :
1. Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan napas dada simetris,
pernapasan abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar, retraksi
sela iga (-)
2. Palpasi : pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, tidak
teraba thrill
3. Perkusi : hemithoraks kanan sonor dan hemithoraks kiri sonor,
batas paru dan hepar setinggi ICS 5 midclavicula kanan suara redup,
batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3-5 garis para sternalis
kanan suara redup, batas paru dan atas jantung setinggi ICS 3 garis
parasternal kiri suara redup, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS
5, 2 jari lateral garis midclavicula kiri suara redup, batas paru dan
lambung setinggi ICS 8 garis axillaris anterior suara timpani.
4. Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki +/+ , wheezing -/-, BJ I&II
regular, gallop (-), murmur (-)
g. Abdomen
1. Inspeksi : Ascites, ikterik (+), efloresensi bermakna (-), spider navy
(-), pernapasan abdominothorakal
2. Auskultasi : BU 3x/menit, venous hump (-), Arterial Bruit (-)
3. Perkusi : Redup kuadran lateral, shifting dullness (+)
4. Palpasi : supel, Nyeri tekan (+) di epigastrium dan kuadran kanan
dan kiri atas, nyeri lepas (-), hepar dan lien, tidak teraba membesar,
ballottement ginjal (-), undulasi (-)
h. Ekstremitas atas : ikterik (+), simetris, proporsional, deformitas (-),
oedem (-)
i. Ekstremitas bawah : ikterik (+), simetris, proporsional, deformitas (-),
pitting oedem (-)
27
3. Terapi Medik
Tanggal: 04 Juni 2021
Cara
No Terapi Dosis Fungsi Terapi
Pemakaian
1. Antipiretik 3 x 100 Menurunkan suhu IV
ml
2 Analgesik 3 x 4 gr Menghilangkan rasa IV
nyeri
3. IV 20 TPM IV
4. Ondansentron 3 x 4 gr Mengatasi mual IV
muntah
B. DIAGNOSIS
1. Ketidak efektifan pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek
langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
4. Mual berhubungan dengan keengganan terhadap makan , sensasi muntah
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidak Setelah diberikan asuhan NIC Label : Monitor
efektifan pola keperawatan 3 x 24 jam pernafasan
nafas diharapkan sesak nafas 1. Monitor suara nafas
berhubungan klien berkurang dengan tambahan seperti mengorok
dengan kriteria hasil sebagai atau mengi
hiperventilasi berikut : 2. Monitor pola nafas
NOC Lebel : status ( misalnya, bradipnew
pernafasan takipnew hiperfentilasi,
1. Frekuensi pernafasan pernafasan kusmaul,
28
di pertahankan dalam pernafasan 1 banding 1
skala 2 ( Berat ) di , apneustik, respirasi biot
tingkatkan pada skala dan pola ataxsic )
5 ( tidak ada ) 3. Berikan bantuan terapi
2. Kedalaman inspirasi nafas jika diperlukan
di pertahankan dalam ( misalnya nebulizer )
skala 2 ( Berat ) di
tingkatkan pada skala
5 ( tidak ada )
3. Restraksi dinding
dada di pertahankan
dalam skala 2
( Berat ) di tingkatkan
pada skala 5 ( tidak
ada )
29
ditingkatkan ke gejala yang
skala 5 (tidak ditimbulkan.
terganggu)
2. Sakit kepala
dipertahankan
pada skala 2
(banyak
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
terganggu)
3. Sakit otot
dipertahankan
pada skala 2
(banyak
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
terganggu)
3. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan NIC Label :
berhubungan keperawatan 3 x 24 jam Manajemen nyeri
dengan agens diharapkan nyeri klien 1. Lakukan pengkajian
cedera biologis dapat teratasi dengan nyeri secara
kriteria hasil sebagai komperhensif termasuk
berikut: lokasi, karakteristik,
NOC label : Kontrol durasi, frekuensi,
Nyeri kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol predisposisi
nyeri (penyebab 2. Observasi reaksi
nyeri, mampu nonverbal dari
30
menggunakan ketidaknyamanan
teknik 3. Gunakan teknik
nonfarmakologi komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri
dengan pasien
menggunakan 4. Kaji kultur yang
menajemen nyeri mempengaruhi respon
3. Mampu mengenali nyeri
nyeri (skala, Analgesic Administrasion
intensitas, frekuensi 1. Tentukan lokasi,
dan tanda -tanda karakteristik,
nyeri) kualkitas, dan
4. Menyatakan rasa derajat nyeri
nyaman setelah sebelumpemberian
nyeri berkurang. obat
2. Monitoring vital
sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic pertama
31
yang mengganggu lingkungan yang mungkin
1. Asupan cairan membangkitkan mual
menurun ( misalnya bau yang tidak
dipertahankan pada mengenakan , suara dan
skala 3 ( cukup ) stimulasi visual yang tidak
ditingkatkan pada menyenagkan )
skala 5 ( tidak ada ) 3. Identifikasi strategi yang
2. Asupan makanan telah berhasil dilakukan
berkurang dalam upaya mengurangi
dipertahankan pada mual
skala 3 ( cukup ) 4. Ajari penggunaan teknik
ditingkatkan pada non farmakologi
skala 5 ( tidak ada ) ( misalnya biofeedback ,
3. Kehilangan selera hypnosis , relaksasi ,
makan dipertahankan imajinasi terbimbing ,terapi
pada skala 3 ( cukup ) music , distraksi ,
ditingkatkan pada akupresure ) untuk
skala 5 ( tidak ada ) mengatasi mual
Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor – faktor
lingkungan yang mungkin
membangkitkan keinginan
untuk muntah ( misalnya
bau yang menyengant )
2. Pastikan obat antiemetic
yang efektif yang
diberikan untuk mencegah
muntah bila
memungkinkan
3. Kurangi atau hilangkan
32
faktor – faktor yang
bersifat personal yang
memicu atau yang
mengakibatkan keinginan
untuk muntah
4. Berikan kenyamanan
selama episode muntah
( misalnya kain dingin
pada dahi , sponge wajah
atau menyediakan pakian
kering yang bersih )
33
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
34
-Memonitor asupan dan DO: O:
Kulit klien terasa Kulit klien terasa hangat
keluaran, sadari
hangat dan hasil dan hasil TTV:
perubahan kehilangan TTV: S: 38°C
S: 38°C N: 120 kali per menit
cairan yang tidak
N: 120 kali per menit RR: 40 kali per menit
dirasakan RR: 40 kali per TD: 110/70 mmHg
menit
-Kolaborasi/memberikan
TD: 110/70 mmHg A:
obat atau cairan IV Hipertermi b.d proses
infeksi virus (penyakit)
-Memantau komplikasi-
Masalah teratasi sebagian
komplikasi yang
P:
berhubungan dengan
Lanjutkan intervensi 1
demam serta tanda dan sampai 3
gejala yang ditimbulkan.
35
-Mengobservasi reaksi menjadi sedikit O:
berkurang Klien tampak lebih tenang
nonverbal dari
DO: dan klien tidak meringis
ketidaknyamanan Klien tampak lebih lagi
tenang dan klien
-Menggunakan teknik
tidak meringis lagi A:
komunikasi terapeutik Nyeri Akut b.d Agen
cidera biologis
untuk mengetahui
Teratasi
pengalaman nyeri pasien
P:
-Mengkaji kultur yang
Pertahankan kondisi pasien
mempengaruhi respon
nyeri
Analgesic
Administrasion:
-Menentukan lokasi,
karakteristik, kualkitas,
dan derajat nyeri
sebelumpemberian obat
-Memonitoring vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama
36
Senin , 7 4 10.00 Manajemen mual: DS: ✓ 10.30 S:
juni 2021 wita Klien mengatakan Wita Klien mengatakan merasa
-Mengidentifikasi faktor –
Siff pagi merasa mual dan mual dan muntah sehingga
faktor yang dapat muntah sehingga klien tidak nafsu makan
klien tidak nafsu
menyebabkan atau
makan O:
berkontribusi terhadap DO: Klien nampak pucat, klien
Klien nampak pucat, tampak mual dan muntah,
mual ( misalnya obat-
klien tampak mual klien hanya mampu
obatan dan prosedur ) dan muntah, klien menghabiskan makanannya
hanya mampu setengah porsi yang didapat
-Mengendalikan faktor –
menghabiskan dari rumah sakit
faktor lingkungan yang makanannya A:
setengah porsi yang Mual berhubungan
mungkin membangkitkan
didapat dari rumah
dengan keengganan
mual ( misalnya bau yang sakit
terhadap makan , sensasi
tidak mengenakan , suara
muntah
dan stimulasi visual yang
Belum teratasi
tidak menyenagkan )
-Mengidentifikasi strategi
P : Lanjutkan intervensi ke
yang telah berhasil
1 sampai 3
dilakukan dalam upaya
mengurangi mual
37
-Mengajarkan
penggunaan teknik non
farmakologi ( misalnya
biofeedback , hypnosis ,
relaksasi , imajinasi
terbimbing ,terapi music ,
distraksi , akupresure )
untuk mengatasi mual
Manajemen muntah:
-Mengidentifikasi faktor –
faktor lingkungan yang
mungkin membangkitkan
keinginan untuk muntah
( misalnya bau yang
menyengant )
-Memastikan obat
antiemetic yang efektif
yang diberikan untuk
mencegah muntah bila
38
memungkinkan
-Mengurangi atau
hilangkan faktor – faktor
yang bersifat personal
yang memicu atau yang
mengakibatkan keinginan
untuk muntah
-Memberikan
kenyamanan selama
episode muntah
( misalnya kain dingin
pada dahi , sponge wajah
atau menyediakan pakian
kering yang bersih )
39
DAFTAR PUSTAKA
Donna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach
2 nd Edition : WB Sauders.
FKUA, 1984. Pedoman Diagnosis dan Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Penerbit
FKUA,
EGC :
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :EGC.
FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyalit Dalam. Jakarta: Penerbit FKUI
40