Anda di halaman 1dari 5

Nama : Keensy A.

H Mangindaan

NIM : 19111101053

Kelas : 2E

Dosen Pengajar : Dr. Oksfriani J. Sumampouw, S.Pi., M.Kes.

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

LEPTOSPIROSIS

Gambar 1. Bakteri Leptospira menggunakan Mikroskop elektron tipe scanning.


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan


binatang. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira sp. Leptospirosis tersebar luas
di seluruh dunia terutama pada daerah tropis (Hickey & Deemeks,2003).
Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever (demam banjir) karena
memang muncul karena banjir. Di beberapa negara, Leptospirosis dikenal dengan
nama demam icterohemorrhagic, penyakit swineherd’s, demam lumpur, penyakit
weil, demam canicola (PDPERSI Jakarta , 2007)

Bentuk bakteri Leptospira yaitu spiral,tipis,lentur, memiliki panjang 10-20


μm dan tebal 0,1 μm serta memiliki dua lapis membran. Leptospira peka terhadap
asam dan dapat hidup di air tawar ± 1 bulan tetapi dalam air laut, air selokan, dan
air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Leptospira dapat tumbuh dalam
media dasar yang diperkaya dengan vitamin, asam lemak rantai panjang sebagai
sumber karbon dan garam ammonium dan tumbuh optimal pada suhu 28-30⸰C
dalam kondisi obligat aerob (FAINE,1982 dalam Kusmiyati,dkk).

Meskipun leptospirosis sering dianggap sebagai penyakit pedesaan, namun


orang yang tinggal di perkotaan juga dapat terkena , tergantung dari kondisi hidup
dan tingkat kebersihan baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Orang
yang beresiko terkena ialah orang yang sering menyentuh binatang atau
air,lumpur tanah, dan tanaman yang telah dicemari air kencing binatang yang
terkontaminasi bakteri leptospirosis. Beberapa pekerja yang beresiko diantaranya
petani sawah, pekerja pejagalan, pekerja tambang, peternak, petani tebu dan
pisang serta industri perikanan. Dokter hewan maupun staf laboratorium yang
kontak dengan kultur leptospirosis juga beresiko terpapar. Adapun juga beberapa
kegemaran atau aktivitas manusia yang bersentuhan dengan air atau tanah yang
tercemar dapat menularkan leptospirosis seperti berkebun, berkelana di hutan,
berkemah, berakit di air jeram dan lain sebagainya.

Adapun riwayat alamiah penyakit leptospirosis adalah sebagai berikut :

1. Pre Patogenesis
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi
banjir Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti
banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta
banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri
Leptospira berkembang biak. Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui air
( water borne disease ) dan urin dari individu yang telah terserang bakteri
Leptospira sp.  merupakan sumber utama penularan penyakit ini. Ada dua
cara penularan Leptospirosis, yaitu :
o Secara langsung: terjadi kontak antara manusia dengan hewan yang
telah terkena bakteri Leptospira, sp.
o Secara tak langsung: melalui kontak hewan atau manusia dengan
barang-barang yang telah tercemar urin penderita leptospirosis.
Misalnya: air kencing tikus terbawa banjir, dan terjadi kontak antara
manusia dengan air yang sudah tercemar oleh air kencing tikus yang telah
terserang bakteri Leptospira sp. Infeksi oleh Leptospira umumnya
dikarenakan kontak kulit atau selaput lendir (mucous membrane)
misalnya, konjuktiva (mata) karena terciprat selaput lendir vagina atau
lecet-lecet kulit dengan urin atau cemaran oleh keluaran urogenitalis
lainnya atau mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh
bakteri tersebut. Apabila hewan korban terinfeksi bakteri Leptospira, maka
mikroorganisme ini akan langsung masuk ke dalam jaringan tubuh
manusia. Kuman leptospira biasanya memasuki tubuh melalui luka atau
lecet kulit, dan kadang-kadang melalui selaput di dalam mulut, hidung,
dan mata

2. Patogenesis
 Inkubasi
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi
Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang
tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L.
interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan
sampai berat Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak
bergejala tetapi serologis positif Sekitar 90 persen penderita jaundis
ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai
penyakit Weil.
 Penyakit Dini
Dikenal fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi
dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada
stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari,
ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot Gejala lain
adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala,
takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta
pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada juga gejala lain seperti Malaise ,
Rasa nyeri otot betis dan punggung , Konjungtivitis tanpa disertai eksudat
serous/porulen (kemerahan pada mata). Pada periode peralihan fase selama
1-3 hari kondisi penderita membaik       
 Penyakit Lanjut
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10
hari. Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klinis bifasik berupa
Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari) timbul demam mendadak, disertai
sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul
keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha pinggang,) dan
diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual,
muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan
injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk acular/
makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan,
splenomegali, dan hepatomegali
3. Post Patogenesis
 Sembuh sempurna.
Penderita diberi obat berupa antibiotik sebelum penyakit semakin parah.
Hal ini memungkinkan si penderita akan sembuh total dari leptospirosis.
 Sembuh dengan cacat
Misalnya pada penderita leptospirosis yang mengalami komplikasi pada
mata (perdarahan subkonjungtiva) bisa mengakibatkan kebutaan bila
terjadi perdarahan yang cukup berat.
 Karier
Umumnya leptospirosis diobati menggunakan antibiotik. Jika penderita
merasa sudah sembuh dan menghentikan meminum antibiotik, padahal
belum habis. Maka kuman penyebab leptospirosis itu hanya melemah dan
tidak sembuh sempurna, sehingga dapat kambuh sewaktu-waktu jika ada
faktor pemicunya.
Sumber :

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-
babii.pdf

Dewi, Trisna. Leptospirosis . Makalah . Diakses pada 24 April 2020 di


https://www.academia.edu/12009411/Leptospirosis

Priyanto, A, (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Leptospirosis.dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf

Rampengan, Novie. 2016 . Leptospirosis . Jurnal Biomedik. 8(3):143-150

Anda mungkin juga menyukai