H Mangindaan
NIM : 19111101053
Kelas : 2E
LEPTOSPIROSIS
1. Pre Patogenesis
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi
banjir Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti
banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta
banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri
Leptospira berkembang biak. Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui air
( water borne disease ) dan urin dari individu yang telah terserang bakteri
Leptospira sp. merupakan sumber utama penularan penyakit ini. Ada dua
cara penularan Leptospirosis, yaitu :
o Secara langsung: terjadi kontak antara manusia dengan hewan yang
telah terkena bakteri Leptospira, sp.
o Secara tak langsung: melalui kontak hewan atau manusia dengan
barang-barang yang telah tercemar urin penderita leptospirosis.
Misalnya: air kencing tikus terbawa banjir, dan terjadi kontak antara
manusia dengan air yang sudah tercemar oleh air kencing tikus yang telah
terserang bakteri Leptospira sp. Infeksi oleh Leptospira umumnya
dikarenakan kontak kulit atau selaput lendir (mucous membrane)
misalnya, konjuktiva (mata) karena terciprat selaput lendir vagina atau
lecet-lecet kulit dengan urin atau cemaran oleh keluaran urogenitalis
lainnya atau mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh
bakteri tersebut. Apabila hewan korban terinfeksi bakteri Leptospira, maka
mikroorganisme ini akan langsung masuk ke dalam jaringan tubuh
manusia. Kuman leptospira biasanya memasuki tubuh melalui luka atau
lecet kulit, dan kadang-kadang melalui selaput di dalam mulut, hidung,
dan mata
2. Patogenesis
Inkubasi
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi
Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang
tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L.
interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan
sampai berat Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak
bergejala tetapi serologis positif Sekitar 90 persen penderita jaundis
ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai
penyakit Weil.
Penyakit Dini
Dikenal fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi
dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada
stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari,
ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot Gejala lain
adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala,
takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta
pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada juga gejala lain seperti Malaise ,
Rasa nyeri otot betis dan punggung , Konjungtivitis tanpa disertai eksudat
serous/porulen (kemerahan pada mata). Pada periode peralihan fase selama
1-3 hari kondisi penderita membaik
Penyakit Lanjut
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10
hari. Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klinis bifasik berupa
Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari) timbul demam mendadak, disertai
sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul
keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha pinggang,) dan
diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual,
muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan
injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk acular/
makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan,
splenomegali, dan hepatomegali
3. Post Patogenesis
Sembuh sempurna.
Penderita diberi obat berupa antibiotik sebelum penyakit semakin parah.
Hal ini memungkinkan si penderita akan sembuh total dari leptospirosis.
Sembuh dengan cacat
Misalnya pada penderita leptospirosis yang mengalami komplikasi pada
mata (perdarahan subkonjungtiva) bisa mengakibatkan kebutaan bila
terjadi perdarahan yang cukup berat.
Karier
Umumnya leptospirosis diobati menggunakan antibiotik. Jika penderita
merasa sudah sembuh dan menghentikan meminum antibiotik, padahal
belum habis. Maka kuman penyebab leptospirosis itu hanya melemah dan
tidak sembuh sempurna, sehingga dapat kambuh sewaktu-waktu jika ada
faktor pemicunya.
Sumber :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-
babii.pdf