Anda di halaman 1dari 25

Leptospirosis dan Tifoid

Pembimbing :
dr. Hans, Sp.PD

Disusun oleh :
Dinda Nurhaliza (406212053)

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD CIAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 09 JANUARI – 18 MARET 2023
LEPTOSPIROSIS
• Leptospirosis, merupakan penyakit menular pada hewan dan manusia.
Leptospirosis adalah infeksi zoonosis paling umum di dunia.
• Ditularkan dari hewan yang terinfeksi melalui urin (langsung atau tidak
langsung)

• Etiologi
• Pathogen bakteri Leptospira (genus leptospira, famili tleptospiraceae,
ordo Spirochaetales )
• Ciri khas  bentuk berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 µm,
dengan spiral yang sangat halus. Lebarnya 0,1 - 0,2 µm. Salah satu
ujung organisme sering membesar membentuk suatu kait.
• Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop
lapangan gelap (darkfield microscope).
Epidemiologi
• Leptospira paling sering menyebar melalui paparan urin hewan yang terinfeksi baik dari kontak langsung atau dari
kontak dengan tanah atau air yang terkontaminasi oleh urin
• Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau binatang-
binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut,
leptospira hidup di dalam ginjal/ air kemihnya. Tikus merupakan vector utama.
• International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan
peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
• Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi demam typhoid di Indonesia mencapai 1,7%. Distribusi
prevelensi tertinggi adalah pada usia 5-14 tahun (1,9%), usia 1-4 tahun (1,6%), usia 15-24 tahun (1,5%) dan usia <1
tahun (0,8%). Kondisi ini menunjukkan bahwa anak anak (0-19 tahun) merupakan populasi penderita typhoid
terbanyak di Indonesia.
PATOFISIOLOGI LEPTOSPIROSIS

https://journals.plos.org/plospathogens/article?id=10.1371/journal.ppat.1009836
LEPTSPIROSIS (Weil’s Disease)
• Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan
meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis.
• Organ-organ yang dapat dikenai leptospira adalah ginjal, hati, jantung, otot, susunan saraf pusat dan
pembuluh darah.
• Weil’s disease leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia,
azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua.
MANIFESTSI KLINIS
• Masa inkubasi 2 - 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata 10 hari.
• Leptospirosis mempunyai 2 fase  fase leptospiremia dan fase imun
• Fase Leptospiraemia
• adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal
• berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot
yang hebat terutama pada paha,betis dan pinggang disertai nyeri tekan.
• Mialgia dapat dikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual
dengan atau tanpa muntah disertai mencret. bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran
• Pemeriksaan  sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%), konjungtiva suffusion dan fotofobia,
kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati
• Berlangsung 4-7 hari
• Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3
hari, setelah itu terjadi demam kembali (fase imun)
MANIFESTSI KLINIS
• Fase Imun/ Weil’s disease
• ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 400 C disertai
menggigil dan kelemahan umum.
• Terdapat rasa sakit yang menyeluruh  leher, perut dan otot - otot kaki terutama otot betis.
• Terdapat perdarahan  epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik.
• Paling jelas terlihat pada fase ikterik
• purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering
• Tanda patognomosis  Conjunctiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
• Cedera ginjal akut sering terjadi pada penyakit parah, muncul setelah beberapa hari sakit, dan
dapat berupa nonoliguri atau oliguri.
• melibatkan jantung, SSP, dan otot
• Leptospira dapat ditemukan dalam urin
Diagnosis
• Anamnesis  pekerjaan berisiko, demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal,
nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah
• PF demam, bradikardi relatif, dan ikterus (50%), konjungtiva suffusion dan fotofobia, kadang-kadang
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati
• Lab darah rutin  lekositosis, normal atau sedikit menu urun disertai gambaran neutrofilia dan laju
endap darah yang meninggi
• Pemeriksaan urin  proteinuria, leukosituria dan torak (cast).
• Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, Ureum dan
kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal
• Diagnosis laboratorium leptospirosis melibatkan dua kelompok pengujian  Kelompok pertama didesain
untuk mendeteksi antibodi anti-leptospira, sedangkan kelompok kedua untuk mendeteksi Leptospira,
antigen Leptospira atau asam nukleat Leptospira pada cairan tubuh maupun jaringan
• Gold standard  Microscopic Agglutination Test (MAT)
• Diagnosis pada masa akut  mengkultur bakteri Leptospira dari darah, urin dan cairan serebrospinal;
selain
itu diagnosis dilakukan melalui PCR
• masa transisi  uji ELISA IgM dan dipstik
• fase imun  uji MAT
Diagnosis
Diagnosis banding leptospirosis meliputi:

 Brucellosis
 Dengue
 Enterovirus infections
 Hantavirus pulmonary syndrome
 Hepatitis A
 Kawasaki disease
 Malaria
 Measles
 Meningitis
Tatalaksana
• Kasus berat  penisilin IV segera
• Leptospira sangat rentan terhadap
berbagai antibiotik, termasuk antibiotic
beta-laktam, sefalosporin,
aminoglikosida, dan makrolida, tetapi
tidak rentan terhadap vankomisin,
rifampisin, metronidazol, dan
kloramfenikol
• Antibiotik cenderung tidak
menguntungkan pasien yang telah
terjadi kerusakan organ
Komplikasi
• Vaskular  koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
• CNS  perubahan status mental
• Paru  Perdarahan alveolar yang parah dan difus dengan hemoptisis masif
• Jantung  Miokarditis
• GIT  Kolesistitis akalkulus, Pankreatitis
• Mata  Uveitis, iridosiklitis, dan korioretinitis
Prognosis
• Sebagian besar sembuh, namun gejala pasca-leptospirosis dapat bertahan lama
• Mortalitas tertinggi pada pasien yang berusia lanjut dan mereka yang memiliki penyakit parah
(perdarahan
paru, sindrom Weil), (5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%)
• Leptospirosis selama kehamilan dikaitkan dengan angka kematian janin yang tinggi

Pencegahan
• Pada hewan sebagai sumber infeksi  vaksin kepada hewan yang berpotensi tertular leptospirosis,
kebersihan kandang hewan
• Pada jalur penularan  memutus jalur penularan, menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat
tinggal
• Pada manusia  menjaga kebersihan individu setelah beraktivitas di lokasi yang berisiko terpapar
leptospirosis, Pendidikan Kesehatan, menggunakan alat pelindung diri bagi pekerja yang bekerja di
lingkungan yang berisiko , menjaga kebersihan kandang hewan peliharaan, membersihkan habitat sarang
tikus, pemberantasan hewan pengerat , pemberian kaporit atau sodium hipoklorit pada air tampungan,
Pemberian doksisiklin 200 mg peminggu
Demam Tifoid
• Demam tifoid adalah demam enterik yang ditandai dengan penyakit sistemik disertai nyeri perut dan demam
dengan pola "step-ladder“

Etiologi
• Agen penyebab utama demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
• Salmonella ditularkan melalui rute fekal-oral melalui air yang terkontaminasi, makanan yang kurang
matang, fomites dari pasien yang terinfeksi, dan lebih sering terjadi di daerah dengan kepadatan penduduk,
dan sanitasi yang buruk
• Sumber utama salmonella adalah unggas
Demam Tifoid
Epidemiologi
• Sekitar 215.000 kematian diakibatkan oleh lebih dari 26 juta kasus demam tifoid dan 5 juta kasus infeksi
paratifoid setiap tahun di seluruh dunia.
• Lebih sering terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di Asia Selatan-Tengah dan
Afrika Selatan daripada di negara-negara maju
• Lebih banyak terjadi di daerah beriklim sedang dan tropis. Ini terkait langsung dengan sistem sanitasi, limbah,
dan pengolahan air.
• Salmonella typhi lebih umum daripada Salmonella paratyphi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
• Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari
• Minggu pertama  gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, dan epistaksis
• PF  subu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlaban
lahan dan terutama pada sore hingga malam hari
• Dalam minggu kedua  gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium, atau psikosis.
• Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia
• Perkembangan penyakit parah
• Perdarahan gastrointestinal, perforasi usus
• Manifestasi neurologis (2-40%)  meningitis, sindrom Guillain-
Barré, neuritis, gejala neuropsikiatri
Pemeriksaan Fisik
• Demam, bradikardi relative, distensi abdomen
• Berat  perforasi ileum, nyeri tekan, kekakuan, dan penjagaan perut mungkin ada
• Rose spots jarang ditemukan
• tampak pucat, sedikit tertekan, dan dehidrasi dengan mata cekung, kulit kering, dan lesu
• Beberapa pasien mengalami ikterus dengan kulit dan sklera kekuningan, tinja pucat, dan urin berwarna
gelap bila pasien memiliki batu empedu dan patologi bilier lainnya
• Jika diagnosis tertunda sampai minggu ketiga  toksik, anoreksia, dan dengan penurunan berat badan yang
mencolok, takipnea dengan ronki di atas dasar paru pada auskultasi, batuk kering karena pneumonia juga dapat
hadir serta kekakuan leher karena meningitis, atau jarang, nyeri dada karena miokarditis dan perikarditis
• Pasien dari daerah endemik seperti India dan Afrika memiliki manifestasi neurologis yang lebih sering seperti
delirium, psikosis, insomnia, kebingungan, apatis, dan dalam kasus yang sangat jarang, parkinsonisme
• Gejala lain yang tidak biasa adalah nyeri epigastrium parah yang menjalar ke punggung karena pankreatitis,
nyeri tulang karena osteomielitis, dan abses, yang dapat terjadi di bagian tubuh mana saja.
Pemeriksaan Penunjang Diagnosis banding
• Kultur darah • Demam berdarah • Gastroenteritis bakteri
• Kultur feses • Malaria • Infeksi Rickettsia
• Sumsum tulang • Amebiasis • Toksoplasmosis
• Tes Widal • Leptospirosis • Tuberkulosis:
• Polymerase chain reaction (PCR) • Demam Q • Brucellosis
• Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) • Tularemia
• Melioidosis
• Giardiasis
Tatalaksana
• Istirahat dan perawatan
• Diet dan terapi penunjang
• diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhimnya diberikan nasi
• pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara
sayuran
yang berserat) dapat diberikan dengan aman
• Pemberian antimikroba
• Kortikosteroid
Komplikasi
 Komplikasi intestinal. Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
 Komplikasi ekstra-intestinal.
 Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
 Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis.
 Komplikasi paru: pneut monia, empiema, pleuritis.
 Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis.
 komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pieloncfritis, perinefritis.
 komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.
 komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.
Pencegahan
 Preventif dan Kontrol Penularan
 Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasus karier tifoid,
 Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi S. ryphi akut maupun karier,
 Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi.
 Identifikasi dan Eradikasi S. Typhi pada Pasien Tifoid Asimtomatik, Karier, dan Akut
 Pencegahan Transmisi Langsung dari Penderita Terinfeksi S. Typhi Akut Maupun Karier
 Proteksi pada Orang yang Berisiko Tinggi Tertular Dan Terinfeksi  vaksinasi tifoid
 Vaksin oral: -Ty21a (vivotif Berna). belum beredar di Indonesia.

 Vaksin parenteral: - ViCPS (Typhim ViPasteur Merieux), vaksin kapsul polisakarida


Vaksinasi
 Indikasi
 Populasi: anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium
keschatan, industri makanan/minuman.
 Individual: pengunjung/wisatawan ke dacrah endemik, orang yang kontak erat dengan pengidap tifoid
(karier).

 Kontraindikasi  Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau
reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan (karena sedikitnya data)
 Efek samping  sakit kepala, demam, malaise, rash, reaksi nyeri local, edema, hipotensi, nyeri dada, syok
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu: dan minuman yang memenuhi standar prosedur
 Daerah non-endemik kesehatan (perebusan > 570C. iodisasi, dan
 Sanitasi air dan kebersihan lingkungan klorinisasi)
 Penyaringan pengelola pembuatan/  Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang
distributor
telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar
penjualan makanan-minuman
(sayur/buah)
 Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier
 Vaksinasi secara menyeluruh pada
 Bila ada kejadian epidemi tifoid
masyarakat
 Pencarian dan eliminasi sumber penularan
setempat maupun pengunjung
 Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
 Penyuluhan higiene dan sanitasi pada
populasi
umum daerah tersebut
 Daerah endemik
 Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai