Anda di halaman 1dari 25

EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT
MENULAR

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

DISMA JUWITA 195059107


HANNY ZAMSIAR 195059109

UNIVERSITAS RESPATI
INDONESIA
PENGERTIAN LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang
disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk
spiral dari genus Leptospira yang pathogen,
yang ditularkan secara langsung dan tidak
langsung dari hewan ke manusia.
EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS

 Leptospirosis umumnya terjadi di

wilayah tropis dan subtropis dengan


curah hujan yang tinggi.

 Sering memiliki distribusi musiman dan

meningkat dengan adanya peningkatan


curah hujan atau peningkatan temperatur.
ETIOLOGI
 Leptospirosis disebabkan oleh organisme pathogen dari genus Leptospira yang

termasuk dalam ordo Spirochaeta dalam Famili Trepanometaceae.

 Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung – ujungnya berbentuk

seperti kait sehingga bakteri sangat aktif baik Gerakan berputar sepanjang sumbunya,
maju – undur, maupun melengkung, ukuran bakteri ini 0,1 µm x 0,6 µm sampai 0,1 µm
x 20 µm
ETIOLOGI
 Genus Leptospira terbagi dalam dua serovarian yaitu L.interrogate yang bersifat

pathogen (memiliki potensi untuk menyebabkan penyekit pada hewan dan manusia)
dan serovarian L.Biflexa yang bersifat non pathogen/ saprophytic (hidup bebas dan
umumnya tidak menyebabkan penyakit).

 Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di air tawar selama kurang lebih satu

bulan tetapi di air laut, air selokan dan air kemih yang tidak dilencerkan akan cepat
mati.
HOST/ PEJAMU

 Penyakit Leptospira memiliki dua pejamu, yaitu binatang/ mamalia dan manusia.

 Mamalia yang menjadi pejamu ini dikenal dengan sebutan reservoir, berupa binatang buas dan juga ternak

termasuk tikus.

 Di Indonesia sumber penularan utama leptospirosis adalah tikus.

 Beberapa spesies tikus yang menjadi reservoir leptospirosis di Indonesia di antaranya adalah Rattus

tanezumi, Rattus norvegicus, Bandicota indica, Rattus exculans, Mus musculus.


TEORI SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
 Dalam teori segitiga epidemiologi, suatu penyakit diakibatkan oleh
adanya ketidakseimbangan antara faktor host, agen, dan lingkungan.
Begitupun dengan leptospirosis yang disebabkan adanya
ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut.
 pertama faktor agent penyakit yang berkaitan dengan penyebab
(jumlah, virulensi, patogenitas kuman Leptospira)
 faktor kedua yang berkaitan dengan faktor host (pejamu/tuan
rumah/penderita) termasuk di dalamnya adalah keadaan kebersihan
perorangan, keadaan gizi, usia, taraf pendidikan, jenis pekerjaan, dll

 Faktor ketiga adalah lingkungan yaitu lingkungan fisik (selokan tidak terawat, banyak genangan air); lingkungan
bilogik (banyaknya populasi tikus di dalam atau sekitar rumah, hewan piaraan sebagai hospes perantara); lingkungan
sosial ekonomi (jumlah pendapatan) ; lingkungan budaya.
 Pada kejadian leptospirosis ini rata-rata pengaruh terbesar dari faktor lingkungan .
PENULARAN
 Secara alamiah leptospirosis terjadi karena adanya interaksi yang sangat kompleks dan

beragam antara agent (pembawa penyakit), host (tuan rumah/pejamu) dan environment
(lingkungan).

 Manusia dan binatang dapat terinfeksi oleh bakteri ini melalui kontak antara kulit atau

mukosa dengan air maupun tanah yang mengandung urin binatang yang terinfeksi oleh
bakteri ini.

 Infeksi juga dapat terjadi jika manusia mengkonsumsi air ataupun makanan yang

sudah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira.


SIKLUS
PENULARAN
LEPTOSPIROS
IS
FAKTOR RISIKO
PENULARAN
1. Mandi, mencuci di sungai yang tercemar sampah/ kotor

2. Luka terbuka/ lecet pada kaki pecah

3. Rumah kotor, gelap kurang ventilasi dan banyak tikus

4. Pekerja kontak langsung dengan tanah tercemar


GEJALA/ MANIFESTASI KLINIS
 Leptospirosis pada manusia menampakkan gejala yang bervariasi, mulai dari gejala ringan

sampai dengan berat, tergantung jenis serovar yang masuk ke dalam tubuh manusia.

 Gejala klinis leptospirosis setelah masa inkubasi berupa demam, menggigil, sakit kepala, nyeri

otot, batuk, rasa tidak nyaman di badan, muntah, nyeri pada perut, diare, sufusi konjungtiva,
jaundice, urin berwarna seperti teh, oliguria, anuria, batuk berdarah, perdarahan pada kulit,
pusing dan lesu.

 Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan beberapa organ berupa kegagalan hati akut,

kegagalan ginjal akut, perdarahan pada paru-paru, miokarditis dan meningoencephalitis yang
berakhir pada kematian
GEJALA/ MANIFESTASI KLINIS

Leptospirosis terbagi menjadi 2 berdasarkan diagnosa klinik dan penanganannya :


1. Leptospirosis anikterik
Kasusnya mencapai 90% dari seluruh kasus leptopsirosis yang dilaporkan. Biasanya penderita
tidak berobat karena gejala yang timbul bias sangat ringan dan sebagian penderita sembuh
dengan sendirinya
2. Leptospirosis ikterik
Kasusnya menyebabkan kematian 30-50% dari seluruh kematian yang dilaporkan karena
leptospirosis.
DIAGNOSIS/ PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Diagnosis leptospirosis dapat dilakukan baik pada hewan maupun manusia. Pada hewan diagnosis

dilakukan pada ginjal dan limpa, sedangkan pada manusia diagnosis dilakukan pada serum, plasma
darah, urin dan cairan serebrospinal.

 Untuk mendukung diagnostik dapat pula diambil sampel lingkungan yaitu air dan tanah/lumpur.

 Diagnosis kasus leptospirosis pada manusia dapat dilakukan pada saat masa akut, transisi dari masa

akut ke masa imun dan fase imun. Pada masa akut diagnosis dilakukan dengan mengkultur bakteri
Leptospira dari darah, urin dan cairan serebrospinal; selain itu diagnosis dilakukan melalui PCR. Saat
masa transisi dari fase akut ke fase imun diagnosis dilakukan melalui uji ELISA IgM dan dipstik.

 Pada saat fase imun diagnosis dilakukan melalui uji MAT yang merupakan standar emas penegakan

diagnosis leptospirosis berdasarkan rekomendasi dari WHO


PENGOBATAN
 Pengobatan leptospirosis tergantung pada tingkat keparahannya. Bagi penderita leptosiprosis

ringan pengobatannya berupa tablet doksisiklin dengan dosis 100 mg diminum dua kali sehari
selama tujuhhari. Bagi penderita leptospirosis sedang dan/atau berat pengobatannya berupa
penicilin G intravena dengan dosis 1,5 MU setiap enam jam selama tujuh hari.

 Jika terjadi gagal ginjal perlu dilakukan hemodialisa dan perlu dilakukan ventilasi pernafasan

mekanis jika terjadi perdarahan pada paru-paru. Bagi orang yang memiliki risiko tinggi
terkena leptospirosis, maka perlu diberikan doksisiklin oral sebagai profilaksis sebesar 200
mg per minggu selama terpapar risiko
KOMPLIKASI PADA PENDERITA LEPTOSPIROSIS

1. Pada ginjal : terjadi Acute Renal Failure, melalui mekanisme invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan
glomerulus. Kemudian terjadi reaksi immunology yang sangat cepat yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya reaksi
non spesifik terhadap infeksi (iskemia ginjal).
2. Pada mata : terjadi infeksi konjungtiva.
3. Pada hati : terjadi jaundice(Kekuningan) setelah hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran hati
(Hepatomegali) dan konsistensinya lunak.
4. Pada Jantung : terjadi aritmia, dilatasi jantung dan gagal jantung.
5. Pada Paru : terjadi haemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada dan cyanosis, ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome)
6. Perdarahan (Hematesis, Melena)
7. Infeksi pada kehamilan : terjadi abortus dan kematian fetus (still birth)
8. Komplikasi lain, meliputi kejadian cerebrovaskuler, rhabdomyolisis, purpura trombotik trombositopenia, cholecystitis
calculus acute, erythemanodosum, stenosis aorta syndroma Kawasaki, arthritis reactive, epididimitis, kelumpuhan syaraf,
hypogonadisme pria dan Guillain – Barre Syndrome.
PENCEGAHAN
 Berdasarkan saran WHO, upaya pencegahan leptospirosis dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu pada

hewan sebagai sumber infeksi, jalur penularan dan manusia.

 Pada jalur penularan, pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memutus jalur penularan. Jalur

penularan adalah lingkungan yang bisa menjadi tempat berkembang biak dan hidup bakteri Leptospira

 Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah leptospirosis adalah dengan menjaga kebersihan

lingkungan sekitar tempat tinggal, supaya tidak menjadi sarang tikus, termasuk tempat penyimpanan
air, penanganan sampah yang benar sehingga tidak menjadi sarang tikus
PENCEGAHAN PENULARAN LEPTOSPIROSIS
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
 Menutup luka dengan pembalut luka kedap air
 Jika bekerja di lingkungan becek dan kotor sebaiknya memakai alas kaki tertutup/ sepatu boot dan sarung tangan
 Cuci tangan dan kaki menggunakan sabun
 Hindari mandi/ berenang di air kotor
 Segera periksa ke dokter/ puskesmas apabila mengalami gejala – gejala leptospirosis
 Minumlah obat sampai tuntas menghindari penyakit kambuh

2. Pengendalian Tikus
 Potong dahan pohon yang menempel ke atap/ rumah
 Tutup lubang dan celah rumah yang dapat menjadi jalan tikus
 Tutup tempat penyimpanan makanan
 Tutup rapat tempat sampah
 Hindari kran bocor yang dapat mengakibatkan air menggenang
 Pasang perangkap tikus untuk mengendalikan tikus didalam rumah

3. Pemberian desinfektan pada TPA (Bak Mandi, ember, tong dan badan air)
 Pemberian desinfektan di penampungan, genangan air/ kolam. Badan air. Dosis 1 sendok makan larutan Sodium Hipoklorit 1% untuk 20 liter air
 Penyemprotan desinfektan (kaporit) pada kubangan air dosis 1 sendok makan untuk 20 liter air.
PENGENDALIAN LEPTOSPIROSIS
Dalam kegiatan upaya penanggulangan Leptospirosis dilakukan beberapa kegiatan pokok pengendalian sebagai
berikut :
1. Advokasi dan sosialisasi.

2. Sistem Kewaspadaan Dini dan respon Kejadian Luar Biasa.

3. Surveilans pada manusia dan faktor risiko.

4. Diagnosis dan tatalaksana Leptospirosis.

5. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi.

6. Pengendalian faktor risiko.

7. Promosi kesehatan/KIE.

8. Bimbingan teknis/supervisi.

9. Monitoring dan evaluasi


LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA

 Secara nasional kasus Leptospirosis di

Indonesia pada tahun 2019 sebesar 920


kasus yang mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2018 sebesar 894
kasus.
LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA

 Provinsi Maluku memiliki CFR tertinggi

sebesar 50% yang diikuti oleh Kalimantan


Utara sebesar 37,5%, dan Banten sebesar
36,5%. DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan
melaporkan tidak adanya kasus kematian
akibat Leptospirosis.
SURVEILANS LEPTOSPIROSIS

Dalam surveilans Leptospirosis, surveilans berarti suatu proses kegiatan sistematis untuk menyajikan informasi
dasar bagi strategi intervensi dalam kesehatan masyarakat yang meliputi manusia dan faktor risikonya sehingga
perlu dijelaskan mengenai kegiatan surveilans pada manusia dan pada faktor risiko.
Tujuan surveilans Leptospirosis pada manusia yaitu :
 Memantau kecenderungan Leptospirosis menurut waktu, tempat dan orang

 Mengetahui angka morbiditas dan fatalitas kasus

 Mendeteksi secara dini dan memprediksi terjadinya KLB Leptospirosis

 Memantau kemajuan program pengendalian Leptospirosis

 Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian Leptospirosis

 Menyusunan kebijakan pengendalian Leptospirosi


SURVEILANS LEPTOSPIROSIS

Jenis surveilans leptospirosis yaitu :


1. Surveilans berbasis rumah sakit (Hospital-based Surveillance)
Merupakan system surveilans yang melibatkan rumah sakit sebagai sumber data utama.
Dari jenis surveilans ini, rumah sakit dapat memberikan informasi lebih lengkap mengenai
kasus Leptospirosis stadium lanjut.
2. Surveilans Berbasis Komunitas (Community-based Surveillance)
Surveilans dilakukan untuk mengamati penyakit melalui pengumpulan data rutin disuatu wilayah
yang dikordinasi oleh seksi surveilans di dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi.
Pelaksanaan surveilans berbasis komunitas menurut beberapa indikator kinerja, antara lain :
kelengkapan, ketepatan, kasus baru, data agregat, pasif dan aktif, laporan nihil.
SURVEILANS LEPTOSPIROSIS

Surveilans Ketat Pada KLB Leptospirosis yaitu :


1. Pengamatan perkembangan jumlah kasus dan kematian leptospirosis menurut
lokasi geografis dengan melakukan surveillans aktif berupa data kunjungan
berobat, baik register rawat jalan dan rawat inap dari unit pelayanan termasuk
laporan masyarakat yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik untuk melihat
kecenderungan KLB.
2. Memantau perubahan faktor risiko lingkungan yang menyebabkan terjadinya
perubahan habitat rodent (banjir, kebakaran, tempat penampungan pengungsi,
daerah rawa dan gambut).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai