Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG PENYAKIT

LEPTEOPROSIS YANG DI SEBABKAN MELALUI TANAH

DI SUSUN OLEH :
Maria anastasia yabarmase
P07133022017

PUTRI SAFIRA APRILIA DUDY


P07133022022

Poltekkes kesehatan kemenkes maluku


Jurusan sanitasi
2022/2023
KATA PENGANTAR

pemahaman mendalam tentang leptospirosis, sebuah penyakit infeksi bakteri


yang dapat memengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Leptospirosis disebabkan
oleh bakteri dari genus Leptospira, dan meskipun telah dikenal selama bertahun-
tahun, masih banyak yang perlu dipahami tentang penyakit ini. Dengan
meningkatnya perjalanan dan interaksi antara manusia dan hewan, risiko penularan
leptospirosis semakin meningkat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
mengetahui gejala, pencegahan, dan pengobatan leptospirosis agar dapat
mengatasi risiko yang mungkin dihadapi.
DARTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

B. Ciri-Ciri

C. Faktor-Faktor

D. Mendeteksi Pencegahan Penularan

E. Proses Pencegahan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leptospirosis, sebuah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri


spesies Leptospira, merupakan tantangan kesehatan global yang terus
berkembang. Salah satu aspek yang menarik perhatian para peneliti dan
praktisi kesehatan adalah hubungan penyakit ini dengan tanah. Tanah
berperan sebagai habitat alami bagi bakteri Leptospira. Beberapa spesies
bakteri ini dapat bertahan hidup di lingkungan tanah dan air selama berbulan-
bulan, menciptakan potensi risiko infeksi bagi manusia dan hewan yang
berinteraksi dengan lingkungan tersebut. Perilaku manusia yang melibatkan
kontak dengan tanah yang terkontaminasi atau air yang tercemar dapat
meningkatkan kemungkinan paparan terhadap bakteri leptospira. Pertanian,
peternakan, dan aktivitas outdoor lainnya seringkali menjadi sumber risiko
utama. Melalui tanah yang tercemar oleh urine hewan yang terinfeksi
leptospirosis, manusia dapat terpapar bakteri ini, terutama melalui luka kecil
atau selaput lendir. Selain itu, banjir dan perubahan iklim dapat meningkatkan
risiko penularan leptospirosis dengan memperluas daerah yang terpapar
bakteri dan meningkatkan kontak antara manusia dan lingkungan yang
terinfeksi. Pemahaman mendalam tentang bagaimana bakteri leptospira
berinteraksi dengan tanah, faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi
kelangsungan hidupnya, dan cara penularannya melalui kontaminasi tanah
menjadi kunci penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian
leptospirosis. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dan kesadaran masyarakat
tentang hubungan ini akan menjadi langkah penting menuju pemahaman yang
lebih baik tentang epidemiologi dan upaya pencegahan leptospirosis yang
efektif. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk ilmuwan, peternak,
pekerja pertanian, dan masyarakat umum, kita dapat bersama-sama
mengembangkan strategi holistik untuk mengurangi risiko leptospirosis yang
disebabkan oleh tanah dan memastikan kesehatan yang lebih baik bagi
seluruh populasi.
B. Tujuan

Penanganan leptospirosis menitikberatkan pada deteksi dini, pencegahan


penularan, dan pengembangan vaksin. Masyarakat didorong untuk
meningkatkan kesadaran terhadap gejala, sedangkan tindakan pencegahan
melibatkan sanitasi yang baik. Perawatan medis yang cepat, surveilans
penyakit, dan manajemen lingkungan juga menjadi fokus. Penelitian terus
dilakukan untuk pemahaman lebih baik, sementara kerjasama internasional
diperlukan untuk pertukaran informasi dan sumber daya. Dengan pendekatan
ini, diharapkan dapat mengurangi dampak leptospirosis dan meningkatkan
kesehatan masyarakat.

C. Rumusan masalah

1.Bagaimana meningkatkan deteksi dini, pencegahan penularan, dan


manajemen kasus leptospirosis untuk mengurangi dampak kesehatan
masyarakat?
2. Bagaimana memperkuat kerjasama internasional dan penelitian dalam
menghadapi leptospirosis untuk mengembangkan strategi pencegahan yang
lebih efektif dan meningkatkan kapasitas global dalam menanggapi penyakit
ini?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Leptospirosis, sebuah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri


spesies Leptospira, memiliki teori dasar yang menjelaskan sejumlah prinsip
dan mekanisme yang terlibat dalam perkembangan dan penularannya.
Penularan utama terjadi melalui kontak dengan urine hewan inang yang
terinfeksi, seperti tikus, anjing, dan hewan lainnya. Bakteri Leptospira
menyerang organ-organ dalam inang, terutama ginjal, hati, dan sistem
peredaran darah. Ada lebih dari 200 serovar Leptospira dengan variasi
antigenik yang signifikan, mempengaruhi virulensi bakteri dan gejala klinis
penyakit. Lingkungan memainkan peran kunci, dengan bakteri dapat bertahan
hidup di air tawar dan tanah lembab. Aktivitas manusia, seperti pertanian dan
peternakan, dapat meningkatkan risiko kontaminasi lingkungan oleh urine
hewan terinfeksi. Tikus, sebagai reservoir utama, dan inang antara lainnya,
seperti anjing dan babi, memainkan peran dalam penyebaran Leptospira. Pola
penularan musiman, khususnya selama musim hujan dan banjir, juga
memengaruhi penyebaran bakteri. Pemahaman mendalam tentang teori ini
penting untuk merancang strategi pencegahan yang holistik,
mempertimbangkan interaksi kompleks antara bakteri Leptospira, inang, dan
lingkungan, dengan tujuan utama mengendalikan dampak leptospirosis pada
kesehatan manusia dan hewan.

B. Ciri-Ciri

Leptospirosis adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri


dari genus Leptospira. Penyakit ini dapat memengaruhi manusia dan hewan,
terutama hewan liar dan hewan peliharaan. Berikut adalah beberapa ciri-ciri
umum leptospirosis:

1. Demam Tinggi: Pasien dengan leptospirosis sering mengalami demam


tinggi, sering melebihi 39°C (102°F). Demam ini dapat muncul tiba-tiba.
2. Mialgia (Nyeri Otot): Rasa sakit atau nyeri pada otot, khususnya otot
punggung dan betis, sering terjadi pada penderita leptospirosis.
3. Sakit Kepala: Gejala ini umumnya terjadi dan dapat berkisar dari sakit
kepala ringan hingga berat.
4. Konjungtivitis (Radang Mata): Peradangan pada mata, terutama pada
selaput lendir (konjungtiva), dapat menyebabkan mata kemerahan dan
iritasi.
5. Muntah dan Diare: Beberapa penderita dapat mengalami muntah dan diare
sebagai bagian dari gejala penyakit ini.
6. Icterus (Kuning): Pada beberapa kasus, pasien dapat mengalami kuning
pada kulit dan mata (ikterus), yang menunjukkan adanya gangguan fungsi
hati.
7. Nyeri Abdomen: Rasa sakit atau ketidaknyamanan di daerah perut dapat
terjadi.
8. Anoreksia (Hilang Nafsu Makan): Beberapa penderita leptospirosis dapat
mengalami hilangnya nafsu makan.
9. Sakit Sendi (Artralgia): Nyeri atau rasa sakit pada sendi juga dapat terjadi.
10. Berdarah pada Urine: Pada kasus yang lebih parah, pasien dapat
mengalami hematuria atau darah pada urine.
11. Sakit Punggung Bawah: Nyeri pada daerah punggung bagian bawah
dapat terjadi, terkadang disertai dengan tanda-tanda infeksi ginjal.
12. Sesak Napas dan Batuk: Pada beberapa kasus, pasien dapat
mengalami gejala pernapasan, seperti sesak napas dan batuk.
C. Faktor-Faktor

Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan leptospirosis melibatkan


interaksi antara bakteri Leptospira, inang, dan lingkungan. Beberapa faktor
tersebut meliputi:

1. Kontak dengan Urine Hewan Terinfeksi: Terutama hewan liar seperti


tikus, anjing, babi, dan sapi.
2. Aktivitas di Lingkungan Berisiko: Terutama di daerah pertanian,
perikanan, atau lingkungan urban dengan populasi tikus yang tinggi.
3. Musim Hujan dan Banjir: Penyakit cenderung meningkat selama musim
hujan dan banjir.
4. Sanitasi Buruk: Kurangnya fasilitas sanitasi dapat meningkatkan risiko
kontaminasi.
5. Pekerjaan Tertentu: Orang yang bekerja di sektor pertanian atau
perikanan memiliki risiko lebih tinggi.
6. Perilaku Berisiko: Berenang atau mandi di perairan yang mungkin
terkontaminasi.
7. Populasi Tikus yang Tinggi: Tikus merupakan inang utama Leptospira.
8. Kesehatan Hewan Peliharaan: Hewan peliharaan yang terinfeksi dapat
menjadi sumber infeksi.
9. Kondisi Cuaca dan Suhu: Lingkungan lembap dan hangat mendukung
kelangsungan hidup Leptospira.
10. Ketahanan Tubuh Individu: Kesehatan umum dan kekebalan tubuh
individu memengaruhi risiko infeksi.

D. Mendeteksi Pencegahan Penularan

Untuk meningkatkan deteksi dini, pencegahan penularan, dan manajemen


kasus leptospirosis guna mengurangi dampak kesehatan masyarakat, perlu
dilakukan upaya penyuluhan kepada masyarakat tentang gejala dan risiko
penyakit ini. Laboratorium juga perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk uji
diagnostik yang cepat. Pencegahan penularan dapat dilakukan melalui
pengelolaan limbah yang baik, pengendalian populasi tikus, dan vaksinasi
hewan peliharaan. Manajemen kasus perlu diperkuat dengan identifikasi dini,
penanganan yang tepat, serta penguatan sistem surveilans penyakit.
Kolaborasi antar sektor kesehatan, lingkungan, dan pertanian juga penting
untuk meningkatkan pemahaman mengenai faktor risiko. Dengan pendekatan
ini, diharapkan dapat mengurangi dampak leptospirosis secara efektif.

E. Proses Pencegahan

Untuk menghadapi tantangan leptospirosis secara global, langkah-langkah


perlu diambil guna memperkuat kerjasama internasional dan penelitian.
Pertama-tama, perlu dibangun jaringan penelitian internasional yang kuat,
melibatkan para peneliti, ilmuwan kesehatan masyarakat, dan praktisi medis
dari berbagai negara. Kerjasama ini dapat mempercepat pertukaran
pengetahuan dan data, serta mendorong penemuan strategi pencegahan yang
lebih efektif. Selain itu, pendanaan penelitian bersama antara pemerintah,
lembaga internasional, dan organisasi swasta dapat mendukung penelitian
dasar, klinis, dan terapan yang fokus pada pencegahan dan penanganan
leptospirosis. Standardisasi metode diagnostik perlu ditekankan agar data
penelitian dapat dibandingkan secara global. Pendidikan dan pelatihan
internasional dalam bidang leptospirosis juga harus ditingkatkan untuk
meningkatkan pemahaman dan kapasitas global dalam mengatasi penyakit ini.
Kerjasama aktif antara pusat kesehatan global, lembaga penelitian, dan
organisasi kesehatan internasional penting untuk mendukung kolaborasi dan
pertukaran pengetahuan. Begitu pula, pertukaran data dan informasi yang lebih
efisien mengenai kejadian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Leptospirosis, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang


umumnya menyebar melalui urine hewan terinfeksi, mempresentasikan
ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat. Gejalanya bervariasi,
termasuk demam tinggi, nyeri otot, dan gangguan organ seperti ginjal dan hati.
Faktor-faktor seperti kontak dengan air atau tanah terkontaminasi, keberadaan
populasi tikus yang tinggi, dan kondisi cuaca lembap dan hangat memengaruhi
penularan penyakit ini. Untuk mengatasi leptospirosis, perlu ditekankan upaya
deteksi dini, pencegahan penularan melalui pengelolaan lingkungan dan
vaksinasi hewan peliharaan, serta manajemen kasus yang tepat. Memperkuat
kerjasama internasional dan penelitian menjadi kunci untuk mengembangkan
strategi pencegahan yang lebih efektif dan meningkatkan kapasitas global
dalam menanggapi penyakit ini. Dengan pendekatan holistik dan kolaborasi
lintas batas, diharapkan dapat mengurangi dampak kesehatan masyarakat
yang dihasilkan oleh leptospirosis.

B. Saran

Untuk mengurangi risiko penularan leptospirosis melalui lingkungan,


hindarilah kontak langsung dengan tanah basah, gunakan perlindungan pribadi
di daerah berisiko, dan jaga kebersihan lingkungan. Vaksinasi hewan
peliharaan dan mencuci tangan setelah beraktivitas di luar juga dapat
membantu. Penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai
risiko dan langkah-langkah pencegahan leptospirosis. Dengan menerapkan
saran-saran ini, diharapkan dapat mengurangi kemungkinan penularan
penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

Adler, B. (2015). Leptospira and Leptospirosis. Springer.

Bharti, A. R., Nally, J. E., Ricaldi, J. N., Matthias, M. A., Diaz, M. M., Lovett, M. A., ...
& Vinetz, J. M. (2003). Leptospirosis: a zoonotic disease of global importance.
The Lancet Infectious Diseases, 3(12), 757-771.

Levett, P. N. (2001). Leptospirosis. Clinical Microbiology Reviews, 14(2), 296-326.

World Health Organization (WHO). (2003). Human leptospirosis: guidance for


diagnosis, surveillance, and control. World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai