LEPTOSPIROSIS
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Leptospirosis”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu membuat makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Leptospirosis” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
BAB I PENDAHULUAN
A. Definisi ………………………………………………………………………………………...
B. Etiologi ………………………………………………………………………………………...
C. Manifestasi Klinis ……………………………………………………………………………..
D. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………………………………….
E. Komplikasi …………………………………………………………………………………….
F. Pathway ………………………………………………………………………………………..
G. Penatalaksanaan Medis ………………………………………………………………………..
H. Terapi penunjang ……………………………………………………………………………...
I. Diagnosis dan Diagnosis Banding …………………………………………………………….
J. Pencegahan ……………………………………………………………………………………
A. Pengkajian ……………………………………………………………………………………..
B. Diagnosa Keperawatan ………………………………………………………………………
C. Rencana Keperawatan …………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………
B. Saran …………………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Mengetahui faktor perilaku dan faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan
kejadian leptospirosis, mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan alat makan terhadap
kejadian leptospirosis, mengetahui hubungan kebiasaan menyimpan makanan secara tertutup
terhadap kejadian leptospirosis, mengetahui hubungan kebiasaan merawat luka terhadap
kejadian leptospirosis, mengetahui hubungan kebisaan cuci tangan/kaki menggunakan sabun
terhadap kejadian leptospirosis, mengetahui hubungan keberadaan selokan terhadap kejadian
leptospirosis, mengetahui hubungan keberadaan genangan air terhadap kejadian
leptospirosis, mengetahui hubungan keberadaan sampah terhadap kejadian leptospirosis,
mengetahui hubungan jarak rumah dari tempat kotor (sampah, selokan, kandang ternak)
terhadap kejadian leptospirosis.
C. Manfaat
- Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan faktor perilaku dan lingkungan fisik
yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan dan perencanaan dalam rangka
program pencegahan dan pengendalian leptospirosis.
- Sebagai pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut tentang faktor perilaku dan
lingkungan fisik dengan rancangan penelitian lain.
- Sebagai informasi untuk mengetahui gambaran faktor perilaku dan lingkungan fisik yang
mempengaruhi kejadian penyakit leptospirosis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan
luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air
kencing hewan. Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Hewan
yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah,
musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini
ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing tikus.
Menurut Widoyono (2008) manusia dapat terinfeksi melalui beberapa cara berikut ini:
Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang
sama dipakai oleh manusia dan hewan. Sedangkan untuk penularan secara langsung dapat
terjadi pada seorang yang senantiasa kontak dengan hewan (peternak, dokter hewan).
Penularan juga dapat terjadi melalui air susu, plasenta, hubungan seksual, percikan darah
manusia penderita leptospira meski kejadian ini jarang ditemukan. Manusia jarang
menginfeksi manusia lain, tetapi mungkin melakukannya selama hubungan seksual atau
menyusui.
B. Etiologi
Spesies L. interrogans dibagi dalam beberapa serogrup yang terbagi lagi menjadi
lebih 250 serovar berdasarkan komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang
patogenpada manusia antara lain L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L.
grippothyphosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. bataviae, dan L.
hardjo. Berbagai spesies hewan, terutama mamalia, dapat bertindak sebagai sumber infeksi
manusia, diantaranya ialah:
1. Spesies mamalia kecil, seperti tikus liar (termasuk mencit), bajing, landak.
2. Hewan domestic (sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, kerbau).
3. Hewan penghasil bulu (rubah perak) di penangkaran.
4. Reptil dan amfibi mungkin juga membawa leptospira.
C. Manifestasi Klinis
1. Fase leptospiremia : leptospira dapat dijumpai dalam darah. Gejala ditandai dengan nyeri
kepala daerah frontal, nyeri otot betis, paha, pinggang terutama saat ditekan. Gejala ini
diikuti hiperestesi kulit, demam tinggi, menggigil, mual, diare, bahkan penurunan
kesadaran. Pada sakit berat dapat ditemui bradikardia dan ikterus (50%). Pada sebagian
penderita dapat ditemui foto fobia, rash, urtikaria kulit, splenomegali, hepatomegali, dan
limfadenopati. Gejala ini terjadi saat hari ke 4 - 7. Jika pasien ditangani secara baik, suhu
tubuh akan kembali normal dan organ-organ yang terlibat akan membaik. Manifestasi
klinik akan berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi organisme di dalam
darah. Fungsi organ-organ ini akan pulih 3 - 6 minggu setelah perawatan. Pada keadaan
sakit lebih berat, demam turun setelah hari ke-7 di ikuti fase bebas demam 1 - 3 hari, lalu
demam kembali. Keadaan ini disebut sebagai fase kedua atau fase imun.
2. Fase imun : berlangsung 4 - 30 hari, ditandai dengan peningkatan titer antibodi, demam
hingga 40°C disertai mengigil dan kelemahan umum. Pada leher, perut, dan otot kaki
dijumpai rasa nyeri. Perdarahan paling jelas saat fase ikterik dimana dapat ditemukan
purpura, petekie, epistaksis, dan perdarahan gusi. Conjungtival injection dan conjungtival
suffusion denganikterus merupakan tanda patognomonik untuk leptospirosis. Meningitis,
gangguan hati dan ginjal akan mencapai puncaknya pada fase ini. Pada fase ini juga
terjadi leptospiuria yang dapat berlangsung 1 minggu sampai 1 bulan.
Secara garis besar, manifestasi klinis leptospirosis dapat dibagi menjadi leptospirosis
anikterik pada sekitar 85% - 90% kasus dan leptospirosis ikterik (sindroma Weil) pada
kurang lebih 10% kasus.
D. Pemeriksaan Penunjang
E. Komplikasi
Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan, namun dapat pula
terjadi ensefalitis, mielitis, radikulitis, neuritis perifer (tidak biasa) pada minggu kedua
karena terjadinya reaksi hipersensitivitas. Komplikasi berat pada penderita leptospirosis berat
dapat berupa syok, perdarahan masif dan ARDS yang merupakan penyebab utama kematian
leptospirosis berat. Syok terjadi akibat perubahan homeostasis tubuh yang berperan pada
timbulnya kerusakan jaringan. Gagal ginjal, kerusakan hati, perdarahan paru, vaskulitis dan
ganguan jantung berupa miokarditis, perikarditis dan aritmia jarang ditemukan walaupun
umumnya sebagai penyebab kematian. Meskipun jarang dapat ditemukan uveitis setelah 2
tahun timbul gejala leptospira.
F. Pathway
G.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dengan antibiotik yang efektif harus dimulai segera setelah diduga
diagnosis leptospirosis, sebaiknya sebelum hari ke-5 setelah onset penyakit. Umumnya
dokter mengobati dengan antibiotik tanpa menunggu timbulnya penyakit. Ujiserologik tidak
menjadi positif sampai sekitar seminggu setelah onset penyakit, dan kultur tidak dapat
menjadi positif selama beberapa minggu.
H. Terapi Penunjang
Cairan dan elektrolit: pasien dipastikan bahwa tubuhnya cukup hidrasi, elektrolitnya
seimbang, dan bilamana terjadi koagulopati, dikoreksi.
Bantuan ventilasi: pasien yang menderita gangguan paru, dengan atau tanpa
perdarahan, mungkin membutuhkan ventilasi secara mekanik.
Dialisis: pasien yang mengalami gagal ginjal akut mungkin perlu menjalani dialisis
pada kasus penyakit yang berat, seperti terjadinya kelebihan cairan, asidosis, dan
hiperkalemia.
Monitoring jantung: untuk deteksi dini timbulnya aritmia sekunder.
Transfusi darah: penderita dengan sindrom Weil, mungkin memerlukan transfusi
darah dengan jenis whole blood, trombosit, atau keduanya.
Tetes Mata: tetes mata kortikosteroid telah digunakan untuk mengurangi inflamasi
pada mata.
Plasma exchange: pernah dilaporkan adanya perbaikan cepat akan bilirubin, fungsi
jantung, dan paru, pada penderita leptospirosis dengan sepsis berat, yang juga
mengalami kerusakan/kegagalan multi organ.
Pada anamnesis, penting untuk menanyakan identitas pasien, misalnya pekerjaan dan
tempat tinggal untuk menunjukkan apakah pasien termasuk orang berisiko tinggi atau
tidak kontak dengan binatang atau tanah / air yang terkontaminasi urin hewan. Gejala
demam, nyeri kepala frontal, nyeri otot, mual, muntah, dan fotofobia dapat dicurigai ke
arah leptospi rosis. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan
otot, hepatomegali, dan lain-lain.
2. Diagnosis Banding
J. Pencegahan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.
2. Keluhan utama
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal) mata
merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah, diare, batuk,
sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini
berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD, penyakit
susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti
bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
d. Pemeriksaan dan observasi
Pemeriksaan fisik
C. Rencana Keperawatan
Temperature regulation :
- Monitor suhu minimal tiap 2
jam.
- Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu.
- Monitor TD, nadi, dan RR.
- Monitor warna dan suhu kulit.
- Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi.
- Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi.
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas.
- Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif
dari kedinginan.
- Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan.
- Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan.
- Berikan anti piretik jika perlu.
2. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan - Pain Level Pain Management :
agen biologis (proses - Pain control - Lakukan pengkajian nyeri
penyakit). - Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
- Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri (tahu penyebab presipitasi.
nyeri, mampu - Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk - Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan). pengalaman nyeri pasien.
- Melaporkan bahwa - Kaji kultur yang
nyeri berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan - Evaluasi pengalaman nyeri
manajemen nyeri. masa lampau.
- Mampu mengenali - Evaluasi bersama pasien dan
nyeri (skala, intensitas, tim kesehatan lain tentang
frekuensi dan tanda ketidakefektifan kontrol nyeri
nyeri). masa lampau.
- Menyatakan rasa - Bantu pasien dan keluarga
nyaman setelah nyeri untuk mencari dan
berkurang. menemukan dukungan.
- Tanda vital dalam - Kontrol lingkungan yang
rentang normal. dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
- Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal).
- Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi.
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi.
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.
- Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
Analgesic Administration :
- Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
- Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi.
- Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
- Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
- Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal.
- Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
- Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leptospirosis terjadi secara insidental dan umumnya ditularkan melalui kencing tikus
saat terjadi banjir. Manifestasi leptospirosis yaitu dari self limited, gejala ringan hingga berat
bahkan kematian bila terlambat mendapat pengobatan. Pemeriksaan baku emas leptospirosis
dengan microscopic agglutination test. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat akan
mencegah perjalanan penyakit yang berat. Terapi diberikan medika mentosa dengan
antibiotik dan suportif. Prognosis umumnya baik namun bisa terjadi gejala sisa. Pencegahan
dini terhadap yang memiliki faktor resiko terinfeksi, diharapkan dapat melindungi dari
serangan leptospirosis.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Leptospirosis: Kenali dan waspada. [cited 2016
Jan2]. Availablefrom:
4 Skripsi BAB II Adib Nurochman P07133214001.pdf (poltekkesjogja.ac.id)
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/14148/13722