Anda di halaman 1dari 4

Penulisan Artikel tentang Pekerja Rumah Tangga

Topik: Stop Kekerasan dan Pelecehan terhadap PEKERJA RUMAH TANGGA

Upaya Melindungi Hak-hak Pekerja Rumah Tangga Melalui Peraturan


Undang Undang

Oleh: Lutfi

Pekerja Rumah Tangga adalah orang yang bekerja pada seseorang dalam lingkup
rumahtangga untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggaan seperti mencuci piring,
membersihkan rumah, mencuci baju dan pekerjaan rumahtangga yang lainnya yang telah
diberikan oleh majikan. Kebanyakan dari pekerja rumahtangga adalah wanita, meskipun tidak
menutup kemungkinan adalah laki-laki.

Hasil survei organisasi buruh internasional (ILO) menunjukkan bahwa di tahun 2002
jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia terdapat lebih dari 2,6 juta dan sebagian besar dari
mereka adalah perempuan dan gadis muda, sementara itu dari hasil rapid assessment dari
Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) tahun 2009 menyebutkan
sekitar 10-16 juta rumahtangga kelas menengah dan menengah atas di Indonesia
mempekerjakan pekerja rumahtangga. Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat bahwa
jumlah Pekerja Rumah Tangga di Indonesia diperkirakan sebanyak 2.593.399 (Studi
ILOIPEC 2002) mereka melayani sekitar 2,5 juta rumahtangga. Sementara itu setiap
tahunnya sekitar 600.000-700.000 perempuan bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja sebagai
pekerja rumahtangga. Laporan Amnesty Internasional yang mengutip dari data Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Anak menyebutkan bahwa PRT banyak didominasi oleh
pekerja anak yang berusia sekitar 12 atau 13 tahun.

Pada beberapa masyarakat pedesaan khususnya bagi wanita yang tidak memiliki
kegiatan/usaha, menjadi pekerja rumahtangga di kota besar atau luar negeri dapat menjadi
alternatif untuk membantu perekonomian keluarga. Mereka meninggalkan kampung halaman
dan hijrah ke kota besar dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Dengan penghasilan yang mereka dapatkan selama bekerja menjadi pekerja rumahtangga,
dapat digunakan untuk membantu biaya sekolah anak di kampung halaman dan sebagainya.

1
Pekerjaan yang mereka lakukan pun beraneka ragam, mulai dari mencuci pakaian,
memasak, membersihkan rumah, menyeterika, mengasuh anak, dan masih banyak lagi.
Pekerja rumahtangga ini juga ada yang menginap dalam 24 jam sepekan, atau hanya datang
pada saat akhir pekan. Dalam melakukan tugasnya ini, mereka akan mendapatkan imbalan
berupa uang yang biasa diterima di akhir bulan atau awal bulan.

Meskipun demikian, banyak kasus kekerasan yang terjadi yang menimpa para pekerja
rumahtangga di Indonesia. Kasus yang sering terjadi berupa kekerasan secara fisik maupun
pelecehan. Seperti yang belum lama ini dialami oleh YA (22) yang menjadi korban
penganiayaan oleh majikannya yang berinisial B dan istrinya. Setelah ditelusuri lebih lanjut,
diketahui bahwa B adalah seorang oknum polisi.

Dikutip dari detikSumut, YA dianiaya oleh B dan istrinya dengan cara dipukul hingga
disiram air panas. Menurut informasi yang telah didapatkan dari warga sekitar, tubuh korban
juga kini dipenuhi dengan luka bakar akibat disiram dengan air panas. Di sekitar mata korban
juga didapatkan luka memar yang diduga bekas pemukulan yang dilakukan oleh B dan
isterinya. Tidak cukup sampai disitu, korban juga disebut sering dipaksa untuk hujan-
hujanan. Bahkan disebutkan pula bahwa korban pernah disiram menggunakan air cabai oleh
sang majikan. Lebih parahnya lagi, YA disebutkan tidak pernah menerima gaji atas kerja
kerasnya selama 6 bulan.

Hal yang tidak jauh berbeda dialami oleh SU (49), TKW yang berasal dari Pati, Jawa
Tengah. Setelah bekerja selama dua tahun di Singapura, SU dipulangkan pada November
2020. Ketika telah tiba di tanah air, kondisi SU dalam keadaan buta dan kehilangan fungsi
pendengaran akibat penyiksaan yang ia dapatkan selama bekerja. Ia juga menderita luka di
sekujur tubuhnya. Dilansir dari berbagai sumber, keluarga tidak mengetahui bagaimana
kondisi korban saat bekerja. Hal ini dikarenakan telepon genggam milik SU disita oleh sang
majikan.

Hingga saat ini, sayangnya di Indonesia belum ada Undang-Undang yang mengatur
secara spesifik tentang pekerja rumahtangga ini. Dikutip dari Tribunnews.com, Pengamat
Hukum sekaligus Advokat Solo, T Priyanggo Trisaputro, mengatakan perjanjian awal kerja
menjadi pelindung bagi ART maupun majikan secara hukum. Hal ini dikemukakan
Priyanggo pada program Kacamata Hukum bertajuk Perlindungan Hukum dalam Hubungan
ART dan Majikan. ``Inilah ruang awal untuk melindungi ART dan majikan.``

2
``Peraturan itu belum ada, maka satu-satunya perlindungan hukum adalah perjanjian
atau kontrak,`` ucap Priyanggo, Senin (08/02/2021). Secara umum, syarat sah suatu
perjanjian tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Namun, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan pada isi perjanjian kerja antara ART
dengan majikan. Sebagai contoh, deskripsi pekerjaan ART harus tertuang secara jelas di
perjanjian. Deskripsi pekerjaan ini bisa berupa berapa lama waktu yang akan digunakan atau
lamanya pekerjaan, persoalan upah, tunjangan hari raya hingga hak libur bagi ART harus
jelas.

Di Indonesia tidak ada Undang-Undang yang secara khusus melindungi PRT.


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menetapkan hak-hak
standar bagi pekerja di Indonesia yang didefinisikan sebagai ``Seseorang yang bekerja dan
mendapatkan upah dan atau bentuk upah yang lainnya``. Hal ini semestinya mencakup PRT
namun undang-undang tersebut mengecualikan PRT dari cakupannya yang berarti PRT tidak
diberi perlindungan di bawah UUK.

Pekerja Rumah Tangga ini membutuhkan perlindungan hukum dikarenakan hal-hal di


bawah ini:

 Pekerja rumahtangga tidak diakui sebagai sebuah profesi;


 Pekerja rumahtangga sudah banyak yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan
dengan majikan;
 Pekerja rumahtangga memiliki banyak keunikan. Mengapa demikian? Karena
pekerja rumahtangga ini tidak memiliki struktur kerja, program dan sistematika
yang baku dan teratur, sehingga jenis pekerjaan ini memiliki keunikannya sendiri.
Hal-hal seperti ini tidaklah diatur dalam peraturan Perundang-undangan
Ketenagakerjaan.
 Belum ada standar ketenagakerjaan untuk pekerja rumahtangga sebagai pekerja.

Simpulan

Pekerja Rumah Tangga adalah orang yang bekerja pada seseorang dalam lingkup
rumahtangga untuk melakukan pekerjaan rumah kerumahtanggaan seperti mencuci piring,
membersihkan rumah, mencuci baju dan pekerjaan rumah tangga yang lainnya yang telah
diberikan oleh majikan.

3
Namun sayangnya, di Indonesia masih banyak ditemukan tindakan kekerasan
terhadap para pekerja rumah tangga. Kekerasan yang terjadi tidak hanya berupa kekerasan
fisik semata, namun juga berupa pelecehan. Namun, hingga saat ini di Indonesia sendiri
masih belum ada payung hukum yang jelas yang dapat melindungi hak-hak ART maupun
PRT. Sehingga, pekerja rumah tangga merasa hak-haknya tidak dilindungi oleh negara.

Saran

Bagi pemerintah, hendaknya mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang dahulu


sempat ada untuk melindungi hak-hak ART maupun Pekerja Rumah Tangga. Sehingga, para
Pekerja Rumah Tangga dapat merasa hak-haknya sebagai pekerja dilindungi. Selain itu,
diharapkan juga Pemerintah dapat menindak tegas terhadap majikan yang melakukan tindak
kekerasan, sehingga dapat mengurangi angka tindak kekerasan terhadap Pekerja Rumah
Tangga.

Bagi pekerja rumah tangga itu sendiri, hendaknya melakukan setiap pekerjaan yang
telah ditugaskan dengan suka cita dan tidak berprasangka buruk kepada majikan.
Membicarakan hal-hal yang dirasa perlu dengan majikan untuk mencapai tujuan bersama dan
menghindari konflik antar majikan dengan pekerja dan juga kekerasan.

Bagi majikan, hendaknya memperlakukan pekerja rumahtangga secara manusiawi.


Maksudnya ialah, mempekerjakan mereka dengan jam kerja yang semestinya, upah yang
sesuai dengan beban pekerjaan yang telah dilakukan. Dan juga menyelesaikan permasalahan
antara majikan (keluarga) dengan pekerja rumah tangga dengan kepala dingin, tidak dengan
aksi kekerasan. Karena apapun pekerjaannya, pada hakikatnya kita semua adalah makhluk
yang memiliki derajat yang sama di mata Tuhan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyana, Deddy. 2011. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: Rosda Karya.


2. Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
3. https://jdihn.go.id/files/804/jurnal%20hukum_2020_669-2256-1-pb.pdf diakses pada
25 Juni 2022, 09:15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai