Anda di halaman 1dari 20

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA PADA SHIFT

MALAM HARI PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH

(Studi Kasus Cafe Black Area, Kota Medan)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

OLEH:

SINDY MAYORA

NIM : 0204182127

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
1443 H / 2022 M

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................6

C. Tujuan Penelitian.........................................................................7

D. Manfaat Penelitian.......................................................................7

E. Kerangka Teoritis........................................................................8

F. Batasan Istilah.............................................................................11

G. Kajian Terdahulu.........................................................................13

H. Hipotesis......................................................................................14

I. Kerangka Pemikiran....................................................................15

J. Metode Penelitian........................................................................16

K. Sistematika Pembahasan.............................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam berisi ajaran yang menganjurkan manusia untuk melaksanakan tugasnya
salah satunya yaitu bekerja. Sebagai makhluk ciptaan Allah (baik lakilaki maupun
perempuan) dapat bekerja dan berkarya sesuai dengan bakat dan kemampuannya
masing-masing. Sebab bekerja merupakan salah satu bentuk jihad sebagai upaya
dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana laki-laki, perempuan pun
diperbolehkan bekerja di dalam maupun di luar rumah selama ia tidak melupakan
kodratnya. Oleh karena perempuan memiliki alat reproduksi yang berbeda dan tidak
dapat digantikan oleh laki-laki, maka perempuan pun berhak mendapatkan
perlindungan ketenagakerjaan yang berbeda dengan laki-laki.
Seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia, maka tenaga
kerja dan angkatan kerjapun semakin meningkat. Tingginya laju pertumbuhan
penduduk merupakan salah satu faktor utama dari kelibihan tenaga kerja yang secara
umum menimbulkan beberapa masalah ketenagakerjaan, salah satunya ialah
perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang kurang maksimal pelaksanaannya.
Perlindungan hukum bagi pekerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sebuah
hubungan kerja tanpa disertai tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.
Setiap tenaga kerja/buruh memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan serta penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis
kelamin, agama, suku, ras dan aliran politik sesuai minat dan kemampuan tenaga
kerja yang bersangkutan. Dalam hal ini perlindungan hukum bagi buruh meliputi
beberapa hal, yaitu: 1. Perlindungan tentang upah, dan jaminan sosial tenaga kerja; 2.
Perlindungan hukum untuk membentuk serta menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh; 3. Perlindungan bagi keselamatan dan kesejahteraan kerja; 4. Perlindungan
atas hak-hak dasar buruh.1

Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan


nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dn yang melaksanakan kegiatan lain seperti

1
Suhartoyo,(2019) „Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan Nasional‟,
Administrative Law and Governance Journal, 2.2 h. 26–36

iii
sekolah dan mengurus rumah tangga.2Pada era perdagangan bebas banyak negara
berkembang tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerjanya, tetapi
yang terjadi banyak pelanggaran terhadap hak-hak pekerja perempuan. Meskipun
yang dikenal luas yaitu bahwa pekerjaan perempuan adalah domestic job (mengurus
rumah tangga, memasak, mencuci, merawat anak dan lain-lain kegiatan di sekitar
rumah). Sedangkan pekerjaan di luar rumah untuk mencari nafkah dianggap sebagai
dunia kaum laki-laki, tapi dalam kenyataan banyak dijumpai tenaga kerja perempuan
yang keluar dari pekerjaan domestiknya.
Produk kebijakan untuk meningkatkan akses perempuan dalam peluang kerja
dicerminkan dalam perumusan kriteria seleksi yang sama bagi laki-laki dan
perempuan dengan jaminan bahwa perempuan dapat bebas memilih pekerjaan.
Ketentuan-ketentuan untuk mencegah buruh perempuan dari PHK karena pernikahan,
kehamilan atau kebutuhan penitipan anak juga merupakan instrumen untuk menjamin
kesetaraan gender di pasar kerja. Peraturan yang berkaitan dengan istirahat haid,
perlindungan melahirkan dan menyusui dapat juga diakui sebagai kebijakan yang
ditujukan untuk membolehkan peluang dalam mencapai kesetaraan antara buruh
perempuan dan laki-laki. Kebijakan yang ada menunjukkan bahwa kondisi tersebut
membedakan laki-laki dan perempuan karena fungsi reproduksi perempuan
memerlukan perhatian khusus. Aturan-aturan tersebut, sering dianggap sebagai
diskriminasi terhadap laki-laki. Hal tersebut tidak benar, karena diskriminasi merujuk
kepada perlakuan yang berbeda dalam kondisi yang sama. Dalam hal ini fungsi
reproduksi perempuan berbeda dan ditentukan secara biologis. Oleh karena itu
melalui Undang-Undang, peraturan dan ketentuan, pemerintah mendukung
perempuan bekerja untuk berperan ganda, sesuai dengan fungsi reproduksi dan fungsi
sosial termasuk mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi, dan mendorong mereka
untuk memanfaaatkan peluang kesempatan kerja yang ada.
Pemerintah secara umum telah melaksanakan komitmen untuk menerapkan
dan mengikuti aturan-aturan pokok dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan
memberi perhatian serius pada kondisi tenaga kerja perempuan. Perhatian terutama
ditujukan pada isu-isu upah minimum, hubungan kerja, dan serikat pekerja. Walau
demikian, masih ada beberapa isu khusus yang masih belum mendapat perhatian

2
Sedjun H, Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT. Asdi
Mahastya), h. 3

iv
secara penuh seperti cuti melahirkan dengan tunjangan, dan cuti dalam masa haid
yang masih belum ditegakkan secara benar.
Pada prakteknya masih banyak terjadi kasus di mana perusahaan tidak
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan ini menunjukkan
pengawasan yang dilakukan pemerintah perlu diperkuat. Misalnya, perusahaan
memecat buruh perempuan karena mereka hamil, ada juga perusahaan yang secara
tidak langsung menolak eksistensi buruh perempuan karena mereka menikah. Kasus
lain berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yaitu jaminan kerja dan
penyelesaian hubungan industrial yang tidak dilaksanakan dengan baik. Di mana
buruh perempuan rentan terhadap PHK. Hak-hak perempuan yang bekerja pada
malam hari juga sering terjadi pelanggaran seperti tidak disediakannya angkutan antar
jemput oleh pihak pengusaha dan tidak diberikannya makanan dan minuman yang
bergizi. Kelalaian untuk mematuhi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
yang diatur pemerintah dapat merupakan kendala bagi perempuan untuk berpartisipasi
secara setara dan aktif di pasar kerja. Bukankah hubungan kerja pada dasarnya
menggambarkan hak dan kewajiban kedua belah pihak yaitu buruh dan majikan.
Hubungan antara buruh dengan majikan adalah secara yuridis buruh adalah memang
bebas, oleh karena prinsip negara kita ialah bahwa tidak seorangpun boleh diperbudak
atau diperhamba. Secara sosiologis, buruh adalah tidak bebas, sebab sebagai orang
yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari pada tenaganya itu, ia terpaksa bekerja
pada orang lain. Majikanlah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja telah
jelas bahwa tujuan pokok dari hukum perburuhan adalah pelaksanaan keadilan sosial
dalam perburuhan pelaksanaannya diselenggarakan dengan jalan melindungi buruh
terhadap kekuasaaan yang tidak terbatas dari pihak majikan. Menempatkan buruh
pada kedudukan yang terlindungi terhadap kekuasaan majikan, berarti menetapkan
peraturan-peraturan yang memaksa majikan bertindak lebih baik dan menghormati
hak-hak buruh.
Di Indonesia setiap warga negara sama kedudukannya di dalam pemerintahan,
sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pekerja perempuan
baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan
kesempatan yang sama dengan pria. Meningkatnya perkembangan industrialisasi,
teknologi dan peralatan kerja yang semakin canggih, pekerja perempuan tidak
mengalami hambatan melakukan pekerjaan di segala bidang. Undang-Undang No.13

v
Tahun 2003 mengakui persamaan hak tanpa diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki
dan perempuan di pasar kerja (Pasal 5,6). Selain itu buruh perempuan dirasa perlu
lebih mendapat perlindungan hak-haknya sesuai dengan kodrat, harkat dan
martabatnya, dikarenakan selain kelebihannya perempuan juga punya keterbatasan.
Perlindungan terhadap pekerja perempuan dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia
telah diatur dalam pasal 76 Undang-Undang Ketenagakerjaan antara lain: 3buruh
perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 07.00 (pasal 76 ayat 1). Selanjutnya disebutkan
pengusaha dilarang mempekerjakan buruh perempuan hamil yang menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya
apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengusaha yang
memperkerjakan buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
wajib pertama memberikan makanan dan minuman bergizi kemudian menjaga
kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan
angkutan antar jemput bagi buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 (pasal 76 ayat 4).
Menurut pandangan Islam Allah telah menciptakan pria dan wanita sama,
ditinjau dari sisi insaniahnya (kemanusiaannya). Akan tetapi bila suatu hukum
ditetapkan khusus untuk jenis manusia tertentu (pria saja atau wanita saja), maka akan
terjadi pembebanan hukum yang berbeda antara pria dan wanita. Misalnya kewajiban
mencari nafkah (bekerja) hanya dibebankan kepada pria, karena hal ini berkaitan
dengan fungsinya sebagai kepala rumah tangga. Islam telah menetapkan bahwa
kepala rumah tangga adalah tugas pokok dan tanggung jawab pria. Sekalipun wanita
telah dijamin nafkahnya melalui pihak lain (suami atau wali), bukan berarti Islam
tidak membolehkan wanita bekerja untuk mendapatkan harta/ uang. Islam
membolehkan wanita untuk memiliki harta sendiri. Bahkan wanita pun boleh
berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Allah SWT berfirman
Quran surat An-Nisa ayat 32 :

ۗ ٖ‫ضلِه‬
ْ َ‫ب مِّمَّا ا ْكتَ َسنْب َ ۗ َو ْسـَٔلُوا ال ٰلّهَ ِم ْن ف‬ ِ ِ ‫صيب مِّمَّا ا ْكتَسبوا ۗ ولِلن‬ِ ِ ِ ٍ ‫ض ُكم ع ٰلى بع‬ ٰ ‫واَل َتتمنَّوا ما فَض‬
ٌ ‫ِّساۤء نَصْي‬
َ َ َُْ ٌ ْ َ‫ض ۗ ل ِّلر َجال ن‬ ْ َ َ ْ َ ‫َّل اللّهُ بِهٖ َب ْع‬
َ َ ْ ََ َ
‫اِ َّن ال ٰلّهَ َكا َن بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِْي ًما‬

3
Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, H. 26.

vi
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-
laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun)
ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.4
Hanya saja wanita harus tetap terikat dengan ketentuan Allah (hukum syara’)
yang lain ketika ia bekerja. Artinya wanita tidak boleh menghalalkan segala cara dan
segala kondisi dalam bekerja. Wanita juga tidak boleh meninggalkan kewajiban
apapun yang dibebankan kepadanya dengan alasan waktunya sudah habis untuk
bekerja atau dia sudah capek bekerja sehingga tidak mampu lagi untuk mengerjakan
yang lain. Justru wanita harus lebih memprioritaskan pelaksanaan seluruh
kewajibannya daripada bekerja, karena hukum bekerja bagi wanita adalah mubah.
Fenomena praktek dan pelanggaran yang dilakukan pihak pengusaha terhadap
pekerja perempuan di beberapa tempat usaha masih sering terjadi meskipun telah
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi perhatian baik
pemerintah maupun masyarakat dalam upaya mengurangi serta menanggulangi
praktek pelanggaran tersebut.
Atas dasar latar belakang penjelasan diatas Maka penulis dengan ini
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA PADA SHIFT MALAM
HARI PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH (Studi Kasus Cafe Black Area,
Kota Medan)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan di atas, maka

rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi tenaga kerja wanita yang bekerja pada shift malam di Cafe

Black Area, kota medan?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada

shift malam menurut maqashid syariah?

4
Departemen Agama RI, Alqur’an dan terjemahannya (Jakarta: 2019), hal. 347.

vii
3. Bagaimana penjelasan mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

wanita dalam hukum di indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah peneliti rumuskan di atas,

maka secara umum tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi tenaga kerja wanita yang bekerja pada shift

malam di usaha dagang kota medan

2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita

yang bekerja pada shift malam menurut maqashid syariah

3. Untuk mengetahui bagaimana penjelasan mengenai perlindungan hukum terhadap

tenaga kerja wanita dalam hukum di indonesia

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap

perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita yang bekerja dishift malam

dalam konteks maqashid syariah dan hukum nasional di Indonesia.

b. Penelitian ini diharapkan menambah khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi

penulis dengan harapan menjadi stimulasi bagi peneliti selanjutnya sehingga

proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan memperoleh hasil yang

maksimal.

2. Kegunaan Praktis

viii
Diharapkan dapat memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan

mengenai perlindungan hukum terhadap wanita yang bekerja pada shift malam.

E. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah identifikasi teori-teori yang dijadikan sebagai

landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau dengan kata lain untuk

mendiskripsikan kerangka referensi atau teori yang digunakan untuk mengkaji

permasalahan5 Sesuai dengan permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadapa

tenaga kerja wanita dalam pandangan Maqashid Syariah Islam memandang hak

sebagai aturan-aturan yang ditetapkan oleh syara dan mengandung nilai moral dalam

rangka memelihara kemaslahatan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.

Maqashid asy-syariah adalah sebuah gagasan dalam hukum Islam bahwa

syariah diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut para

pengusung gagasan ini, tujuan-tujuan ini dapat ditemukan atau disarikan dari sumber

utama hukum Islam dan harus senantiasa dijaga saat memutuskan perkara hukum.6

Secara terminologi, Al-Ghazali misalnya, di dalam AlMustashfa hanya

menyebutkan ada lima maqashid syariah, yaitu memelihara agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta. Namun tidak menyebutkan definisinya, namun belum mencakup

keseluruhannya. Namun demikian, definisi maqashid syariah hanya akan kita

temukan hanya akan kita temukan pada karya ulama modern.

a. Ibnu Asyur

5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1987), h.
316.

6
Khairul umam, 2001, Ushul Fiqih, Jakarta: logos Wacana Ilmu, h.125

ix
Di antara ulama modern adalah Ibnu Asyur (w. 1393 H). Maqashid syariah

beliau di definisikan ada dua macam, yaitu umum dan khusus. Definisi Maqashid

Syariah yang umum menurut Ibnu Asyur:

“Sejumlah makna dan hikmah yang disimpulkan bagi pembuat syariah pada semua

syariah atau sebagian besarnya.”

“Hal-hal yang dikehendaki syar‟i (Allah) untuk merealisasikan tujuan-tujuan

manusia yang bermanfaat, atau untuk memlihara kemaslahatan umum mereka dalam

tindakan-tindakan mereka secara khusus”7

b. Wahbah Az-zuhaili

“Makna-makna serta sasaran-sasaran yang disimpulkan pada semua hukum atau

pada kebanyakannya, atau tujuan dari syariat serta rahasia-rahasia yang ditetapkan

Syari‟ (Allah SWT) pada setiap hukum dari hukum-hukumnya.”

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa maqashid al-

syariah itu adalah rahasia-rahasia dan tujuan akhir yang hendak diwujudkan oleh

Syar‟i dalam setiap hukum yang ditetapkanNya. Dengan demikian, maqashid al-

syariah itu merupakan tujuan dan kiblat dari hukum syara‟, dimana semua mujtahid

harus menghadapakan perhatiannya ke sana. Salah satu prinsip yang dikedepankan

dalam maqashid al-syariah adalah mengambil jalan tengah dan tidak berlebih-lebihan

dalam mengaplikasikannya, karena maslahah yang akan diwujudkan itu harus

mengacu kepada wahyu, tidak semata-mata hasil pemikiran semata.

Keberadaan maqashid al-syariah, sebagai sebuah teori hukum, juga berawal

dari kesepakatan mayoritas ulama dan mujtahid (ijma‟). Dari sisi ijma‟ dapat dilihat

ulama-ulama salaf dan khalaf, dari dahulu sampai sekarang, menyepakati bahwa

syariat islam itu mengandung kemudahan dan meniadakan taklif yang tidak

disanggupi oleh umat. Maqashid al-syariah yang merupakan penelusuran terhadap


7
Ahmad Sarwat, Maqashid Syariah, (Jakarta, Rumah Fiqih, 2019) H. 18

x
tujuan-tujuan Allah SWT dalam menetapkan hukum, mesti mendapatkan perhatian

yang besar. Dari sisi logika berpikir, ketika tujuan-tujuan tersebut diketahui oleh

mujtahid, atas dasar itulah dilakukan pemahaman hukum islam dan untuk selanjutnya

digunakan dalam pengembangan hukum islam dalam rangka menjawab permasalahan

hukum islam yang baru. Hal ini mengingat terbatas dalildalil hukum yang terdapat

dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW, sedangkan permasalahan yang dihadapi

umat tidak pernah habishabisnya.

Tanpa mengetahui maqashid al-syariah hukum islam akan mengalami stagnasi

dan dikhawatirkan penetapan hukum tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan

oleh Allah SWT, dan lebih lanjut tidak akan mempunyai nilai yang digariskan dalam

prinsip-prinsip hukum islam itu sendiri.8

F. Batasan Istilah

Penulis akan menjelaskan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini
agar tidak terdapat perbedaan penafsiran atau perbedaan dalam menginterprestasikan. Juga
memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dan untuk memberikan
pengertian kepada pembaca mengenai apa yang hendak dicapai dalam penelitian. Judul yang
digunakan dalam skripsi ini adalah PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA
KERJA WANITA PADA SHIFT MALAM HARI PERSPEKTIF MAQASHID
SYARIAH

1. Perlindungan Hukum Secara terminologi, dapat diartikan dari gabungan dua definisi,

yakni “perlindungan” dan “hukum”. KBBI mengartikan perlindungan sebagai hal atau

perbuatan yang melindungi. Lalu, hukum dapat diartikan sebagai peraturan atau adat

yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
8
Busyro, Maqashid al- Syariah,Pengetahuan mendasar memahami maslahah (Jakarta,Kencana 2019)
h. 13.

xi
Merujuk definisi tersebut, perlindungan hukum dapat diartikan dengan upaya melindungi

yang dilakukan pemerintah atau penguasa dengan sejumlah peraturan yang ada.

Singkatnya, perlindungan hukum adalah fungsi dari hukum itu sendiri; memberikan

perlindungan. Beranjak dari definisi sederhana tersebut, Kamus Hukum mengartikan

perlindungan hukum sebagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang

menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat. Peraturan ini dibuat

oleh badan-badan resmi yang berwajib dan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan

tersebut akan menyebabkan pengambilan tindakan.

2. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat. Konsep tenaga kerja adalah: “Bagian penduduk yang mampu

bekerja memprodusir barang dan jasa”. Perserikatan Bangsa-Bangsa menggolongkan

penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja. Indonesia menggolongkan penduduk

usia 10 tahun keatas sebagai tenaga kerja, dengan alasan terdapat banyak penduduk usia

10-14 dan 65 tahun ke atas yang bekerja.9

3. Secara bahasa, kata maqashid sendiri berasal dari kata maqshad yang berarti tujuan atau

target. Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki pengertian atau definisi

mengenai maqashid syariah yang berbeda. Al-Fasi misalnya, menurutnya, maqashid

syariah merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam setiap hukum syariat.

Sedangkan ar-Risuni berpendapat bahwa maqashid syariah adalah tujuan yang ingin

dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud. Secara umum, maqashid

syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemashlahatan umat manusia. Tujuan ini

sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan. Kemashlahatan yang dimaksud

dalam hal ini mencakup segala hal dalam kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya
9
Ananta, Aris. 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. (Jakarta : Lembaga. Demografi LPFEUI)

xii
rezeki manusia, kebutuhan dasar hidup, dan juga kebutuhan lain yang diperlukan

manusia. Di dalamnya juga mencakup kualitas emosional, intelektual, dan juga

pemahaman atau pengertian yang mutlak.

G. Kajian Terdahulu

Agar tidak terjadi pengulangan pembahasan maupun penelitian dan dapat

melengkapi wacana yang berkaitan dengan penelitian ini, maka diperlukan

pengetahuan tentang kajian terdahulu. Sebelumnya terdapat penelitian yang

mengangkat tema yang sama seperti penulis yaitu mengenai perlindungan hukum bagi

tenaga kerja wanita. Adapun penelitian yang menyangkut dengan penelitian ini, yaitu:

1. Perlindungan hukum terhadap buruh perempuan pekerja malam perspektif

undang-undang ketenagakerjaan. Oleh Dewi Rahmawati 33020170064

Program studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum

adapun yang menjadi titik point pembahasan penelitian ini ialah bagaimana

aturan mengenai perlindungan hukum terhadap wanita yang bekerja buruh

di malah hari dilihat dari pandangan hukum ketenagakerjaan

2. Jurnal pelindungan hak pekerja perempuan dalam perspektif feminisme

oleh Sali Susiana yang meniliti tentang bagaiamana perlindungan hak

pekerja perempuan dalam perspektif Feminisme

H. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis mempunyai hipotesis bahwasannya

tenaga kerja wanita dalam hal ini haruslah mendaptkan perhatian khusus yang

berakibat terhadap perlindungan yang akan didapatkan terlebih pada pekerja wanita di

malam hari, Sebab dalam pandangan islam yang menjadi perhatian tertinggi ialah

xiii
keselamatan sesorang dan dalam Maqashid Syariah menjaga jiwa ialah kewajiban

bagi setiap insan manusia. Untuk membuktikan hipotesis ini benar atau tidak maka

selanjutnya penulis akan melakukan penelitian lanjutan.

I. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang

penting.10

Dalam deskriptif analisis ini, peneliti menemukan fenomena yang merupakan

permasalahan dalam hak yg tidak terpenuhi atas perlindungan hukum bagi tenaga kerja

wanita yang bekerja dimalam hari dimana dalam lokasi penelitian penulis menganggap

bahwa perlindungan yang dimaksud belum sesuai dalam pelaksanaannya. Peneliti

melakukan penelitian deskriptif analisis bertujuan untuk memberi data yang seteliti

mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya. Metode deskriptif ini

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data

seteliti mungkin tentang objek yang diteliti. Berdasarkan permasalahan yang muncul

dimana banyak nya terjadi penyelewengan hak hak dan hal yang dapat membahayakan

seseorang tenaga kerja wanita yang bekerja dimalam hari

Oleh karena itu peneliti akan meneliti permasalahan ini lebih lanjut dengan

mempertimbangkan kajian yang relevan mengenai hal ini dan mengaitkannya dengan

kerangka teoritis yang telah dijabarkan sebelumnya. Sehingga akan dihasilkan pernyataan

yang valid dengan melihat hasil penelitian.

J. Metode Penelitian

10
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2017), h. 60.

xiv
Metode penelitian adalah sebagai seatu kegiatan ilmiah yang terencana,

terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis untuk

mendapatkan jawaban atau pemaham mendalam atas suatu masalah. 11 Dalam

pengumpulan data dan informasi atau bahan yang diperlukan, penulis menggunakan

penelitian sebagai berikut:

1. Tipe dan Metode Penelitian

Dalam kajian penelitian hukum, penelitian ini termasuk tipe penelitian hukum

empiris yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum

dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat dan meneliti bagaimana

bekerjanya hukum di masyarakat.12

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan metode

Library Research dan Field Research. Adapun peneliti menggunakan metode Library

Research ialah karena peneliti melakukan Studi Pustaka dengan memanfaatkan

sumber kepustakaan berbentuk buku ataupun jurnal untuk memperoleh data dan

mendukung proses penelitian. Peneliti juga menggunakan metode Field Research

ialah karena peneliti mengumpulkan data dan informaasi yang diperoleh langsung dari

para tenaga kerja wanita yang merasa belum mendapatkan perlindungan.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum

empiris, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan socio- legal. Pendekatan

ini memerlukan berbagai disiplin ilmu sosial dan hukum untuk mengkaji keberadaan

hukum positif (negara).13

11
Conny R. Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2010), h. 5.

12
Jonaedi Efendi dan Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Emprisi (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 150.

13
Ibid, h. 153

xv
3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang diperoleh langsung

dari sumber pertama. Dalam penelitian ini penulis menambil sumber data

primer dari kitab Al Syariah Al islamiyyah karangan Ibnu Asyur dan Metode

wawancara dilakukan dengan cara interview dengan masyarakat. Adapun

pihak yang diwawancarai adalah tenaga kerja wanita, dan pengusaha dagang

yang berkompeten untuk memberikan jawaban yang objektif dalam penelitian

ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang dapat dijadikan

sebagai pendukung data pokok atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber

yang dapat memberikan informasi atau data yang dapat memperkuat data

pokok. Adapun data ini diperoleh dari beberapa media antara lain adalah

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan Maqashid

Syariah.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier berupa jurnal hukum maupun non hukum sepanjang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian, media dan internet.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

a. Observasi

Observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari teori.

Observasi merupakan tindakan atau proses pengambilan informasi melalui

xvi
media pengamatan. Observasi yaitu teknik pengumpulan yang mengharuskan

peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,

pelaku, kegiatan, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.14

Cara peneliti mengobservasi penelitian ini adalah dengan cara peneliti

langsung mendatangi tempat penelitian dalam hal ini yaitu wilayah kota

Medan.

b. Wawancara

Wawancara yaitu pertemuan yang langsung direncakan antara

pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan/ menerima

informasi tertentu. Wawancara atau interview untuk penelitian berbeda

dengan percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya bermaksud untuk

memperoleh keterangan, pendirian, pendapatan, pendapatan secara lisan dari

seseorang yang biasanya disebut responden dengan berbicara langsung

dengan orang tersebut.

c. Studi Dokumen

Pengumpulan studi dokumen dilakukan dengan cara pengumpulan

beberapa informasi pengetahuan, fakta dan data. Dengan demikian maka

dapat dikumpulkan data-data dengan ketegorisasi dan klasifikasi bahan-

bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber

dokumen, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, website, dan lain-lain.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh dalam studi lapangan akan dianalisis dan

diambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Kesemuanya adalah untuk

menyimpulkan data yang berkaitan dengan topik penelitian, penulis uraikan dan

hubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang sistematis


14
Mamik, Metodologi Kualitatif, (Jakarta: Zifatama Publisher, 2015), hlm. 104.

xvii
guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan

bahan hukum dilakukan secara kualitatif, yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan konkrit yang dihadapi. Setelah bahan hukum diolah, kemudian

dilanjutkan dengan teknik analisis bahan hukum dengan menggunakan logika

berpikir deduktif yaitu proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum

(premis) untuk mencapai kesimpulan logis tertentu.

K. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan skripsi ini dan dapat dipahami

secara terarah, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan yang diharapkan

dapat menjawab pokok-pokok masalah yang dirumuskan, Penulis menguraikan dalam

5 (lima) bab yaitu:

BAB I: Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, kajian terdahulu, hipotesis,

kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II:. Pada bab ini membahas mengenai tentang Bagaimana kondisi tenaga

kerja wanita yang bekerja pada shift malam di cafe Black Area, kota medan

BAB III: Pada bab ini membahas mengenai Bagaimana perlindungan hukum

terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada shift malam menurut maqashid

syariah

BAB IV: Pada bab ini membahas mengenai Bagaimana penjelasan tentang

perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita dalam perspektif hukum nasional

di Indonesia

BAB V: Pada bab ini berisikan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran. Kesimpulan menguraikan jawaban dari permasalahan yang disajikan dalam

xviii
rumusan masalah. Pada bagian saran memaparkan beberapa saran akademik, baik

lembaga terkait maupun untuk peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sarwat, Maqashid Syariah, (Jakarta, Rumah Fiqih) 2019

Aris.Ananta. Ekonomi Sumber Daya Manusia. (Jakarta : Lembaga. Demografi LPFEUI) 1990

Busyro, Maqashid al- Syariah,Pengetahuan mendasar memahami maslahah

(Jakarta,Kencana ), 2019

Departemen Agama RI, Alqur’an dan terjemahannya (Jakarta: 2019)

Efendi, Jonaedi dan Ibrahim, Johny, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Emprisi

(Jakarta: Kencana, 2016).

Mamik, Metodologi Kualitatif, (Jakarta: Zifatama Publisher, 2015).

Manulang Sedjun H Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT. Asdi

Mahastya)

S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan,

1987).

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2017).

xix
Suhartoyo,Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan

Nasional‟, Administrative Law and Governance Journal, 2009

Umam khairul, Ushul Fiqih, Jakarta: logos Wacana Ilmu, 2001

Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan

xx

Anda mungkin juga menyukai