Anda di halaman 1dari 24

1

1. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

pembangunan disegala bidang, baik bidang kesehatan, ekonomi, pertanian,

industri, transportasi maupun bidang produksi lainnya yang bertujuan untuk

mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945.

Ini berarti pembangunan nasional Indonesia sedang memasuki

proses tinggal landas, dimana seluruh kekuatan nasional secara bersama-

sama bertekad untuk memperluas, memperdalam dan mempercpat

pembangunan dengan kekuatan sendiri, menuju masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila yang menjadi cita-cita pembangunan bangsa

kita.

Dalam pembangunan sekarang ini, menunjukkan bahwa ilmu

pengetahuan dan teknologi di manfaatkan secara luas membawa kemudahan

dalam proses produksi, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan produktivitas serta meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat. Tetapi disisi lain penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang kurang tepat dapat menimbulkan berbagai bentuk resiko yang

merugikan secara financial maupun secara spiritual. Oleh karena itu,

pembangunan sumber daya manusia sangat penting untuk mendapatkan

perhatian sehingga bisa mendapatkan tenaga kerja yang dibutuhkan.


2

Dalam melaksanakan pembangunan itu, harus didukung oleh seluruh

rakyat Indonesia, baik pria maupun wanita dan harus diberikan kesempatan

kepada mereka secara adil, karena mereka mempunyai hak dan kewajiban

yang sama dalam melaksanakan pembangunan tersebut. Sehubungan dalam

hal tersebut, dapat dilihat dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang

menyatakan sebagai berikut :

“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan “.1Dengan memperhatikan pasal 27 ayat (2) UUD 1945

tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa baik pria maupun wanita sama-

sama memegang peranan yang penting dalam pembangunan sekarang ini.

Untuk merealisasikan peranan wanita dalam ikut serta menunjang

pembangunan di Indonesia, maka dalam TAP MPR No. II/MPR/1998

tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dicantumkan

sebagai berikut :

Wanita, baik sebagai warga Negara maupun sebagai sumber daya insani

pembangunan, mempunyai kedudukan,hak dan kewajiban, serta kesempatan

yang sama dengan pria untuk berperan dalam pembangunan disegala bidang

dan tingkatan.Peranan wanita sebagai mitra sejajar pria diwujudkan melalui

peningkatan kemandirian peran aktifnya dalam pembangunan, termasuk

upaya mewujudkan keluarga beriman dan bertakwa,sehat sejahtera, dan

bahagia serta untuk pengembangan anak,remaja,dan pemuda dalam rangka

1
UUD 1945 Dengan Penjelasannya dan Susunan Kabinet pembangunan
III ,1978,Penyebar Pengetahuan ,Malang,h.10
3

pembanguan manusia Indonesia seutuhnya.Kualitas kedudukan wanita

dalam keluarga dan mayarakat serta peranannya dalam pembangunan perlu

terus dipelihara dan ditingkatkan serta perlu didukung oleh keluarga dan

masyarakat sehingga dapat memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya

bagi pembangunan bangsa dengan memperhatikan kodrat serta harkat dan

martabatnya.2

Dengan demikian jelaslah bahwa peran serta Pekerja Wanita dalam

pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai tantangan dan

resiko yang dihadapi apalagi dengan semakin berkembangnya

pembangunan dan meningkatnya penggunaan teknologi modern diberbagai

sector kegiatan usaha, dapat mengakibatkan semakin inggi resiko yang

mengancam kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerja. Oleh

karena itu perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja, perlunya

memberikan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan

kesejahteraan tenaga kerja ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

tenaga kerja dan keluarganya. Salah satu cara yang ditempuh untuk

mencapai tujuan itu adalah dengan mengikutsertakan tenaga kerja dalam

program jaminan social.

Pemberian jaminan Sosial Tenaga Kerja ini untuk memberikan

Perlindungan tenaga kerja yang bekerja baik dalam hubungan kerja maupun

diluar hubungan kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga

mempunyai dampak positif terhadap usaha peningkatan disiplin dan


2
Ketetapan MPR, RI. 1998 Beserta Sususnan Kabinet Pembangunan VII,1998,cetakan pertama,
Penerbit Apollo,Surabaya,h.168
4

produktivitas tenaga kerja. Disamping itu pemberian jaminan sosial tidak

saja diberikan pada saat hari tua maupun karena suatu hal tenaga kerja tidak

mampu lagi untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Di Indonesia, pemerintah harus membantu mengatasi dampak-

dampak negatif dari pemakaian Pekerja Wanita. Baik dengan latar belakang

wanita sebagai tenaga kerja yang harus disamakan hanya dengan laki-laki,

juga dengan latar belakang sosial bagi kesejahteraan keluarga,khususnya

keluarga rakyat jelata.

Dalam hubungan dengan hal tersebut, sungguh sangat bijaksana

pemerintah Indonesia dan sangat besar perhatiannya terhadap nasib Pekerja

Wanita, dimana secara tegas dituangkan dalam ketetapan MPR RI No.

II/MPR/1998 yang menyatakan :

Perlindungan tenaga kerja yang bertumpu pada hak-hak dasar sesuai

dengan bidang Industrial Pancasila yang meliputi hak berserikat dan

berunding di lingkungan badan usaha swasta, usaha Negara, dan koperasi

serta pemberian jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari

tua, jaminan pemeliharaan hari tua, jaminan pemeliharaan

kesehatan,jaminan kecelakaan kerja,dan jaminan kematian bagi seluruh

tenaga kerja serta perbaikan syarat-syarat kerja lainnya perlu dikembangkan

secara terus-menerus, dengan meningkatkan pemberdayaan pekerja

sehingga sepadan dengan mitranya terutama pengusaha dalam hubungan

industrial Pancasila. Terus diperluas keselamatan dan kesehatan kerja yang


5

meliputi perlindungan kerja, pengembangan sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja yang meliputi perlindungan kerja, pengembangan

sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, perluasan keahlian

yang merupakan tanggung jawab bersama antara pekerja, pengusaha, dan

pemerintah. Bagi Pekerja Wanita perlu diberikan perlindungan sesuai

dengan kodrat,harkat, dan martabatnya dengan mengembangkan kemitra

sejajaran, wawasan gender, dan pencegahan diskriminasi yang merugikan

termasuk perlindungan dari perlakuan yang tidak manusiawi. Perlindungan

terhadap tenaga kerja cacat, tenaga kerja remaja dan pekerja lanjut usia,

perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus.3

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka jelaslah setiap

perusahaan, baik milik Negara maupun milik swasta, harus memberi

perlindungan dengan memperhatikan kesehatan , keselamatan dan

kesejahteraan tenaga kerja khusus bagi Pekerja Wanita harus memberikan

perlindungan khusus sesuai fisiknya, kodratnya dan martabatnya .

Berdasarkan uraian diatas, selanjutnya dicoba untuk meneliti lebih

jauh lagi tentang keberadaan Pekerja Wanita pada RSUD Sanjiwani

Gianyar Hal tersebut dianggap penting mengingat wanita khususnya sebagai

kaum yang lemah perlu mendapat perlindungan yang lebih .Berdasarkan

pengamatan di lapangan seringnya terjadi kecelakaan di malam hari, dan

penjambretan terhadap Pekerja Wanita yang bekerja dimalam hari, terutama

di kota-kota besar, sehingga tidak mewujudkan tercapainya tujuan hukum

3
Ketetetapan MPR RI 1998 Beserta Susunan Kabinet Pembangunan VII,op.cit,h.113
6

ketenagakerjaan antara lain menjamin adanya keamanan kerja bagi Pekerja

Wanita walaupun sudah diatur dalam Undang- Undang No 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan untuk memperkerjakan Pekerja Wanita di malam

hari terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha

tersebut yaitu berdasarkan pasal 76 akan tetapi di dalam prakteknya masih

terjadi kesenjangan antara ide-ide perlindungan yang dirumuskan secara

normative yang selalu tidak sama dan sebangun dengan kenyataan -

kenyataan di dalam prakteknya.

Oleh karena itu timbul minat dari penulis untuk meneliti masalah ini

dalam bentuk Proposal yang berjudul “IMPLEMENTASI UU NO 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN, TERHADAP

PEGAWAI PEREMPUAN PADA MALAM HARI DI RSUD SANJIWANI

GIANYAR”

2. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ketentuan Perlindungan Pekerja Wanita yang bekerja di

malam hari pada RSUD Sanjiwani Gianyar telah efektif?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Implementasi UU No

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Terhadap Pegawai

Perempuan Pada Malam Hari Di RSUD Sanjiwani Gianyar?


7

3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sebagai mana lazimnya di Perguruan Tinggi di Indonesia, dan

khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Warmadewa Denpasar

terhadap mahasiswa yang telah mencapai tingkat akhir wajib untuk

melakukan penelitian dan hasil penelitian tersebut dipergunakan sebagai

bahan membuat suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang mana skripsi

yang telah disiapkan nantinya akan dipertanggung jawabkan oleh

mahasiswa yang bersangkutan didepan tim penguji dalam ujian untuk dapat

menyandang gelar Sarjana Sosial dan Politik.

Adapun tujuan dari Penelitian ini adalah :

a. Tujuan Umum

1. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial & Politik

di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Warmadewa Denpasar.

2. Sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang

penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

3. Sebagai penunjang perkembangan ilmu sosial & politik

4. Untuk melatih mahasiswa dapat menyatakan pikiran ilmiah secara

tertulis.

b. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian dan proposal ini adalah dapat dijadikan

sebagai sumber-sumber tertulis dan nantinya dapat diharapkan dapat


8

menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah yang timbul di

masyarakat dan ada hasil penelitian dari mahasiswa yang dapat

dijadikan sebagai refrensi, khususnya untuk mengetahui :

1. Ketentuan Perlindungan Pekerja Wanita yang bekerja di

malam hari pada RSUD Sanjiwani Gianyar.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi UU No 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, terhadap pegawai

perempuan pada malam hari di RSUD Sanjiwani Gianyar

Adapun Kegunaan Penelitian yaitu :

1. Dapat menambah wawasan pengetahuan Mahasiswa dan pembaca

mengenai perlindungan Pekerja Wanita yang bekerja di malam hari

pada RSUD Sanjiwani Gianyar telah efektif atau tidak

2. Dapat menjadi acuan dalam pembuatan makalah berikutnya serta

menambah wawasan mahasiswa dan pembaca mengenai Faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan

hukum Pekerja Wanita yang bekerja di malam hari di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

3. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi Mahasiswa dan pembaca

di bidang ketenagakerjaan khususnya pada Pekerja Wanita.

4. Penelitian ini dapat menjadi suatu pertimbangan bagi Pemerintah

dalam mengambil keputusan di bidang ketenagakerjaan khususnya

pada Pekerja Wanita.


9

4. Tinjauan Teoritis

a. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan itu diberikan kepada

masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum, perlindungan hukum adalah “berkaitan dengan tindakan

Negara untuk melakukan sesuatu dengan (memberlakukan hukum

Negara secara esklusif ) dengan tujuan untuk memberikan jaminan

kepastian hak-hak seseorang atau kelompok orang.” 4

Konsep tentang teori perlindungan dan hukum, dalam hal ini konsep

tentang teori perlindungan hukum meliputi:5

a) Adanya wujud atau bentuk perlindungan atau tujuan perlindungan;

b) Subjek hukum; dan

c) Objek perlindungan hukum.

Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua

bentuk, yaitu: 6

a) Perlindungan yang bersifat preventif;dan

b) Perlindungan refresif.

Perlindungan hukum yang freventif dalam konteks tenaga kerja

merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan. Perlindungan

4
Satijipto Raharja,2002, Ilmu Hukum, PT Citra Aditia Bakti, Bandung, hlm. 54.
5
Ibid.,
6
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia,PT Bina
Ilmu,Surabaya, hlm.2
10

memberikan kesempatan kepada pekerja untuk mengajukan keberatan

(insprak) atas pendapatanya sebelum suatu keputusan pengusaha yang

merugikan pekerja, sehingga perlindungan hukum ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya sengketa antara pekerja dengan pengusaha dan

sangat besar artinya bagi tindakan pengusaha yang didasarkan pada

kebebasan bertindak. Dan dengan adanya perlindungan hukum yang

preventif ini mendorong pengusaha untuk berhati-hati dalam mengambil

keputusan, dan pekerja dapat mengajukan keberatan atau diminati

pendapatanya mengenai rencana keputusan tersebut.

Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan

apabila terjadi sengketa. Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan

yang Secara parsial menangani perlindungan hukum bagi rakyat

(pengusaha dana pekerja), yang dikelompokan menjadi dua badan, yaitu

Pengadilan dalam lingkup peradilan Umum (Peradilan Hubungan

Industrial). 7

Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia berbeda dengan

norma-norma yang lain. Karena hukum itu berisi perintah dan atau

larangan, serta membagi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo

mengemukakan tidak hanya tentang tujuan hukum, tetapi juga tentang

fungsi hukum dan perlindungan hukum. Ia berpendapat bahwa:

“Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia

hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak

7
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
11

dicapai adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan ketertiban dan

keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat

diharapkan kepentingan manusia akan terlindung. Dalam mencapai

tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar

perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara

memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.”8

Ada tiga yang dapat dianalisa dari pandangan Sudikno

Mertokusomo. Ketiga hal itu, meliputi fungsi hukum, tujuan hukum, dan

tugas hukum.

Roscoe Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga

terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial dan atau rekayasa sosial.

Pound pun mengakui bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana

untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah

hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan

suatu hal dari “penyesuaian-penyesuaian hubungan tadi dan penataan

perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan

manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai

kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep

“kepentingan”. Ia mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan

ketertiban hukum dengan mengakui kepentingan-kepentingan itu, dengan

menentukan batasan-batasan pengakuan atas kepentingan-kepentingan

tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta diterapkan oleh

8
Sudikno Mertokusumo,Mengenal hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, ,1999, hlm 71.
12

proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan melalui

prosedur yang berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai

kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan.9

Law as a tool of sosial engineering merupakan teori yang

dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat

pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat

berperan merubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dengan disesuaikan

dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi “law as a tool of social

engineering” yang merupakan inti pemikiran dari aliran pragmatic legal

realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di

Indonesia.10

Hukum di dalam masyarakat modern saat ini mempunyai ciri

menonjol yaitu penggunaannya telah dilakukan secara sadar oleh

masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan

pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat,

melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang

dikendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi,

menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut

sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada

9
Lili Rasjidi,Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
Bandung,2002, hlm. 74.
10
Ibid.,
13

penggunaan hukum sebagai instrument yaitu law as a tool social

engineering.11

b. Teori Efektivitas Hukum

Keberlakuan Kaedah Hukum

Menurut J.J.H. Bruggink,12 dalam teori hukum ada 3 (tiga)

bentuk keberlakuan kaedah hukum yakni keberlakuan empiris,

normatif dan evaluatif;

1) Keberlakuan Faktual Atau Empiris Kaedah Hukum

Kaedah hukum berlaku secara faktual atau efektif jika untuk siapa

kaedah hukum itu berlaku, jika para warga masyarakat mematuhi

kaedah hukum tersebut. Dengan demikian keberlakuan faktual

dapat ditetapkan dengan bersaranakan penelitian empiris tentang

perilaku para warga masyarakat. Jika dari penelitian demikian

tampak bahwa para warga, dipandang secara umum berperilaku

dengan mengacu pada keseluruhan kaedah hukum, maka terdapat

keberlakuan faktual kaedah itu, sehingga dapat dikatakan bahwa

kaedah hukum tersebut efektif. Jika kaedah hukum yang diterapkan

dapat merubah prilaku warga masyarakat dan itu adalah salah satu

sasaran utama kaedah hukum, maka dapat dikatakan keberlakuan

faktual hukum adalah juga efektivitas hukum.

11
Ibid.,hlm 75
12
J.J.H. Bruggink. Alih Bahasa Arief Sidharta. Refleksi Tentang Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti. Bandung, 1999, hal.147-153
14

2) Keberlakuan Normatif Atau Formal Kaedah Hukum

Keberlakuan normatif suatu kaedah hukum, jika kaedah itu

merupakan bagian dari suatu sistem kaedah hukum tertentu yang di

dalam kaedah-kaedah hukum itu saling menunjuk yang satu

terhadap yang lain. Sistem kaedah hukum yang demikian itu terdiri

atas suatu keseluruhan hirarki kaedah hukum khusus yang

bertumpu pada kaedah-kaedah hukum umum. Kaedah hukum

khusus yang lebih rendah dari kaedah hukum umum yang lebih

tinggi. Karena pada keberlakuan ini diabstraksi dari isi kaedah

hukum, tetapi perhatian hanya diberikan pada tempat kaedah

hukum itu di dalam sistem hukum, maka keberlakuan ini disebut

keberlakuan formal.

3) Keberlakuan Evaluatif Kaedah Hukum

Berbicara tentang keberlakuan evaluatif suatu kaedah hukum, jika

kaedah hukum itu berdasarkan isinya dipandang bernilai. Untuk

menentukan nilai evaluatif dari kaedah hukum dapat dilakukan

penelitian secara empiris suatu kaedah hukum dalam suatu

masyarakat, apakah terdapat keberlakuan faktual kaedah hukum

dalam suatu masyarakat. Bagaimana reaksi warga masyarakat itu

terhadap kepatuhan atau ketidakpatuhan pada kaedah hukum. Dari

reaksi menyetujui atau mencela, kepatuhan atau penyimpangan dari

kaedah-kaedah hukum, sehingga dapat disimpulkan bahwa kaedah-


15

kaedah hukum dalam suatu masyarakat jelas-jelas diterima atau

jelas-jelas tidak diterima. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat

dikatakan bahwa kaedah hukum secara evaluatif berlaku jika kaedah

itu oleh seseorang atau suatu masyarakat diterima.

Keberlakuan evaluatif dapat juga dilakukan dengan pendekatan

kefilsafatan yakni suatu kaedah hukum memiliki keberlakuan jika

kaedah itu oleh seseorang atau suatu masyarakat berdasarkan isinya

dipandang bernilai atau penting, dengan demikian maka kaedah

hukum itu per definisi memiliki kekuatan mengikat (verbindende

krachtj) atau suatu sifat mewajibkan (verplichtend karakter). Tiap

orang akan merasa memiliki kewajiban untuk mematuhi suatu

kaedah hukum yang ia pandang sangat bernilai atau sangat penting

untuk prilaku sosialnya. Dengan demikian keberlakuan evaluatif

suatu kaedah hukum sama dengan sifat mewajibkannya atau

kekuatan mengikatnya atau juga obligatoritasnya.

Para filsuf hukum berpendapat bahwa keberlakuan materiil

adalah landasan keberlakuan evaluatif pada umumnya, sebab pada

akhirnya penerimaan kaedah hukum itu terjadi karena isi kaedah

hukum dipandang benar.

5. Kerangka Teori
16

Pekerja itu adalah tidak terbatas pada kaum laki-laki saja, karena

kenyataan bahwa kini kaum perempuan makin banyak memasuki dunia

kerja dan ini tidak mengherankan sebab kerja adalah merupakan suatu

hak asasi setiap orang tidak terkecuali perempuan tanpa diskriminasi.

Pekerja Perempuan walaupun sudah diatur dalam Undang- Undang No

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan untuk memperkerjakan

Pekerja Perempuan di malam hari terdapat syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh para pelaku usaha tersebut yaitu berdasarkan pasal 76

akan tetapi di dalam prakteknya masih terjadi kesenjangan antara ide-

ide perlindungan yang dirumuskan secara normatif yang selalu tidak

sama dan sebangun dengan kenyataan - kenyataan di dalam prakteknya

yakni dalam menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang

berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00. Hal ini karena

adanya faktor penghambat internal dan faktor penghambat external.

Untuk lebih efektifnya pelaksanaan perlindungan pekerja perempuan di

malam hari, pengawasan dari Departemen tenaga kerja perlu

ditingkatkan agar penerapan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan dapat maksimal diterapkan, sehingga apabila ada suatu

pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha dalam hal ini

majikan/pengusaha akan dikenakan suatu sanksi yang telah diatur dalam

UU No. 13 Taahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

6. Hipotesis
17

Berkaitan dengan pembahasan diatas dapat ditarik jawaban

sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan, yakni :

1. Ketentuan perlindungan hukum Pekerja Wanita yang bekerja di

malam hari pada RSUD Sanjiwani Gianyar telah efektif bila seseuai

dengan amanah pasal 76 Undang- Undang No 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan

perlindungan hukum Pekerja Wanita yang bekerja di malam hari di

RSUD Sanjiwani Gianyar adanya faktor penghambat internal dan

faktor penghambat eksternal.

7. Definisi Konsepsional

Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan melindungi pekerja yang

mempunyai posisi lemah terhadap pengusaha. Oleh karena itu norma-norma

hukum ketenagakerjaan sebagian besar memberikan perlidungan kerja yaitu

kesehatan kerja, keselamatan kerja, dan bahkan secara khusus memberi

perlindungan bagi pekerja yang bekerja di malam hari.

Dalam mempekerjakan pekerja perempuan di malam hari

berdasarkan ketentuan pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor :

PER.04/MEN/1989 Tentang Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Wanita Pada

Malam Hari.
18

Pekerja perempuan tetap diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus

yaitu pembatasan –pembatasan dalam melakukan pekerjaan serta

perlindungan yang khusus pula sesuai dengan kodratnya sebagai seorang

perempuan yang mengalami haid,hamil, melahirkan, gugur kandungan serta

menyusui. Sehingga untuk mempekerjakan pekerja perempuan terutama pada

malam hari diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu berdasarkan pasal 76

UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan , antara lain :

(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 ( delapan

belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d 07.00

(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil

yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan

keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara

pukul 23.00 s.d. pukul 07.00

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara

pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib

a. memberikan makanan dan minuman bergizi dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja

buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul

23.00 s.d. pukul 05.00.

8. Definisi Operasional

Kalau kita lihat definisi tenaga kerja menurut Gunawan

Kartasapoetra, Abas Kustadi, dan Amir Hamzah, dalam bukunya Hukum


19

Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, mengatakan

bahwa, “Tenaga Kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan

pekerjaan baik didalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan

jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.13

Dengan melihat definisi diatas, dapat dilihat bahwa yang dimaksud

dengan tenaga kerja itu adalah tidak terbatas pada kaum laki-laki saja,

karena kenyataan bahwa kini kaum wanita makin banyak memasuki dunia

kerja dan ini tidak mengherankan sebab kerja adalah merupakan suatu hak

asasi setiap orang tidak terkecuali wanita tanpa diskriminasi. Kaum wanita

kini semakin banyak menyadari, bahwa wanita sebagai salah satu

kekuakatan masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang tidak kalah

pentingnya dengan kekuatan lainnya dan karenanya mempunyai tanggung

jawab bersama melakukan peranannya dalam masa pembangunan.

Kehadiran wanita dalam dunia kerja telah menumbuhkan citra baru

tentang wanita sebagai ibu, istri, dan ibu rumah tangga, juga muncul citra

wanita sebagai tenaga kerja, mulai dari pejabat-pejabat yang memegang

peranan penting dalam tampuk pemerintahan sampai tenaga kasar dalam

suatu perusahaan. Sekarang Ini banyak perusahaan yang mempriotaskan

atau cenderung mempekerjakan Pekerja Wanita, seperti Klinik , café,

garmen, pabrik rokok dan lain-lain.

13
Gunawan Kartasapoetra,et al.,1983, Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan
Hubungan Kerja ,Armiko, Bandung, h.10.
20

Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

sumber daya manusia merupakan faktor teramat penting bagi

terselenggaranya pembangunan nasional di Negara Republik Indonesia kita.

Bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana yang sangat dominan didalam

kehidupan suatu bangsa, karena itu ia merupakan faktor menentu bagi mati

hidupnya bangsa .14

Namun harus harus disadari sepenuhnya bahwa Pekerja Wanita adalah

kaum yang lemah kalau ditinjau dari segi fisiknya, merupakan kaum yang

lembut dan halus perasaannya. Oleh sebab itu mereka harus diperhatikan dan

patut diberikan perlindungan, baik yang menyangkut jasmani maupun dan

rohani. Apabila tenaga kerja yang bekerja dibidang perusahaan memerlukan

tenaga yang kuat dan prima, maka Pekerja Wanita itu tidak boleh dituntut

untuk bekerja seperti tenaga kerja laki-laki.

9. Perincian Data yang Dibutuhkan

Dalam tulisan ilmiah ini akan diberikan batasan-batasan yang berguna

agar penulisan tidak menyimpang dari rumusan masalah, terutama

permasalahan yang dibahas. Antara lain :

1. Permasalahan pertama yang akan dibahas adalah tentang

ketentuan perlindungan hukum Pekerja Wanita yang bekerja di

malam hari pada RSUD Sanjiwani Gianyar telah efektif atau

tidak.
14
Djumadi,1995,Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, Cet. III, PT. Grafindo
Persada,Jakarta, H.1.
21

2. Permasalahan kedua yang dibahas adalah Faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan perlindungan

Pekerja Wanita yang bekerja di malam hari di RSUD Sanjiwani

Gianyar.

5. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya yang dibandingkan dengan standar

ukuran yang telah ditentukan. Peneliti menggunakan cara Incidental Sample

yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan bertemu dengan peneliti yang dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber

data. Selain itu metode penelitian merupakan suatu penyelidikan dengan

menggunakan cara-cara yang telah ditentukan untuk mendapatkan suatu

kebenaran yang nantinya dapat dipertanggung jawabkan oleh peneliti. 15 Hal

ini berguna untuk dijadikan petunjuk bagi penulis dalam melaksanakan

penelitiannya. Manfaat dari penelitian ilmiah adalah untuk mendapatkan

kebenaran ilmiah, maka demi tercapainya tujuan penelitian ini.

Data Primer bersumber dari penelitian di lapangan yaitu suatu data

yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik melalui

responden maupun informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari

penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari

15 ?
Marzuki, 2000, Metodologi Riset, PT. Prasetya Widia Pratama, Yogyakarta hal 4.
22

sumber pertamanya melainkan bersumberkan dari data-data yang sudah

terdokumenkan.

Penelitian ini bersifat deskritif dengan menggambarkan suatu gejala atau

keadaan yang ada menyangkut tentang adanya pekerja perempuan yang

sangat memerlukan perlindungan dengan disediakannya angkutan antar

jemput bagi mereka dalam melaksanakan pekerjaannya di malam hari

sementara pada kenyataannya, penyediaan angkutan antar jemput bagi

pekerja perempuan yang bekerja di malam hari tidak dilakukan oleh

pemerintah padahal telah diatur dalam ketentuan Pasal 76 Angka 4 UU No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

wawancara yang tersusun secara terstruktur untuk memperoleh data yang

menyeluruh dan akurat mengenai permasalahan yang diajukan. Dalam

penelitian ini, wawancara dilakukan dengan jalan menyampaikan

pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu, sehingga responden (pekerja

perempuan) dan narasumber / informan yang terdiri dari pengusaha dan

pekerja di RSUD Sanjiwani Gianyar serta instansi terkait dalam hal ini

Dinas Tenaga Kerja dapat menjawab dengan bebas dan terarah. Pedoman

wawancara ini dimaksudkan untuk dapat memudahkan dan mengendalikan

data yang menjadi target dalam wawancara, sehingga wawancara tersebut

tidak menyimpang dari yang direncanakan.

1) Pengumpulan data melalui studi kepustakaan.


23

Dalam pengumpulan data penelitian ini, di dapatkan dari

bahan-bahan bacaan yang ada hubungannya dengan permasalahan

yang akan di bahas, bahan tersebut berupa buku-buku hukum,

literature hukum, peraturan – peraturan dan undang – undang yang

ada hubungannya dengan masalah tersebut diatas dan bahan-bahan

non hukum sebagai bahan pelengkap dalam tulisan ini.

2) Pengumpulan data melalui wawancara.

Dalam pengumpulan data dengan teknik wawancara

diusahakan terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan dan

kemungkinan pengembangan pertanyaan yang berhubungan dengan

situasi pada saat wawancara dilakukan. Sasaran wawancara adalah

orang yang berkompeten dalam bidangnya atau setidak-tidaknya

orang yang tahu dengan permasalahan, sehingga data yang

terkumpul menjadi akurat.

Pengumpulan data melalui Observasi/pengamatan.

Dalam pengumpulan data dengan teknik observasi dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu teknik observasi langsung dan teknik observasi tidak

langsung. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan Teknik observasi

langsung yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan

pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala – gejala subyek

yang diselidiki. Peneliti terlibat dalam kegiatan pengamatan ini.

Teknik Pengolahan dan Analisa Data


24

Setelah keseluruhan data terkumpul baik data primer maupun data

sekunder, kemudian diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan cara

menyusun data secara sistematis, menggolongkan data-data dalam pola dan

tema, dikategorikan dan diklasifikasi, dihubungkan antara satu data dengan

data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data

dalam situasi sosial dan dilakukan penafsiran gramatikal dari perspektif

peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan

analisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskritif kualitatif dan

sistematis.

Anda mungkin juga menyukai