Anda di halaman 1dari 19

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga kerja adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aspek

kemajuan ekonomi. Para tenaga kerja inilah yang merupakan para pelaksana

lapangan dari kegiatan ekonomi perusahaan dan industri. Maka perlu dilakukan

pembangunan disektor tenaga kerja sebagai bagian dari pembangunan nasional.

Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan

sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan

dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila, dan pelaksanaan

Undang – Undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat, martabat,

dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka

mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun

spiritual.

Akan tetapi sebagai tenaga kerja lapangan, para tenaga ini memiliki

batasan kemampuan dalam melaksanakan fungsinya. Batas kemampuan dalam

melaksanakan fungsinya ini bisa disebabkan beberapa faktor seperti usia sebagai

batasan kemampuan untuk produktif atau juga adanya kecelakan kerja yang

membuat pekarja tidak dapat melaksanakan pekerjaannya untuk sementara

waktu atau bahkan untuk selamanya jika kecelakan yang dialaminya bersifat

permanen.
2

Mengingat peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional

semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang

dihadapinya. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan,

pemeliharaan dan peningkatan kesejahtraannya, sehingga pada gilirannya akan

dapat maningkatkan produktivitas nasional. Mengantisipasi hal-hal yang

mungkin terjadi saat pekerja berada dalam kondisi yang tidak sempurna untuk

melaksanakan pekerjaannya maka dibutuhkan suatu jaminan sosial yang akan

melindungi hak-hak mereka. Jaminan sosial bagi tenaga kerja diatur secara

khusus dalam Undang-Undang, terpisah dari aturan tentang jaminan sosial pada

umumnya.

Kebutuhan terhadap jaminan sosial tenaga kerja akan terus meningkat

seiring jumlah peningkatan tenaga kerja. Jaminan ini akan berfungsi

sebagaimana asuransi yang melindungi para tenaga kerja saat mengalami

kecelakaan dalam melaksanakan fungsi kerja mereka dan juga sebagai jaminan

kelangsungan hidup saat mereka mantinya tidak berada dalam usia produktif

lagi.

Ruang lingkup dari jaminan sosial sangat luas, maka dalam

pelaksanaannya hanya mencakup resiko ekonomi dan resiko sosial secara

kolektif. Drs.Harun Alrasjid, Direktur Jenderal Bantuan Sosial, Departemen

Sosial, dalam kertas kerjanya yang berjudul ’’Program Jaminan Sosial Sebagai

Salah Satu Usaha Penanggulangan Masalah Kemiskinan Di Indonesia” yang

dikemukakan dalam seminar tentang jaminan sosial dijakarta tahun 1978

menyatakan jaminan sosial merupakan suatu perlindungan kesejahteraan


3

masyarakat yang diselenggarakan atau dibina oleh pemerintah untuk menjaga

dan meningkatkan taraf hidup rakyat1.

Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan resiko yang

dihadapi oleh semua tenaga kerja saat melakukan pekerjaannya. Asuransi

kecelakaan kerja ada untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruhnya

penghasilan yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja. Asuransi kecelakaan kerja

memberikan jaminan perawatan medis, tunjangan cacat dan tunjangan kematian

dalam hal peserta mengalami kecelakaan atau sakit akibat kerja. Kecelakaan

kerja meliputi kecelakaan ditempat kerja dan kecelakaan dijalan pada waktu

tenaga kerja berangkat ketempat kerja dan pulang dari tempat kerja.

Undang Undang Kecelakaan tahun 1947 yang kemudian menjadi

Undang Undang NO.2 Tahun 1951 mewajibkan majikan yaitu setiap orang atau

badan hukum yang mempekerjakan seorang tenaga kerja atau lebih untuk

memberi ganti rugi kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan atau

menderita sakit akibat hubungan kerja tanpa pembuktian mengenai adanya

kesalahan yang menyebabkan kecelakaan atau sakit tersebut.

Kewajiban majikan terhadap resiko kecelakaan kerja ditampung dalam

yayasan Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja

berdasarkan Akte Notaris Raden Mas Soerojo tanggal 23 januari 1964 Nomor

195 atas kekuatan Keputusan Menteri Perburuhan No.5 tahun 1964. DJS

dibubarkan saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah th1977 tentang Asuransi

1
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, ctk
Kedua, Mutiara Sumber Widya, 1987, hal 8.
4

Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang berorientasi pada asuransi sosial dan

pendirian Perum ASTEK berdasar PP No.34 tahun 1977. Program ASTEK terdiri

atas asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua yang dikaitkan dengan asuransi

kematian. Program Astek melibatkan golongan pengusaha dan tenaga kerja.

Golongan pengusaha adalah orang, persekutuan, atau badan hukum yang

menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, atau yang secara berdiri sendiri

menjalankan perusahaan bukan miliknya, atau yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. Golongan tenaga kerja

adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di

luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat.

ASTEK merupakan jenis asuransi wajib (compulsory insurance).

Disebut asuransi wajib dikarenakan:

1. Berlakunya Astek diwajibkan oleh undang undang, bukan berdasarkan

perjanjian.

2. Pihak penyelenggara Astek adalah pemerintah yang didelegasikan kepada

Badan Usaha Milik Negara (Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang no.2 tahun

1992).

3. Astek bermotif perlindungan masyarakat (social security), yang dananya

dihimpun dari masyarakat tenaga kerja dan digunakan untuk kepentingan

masyarakat tenaga kerja yang diancam bahaya kecelakaan kerja.


5

4. Dana yang sudah terkumpul dari masyarakat tenaga kerja tetapi belum

digunakan sebagai dana kecelakaan kerja dimanfaatkan untuk kesejahteraan

tenaga kerja melalui program investasi.

Program ASTEK bukan hanya diperuntukkan bagi tenaga kerja tetap,

tetapi juga berlaku bagi tenaga kerja borongan dan harian lepas, dengan aturan

yang berbeda. Tenaga kerja borongan dan harian lepas tidak mungkin diikut

sertakan dalam program tabungan hari tua karena sifat pekerjaannya yang tidak

tetap dan berjangka pendek sehingga menimbulkan mutasi yang tinggi. Program

yang dapat diikuti hanyalah asuransi kecelakaan kerja selama tenaga kerja

bekerja pada pengusaha tertentu. Pada umumnya tenaga kerja lepas bekerja pada

kontraktor perusahaan konstruksi. Pengaturan khusus pekerja lepas melalui Surat

Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Dalam Negeri yang

mengatur kepesertaan tenaga kerja lepas pada program asuransi kecelakaan kerja,

diikuti dengan Surat Keputusan Gubernur dari seluruh Propinsi/Daerah Tingkat I

yang mewajibkan para kontraktor (terutama yang melaksanakan proyek-proyek

APBN) mengikuti program ASTEK. Secara khusus kontraktor yang mengerjakan

proyek-proyek dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum (terutama yang

mengerjakan proyek-proyek APBN) diwajibkan mengikuti program ASTEK

berdasarka SKB Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum.

Asuransi kecelakaan kerja merupakan tanggungjawab pemerintah. Hal

ini disebabkan pelaksanaan program yang bersifat wajib dan dasar karena

terdapat suatu tingkat jaminan minimum. Jaminan adalah hak yang berdasar

undang-undang. Sudah seharusnya jaminan sosial dikelola oleh pemerintah,


6

dalam hal ini BUMN yang dibentuk khusus untuk menyelenggarakan program

jaminan sosial dan tidak diserahkan pada perusahaan swasta karena keselarasan

sosial tak bisa didapat dalam sektor swasta. Beberapa pertimbangan

penyelenggaraan jaminan sosial oleh pemerintah:

1. Penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja oleh BUMN dapat menciptakan

kegotongroyongan yang lebih efektif antara peserta.

2. Mempermudah pembinaan dan pengawasan untuk menjamin solvabilitas

badan penyelenggara dalam memenuhi kewajiban.

3. Badan penyelenggara yang terpusat dapat lebih mempermudah penanganan

perpindahan peserta antar perusahaan ataupun antar daerah.

4. Penegakan hukum dari program wajib penyelenggaraan jaminan sosial tenaga

kerja dapat dilakukan lebih efisien.

5. Efektifitas dana karena pemanfaatannya yang terkoordinasi.

6. Bahaya kegagalan, ketidakmampuan, dan kebangkrutan dari

penyelenggaraan jaminan sosial dapat ditekan sekecil mungkin.

Berdasar pertimbangan diatas, sudah seharusnya Undang-Undang tentang

jaminan sosial tenaga kerja pasal 25 ayat (2) yang memberikan pengelolaan

jaminan sosial kepada pihak swasta ditinjau kembali.

Penyelenggaraan perlindungan, pemiliharaan dan upaya peningkatan

kesejahtraan merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk

memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan

kondisi kemampuan keuangan negara, Indonesia seperti halnya berbagai negara

berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan


7

funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih

terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.2 Jaminan sosial yang

diperuntukkan bagi para tenaga kerja diatur kembali secara khusus dan berbeda

dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).

Jamsostek adalah salah satu instrumen yang diperlukan dalam mencegah

dan menanggulangi resiko-resiko yang mungkin terjadi kepada pekerja .

jaminan sosial ini bertujuan agar para pekerja memiliki jaminan hidup pada saat

mereka mengalami kecelakaan saat melaksanakan fungsi dan pekerjaan mereka

seperti mendapatkan biaya rumah sakit dan biaya hidup sampai mereka pulih

dan dapat bekerja kembali. Juga sebagai jaminan hidup saat para pekerja ini

telah meninggalkan usia produktif mereka. Karena itulah pemerintah mendirikan

PT.Jamsostek.

Sejarah berdiri PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang,

dimulai dari UU No. 33 / 1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,

Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang

pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.

15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang

pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU

No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja.

Tonggak penting dari jaminan asuransi untuk tenaga kerja adalah

lahirnya Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

2
Kompas, 20 september 2007, Thoga M.Sitorus, Jaminan Sosial dan Perkembanganya,
at www.kompas.com last visited maret. 15, 2011.
8

Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 dengan ditetapkannya PT.

Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program

Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal

bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti

sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial.

Akhir tahun 2004, Pemerintah menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan

Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang

kini berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat

memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi

dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.

Pelaksanaan lapangan dari jamsostek justru bersifat sukarela yaitu

perusahaan yang ingin mengikut sertakan karyawannya dalam program

jamsostek ini melakukan pendaftaran sebagai perusahaan peserta jamsostek. Hal

ini menyebabkan ada perusahaan atau bahkan serikat pekerja yang menolak

menjadi peserta jamsostek.

Perusahaan yang menolak menjadi menjadi peserta jamsostek beralasan

jamsostek seperti tabungan yang tidak bisa diambil. Saat menjadi peserta

mereka memasukkan sejumlah uang kepada jamsostek sebagai premi bagi


9

karyawannya tetapi hasil ataupun jumlah yang kembali kepada mereka saat

karyawan mereka mengalami kecelakaan tidak sebanding dengan uang yang

mereka bayarkan.

Serikat pekerja menolak karena bagi mereka jamsostek tidak lebih dari

pengurangan gaji yang mereka terima setiap bulan. Mereka beranggapan

perusahaan telah punya peraturan dan jaminan kecelakaan kerja sendiri yang

lebih jelas bagi mereka. Pada intinya banyak perusahaan dan pekerja yang lebih

memandang jamsostek dari sisi negatifnya daripada manfaatnya.mereka tidak

menandang perlunya jamsostek pada saat terjadi kecelakaan yang melewati

batas kemampuan ataupun aturan yang bersedia ditanggung perusahaan yang

pada akhirnya akan merugikan pekerja sendiri.

Jamsostek dalam melaksanakan fungsinya tidak bisa bergerak sendiri

tetapi tetap memerlukan bantuan aparat pemerintah. Dalam pelaksanaannya

terjadi ketimpangan karena umumnya perusahaan yang diajukan kepengadilan

hanya dikenai hukuman denda dalam jumlah yang relatif kecil. Sedangkan untuk

BUMN sendiri menganggap mereka tidak perlu ikut jamsostek karena mereka

telah memiliki aturan asuransi dan dana pensiun sendiri yang manfaatnya

dianggap lebih baik dari pada jamsostek3. Seperti dalam pelaksanaan pemberian

dana pensiun sebesar 20% dari gaji pokok, jauh lebih besar dari jamsostek yang

hanya memberi sebesar 12% dari gaji pokok. Bahkan apabila dicermati Undang-

3
Detik Finance, 26 agustus 2009, Karyawan BUMN Tidak Perlu Ikut Jamsostek at
http://www.google.com last visited maret. 15, 2011.
10

undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 33 ayat

1 sampai 3 secara tersirat menyatakan pegawai BUMN tidak perlu menjadi

peserta jamsostek dikarenakan Sesuai dengan penjelasan atas Undang-undang

nomor : 3 tahun 1992 pasal 33 ayat 3 :

"Dengan berlakunya Undang-undang ini perusahaan yang telah

mempertanggungkan tenaga kerjanya pada program jaminan sosial

tenaga kerja yang lebih baik atau lebih tinggi, maka tenaga kerjanya

tidak boleh dirugikan4."

Saat ini kurang lebih sebanyak 21 BUMN tidak bergabung menjadi

peserta jamsostek5. Hal ini dikarenakan mereka menganggap jika mereka masih

harus membayar premi asuransi kepada jamsosotek sedangkan mereka telah

membayar untuk program asuransi BUMN yang diikuti semua pegawainya

maka itu hanya akan menjadi beban terhadap biaya pekerja dan bukan upaya

perlindungan kepada pekerja yang sekaligus dapat meningkatkan produktifitas

dalam bekerja6.

Bahkan dalam hal BUMN yang mendaftarkan pegawainya menjadi

peserta jamsostekpun disinyalir ada ketidak transparanan dan ketidak jujuran

dalam melaporkan jumlah pegawai dan nilai gajinya7. Hal ini dibuktikan dengan

sedikitnya perbedaan jumlah pembayaran premi antara satu perusahaan atau

4
Mata News, 12 maret 2010, BUMN Tidak Wajib Ikut Jamsostek at
http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
5
Bisnis Indonesi, 24 agustus 2009, BUMN Belum Ikut Jamsostek, PLN Mengganggap
Sebagai Beban at http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
6
Ibid.
7
Kuningan News, 25 april 2011, PT Jamsostek Tuding Banyak BUMN Yang ’Nakal’ at
http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
11

BUMN satu dengan yang lainnya meskipun jumlah pegawai sangat jauh

berbeda.

Diantara BUMN yang tidak mengikuti program jamsostek salah satu

diantaranya adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)8. Diperkirakan sekitar

54 (lima puluh empat) ribu pekerja PLN yang belum terdaftar sebagai peserta

jamsostek9, meskipun PT Jamsostek telah melakukan lberbagai langkah

pendekatan termasuk membeli obligasi yang diterbitkan oleh PLN10. Pada

kenyataannya PLN tetap tidak mendaftarkan pegawainya menjadi peserta

jamsostek setelah PT Jamsostek membeli obligasi yang diterbitkan PLN,

meskipun pendaftaran pegawai masuk dalam syarat kerja sama dan pembelian

obligasi. Padahal obligasi yang dibeli PT Jamsostek nilainya mencapai 1

triliun11.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dalam

penulisan skripsi ini akan menitikberatkan pembahasan pada rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan Undang-Undang menyangkut asuransi kecelakaan

kerja bagi para pegawai BUMN, terutama pegawai lapangan PLN diluar

8
Suara Karya, 6 oktober 2008, Serikat Pekerja PLN Tolak Jamsostek at
http://www.google.com last visited maret. 15, 2011.
9
Antara News, 14 agustus 2008, direksi PT Jamsostek Kembali Bertemu Pekerja PLN at
http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
10
Media Online Bhirawa, 11 january 2010, PLN Dinilai Telah Mengecoh Jamsostek at
http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
11
Republika, 19 january 2010, Jamsostek Serap Rp 1 T Obligasi PLN at
http://www.google.com last visited july. 30, 2011.
12

tanggungan jamsostek?

2. Bagaimana pengaturan Undang-Undang menyangkut asuransi kecelakaan

kerja bagi para pegawai BUMN, terutama pegawai lapangan PLN yang

menjadi peserta jamsostek?

3. Bagaimana praktek pelaksanaan jamsostek bagi pegawai BUMN terutama

pegawai lapangan PLN?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaturan dan perlindungan pemerintah untuk melindungi

tenaga kerja BUMN dalam menghadapi situasi dan kecelakaan kerja yang

mungkin terjadi saat tenaga kerja melaksanakan tanggungjawabnya.

2. Mengetahui pengaturan pembayaran premi bagi para pegawai BUMN yang

juga menjadi peserta jamsostek.

3. Mengetahui praktek pelaksanaan program jamsostek bagi para pegawai

BUMN terutama pegawai PLN

D. Tinjauan pustaka

Dalam semangat dan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

tercantum asas usaha bersama, kekeluargaan, dan kegotong royongan sebagai

sifat dasar dari perlindungan tenaga kerja di Indonesia mengenai pemeliharaan

dan peningkatan kesejahteraan yang diselenggarakan dalam bentuk jaminan

social tenaga kerja.


13

Tenaga pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat, dengan

resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu

kepada mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan,

dan peningkatan kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa aman dalam

melaksanakan tanggungjawabnya. Perlindungan yang diberikan berupa

perlindungan kerja dan asuransi tenaga kerja.

Perlindungan kerja erat kaitannya dengan keselamatan kerja, sehingga

perlu diperhatikan syarat-syarat keselamatan kerja yang berguna antara lain

untuk:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

d. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau

kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja

g. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

h. Menyelanggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

i. Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai

berikut:12

12
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 78.
14

1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha


kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh
mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan
yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu
penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan
keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena
sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan
jaminan sosial.

Penjabaran lebih lanjut berupa:


A. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan jenis perlindungan sosial yang ketentuannya

berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud

mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk

memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma

yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan

yang mempunyai hak asasi.

Karena sifat ”pembatasan”nya ketentuan-ketentuan perlindungan sosial

dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat

”memaksa”, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan

perlindunga sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang

memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan

perlindungan sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan


15

menyertakan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang tidak mentaatinya. Hal

inidipandang perlu dikarenakan beberapa alasan berikut:13

1. Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi

kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat.

2. Pekerja/buruhIndonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau

kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri.

Jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga

pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan

dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Penekanan

”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang

tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan

perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun

2003.

B. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada

pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.

1. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan


menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat
memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa
khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
2. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam
perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat
mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.
3. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.14

13
Ibid, hal 80.
14
Ibid, hal 84.
16

Meskipun aturan hukum tentang keselamatan kerja adalah UU No 1

Tahun 1970, namun karena sebagian besar peraturan pelaksanaan undang-

undang ini belum ada hingga saat ini.sehingga beberapa peraturan warisan

Hindia Belanda masih berlaku dan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan

keselamatan kerja di perusahaan, yaitu:15

1. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah,


terakhir dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka
diberlakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan
ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat
bekerja.
2. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap
1930.
3. Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan
pemakaian timah putih kering.

C. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial


Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti

halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan

sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh

peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Jaminan sosial tenaga kerja ini merupakan perlindungan bagi tenaga

kerja dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian,

dan tabungan hari tua), dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan

kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang

Nomor. 3 Tahun 1992 adalah:16 Merupakan hak setiap tenaga kerja yang

sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan

15
Ibid, hal 84.
16
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PR Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal 122.
17

sosial tenaga kerja dimaksud untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus

penerimaan penghasilan keluarga yang hilang sebagian ataupun seluruhnya.

Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa

aspek antara lain : 17

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal


bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja
sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam
hubungan kerja terjadi resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua
dan lainnya.

E. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh peneliti untuk meneliti permasalahan di atas

adalah: metode normatif dan metode empiris.

Metode normatif yaitu didasarkan pada literatur hukum atau studi

dokumen yang diambil dari bahan-bahan pustaka, yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang merupakan bahan hukum

yang utama dan belum diolah oleh orang lain (seperti UU Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan).

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang sudah dikelola oleh orang lain atau

oleh peneliti yang pakar dibidangnya (seperti buku-buku, artikel koran dan

sumber lainnya seperti internet).

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang diteliti itu ada di dalam kamus-kamus

yang berkaitan dengan hal-hal yang akan dibahas.

17
Indonesia, Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 3 Tahun 1992.
18

Sedangkan metode Empiris atau field research merupakan penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung di lapangan atau

masyarakat dalam hal ini adalah PT PLN dan kantor PT JAMSOSTEK. Metode

penelitian ini dilakukan untuk mendapat data dengan cara wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada Bagian Umum Bagian Administrasi/Pembukuan

pada kedua instansi diatas.

Anda mungkin juga menyukai