HAMZAHAS 2010511002
ADE JUNAIDI 2010513008
KAFI KURNIA 2010512020
MUHAMMAD IQBAL WIRAHMAD 2010512021
A. Jaminan Sosial
Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh
negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan
hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan
konvensi ILO No.102 tahun 1952.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Setiap orang berhak atas
jaminan sosial dan Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu. Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan
sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau
pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain
sebagainya.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang bertujuan untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya. Berdasarkan Pasal 18 UU 40/2004 yang telah diubah
dengan UU Cipta Kerja ini, terdapat beberapa jenis program jaminan sosial yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial meliputi:
1. Jaminan Kesehatan
Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang
diperlukan.
4. Jaminan pensiun
Jaminan pensiunan diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang
layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Manfaat jaminan pensiun
berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai:
- Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;
- Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat
penyakit sampai meninggal dunia;
- Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta sampai
meninggal dunia atau menikah lagi;
- Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai usia 23
(dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau
- Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas
waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
5. Jaminan kematian
Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Manfaat
jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah klaim diterima dan disetujui BPJS.
B. Asuransi sosial
Asuransi sosial merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi anggota
masyarakat yang dibentuk oleh pemerintah bedasarkan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pihak asuransi dengan seluruh golongan masyarakat. Asuransi Sosial
umumnya melaksanakan sistem pengumpulan dan pembagian risiko, pelaksanaan program
yang mengacu pada UU no. 2 th 1992 seperti seleksi calon peserta (underwriting), asuransi,
retensi sendiri, sedangkan asuransi kerugian komersial mengacu sepenuhnya pada UU no.2
th 1992.
Asuransi sosial biasanya terbagi menjadi dua sifat yaitu asuransi bersifat kerugian dan jiwa.
Asuransi bersifat kerugian berbentuk asuransi yang memberikan pergantian kerugian
kepada pihak yang merasa dirugikan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati.
Contohnya, BPJS Ketenagakerjaan yang bisa diklaim ketika mengalami kecelakaan saat
bekerja.
Selain itu asuransi jiwa merupakan bentuk asuransi yang memberikan pembayaran
sejumlah uang kepada pihak kedua yang mendapatkan santunan untuk haru tua ataupun
yang meninggal dunia. Contoh dari asuransi jiwa yaitu program dana pensiun dan tabungan
hari tua bagi pegawai negeri sipil.
Selain sifat, berikut ciri-ciri asuransi sosial yang harus diketahui yaitu:
- Bersifat wajib bagi setiap individu.
- Dibangun dengan berlandaskan asas gotong royong dengan prinsip
kebersamaan.
- Premi berasal dari masyarakat atau pekerja dan perusahaan tempat bekerja
bernaung.
- Bersifat sosial dan tidak bertujuan mencari keuntungan.
- Bertujuan untuk memberikan jaminan kesejahteraan kepada seluruh
masyarakat.
2. BPJS Ketenagakerjaan
Asuransi sosial tenaga kerja ini juga memberikan jangkauan yang lebih luas dan tidak hanya
kepada karyawan negeri atau swasta tapi juga para pekerja lepas seperti tukang ojek,
pedagang, nelayan, petani, hingga pekerja biasa lainnya. Apabila terjadi risiko sosial
terhadap pekerja baik itu kecelakaan kerja, kematian, hari tua, maupun pensiun maka BPJS
Ketenagakerjaan akan memberikan manfaat kepada peserta dalam bentuk pelayanan
maupun uang tunai.
Asuransi Jasa Raharja merupakan jaminan yang diberikan oleh pemerintah untuk korban
kecelakaan lalu lintas. Jasa Raharja sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang mengelola asuransi bagi setiap pengguna jalan seperti penumpang angkutan umum,
penumpang kendaraan pribadi, dan pejalan kaki.
PT TASPEN (Persero) atau Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri adalah Badan
Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang asuransi tabungan hari tua dan dana
pensiun bagi ASN dan Pejabat Negara. Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau
asuransi TASPEN memberikan jaminan hari tua berupa tabungan pensiun sekaligus proteksi
jiwa. Ini merupakan program yang terbatas hanya bagi para Pegawai Negeri dengan premi
yang dipotong dari gaji mereka setiap bulan.
ASABRI ini adalah salah satu asuransi sosial yang dibentuk pemerintah. Asuransi sosial
wajib ini peruntukannya khusus banget, khusus untuk Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) karena itu namanya ASABRI – Asuransi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Angkatan bersenjata yang dimaksud disini adalah Prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Pegawai
Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pertahanan atau Polri.
Pertanyaan dan jawaban
● Pertanyaan Kelompok 1
1. Bagaimana dengan asuransi sosial yg berada di Negara Malaysia Apa saja jenisnya serta
target asuransinya dan apa perbedaannya asuransi sosial yang ada di Negara Malaysia
dengan di Indonesia
2. Berhubungan dengan asuransi dimana asuransi itu berfungsi sebagai dana cadangan
ketika terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan atau berada diluar kendali kita pribadi,
seperti yang kita ketahui bahwasannya di Indonesia banyak terdapat kasus penyelewengan
dana baik itu dana bantuan maupun dana asuransi seperti kasus korupsi BPJS, lantas
tindakan apa yang tepat untuk memberantas hal tersebut?
Jawaban
1. Untuk asuransi sosial di malaysia sebagian besar dikelola oleh swasta, Asuransi syariah
adalah jenis asuransi sangat diminati di negeri jiran tersebut. Asuransi di malaysia memiliki
target sasaran yaitu masyarakat malaysia itu dan warga negara asing yg menetap di negara
tersebut.
2. Seperti kita ketahui bersama bahwasannya Dalam UU BPJS ditetapkan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan menjadi lembaga pengawas eksternal. Namun OJK terlihat bahwa lembaga
ini tidak memiliki kemampuan untuk pengawasan eksternal independen yang masuk detil ke
domain klinis untuk pencegahan penipuan hal tersebut mengindikasikan betapa lemahnya
lembaga pengawas keuangan kita,solusi yang dapat diambil untuk menanggulangi segala
tindakan Pencucian uang BPJS dengan
Memperkuat pengawasan baik internal maupun eksternal dengan begitu dapat
meminimalisir kasus serupa terjadi walaupun rasanya sulit untuk menghilangkan hal
tersebut.
● Pertanyaan Kelompok 2
Jawaban
Berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006, Badan
Pemeriksa Keuangan dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD,DPRD, Pemerintah
Pusat/Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia,Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang
diperlukan karena sifat pekerjaannya. Pendapat yang diberikan BPK termasuk diantaranya
perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, dan bidang lain yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
BPK telah menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan pada setiap semester dan/atau laporan
hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya, serta
juga kepada pemerintah pusat/daerah. Berdasarkan hasil pemantauan BPK, BPK masih
menemukan adanya permasalahan pengelolaan keuangan negara yang belum
terselesaikan dan penting untuk segera diselesaikan.
Salah satu tujuan negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD Tahun 1945 adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum. Untuk memenuhi amanat tersebut, pemerintah telah
menerbitkan peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaannya serta membangun
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berdasarkan UU Nomor 40 Tahun
2004 tentang SJSN. SJSN merupakan program negara yang bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
keluarganya, di antaranya jaminan di bidang kesehatan. UU tersebut mengamanatkan
penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan JKN 2012-2019 dengan menetapkan 8 sasaran
yang akan dicapai pada tahun 2019. Namun, sasaran tersebut belum sepenuhnya tercapai.
Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan bahwa masih terdapat permasalahan mendasar
dalam pelaksanaan Program JKN baik terkait dengan kepesertaan, pelayanan,maupun
pendanaan. Permasalahan tersebut banyak yang belum terselesaikan, yaitu:
1. Kepesertaan
Pemerintah belum dapat memenuhi target pencapaian Universal Health Coverage (UHC),
karena:
Sistem data base kepesertaan Program JKN belum terintegrasi dengan sistem data base
kementerian/lembaga/instansi lain yang dapat mendukung validitas data kepesertaan, serta
belum mampu merespon dinamika perubahan kependudukan sehingga data kepesertaan
Program JKN belum disajikan secara valid dan real time.
Identitas kepesertaan Program JKN belum dijadikan syarat dalam pengurusan pelayanan
publik, termasuk layanan perbankan.
2. Pelayanan
Masyarakat peserta Program JKN belum mendapatkan pelayanan yang optimal, karena:
Pengelolaan penyediaan obat baik kuantitas, jenis, maupun waktu belum dilakukan secara
optimal.Pelayanan kesehatan belum didukung dengan penapisan teknologi kesehatan,
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang memadai, serta penerapan atau
updating INACBG tidak dapat dilakukan sesegera mungkin Pelayanan kesehatan Rumah
Sakit (RS) yang melebihi tarif INA CBGs berisiko mempengaruhi kualitas pelayanan
kesehatan pasien.
3. Pendanaan
Defisit dalam pendanaan penyelenggaraan Program JKN terus terjadi meski pemerintah
telah memberikan bantuan keuangan kepada Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan,
karena:BPJS Kesehatan belum memiliki mekanisme pengumpulan iuran yang efektif
terutama untuk menjamin kolektibilitas dan validitas besaran iuran segmen Pekerja
Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).Penetapan dana kapitasi
belum memperhitungkan norma kapitasi berupa sumber daya manusia serta kelengkapan
sarana dan prasarana pelayanan yang dimiliki Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Pelayanan kesehatan yang semestinya dapat dituntaskan pada FKTP namun dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), serta pelayanan kesehatan promotif
dan preventif pada FKTP belum optimal. Aplikasi verifikasi klaim pelayanan kesehatan pada
BPJS Kesehatan masih perlu dilakukan perbaikan, karena belum dapat dimanfaatkan
secara optimal dalam pengelolaan beban pelayanan kesehatan. Pemerintah belum optimal
dalam menyelesaikan defisit keuangan DJS Kesehatan sehingga berisiko mempengaruhi
kualitas pelayanan kesehatan. Kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) terhadap pendanaan Program JKN di luar iuran Pekerja Penerima Upah
Penyelenggara Negara (PPU PN) daerah belum optimal.
Atas permasalahan tersebut, BPK berpendapat bahwa pemerintah harus segera:
1. Mewujudkan data tunggal peserta Program JKN yang valid dan real time antara lain
dengan melakukan integrasi sistem data base kepesertaan Program JKN dengan sistem
data base kementerian/lembaga/instansi lain.
a. Mendefinisikan Kebutuhan Dasar Kesehatan secara jelas sesuai dengan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004.
Memperluas penerapan penerbitan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan finger print
dalam layanan administrasi baik pada tingkat FKTP maupun tingkat FKRTL.Memetakan
sumber daya kesehatan secara komprehensif dan menyusun pentahapan dalam rangka
pemenuhan dan pemerataan sumber daya kesehatan di Indonesia.
Memperbaiki pengelolaan pemenuhan obat dengan melibatkan kementerian/
lembaga/daerah, fasilitas kesehatan milik pemerintah/swasta, dan penyedia
barang.Mengefektifkan penapisan dan pembaruan teknologi kesehatan, menetapkan dan
memutakhirkan PNPK secara berkala dan bertahap sesuai dengan skala prioritas, serta
melakukan evaluasi atas aplikasi Diagnostic Related Group (Grouper) dalam rangka
memperoleh alternatif solusi untuk mempercepat proses updating pada aplikasi grouper
Melakukan evaluasi atas tarif INACBG’s untuk meningkatkan efisiensi dan memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan secara obyektif.
Menyusun mekanisme pengumpulan iuran yang efektif untuk menjamin kolektibilitas dan
validitas besaran iuran terutama dari segmen PPU dan PBPU. Melakukan reformasi besaran
pembayaran kapitasi pada FKTP dengan mengacu pada standar besaran tarif dan capaian
indikator kinerja yang merujuk pada kualitas pelayanan medis dan nonmedis yang diberikan,
kelengkapan sumber daya kesehatan, serta kepatuhan dan komitmen dalam pencegahan
kecurangan. Melakukan reformasi peran FKTP yang merupakan garda terdepan dalam
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, melalui optimalisasi dana bidang kesehatan dari
APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik Pemerintah dalam rangka meningkatkan upaya
promotif, preventif, dan pola rujukan pelayanan kesehatan yang ideal.
● Pertanyaan Kelompok 3
Kita tahu bahwa BPJS sudah dirancang oleh pemerintah dengan baik, namun kita juga tahu
bahwa pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan, contohnya masyarakat BPJS
yang datang ke RS tidak mendapatkan pelayanan cepat dan baik serta terabaikan. Namun
demikian kita juga tidak bisa menyalahkan pihak RS karena tidak muluk muluk bahwa
mereka juga membutuhkan biaya untuk melakukan pelayanan kepada pasiennya. Jadi,
bagaimana pendapat kelompok 4 terhadap hak tersebut dan apa yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?
Jawaban
Melirik hasil survei yang dilakukan pada pengguna BPJS mengenai analisis pelayanan
kesehatan, 100% responden mengatakan bahwa BPJS membantu masyarakat dalam
memperoleh fasilitas dan pelayanan kesehatan. Bahkan, 85% diantaranya mengatakan
bahwa mereka mendapatkan pelayanan yang baik ketika berobat menggunakan fasilitas
BPJS. Namun, 15% diantaranya mengaku bahwa mereka mendapatkan layanan yang
kurang baik ketika berobat dengan BPJS. Ada beberapa yang dikeluhkan oleh responden
diantaranya pasien BPJS dibedakan dan kurang diprioritaskan, pasien BPJS ditolak pihak
rumah sakit, serta lamanya penanganan dan administrasi. Pembedaan dan kurangnya
prioritas membuat masyarakat menilai bahwa pelayanan BPJS belum memenuhi sila kelima
Pancasila, yaitu sila keadilan. Keadilan yang dimaksud dalam hal ini yaitu kesetaraan
pelayanan kesehatan yang diberikan pada setiap pasien, baik pengguna BPJS atau pun
tidak.
Jika instansi kesehatan melakukan diskriminasi pada pasien, maka instansi tersebut telah
melanggar ketentuan Peraturan Kemenkes RI No 28 Tahun 2014 BAB 4 yang menyatakan
bahwa “Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang
diperlukan”. Pada dasarnya, BPJS harus diaplikasikan dengan memperhatikan nilai
keadilan sosial agar tidak terjadi ketimpangan pelayanan kesehatan. Mengenai hal ini, Dirut
BPJS juga sudah menghimbau kepada instansi-instansi rumah sakit agar tidak melakukan
diskriminasi pelayanan kesehatan. Upaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu
BPJS Kesehatan wajib mensosialisasikan prosedur² pelayanan tersebut kepada seluruh
petugasnya dan juga masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dengan mentransparankan
prosedur tersebut secara tidak langsung BPJS Kesehatan telah mempermudah masyarakat
dalam membantu diri mereka sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
● Pertanyaan Kelompok 5
Tadi dijelaskan bahwasannya asuransi sosial bersifat wajib bagi setiap individu. Kenapa
diwajibkan?. Dan kita juga tahu bahwasannya masih banyak individu yang tidak
menggunakan asuransi sosial tersebut. Lalu apa solusi atau kebijakan lain dari pemerintah
dalam menanggapi hal tersebut?
Jawaban
-Asuransi sosial bersifat wajib bagi seluruh WNI karena termasuk ke dalam program
pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
-Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk terus mendorong
penetrasi dan densitas asuransi di Tanah Air. Penetrasi dan densitas yang tinggi diperlukan
bukan saja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi juga untuk mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi nasional.
● Pertanyaan Kelompok 6
mengapa jaminan sosial itu diselenggarakan secara nasional dan bersifat wajib?
Jawaban
SJSN merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang
atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan
pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
● Pertanyaan Kelompok 7
Jawaban
Bagi perusahan dan pengusaha yang tidak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta
BPJS Ketenagakerjaan, merupakan pelanggaran administratif sehingga perusahaan
mendapat sanksi administratif, bukan pidana.
Meski demikian, sanksi perusahaan ini bisa berdampak serius karena menyangkut
kelangsungan perusahaan dan bisnis.
Dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, diterangkan bahwa pemberi kerja
selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan kepesertaan BPJS karyawan dikenai
sangksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat pelayanan publik
tertentu.
Pemberian sanksi perusahaan berupa teguran dan denda dilakukan oleh BPJS, sedangkan
sangksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu menyangkut perizinan, dilakukan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
Sesuai Peraturan Pemerintah, peserta wajib membayar iuran bulanan, yang besarnya
merupakan persentase atas gaji mereka. Perusahaan membayar sebagian iuran BPJS
Ketenagakerjaan dan memungut sebagian lainnya dengan memotong gaji karyawan,
kemudian menyetorkan iuran ke BP Jamsostek.