Abstrak
Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan sebuah program jaminan perlindungan bagi pekerja yang
memasuki usia tidak produktif sehingga tidak terjebak dalam jurang kemiskinan di usia tua.
Sebagai bentuk perlindungan di hari tua, maka Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) Indonesia mengatur bahwa pencairan JHT hanya dapat dilakukan pada saat
anggota jaminan tersebut memasuki usia pensiun. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai
nasib pekerja/karyawan yang berhenti ataupun diberhentikan sebelum usia pensiun.
Pemerintah kemudian menetapkan peraturan sementara mengenai pencairan JHT yang dapat
dilakukan sebelum usia pension sampai akhirnya diterbitkan aturan mengenai Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai solusi bagi karyawan yang berhenti bekerja sebelum usia
56 tahun. Seiring dengan munculnya peraturan baru ini, maka peraturan pencairan JHT
kembali ke aturan sebelumnya yaitu pada usia 56 tahun. Hal ini kemudia kembali memicu
keributan pada serikat pekerja yang menganggap bahwa aturan ini menyulitkan mereka
sehingga pemerintah batal mengundangnya pertauran baru tersebut.
Kata kunci: Jaminan Sosial, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kehilangan Pekerjaan
I. PENDAHULUAN
Sebagai mana salah satu tujuan Indonesia yang tercantum dalam Pancasil sila ke-5 yang
berbunyi ”Kesejahteraan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”, Indonesia terus berproses
untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya dengan mengembangkan program jaminan
sosial. Pada tahun 2004 terjadi reformasi peraturan jaminan sosial yang ditandai dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU
SJSN). Perubahan mendasar dalam jaminan sosial pekerja mencakup kepesertaan dalam
manfaat jaminan sosial bagi pekerja tidak tetap maupun pekerja tetap. Pemerintah
mewajibkan semua pekerja untuk berpartisipasi dalam skema partisipasi pekerja secara
bertahap (DJSN, 2014).
Sistem jaminan sosial nasional seperti yang tertuang dalam UU SJSN diselenggrakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat berbeda dengan prinsip dalam undang –
undang lainnya. Prinsip - prinsip tersebut dirumuskan dalam UU SJSN berdasarkan kajian
akademik yang mendalam dengan mengambil pelajaran dari praktik (best practices) di negara
lain. Prinsip – prinsip yang dirumsukan dalam UU SJSN sebagaimana yang telah tertulis dalam
Pasal 4 adalah prinsip kegotong royongan, prinsip nirlaba, prinsip keterbukaan, kehati- hatian,
akuntabilitas, efisiensi dan efektifias, prinsip probilitas, prinsip kepesertaan yang bersifat
wajib, prinsip dan amanat (Haqiqie, 2020).
Menurut UU No.24 Tahun 2011 Pasal 14, setiap orang yang bekerja di Indonesia, baik itu
Warga Negara Indonesia maupun warga asing selama minimal enam bulan, wajib terdaftar
sebagai peserta jaminan sosial. Jaminan sosial ini didapat dengan mendaftarkan diri sebagai
anggota. Sebagian jaminan sosial mengharuskan pesertanya membayar iuran dan sebagian
lagi iuran didapat dengan subsidi dari pemerintah.
Menurut Soendoro (2009), Program Jaminan Sosial diselenggarakan dalam tiga komponen
utama, yaitu:
1) Komponen jaminan sosial melalui mekanisme asuransi atau sering disebut asuransi sosial.
Contohnya adalah program asuransi kesehatan (ASKES) dan program jaminan sosial
tenaga kerja (JAMSOSTEK) yang sekarang telah ditransformasikan menjadi Badan
penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terbagi menjadi 2 (dua) ketenagakerjaan dan
kesehatan seuai dengan amanat Pasal 5 ayat (1) UU SJSN. Program asuransi sosial
semacam ini memiliki ciri adanya kewajiban iuran dan dosertai dengan kepastian
diterimanya sejumlah manfaat. Premi atau iuran bisa dibayarkan oleh pihak lain atau
poleh pemerintah bagi mereka yang miskin.
2) Komponen bantuan sosial. Sistem ini didanai dari sumber pajak oleh negara atau
sumbangan dari pihak yang mempunyai status ekonomi yang kuat. Pada program bantuan
sosial tidak dikenal adanya kewajiban membayar premi atau iuran tertentu.
3) Tabungan sosial. Program tabungan sosial merupakan suatu program dengan akumulasi
dana masyarakat yang pada akhir suatu periode akumulasi (penumpukan) dana tersebut
dikembalikan kepada pesertanya.
Salah satu jaminan sosial bagi pekerja di Indonesia adalah Jaminan Hari Tua (JHT). JHT
sendiri merupakan program jaminan sosial dengan cara menghimpun dana dari pekerja itu
sendri untuk kemudian dimanfaatkan dikemudian hari.
Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip Asuransi Sosial atau
Tabungan Wajib. Penyelenggaraan jaminan hari tua secara nasional mencakup seluruh
penduduk di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Prinsip asuransi sosial dalam
jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara
pekerja dan pemberi kerja. Kedua, prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan
pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil
pengembangannya.
III. MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan sebuah program jaminan perlindungan bagi pekerja
yang memasuki usia tidak produktif sehingga tidak terjebak dalam jurang kemiskinan di usia
tua. Secara umum, manfaat dari JHT adalah sebagai berikut.
Kebijakan yang terbit pada Permenaker No.19 Tahun 2015 memperbolehkan pencairan
JHT sebelum usia pensiun yang bertentangan dengan Undang-Undang SJSN. Oleh karena itu
pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Undang-Undang No. 4 Thn 2020 Tentang
Cipta kerja & PP No. 37 tahun 2021 Tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Setelah pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Undang-Undang No. 4 Thn 2020
Tentang Cipta kerja & PP No. 37 tahun 2021 Tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, maka
diterbitkanlah Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa pencairan JHT
tidak dapat dilakukan sebelum usia 56 tahun tanpa memnuhi persyaratan pencairan lainnya.
Setelah diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022 lalu, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
mengundang banyak penolakan dari pekerja. Penolakan ini memiliki beberapa alasan yaitu:
1) JKP dianggap terlalu kecil jika dibanding dengan JHT yang bisa dicairkan sekaligus
2) Adanya kekhawatiran bahwa program JKP berjalan tidak sesuai aturan di lapangan
3) Terlalu sulit bagi pekerja untuk bertahan dengan JKP yang kecil dan tidak ada jaminan
bahwa mereka bisa mendapat pekerjaan lain dalam waktu singkat.
4) Adanya peraturan yang tumpeng tindih antara Peraturan Pemerintah dan Peraruran
Menteri yang menyebabkan kebingungan
5) Pada praktiknya, banyak perusahaan yang memaksa pegawainya untuk
mengundurkan diri, hal ini mengakibatkan pencairan JKP tidak dapat dilakukan.
Munculnya penolakan ini menimbulkan keributan dan pro kontra di masyarakat khususnya
kalangan serikat pekerja. Sehingga Menteri Ketenagakerjaan melakukan revisi dengan cara
melakukan serap aspirasi bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh, serta secara intens
berkomunikasi dengan Kementerian/Lembaga.
Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2014. Peraturan Dewan Jaminan Sosial Nasional No.
01 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Pengawasan Dewan Jaminan Sosial Nasional
Terhadap Penyelenggaraan Proses Jaminan Sosial. Jakarta.
Haqiqie, I. (2020). Perlindungan Hukum Pekerja untuk Mengambil Jaminan Hari Tua yang
Kepesertaannya Sebelum 10 Tahun Karena Terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Jurist-
Diction, 3(3), 1053-1066.
Soendoro, E. (2009). Jaminan sosial solusi bangsa Indonesia berdikari. DInov
ProGRESS Indonesia.
Wijayanti, P., & Jannah, L. M. (2019). Implementasi Kebijakan Manfaat Jaminan Hari Tua
di Indonesia. JPSI (Journal of Public Sector Innovations), 4(1), 20-29.
Pencairan
Jaminan Hari Tua
di Usia 56 Tahun
Nuri Ihsani - 2104204010001
UU NO. 24 TAHUN 2011 PASAL 14
“SETIAP ORANG, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam
bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program Jaminan Sosial.”
Program Jaminan Sosial
UU Sistem Jaminan Sosial Nasional No. 40 Tahun 2004
1 2 3 4 5
Jaminan
Jaminan Jaminan Hari Jaminan Jaminan
Kecelakaan
Kesehatan Tua Pensiun Kematian
Kerja
Jaminan Hari Tua (JHT)
Jaminan Hari Tua merupakan program
perlindungan yang bertujuan untuk Prinsip
1 Tabungan untuk bekal
menjamin adanya keamanan dan hari tua
kepastian terhadap risiko sosial
ekonomi dan sarana penjamin bagi Sumber
2 Akumulasi iuran + hasil
tenaga kerja beserta keluarganya pengembangan
akibat dari terjadinya risiko sosial
dengan pembiayaan yang terjangkau
Pencairan
oleh pengusaha dan tenaga kerja 3 Diberikan sekaligus
dalam bentuk manfaat uang tunai.
JHT dibayarkan kepada tenaga kerja apabila:
30% 10%
Mengapa pencairan JHT menjadi permasalahan?
UU SJSN dan PP NO. 46 Tahun 2015 Mendapat penolakan dari serikat buruh
Tidak menjawab persoalan jika terjadi PHK pada pekerja
1 2 3 4
JKP dianggap terlalu Adanya kekhawatiran Terlalu sulit bagi pekerja untuk Adanya peraturan yang
kecil jika dibanding bahwa program JKP bertahan dengan JKP yang tumpeng tindih antara
dengan JHT yang bisa berjalan tidak sesuai kecil dan tidak ada jaminan Peraturan Pemerintah dan
dicairkan sekaligus aturan di lapangan bahwa mereka bisa mendapat Peraruran Menteri yang
pekerjaan lain dalam waktu menyebabkan kebingungan.
singkat.