Anda di halaman 1dari 14

TRANSFORMAASI PT JAMSOSTEK (PERSERO) MENJADI

BPJS KETENAGAKERJAAN

A. Pendahuluan
Setiap orang berhak atas jaminan sosial dan negara mempunyai kewajiban
untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, hal tersebut juga
diatur dalam UUD 1945. Beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang amanah
konstitusi tersebut yaitu UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelanggara
Jaminan Sosial (UU BPJS) dan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN). Hak setiap orang atas jaminan sosial juga termasuk dalam
Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam
Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang menyarankan bahwa seluruh negara untuk
dapat memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerjanya. Sejalan
dengan amanah konstitusi ini MPR RI dalam TAP No. X/MPR/2001 menugaskan
pemerintah untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sebelum diterapkannya UU BPJS dan UU SJSN pada awal tahun 2014
program jaminan sosial telah dilaksanakan secara terbatas bagi tenaga kerja swasta
dan pegawai negeri. Jaminan sosial untuk tenaga kerja swasta dilaksanakan sesuai
dengan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mencakup
program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua
dan jaminan kematian. Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdapat program tabungan
dan asuransi pegawai negeri yang dibentuk melalui PP No. 26 Tahun 1981 dan
program asuransi kesehatan yang dibentuk melalui PP No. 69 Tahun 1991. Selain itu,
bagi TNI, Polri, dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/Polri telah dijalankan program
asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia melalui PP No. 44 Tahun 1971
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 67 tahun 1991.
Jaminan sosial terdahulu sebelumnya bersifat terbatas karena pesertanya hanya
mencakup sebagian kecil masyarakat, yaitu PNS, TNI, Polri dan tenaga kerja swasta
beserta keluarganya. Jaminan sosial tersebut juga tidak bersifat terpadu karena
bersumber dari beberapa peraturan perundang-undangan. Sehingga dua program
jaminan sosial yang sama memberi jenis dan nilai manfaat atau jaminan yang
1

berbeda. Dengan adanya UU BPJS dan UU SJSN ini akan terdapat satu sistem
jaminan sosial yang bersifat menyeluruh bagi seluruh masayarakat untuk memberi
jaminan sosial yang bersifat minimum. Dampaknya program jaminan sosial yang
telah ada akan diintegrasikan ke dalam sistem jaminan sosial tersebut.
B. Gambaran Umum Jaminan Sosial
1. Program dan Penyelenggara Jaminan Sosial
Sebelum 1 Januari 2014 beberpa program jaminan sosial telah diselenggaakan
oleh badan penyelenggara yang terpisah. Pertama, PT Jamsostek (Persero)
menyelaenggarakan program jaminan hari tua, kecelakaan kerja, kematian dan
pemeliharaan kesehatn bagi tenaga kerja swasta. Kedua, PT Taspen (Persero)
menyelenggarakan program tabungan dan asuransi pegawai negeri bagi PNS
selain TNI, Polri dan Departemen Pertahanan, serta pembayaran pensiunnya.
Ketiga, PT askes (Persero) menyelenggarakan program asuransi kesehatan bagi
PNS. Terakhir, PT Asabri (Persero) menyelenggarakan program asuransi sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bagi TNI, Polri dan PNS Departemen
Pertahanan, serta pembayaran pensiunnya.
Sejak 1 Januari 2014 diselenggarakan satu sistem jaminan sosial yang bersifat
nasional yang meliputi program jaminan ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan.
Program jaminan ketengakerjaan terdiri atas jaminan hari tua, kecelkaan kerja,
kematian, dan pensiun. Program ini diselenggarakan oleh BPJS Ketengakerjaan
yang sebelumnya merupakan PT Jamsostek (Persero). Sementara program
jaminan kesehatan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang sebelumnya
merupakan PT Askes (Persero).
Penyatuan sistem jaminan sosial tersebut berdampak pada keharusan
pengalihan program jaminan sosial yang telah ada ke program jaminan
ketenagakerjaan dan kesehatan. Sehingga ini menyebabkan terjadinya pengalihan
program jaminan sosial dari PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT
Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) yang terikat jaminan ketenagakerjaan ke
BPJS Ketenagakerjaan dan terkait jaminan kesehatan ke BPJS Kesehatan.
Pengalihan program jaminan sosial ini tidak dilakukan secara serentak, tetapi
bertahap.
Program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan mulai
dilaksanakan pada 1 Januari 2014. Seluruh program yang serupa dengan jaminan
kesehatan dialihkan ke BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014.

Program jaminan hari tua, kecelakaan kerja, kematian dan pensiun yang
diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan paling lambat 1 Juli
2015. Pengalihan program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun dari PT
Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan dilakukan paling lambat pada tahun
2029.
2. Model dan Prinsip Jaminan Sosial
Pembiayaan atas jaminan sosial ada yang sepenuhnya dari anggaran publik,
sepenuhnya dari peserta, dan sebagian dari peserta dan anggaran publik. Dalam
skema pertama, sumber pembiayaan berasal dari pajak dan biaya jaminan sosial
dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Entitas
yang menyelenggarakan jaminan sosial merupakan jaminan sosial merupakan
entitas sektor publik. Jaminan sosial dengan skema pembiayaan ini merupakan
jaminan sosial yang bersifat konservatif. Dalam skema kedua sumber pembiayaan
jaminan sosial yang bersifat liberal. Dalam skema yang terakhir, peserta yang
memiliki kemampuan diwajibkan untuk memberi kontribusi dan peserta yang
tidak mampu dibiayai oleh anggaran publik (APBN).
Di Indonesia pelaksanaan jaminan sosial utamanya dibiayai oleh peserta dan
pemberi kerja. Peserta dan pemberi kerja yang menanggung sepenuhnya
pembiayaan atas program jaminan ketenagakerjaan, termasuk pemerintah sebagai
pemberi kerja untuk pegawai negeri. Sementara untuk program jaminan
kesehatan, pembiayaan dilakukan oleh peserta, pemberi kerja dan pemerintah
khusus untuk masyarakat yang kurang mampu dengan kriteria tertentu (Penerima
Bantuan Iuran/PBI).
Secara umum penyelenggaraan jaminan sosial nasional di Indonesia
menggunakan prinsip-prinsio yang mencerminkan sifat jaminan sosial.
Kegotongroyongan, yaitu kebersamaan antar peserta dalam menanggung
beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap

peserta membayar iuran sesuai tingkat gaji, upah atau penghasilannya.


Nirlaba, yaitu pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil
pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

seluruh peserta
Keterbukaan, yaitu mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan

jelas bagi setiap pesertanya


Kehati-haatian, yaitu pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib

Akuntabilitas, yaitu pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang

akurat dan dapat dipertanggungjawabkan


Portabilitas, yaitu memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wwilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia
Kepesertaan wajib, yaitu mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta

jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap


Dana amanat, yaitu iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana
titipan dari pesertauntuk digunakan sebesarr-besarnya bagi kepentingan

peserta jaminan sosial


Hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional dikembalikan untuk
kepentingan peserta

Prinsip-prinsip umum di atas menjadi pijakan penyelenggaraan jaminan sosial,


termasuk bentuk akuntabilitas keuangan atas penyelenggaraan jaminan sosial
yang akan tercermin dalam laporan keuangan.
3. Jaminan Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggaranya
3.1. Jaminan Ketenagakerjaan
Pelaksanaan program jaminan sosial bagi tenaga kerja telah dirintis sejak 1977
melalui terbitnya PP No. 3 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja
yang mencakup asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian, dan tabungan hari
tua. Asuransi ini diselenggaraka oleh Perum Astek yang dibentuk melalui PP
No.34 Tahun 1977 tentang Pendirian Perusahaan Umum Asuransi Tenaga Kerja.
Perum Astek diubah menjadi PT Jamsostek (Persero) melalui PP No.19 Tahun
1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial
Tenaga Kerja Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Perubahan bentuk
tersebut juga diikuti dengan perubahan sistem jaminan ketengakerjaan dengan
keluarnya UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Program jaminan ketenagakerjaan meliputi jaminan kecelakaan kerja, kematian,
pemeliharaan kesehatan dan hari tua.
Saat ini jaminan ketenagakerjaan dipadukan dan diintergrasikan ke dalam suatu
sistem jaminan sosial yang bersifat nasional (SJSN) dan diselenggarakan oleh
BPJS Ketenagakerjaan. Program dalam SJSN ini meliputi jaminan hari tua,
pensiun , kecelakaan kerja dan kematian.
Jaminan hari tua. Program ini diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial
atau tabungan wajib. Iuran jaminan hari tua berasal dari peserta dan pemberi
4

kerja. Manfaat jaminan ini berupa uang tunai sebeesar akumulasi iuran dan
hasil pengembangannya yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta mencapai
usia pensiun atau ketika mencapai usia kerja tertentu. Jaminan hari tua
merupakan jenis program manfaat purnakarya yang diklasifikasi sebagai

program iuran pasti.


Jaminan pensiun. Program ini diselenggarakan dengan prinsip asuransi sosial
atau tabungan wajib. Iuran jaminan berasal dari peserta dan pemberi kerja.
Manfaat jaminan pensiun berupa uang tunai sebesar julah tertentu dan
dibayarkan secara bulanan setelah peserta mencapai usia pensiun. Peserta
dengan masa iur 15 tahun berhak memperoleh masa manfaat pensiun bulanan,
sedangkan jika masa iur kurang dari 15 tahun peserta akan memperoleh
manfaat berupa akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. Jaminan pensiun
merupakan jenis program manfaat purnakarya yang diklasifikasi sebagai

program imbalan pasti.


Jaminan kecelakaan kerja. Program jaminan ini diselenggarakan dengan
prinsip asuransi sosial. Iuran jaminan kecelakaan kerja seluruhnya ditanggung
oleh pemberi kerja.manfaat jaminan kecelkaan kerja berupa uang tunai yang

diberikan sekaligus kepaa peserta, keluarga peserta, dan ahli waris yang sah.
Jaminan kematian. Program ini diselenggarakan dengan prinsip asuransi
sosial. Iuran jaminan kematian ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.
Manfaat jaminan kematian berupa santunan kematian dan biaya pemakaman
yang diberikan sekaligus kepada ahli waris

Per akhir November 2014 peserta aktif dari program jaminan ketenagakerjaan
sebanyak 12.973.445 orang, meningkat dibandingkan awal tahun 2014 sebanyak
12.041.955.
3.2.

BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan merupakan suatu badan hukum publik. Pendirian BPJS
Ketenagakerjaan harus melalui Undang-Undang yang mana pendiriannya diatur
dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sumber daya BPJS Ketenagakerjaan berasal dari modal awal pemerintah yang
merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, hasil
pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial, hasil
pengembangan aset BPJS, dana operasional yang diambil dari dana jaminan
sosial, dan sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5

Pemerintah menyerahkan modal awal untuk BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp


500 milliar yang bersumber dari APBN 2013.
Pada saat menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, PT Jamsostek
(Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi serta semua aset dan liabilitas, hak dan
kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi aset dan liabilitas, hak dan
kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjan. Konsep bubar tanpa likuidasi sempat
menimbulkan perdebatan mengenai perlakuan akuntansinya. Lazimnya suatu
entitas dibubarkan dengan likuidasi, sehingga tidak harus mengacu pada
ketentuan standar akuntansi yang berlaku karena tidak memenuhi asumsi dasar
kelangsungan usaha (going concern). Pada kondisi ini umumnya aset dan
liabilitas entitas tersebut diukur pada nilai realisasi neto (net realizable value).
Pembubaran tanpa likuidasi Jamsostek dan transformasinya menjadi BPJ
Ketenagakerjaan secara akuntansi dilakukan melalui penutupan laporan keuangan
Jamsostek dan pembukaan laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan. Menteri
BUMN merupakan pihak yang mengesahkan laporan keuangan penutup
Jamsostek melalui Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. SK.
50/MBU/2014 tentang Pengesahan Laporan Keuangan Penutup per 31 Desember
2013 Perusahaan perseroan (Persero) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan
jumlah aset Rp 152.658.040.924.170, liabilitas Rp 146.307.961.462.391, dan
ekuitas Rp 6.350.079.461.961.
Sementara untuk laporan keuangan pembuka BPJS Ketenagakerjaan dan
program jaminan ketenagakerjaan

disahkan Menteri Keuangan

melalui

Keputusan Menteri Keuangan No. 509/KMK/2014 tentang Pengesahan Laporan


Posisi Keuangan Pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketengakerjaan
dan Laporan Posisi Keuangan Pembuka Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Per 1 Januari 2014. Rincian masing-masing laporan keuangan pembuka tersebut,
yaitu :
o BPJS Ketenagakerjaan : aset Rp 10.296.861.922.414, liabilitas

Rp

2.983.799.842.643, dan ekuitas Rp 7.313.062.079.771


o Program Jaminan Kecelakaan Kerja : aset Rp 8.125.652.572.650, liabilitas Rp
918.896.343.859, dan ekuitas Rp 7.206.756.228.791
o Program Jaminan Kematian : aset Rp 2.463.728.094.054, liabilitas Rp
513.952.693.547, dan ekuitas Rp 1.949.775.400.507
o Program Jaminan Hari Tua : aset Rp 134.108.545.377.622, liabilitas Rp
9.402.660.830.531, dan ekuitas Rp 124.705.884.547.091.

C. Pertanyaan
1. Apa standar

akuntansu

untuk

penyelenggaraan

jaminan

sosial

ketengakerjaan ?
UU No. 24 Tahun 2011 menyatakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan
harus melakukan pembukuan sesuai standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial. Namun standar akuntansi yang dimaksud belum
begitu dijelaskan dalam undang-undang tersebut.
Penyusunan laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat mengacu pada
SAP. Selain disebabkan BPJS Ketenagakerjaan bukan sebagai entitas sektor
publik (entitas pemerintah pusat atau pemerintah daerah), hal ini disebabkan dana
jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak termasuk dalam
lingkup keuangan negara yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. UU SJSN secara tegas menyatakan bahwa dana jaminan sosial
merupakan milik peserta jaminan sosial dan dana jaminan sosial tersebut harus
dipisahkan dengan dana BPJS. Dana jaminan sosial hanya dapat digunakan untuk
pembayaran manfaat atau jaminan, dana operasional penyelenggaraan jaminan
sosial, dan investasi untuk memperkuat dana jaminan sosial. UU SJSN juga
melarang subsidi antar program jaminan sosial.
BPJS Ketenagakerjaaan harus menyusun laporan keuangan dengan mengacu
pada SAK. SAK yang sesuai bagi BPJS Ketenagakerjaan adalah SAK Umum
(SAK Non-ETAP) karena BPJS Ketenagakerjaan merupakan entitas yang
memiliki akuntabilitas publik yang signifikan sebagai pengelola dana jaminan
sosial ketenagakerjaan (fungsi fidusia). SAK ETAP sendiri hanya dapat, tetapi
bukan wajib, digunakan oleh entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang
signifikan. Dalam hal laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan menyusun laporan
keuangan sesuai SAK ETAP
2. Apakah perlu ada standar akuntansi khusus untuk penyelenggaraan jaminan
sosial ketenagakerjaan ?
Untuk mengevaluasi perlunya standar akuntansi khusus untuk jamina sosial
dan penyelenggaranya, khususnya jaminan ketenagakerjaan, beberapa faktor
berikut ini menjadi relevan yaitu kriteria penyusunan standar akuntansi yang baru
dan perkembangan terkini acuan standar akuntansi keuangan terkait dengan
program konvergensi SAK ke IFRS (International Financial Reportimg
Standards)
a. Kriteria standar akuntansi baru
7

Dalam praktik umum, pengembangan standar yang baru akan dilakukan jika
ada transaksi dari entitas yang unik atau berbeda dari lainnya, yang tidak diatur
panduannya dalam standar akuntansi saat ini.
Proses bisnis jaminan ketenagakerjaan secara umum meliputi penerimaan
iuran jaminan sosial, pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial
melalui beragam jenis investasi dan pembayaran manfaat dan jaminan,
termasuk

pembayaran

dana

operasional

penyelenggaraan

jaminan

ketenagakerjaan.
PSAK 25 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Kesalahan memberi panduan umum dalam menentukan kebijakan akuntansi.
Jika ada suatu PSAK yang spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa dan
kondisi lain, maka entitas harus menggunakan PSAK tersebut. Ketika tidak
ada PSAK yang mengatur secara spesifik, maka entitas harus mengembangkan
dan menerapkan kebijakan akuntansi supaya menghasilkan informasi yang
relevan dan andal.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan dan menetapkan
kebijakan akuntansi atas jaminan ketenagakerjaan adalah pemahaman
substansi ekonomi dari jaminan ketenagakerjaan tersebut, bukan semata-mata
ddari bentuk formalnya (substance over form) dan ketentuan SAK yang
relevan dengan substansi jaminan ketenagakerjaan.
Akuntansi atas jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian
Pertama, substansi ekonomi dari jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian adalah serupa dengankontrak asuransi. PSAK 62:Kontrak Asuransi
mendefinisikan kontrak akuntansi sebagai kontrak yang mana satu pihak
(asuradur) menerima resiko asuransi signifikan dari pihak lain (pemegang
polis) dengan menyetujui untuk menompensasi pemegang polis jika kejadian
masa depan tidak pasti (kejadian yang diasuransikan) berdampak merugikan
pemegang polis.
Dalam konteks jaminan kecelakaan kerja, pihak penjamin adalah dana jaminan
kecelakaan kerja dan pihak yang dijamin adalah peserta jaminan kecelakaan
kerja. Untuk jaminan kematian, pihak penjamin adalah dana jaminan kematian
dan pihak yang dijamin adalah peserta jaminan kematian. Program jaminan
kecelakaan kerja dan kematian merupakan asuransi sosial sehingga tidak ada
proses underwritting sebagaimana dalam asuransi komersial.

Kedua, ketentuan SAK yang relevan yang dapat dijadikan acuan dalam
mengembangkan kebijakan akuntansi atas jaminan kecelakaan kerja dan
jaminan kematian yaitu PSAK 62 : Kontrak Asuransi, PSAK 28: Akuntansi
Kontrak Asuransi Kerugian, PSAK 36: Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa.
PSAK 62 memberikan panduan mengenai tes kecukupan liabilitas asuransi.
PSAK 28 dan 36 memberi panduan mengenai pengakuan pendapatan premi,
pengakuan beban asuransi yang mencakup klaimyang sudah diabayarkan,
klaim yang telah isetujui tapi belum dibayarkan, klaim dalam proses
penyelesaian, klaim yang telah terjadi tapi belum dilaporkan, dan liabilitas
jaminan jangka pendek yang berupa premi yang m]belum merupakan
pendapatan dan liabilitas jangka panjang berupa liabilitas manfaat polis masa
depan.
Akuntansi atas jaminan hari tua dan jaminan pensiun
Pertama, substansi ekonomi dari jaminan hari tua dan jaminan pensiun serupa
dengan program manfaat purnakarya. PSAK 18 : Akuntansi dan Pelaporan
Program Manfaat Purnakarya mendefinisikan program manfaat purnakarya
sebagai pengaturan yang mana entitas menyediakan manfaat purnakarya
untuk karyawan pada saat atau setelah berhenti bekerja ketika manfaat
tersebut, atau iuran kepada program manfaat purnakarya, dapa ditentukan atau
diestimasi sebelum masa purnakarya berdasarkan ketentuan yang terdapat
dalam dokumen atau praktik entitas tersebut.
Kedua, ketentuan SAK yang relevan yang dapat dijadikan acuan
pengembangan kebijakan akuntansi atas jaminan hari tua dan jaminan pensiun
antara lain PSAK 18 : Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat
Purnakarya. Untuk program iuran pasti, PSAK 18 memberi panduan
mengenai bentuk pelaporan dan penilaian aset investasi dari program tersebut.
Sementara untuk program imbalan pasti PSAK 18 memberi panduan mengenai
bentuk pelaporan, penilaian aktuarial atas nilai kini manfaat purnakarya
terjanji dan penilaian aset investasi dari program tersebut.
Akuntansi atas BPJS Ketenagakerjaan
Sebagai entitas penyelenggara, BPJS Ketenagakerjaan menerima imbalan
berupa dana operasional penyenggaraan jaminan kecelakaan kerja, kematian,
hari tua dan pensiun. SAK yang relevan untuk hal ini adalah PSAK 23 :
Pendapatan

yang

memberi

pengaturan

umum

mengenai

pengakuan

pendapatan dari penjualan barang dan jasa, penggunaan aset oleh pihak lain,
9

seperti bunga, royalti dan dividen, serta pendapatan dalam hubungan agen dan
prinsipal
Akuntansi atas investasi
Dana jaminan sosial dapat diinvestasikan untuk memperoleh imbal hasil yang
akan memperkuat dana jaminan sosial. Investasi ini dapat berupa investasi
pada aset keuangan, investasi langsung (penyertaan) dan properti. Hal ini juga
berlaku atas dana yanng dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan.
o PSAK 55 : Instrumen Keuangan :Pengakuan dan Pengukuran, PSAK 50:
Instrumen Keuangan : Penyajian, dan PSAK 60 : Instrumen Keuangan :
Pengungkapan memberi panduan pencatatan dan pelaporan mengenai
investasi pada aset keuangan baik yang diukur pada biaya perolehan,
biaya perolehan yang diamortisasi, dan nilai wajar, seperti deposito,
instrumen utang dan instrumen ekuitas.
o PSAK 15 : Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK
22 : Kombinasi Bisnis, PSAK 38 : Kombinasi Bisnis Entitas
Sepengendali, dan PSAK 65 : Laporan Keuangan Konsolidasi memberi
panduan pencatatan dan pelaporan mengenai investasi langsung yaitu
kepemilikan instrumen ekuitas dari entitas yang tidak terdaftar di pasar
modal, baik yang dicatat dengan metode ekuitas maupun yang
dikonsolidasi ke entitas induk.
o PSAK 13 : Properti Investasi dan PSAK 48 : Penurunan Nilai Aset
memberi panduan pencatatan dan pelaporan mengenai investasi pada
properti (tanah atau bangunan) baik yang dicatat dengan metode biaya
maupun nilai wajar.
Khusus untuk program manfaat purnakarya, PSAK 18 : Akuntansi dan
Pelaporan Program Manfaat Purnakarya memberi panduan pengukuran atas
investasi yang dilakukan program manfaat purnakarya. Sementara panduan
mengenai pengukuran nilai wajar atas investasi, baik investasi pada aset
keuangan, investasi langsung, maupun properti investasi, diatur dalam PSAK
68: Pengukuran Nilai Wajar.
Penyajian laporan keuangan
Berbagai jenis penyajian laporan keuangan diatur terpisah dalam beberapa
PSAK, misal PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan yang memberi
panduan umum penyajian laporan keuangan. PSAK 18 : Akuntansi dan
10

Pelaporan Program Manfaat Purnakarya memberi panduan umum penyajian


laporan keuangan untuk program manfaat purnakarya, dan PSAK 45 :
Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba memberi panduan umum penyajian
laporan keuangan untuk entitas nirlaba. Jenis laporan keuangan yang cocok
untuk jaminan ketenagakerjaan (Dana Jaminan Sosial Ketengakerjaan) dan
penyelenggara jaminan ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) sesuai
dengan substansi masing-masing entitas pelaporan tersebut.
b. Konvergensi IFRS
Ketika Indonesia melakukan konvergensi SAK ke IFRS tahap pertama pada
2008 sampai 2012, DSAK IAI mencabu seluruh PSAK untuk industri dan
transaksi tertentu, kecuali PSAK 44 : Akuntansi Aktivitas Pengembangan
Real Estate yang baru akan dicabut seluruhnya ketika berlaku efektifnya
ISAK 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estate. PSAK yang dicabut tersebut
antara lain PSAK 31 : Akuntansi Perbankan, PSAK 32 : Akuntansi
Kehutanan, PSAK 35 : Akuntansi pendapatan Jasa Telekomunikasi , PSAK
37 : Akuntansi Penyelenggara Jalan Tol , PSAK 42 : Akuntansi Perusahaan
Efek, PSAK 49 : Akuntansi Perusahaan Reksa Dana, dan lain-lain.
Kebijakan yang diambil konvergensi IFRS adalah mengurangi perbedaan
antara SAK dengan IFRS dan sebisa mungkin tidak ada PSAK yang tidak
bersumber pada IFRS. Bahkan ketika Indonesia sudah mengadopsi penuh
IFRS maka tidak ada PSAK dan ISAK yang mengacu pada selain IFRS.
Dampak lain dari konvergensi IFRS menyebabkan SAK menjadi bersifat
principle-based dan transaction-based, bukan rule-based dan industry-based
sebagaiman SAK sebelum konvergensi IFRS.
Sehingga dapat disimpulkan bahw penyusunan dan penyajian laporan
keuangan atas penyelenggaraan jaminan sosial dapat merujuk pada ketentuan
SAK yang ada saat ini, serta tidak diperlukan SAK khusus untuk jaminan
kecelakaan kerja, kematian, hari tua, pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan.
3. Bagaiamana penyajian laporan keuangan dana jaminan ketengakerjaan dan
BPJS Ketenagakerjaan?
Dalam mengevaluasi bentuk penyajian laporan keuangan dari program jaminan
ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan mesti mempertimbangkan hal berikut:
Entitas pelaporan untuk program jaminan ketengakerjaan. Jika program
jaminan ketengakerjaan bukan sebagai entitas pelaporan, maka dilakukan
11

evaluasi mengenai keberadaan aset dan liabilitas dari program jaminan


ketenagakerjaan dalam laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan secara on

balance sheet atau off balance sheet


Ketika program jaminan ketenagakerjaan merupakan entitas pelaporan, maka
dilakukan evaluasi mengenai keberadaan pengendalian BPJS Ketenagakerjaan
atas program jaminan ketenagakerjaan

Kondisi di atas akan menentukan bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan


program jaminan ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan, termasuk apakah
disajikan dalam satu atau beberapa laporan keuangan.
a. Penentuan entitas pelaporan
Entitas pelaporan bisa mencakup satu bisnis atau beberapa bisnis, bergantung
pada cakupan entitas pelaporan. Suatu perusahaan pasti memiliki minimal
satu bisnis, dan mungkin memiliki lebih dari satu bisnis. Suatu kelompok
usaha pasti memliki lebih dari satu bisnis.
Aktivitas program jaminan ketengakerjaan meliputi penerimaan peserta dan
iuran, pengelolaan kepesertaan dan dana jaminan sosial termasuk pelaksanaan
investasi pada beragam jenis instrumen investasi dan pembayaran manfaat
atau jaminan kepada peserta atau pihak lain yang berhak. Rangkaian aktivitas
ini merupakan suatu bisnis. Sehingga masing-masing program jaminan
kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pesiun masing-masing merupakan
suatu bisnis yang terpisah.
Setiap program jaminan ketenagakerjaan yang merupakan suatu bisnis
diharuskan dikelola dan diadministrasi secara terpisah dari program jaminan
ketenagakerjaan
ketenagakerjaan
ketenagakerjaan

yang
hanya
yang

lain.

Iuran

untuk

diperuntukkan
bersangkutan.

suatu
untuk

Ketika

satu

program
program
program

jaminan
jaminan
jaminan

ketenagakerjaan mengalami kekurangan dana, maka dilarang menggunakan


dana program jaminan ketengakerjaan yang lain untuk mengatasi kekurangan
dana tersebut. Kondisi ini mencerminkan pemenuhan kriteria pertama dan
kedua entitas pelaporan.
BPJS Ketengakerjaan sebagai pengelola program jaminan ketengakerjaan
harus menyampaikan laporan keuangan kepada publik dan pihak-pihak
terkait. UU BPJS mensyaratkan laporan keuangan tahunan penyelenggaraan
jaminan ketengakerjaan yang telah diaudit untuk disampaikan kepada
Presiden RI paling lambat 30 Juni tahun berikutnya, serta dipublikasi melalui
12

media elektronik dan media cetak yang memiliki peredaran luas secara
nasional.
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa masing-masing program jaminan
ketenagakerjaan merupakan suatu entitas pelaporan. Bahkan tanpa harus
melakukan evaluasi mengenai entitas pelaporan, khusus untuk program
jaminan hari tuadan pensiun sebagai program manfaat purnakarya, PSAK 18
menyatakan program manfaat purnakary merupakan suatu entitas pelaporan.
b. Pengendalian atas program jaminan ketenagakerjaan
Setelah melakukan evaluasi mengenai entitas pelaporan atas program jaminan
ketengakerjaan dan dismpulkan baha masing-masing program jaminan
ketenagakerjaan merupakan suatu entits pelaporan, maka selanjutnya harus
dilakukan analisis hubungan antara BPJS Ketenagakerjaan dengan masingmasing programnya.
Sesuai UU SJSN dan UU BPJS pemerintah memiliki tanggung jawab atas
keberlangsungan program jaminan ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan
merupakan administrator peneyelanggara jaminan ketenagakerjaan. Sebagai
imbalan

atas

penyelenggaraan

jaminan

ketenagakerjaan,

BPJS

Ketenagakerjaan berhak menerima dana operasional (imbalan). Imbalan


tersebut sebesar persentase tertentu dari iuran jaminan kecelakaan kerja dan
jaminan kematian, dan persentase tertentu dari aset kelolaan jaminan hari tua.
Saat ini belum ditetapkan formula dana operasionaluntuk jaminan pensiun.
Besaran iuran, jenis dan besaran manfaat atau jaminan ketengakerjaan,
pengelolaan aset program jaminan ketengakerjaan dan lain-lain yang terkait
dengan penyelenggaraan jaminan ketengakerjaan merujuk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketika terjadi defisit atau insolvensi atas program jaminan ketengakerjaan,
pemerintah

bertanggung

jawab

untuk

menjaga

keseinambungan

penyelenggaraan program jaminan ketengakerjaan. Tindakan yang diambil


pemerintah meliputi penyesuaian iuran, manfaat dan/atau usia pensiun. Oleh
karena itu, BPJS ketengakerjaan tidak memiliki pengendalian atas program
jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pensiun.
Sebagai entitas pelaporan yang terpisah dari BPJS Ketengakerjaan, seluruh
program jaminan ketenagakerjaan menyusun dan menyajikan laporan
keunagan yang terpisah dan tidak dikonsolidasikan dalam satu laporan
keuangan.
Referensi
13

1. www.bpjsketengakerjaan.go.id
2. Pedoman Akuntansi Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

Ketengakerjaan

(PABASTEK), BPJS Ketenagakerjaan, 2014


3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU
4.

SJSN)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS)

14

Anda mungkin juga menyukai