Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap
bangsa bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 25 ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta
pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan
lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke 5 mengakui hak
asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 1945 pasal 28H
dan pasal 34, dan diatur dalam UU No.23/1992 yang kemudian diganti dengan
UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam
program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu
sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa
bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes
(Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri
sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin

dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan


Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Namun demikian, skema-skema tersebut masih terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa
jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional
akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari
2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101
Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI), Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan
Kesehatan Nasional).
Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan memberikan prioritas
kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan
tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan
menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan,
pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu
kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB II
ISI

A. SEJARAH BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL)


1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas
mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun
(PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di
lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada
waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi
Kesehatan Nasional.
1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan
Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat
Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum
Husada Bhakti.
1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum
Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta

anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan


kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status
Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan
fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat
dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih
mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004

dan

Penyelenggara

Jaminan

Program

Nomor

56/MENKES/SK/I/2005,
Kesehatan

Masyarakat

sebagai
Miskin

(PJKMM/ASKESKIN).
2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014,PT Askes Indonesia (Persero)
berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24
tahun 2011 tentang BPJS.

B.

DASAR PENYELENGGARAAN :
1. UUD 1945
2. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
3. UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
4. UU

No. 24 / 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial;

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun


2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan
Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,

Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :


1. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong
royong sehingga terjadi subsidi silang.
2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
3. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
4. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
5. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada
peserta.
6. Adanya

akuntabilitas

dan

transparansi

yang

terjamin

dengan

mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.


C.

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NASIONAL


( BPJS )
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak. Terdapat beberapa jenis Jaminan Sosial, antara lain Jaminan kesehatan,
Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan hari tua, Jaminan pensiun, dan Jaminan
kematian. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS) adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan
pada tanggal 1 Januari 2014.

D.

SISTEM BPJS
Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Kepesertaan bersifat wajib : untuk mencegah terjadinya adverse selection atau
kepesertaan yang berdasarkan adanya faktor risiko. Dengan kepesertaan wajib
tidak lagi dilakukan perhitungan risiko perorangan.
Peserta dihimpun dalam satu badan secara nasional sehingga terjadi
subsidi silang yaitu yang membayar premi kecil dibantu oleh yang membayar
premi besar, sehingga dengan premi yang kecil dapat memperoleh manfaat yang
besar. Dengan begitu, maka manfaat medis yang diterima peserta tidak dibedakan
atas besaran premi yang dibayarkan.

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem


Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan
kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang
sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh
penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong
royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan
dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib


Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.

E.

Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan


1.

Hak Peserta
a. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
b. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan; dan

d. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau


tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
2.

Kewajiban Peserta
a. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
b. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan
tingkat I.
c. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak.
d. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

F.

SYARAT-SYARAT
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pegawai Negeri Sipil
2) Anggota TNI
3) Anggota Polri

4) Pejabat Negara
5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
6) Pegawai Swasta
b. Pekerja yang tidak termasuk poin 1) sampai dengan 6) yang menerima upah.
c. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
1) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan
2) Pekerja yang tidak termasuk poin 1) yang bukan penerima upah.
3) Pekerja sebagaimana dimaksud poin 1) dan poin 2), termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
d. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
1) Investor
2) Pemberi Kerja
3) Penerima Pensiun
4) Veteran
5) Perintis Kemerdekaan
6) Bukan Pekerja yang tidak termasuk poin 1) sampai dengan poin 5)
yang mampu membayar Iuran.
e. Penerima pensiun terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun
2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun
3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun
4) Penerima Pensiun selain poin 1) sampai dengan 3).
5) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada poin 1) sampai dengan 4) yang mendapat hak pensiun.
f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
1) Istri atau suami yang sah dari peserta
2) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu)
tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN
dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

g. WNI di Luar Negeri


Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara


teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan.

G.

KENDALA DAN KEUNTUNGAN SISTEM


Kelebihan sistem asuransi sosial dibandingkan dengan asuransi komersial
antara lain:

Asuransi Sosial
1. Kepesertaan bersifat wajib

Asuransi Komersial
1. Kepesertaan bersifat sukarela

(untuk semua penduduk )


2. Non Profit
3. Manfaat komprehensif

2 . Profit
3. Manfaat sesuai dengan premi
yang dibayarkan.

Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi:


1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif


e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama dan
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:
a. Rawat jalan yang meliputi:
1) Administrasi pelayanan
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

dan subspesialis
Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Pelayanan alat kesehatan implant
Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
Rehabilitasi medis
Pelayanan darah
Pelayanan kedokteran forensik dan Pelayanan jenazah di fasilitas

kesehatan.
b. Rawat inap yang meliputi:
1) Perawatan inap non intensif
2) Perawatan inap di ruang intensif.
3) Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri.
1
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat.
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
4.
5.
6.
7.
8.

kerja.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik.
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan).
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol.

9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat


melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,
shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian
teknologi kesehatan (Health Technology Assessment/HTA).
11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikansebagai percobaan
(eksperimen).
12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
13. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
14. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu
lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah.
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
kesehatan yang diberikan.

Selain itu, kendala yang dapat terjadi adalah kurangnya infrastruktur di daerah,
peralatan dan perlengkapan yang masih belum ada dan terdistribusi di daerah,
kurangnya sumber daya manusia yang siap untuk melakukan pelayanan, universal
akses yang masih menjadi hambatan terbesar, pengetahuan masyarakat mengenai
BPJS, koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan berbagai macam
isu yang masih harus ditangani oleh pemerintah, akademisi, peneliti, pemerhati
kesehatan, kelompok profesi dan lembaga independen lain.

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya


disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri
dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

2. BPJS

Kesehatan

Kesehatan
Fasilitas

akan

tingkat

membayar

pertama

Kesehatan

rujukan

kepada

dengan

Fasilitas

Kapitasi.

tingkat

lanjutan,

Untuk
BPJS

Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBGs.


3. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15
(lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap.
Besaran

pembayaran

ditentukan

kepada

berdasarkan

Fasilitas

kesepakatan

Kesehatan

antara

BPJS

Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah


tersebut

dengan

mengacu

pada

standar

tarif

yang

ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

B.

Saran
1. Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan
sosial harus berkelanjutan selama negara ini ada, oleh
karena itu harus dikelola secara prudent, efisien dengan
tetap mengacu pada budaya pengelolaan korporasi.
2. Kenyataannya 80% penyakit yang ditangani rumah sakit
rujukan di Provinsi adalah penyakit yang seharusnya
ditangani di Puskesmas. Tingkat okupansi tempat tidur
yang

tinggi

di

RS

Rujukan

Provinsi

bukan

indikator

kesuksesan suatu Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak


pada

beban

fiskal

daerah

yang

terlalu

tinggi.Oleh

karenanya Pelaksanaan Jaminan Kesehatan membutuhkan


sistem rujukan berjenjang dan terstruktur maka setiap
Provinsi harap segera menyusun peraturan terkait sistem
rujukan.

Anda mungkin juga menyukai