Anda di halaman 1dari 33

BAB I

1. PENGERTIAN ETIKA ADMINISTRASI


1.1. Etika dan moral
ETIKA (menurut para ahli)
a) Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian
etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari
untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang
berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia
(in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu
tingkah laku atau perbuatan manusia.
b) Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang
harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi
c) Ahmad Amin mengungkapkan bahwa etika memiki arti ilmu pengetahuan yang
menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.
d) Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, pengetahuan tentang
nilai nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia terutama mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangandan perasaan sampai mengenai tujuan dari bentuk perbuatan.
MORAL (menurut para ahli)
a) (Gunarsa, 1986) Moral pada dasarnya adalah suatu rangkaian nilai dari berbagai
macam perilaku yang wajib dipatuhi.
b) (Shaffer, 1979) Moral dapat diartikan sebagai kaidah norma dan pranata yang mampu
mengatur prilaku individu dalam menjalani suatu hubungan dengan masyarakat.
Sehingga moral adalah hal mutlak atau suatu perilaku yang harus dimiliki oleh
manusia.
c) (Sonny Keraf) Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan
baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota
masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
1

d) (Imam Sukardi) Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan
tertentu
Dari pandangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Etika menurut saya adalah
suatu batasan diri yang dapat mengontrol diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji
(berhubungan dengan perilaku) ,tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Sedangkan Moral merupakan norma yang bersifat kesadaran atau keinsyafan terhadap
suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan
perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat dapat melanggar normanorma. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan
untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun penilaian baik buruk
terhadap sesuatu, keduanya sama sama bisa membuat manusia beruntung dan bisa juga
merugikan. Disini terdapat kesadaran akan sesuatu perbuatan dengan memadukan kekuatan
nilai intelektualitas dengan nilai nilai moral.
1.2. Administrasi publik
Definisi administrasi publik menurut para ahli
a) Chandler dan Plano (1988 : 29 ) : administrasi publik adalah suatu proses dimana
sumberdaya

dan personel public di organisir dan dikoordinasikan untuk

memformulasikan , mengimplementasikan , dan mengelola keputusan dan kebijakan


public. Disini mereka juga menjelaskan bahwa administrasi public merupakan seni
dan ilmu ( art and science ) yang ditujukan untuk mengatur kebijakan public untuk
memecahkan permasalahan publik yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang
lainya.
b) Mc Curdy ( 1986 ) : administrasi publik yaitu sebagai salah satu metode pemerintah
suatu negara dan dapat dilihat sebagai suatu proses politik serta dapat juga dianggap
sebagai cara prinsipil untuk melaksanakan berbagai fungsi negara. Berarti
administrasi negara tidak hanya mengurusi soal administrative negara melainkan juga
persoalan politik. Orang biasa menyebutnya dengan Birokrasi .
c) Fesler ( 1980 ) : administrasi publik yaitu penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
yang dilakukan oleh birokrasi dalam sekala besar untuk kepentingan publik. Dalam
teori ini pemegang kekuasaan mempunyai wewenang atau tanggung jawab yang besar
2

dalam mengambil setiap kebijakan guna memenuhi kebutuhan publik. Pemegang


kekuasaan diharapkan lebih responsif dalam mengambil kebijakan publik.
d) Barton & Chappel : melihat administrasi publik sebagai the work of government
atau pekerjaan yang dilakukan pemerintah. Dalam definisi ini lebih menekankan
keterlibatan personel dalam pelayanan public.
Dari pandangan para ahli diatas maka definisi Administrasi public menurut saya
adalah suatu proses politik yang dilakukan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsi
negara serta untuk mengatur kebijakan public untuk memecahkan permasalahan publik yang
terjadi dalam suatu organisasi atau yang lainya guna memenuhi kebutuhan publik
1.3. Landasan etika administrasi publik
Terdapat beberapa landasan etika dalam menentukan baik dan buruk. Di antaranya adalah
aliran sosialisme, hedonisme, intuisisme, utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan
evoulusisme.
a) Aliran sosialisme ;
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku
dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh
pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat
istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.
b) Aliran hedonisme ; (Hedone = perasaan akan kesenangan)
Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan kesenangan, kenikmatan
atau rasa puas kepada manusia. Inti dari paham ini yaitu perbutan yang baik adalah
perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu
biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan
melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih
manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah mendatangkan
kelezatan.
c) Aliran intuisisme ;
Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin
yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini
terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi ia
dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat sesuatu
perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu,
lalu menetapkan hukum baik dan buruknya.
d) Aliran utilitarianisme ;

Secara harfiah utilis berarti berguna. Perbuatan yang dianggap baik secara susila
ialah

guna

manfaat. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang

mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest number, dan John Stuart
Mill. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini
berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan
negara disebut sosial. Sempalan dari ajaran ini antara lain adalah aliran
pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo positivisme (scientisme).
e) Aliran vitalisme ;
Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah
dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang,
dan berlaku hukum siapa yang kuat dan manag itulah yang baik.
f) Aliran religiusisme ;
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan
kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau
berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman
kepada-Nya.
g) Aliran evoulusisme ;
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di
alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju
kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang
tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga benda yang tak
dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.
h) Aliran-aliran lainnya : (a) Humanisme, (b) Liberalisme, (c) Individualisme, dan (d)
Idealisme;

dari

bahasa

Inggris

yaitu Idealism dan

kadang

juga

dipakai

istilahnyamentalisme atau imaterialism. Pengertian idealisme di antaranya adalah


adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan
pikiran; untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan
aktivitas-aktivitas pikiran.
1.4. Pengertian Etika Administrasi
Pengertian Etika Administrasi (menurut ahli)
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193)
diartikan sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of
4

conduct(aturan berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan
publik atau administrasi publik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika
administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota
organisasi atau pekerjaan manajemen ; aturan atau standar pengelolaan yang merupakan
arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat.
Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian,
perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.
Jadi Etika dalam administrasi adalah bagaimana membuat keterkaitan keduanya.
Bagaimana gagasan administrasi seperti efisiensi, ketertiban, kemanfaatan, produktifitas
dapat menjawab etika dalam prakteknya. Serta bagaimana gagasan dasar etika dapat
mewujudkan yang baik dan menghindari hal yang buruk itu dapat menjelaskan hakekat
administrasi. Diperlukan etika dalam administrasi karena ini akan memberikan contoh yang
baik, sebab setiap orang sebenarnya memiliki kesadaran masing-masing namun tidak pernah
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam paper ini akan menjelaskan tentang
pengertian etika administrasi publik dan juga permasalahan pada etika administrasi publik.
1.5. Ruang lingkup yang dipelajari
a) Etika Administrasi merupakan salah satu etika khusus
b) Etika administrasi termasuk dlm ruang lingkup ilmu administrasi & ilmu filsafat
c) Etika administrasi publik termasuk dlm ruang lingkup ilmu administrasi publik &
ilmu filsafat
d) Etika administrasi publik: penerapan ilmu filsafat dlm penyelenggaraan administrasi
pemerintahan & berusaha memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman
perilaku, & kebajikan moral yg perlu dijalankan setiap administrator.
e) Etika administrasi publik bersifat normatif dalam arti menentukan norma-norma
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh semua administrator dalam jabatannya.
BAB II
II. PERMASALAHAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
2.1. Legitimasi kekuasaan
pengertian
David Easton menyatakan bahwa keabsahan (legitimasi) adalah: Keyakinan dari
pihak anggota (masyarakat) bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati
5

penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu (The conviction on the part of the
member that it is right and proper for him to accept and obey the authorities and to abide by
the requirements of the regime). Dalam legitimasi kekuasaan bila seorang pimpinan
menduduki jabatan tertentu melalui pengangkatan diangkap absah, atau sesuai hukum.
Dilihat dari sudut penguasa, A.M. Lipset: Legitimasi mencakup kemampuan untuk
membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk
politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu (Legitimacy includes the
capasity to produce and mantain a belief, that the existing political institutions or forms are
the most appropriate for the society).
Jika dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan tujuan-tujuan
masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh, sehingga unsur paksaan serta kekerasan
yang dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimum.
Macam legitimasi
Menurut Zippelius dalam Franz MagnisSuseno (Etika Politik, 1994:54) bentuk
legitimasi dilihat dari segi obyek dapat dibagi atas dua bentuk yakni :
1. Legitimasi materi wewenang
Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya: untuk
tujuan apa wewenang dapat dipergunakan dengan sah? Wewenang tertinggi dalam
dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus
merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga
penataan masyarakat yang normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai
lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan.
2. Legitimasi subyek kekuasaan
Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang atau
sekompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi masyarakat dan
untuk memegang kekuasaan negara. Pada prinsipnya terdapat tiga macam legitimasi
subyek kekuasaan:
a. Legitimasi religius
Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah faktor-faktor yang adiduniawi,
jadi bukan pada kehendak rakyat atau pada suatu kecakapan empiris khususnya
penguasa.
b. Legitimasi eliter
6

Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu
golongan untuk memerintah. Paham legitimasi ini berdasarkan anggapan bahwa
untuk memerintah masyarakat diperlukan kualifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh
seluruh rakyat. Legitimasi eliter dibagi menjadi empat macam yakni (1) legitimasi
aristoktratis : secara tradisional satu golongan, kasta atau kelas dalam masyarakat
dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan untuk memimpin,
biasanya juga dalam kepandaian untuk berperang. Maka golongan itu dengan
sendirinya dianggap berhak untuk memimpin rakyat secara politis. (2) legtimasi
ideologis modern : legitimasi ini mengandaikan adanya suatu idiologis negara yang
mengikat seluruh masyarakat. Dengan demikian para pengembangan idiologi itu
memiliki privilese kebenaran dan kekuasaan. Mereka tahu bagaimana seharusnya
kehidupan masyarakat diatur dan berdasarkan monopoli pengetahuan itu mereka
menganggap diri berhak untuk menentukkannya. (3) legitimasi teknoratis atau
pemerintahan oleh para ahli:

berdasarkan argumentasi bahwa materi pemerintahan

masyarakat dizaman modern ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya
dapat dijalankan secara bertanggungjawab oleh mereka yang betul-betul ahli. (4)
legitimasi pragmatis: orang, golongan atau kelas yang de facto menganggap dirinya
paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk
menanganinya inilah yang dianggap berhak untuk berkuasa. Calah satu contoh adalah
pemerintahan militer yang pada umumnya berdasarkan argumen bahwa tidak ada
pihak lain yang dapat menjaga kestabilan nasional dan kelanjutan pemerintahan
segara secara teratur.
Menurut Andrain dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:97)
berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka
legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu :
1.

Legitimasi tradisional; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada


pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin
berdarah biru yang dipercaya harus memimpin masyarakat.

2.

Legitimasi ideologi; masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan


karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi
yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang
pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila.

3.

Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada


pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik
maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu.

4.

Legitimasi prosedural;

masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada

pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang


ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5.

Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada


pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil
(instrumental) kepada masyarakat.
Permasalahan legitimasi
Etika mempengaruhi bukan saja perilaku para penyelenggara administrasi publik

tetapi perilaku dari masyarakat yang menjadi objek penetapan kebijakan. Birokrasi sebagai
penyelenggara administrasi publik bekerja atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh rakyat.
Hal ini berarti bahwa rakyat berharap adanya jaminan bahwa dalam menjalankan dan
memanfaatkan kekuasaannya etika senantiasa dijadikan dasar bagi para pemimpin. Apabila
etika yang ada pada pemimpin tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada
masyarakat maka legitimasi tidak akan mampu tercapai. Seperti kasus Aceng Fikri sebagai
pejabat negara mestinya yang bersangkutan bisa memberikan contoh kepada publik namum
malah memetahkan kepercayaan publik. Dalam sumpah janji kepala daerah, Aceng memiliki
kewajiban taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 yang menyatakan setiap perkawinan harus
dicatatkan.
2.2. Birokrasi dan kekuasaan
Pengertian
Menurut Weber, birokrasi adalah metode organisasi terbaik dengan spesialisasi tugas.
Walaupun kemudian banyak pakar yang mengkritik Weber, seperti Warren Bennis yang
menyampaikan perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri.
Birokrasi tetap akan diperlukan di kantor-kantor pemerintah, terutama di negara-negara
berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplinan.
Menurut Max Weber kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang
membuat seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk
melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Walter Nord
merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang
8

berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002). Kekuasaan merupakan kemampuan
mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992)
Jadi alasan dari pentingnya etika dalam birokrasi adalah ketika dihadapkan pada
kenyataan yang jauh dari harapan, dimana aparatur di birokrasi diharapkan bekerja dengan
penuh rasa tanggung jawab, kejujuran, dan adil. Realitas yang nyata, sama sekali para
aparatur tidak mencerminkan kondisional yang bermoral dan beretika. Ada beberapa alasan
mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam upaya pengembangan pemerintahan
yang efisien, tanggap, dan akuntabel.
Sebagaimana yang di gambarkan sebelumnya bahwa budaya birokrasi yang selama ini
di dengar adalah budaya lamban, prosedural, KKN, dan selalu mementingkan kepentingan
pribadi menjadi sebuah masalah besar yang harus dicari jalan keluarnya, karena ini juga
merupakan sesuatu yang penting dimana budaya sangat mempengaruhi akan kinerja serta
budaya juga sangat menentukan posisi, posisi disini terkait dengan sampai dimana para
birokrat memainkan kewenangan yang dimiliki dan juga bagaimana memanfaatkan
kewenangan itu bukan untuk kepentingan pribadi dan juga kelompok tetapi tidak lain
hanyalah untuk kepentingan masyarakat.
Karakteristik birokrasi
Karakteristik birokrasi menurut Max Weber
1. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dgn pangkat atau kedudukannya. (Civil
servants receive fixed salaries according to rank)
2. Pekerjaan merupakan karir yg terbatas, atau pd pokoknya, pekerjaannya sbg pegawai
negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil
servant)
3. Para pejabat tdk memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
4. Para pejabat sbg subjek ukt mengontrol & mendisiplinkan. (the official is subject to
control and discipline)

5. Promosi didasarkan pd pertimbangan kemampuan yg melebihi rata-rata. (Promotion


is based on superiors judgement)
6. Jabatan administratif yg terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices
are organized hierarchically)
7. Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own
area of competence)
8. Pegawai negeri ditentukan, tdk dipilih, berdasarkan pd kualifikasi teknik yg
ditunjukan dgn ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the
basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)
Kekuasaan birokrasi
Kekuasaan birokrasi menimbulkan pertanyaan yang menyebabkan para ilmuan mulai
berpikir. Adil dan perlakuan yang sama bagi seluruh penduduk ternyata membutuhkan
seperangkat hukum yang kompleks dan peraturan-peraturan administratif, untuk dapat
berfungsi, setidak-tidaknya masyarakat harus memberikan pengertiannya karena pada
kenyataannya jumlah polisi tidak cukup banyak di dalam melakukan kontrol atas penerapan
hukum, dengan demikian keadaan menjadi sulit bila masyarakat cenderung tidak mematuhi
hukum. Dalam jangka pendek, tentu saja birokrasi dapat memerintah masyarakat tanpa
menimbulkan perlawanan mereka namun sebagaimana kita juga pemah belajar dari masa
lampau, kerelaan yang pertama-tama bersifat pasif pada akhimya membangkitkan rasa
ketidakberdayaan. Hal ini kemudian dicetuskan dalam bentuk protes yang mengacaukan
suasana. Apabila kita menunggu sampai suasana itu benar-benar terjadi, inilah yang
disebut antitesis demokrasi. Sedikit kepatuhan sudah merupakan suatu kondisi bagi
demokrasi. Bila pemerintah harus memaksa kepatuhan yang sepenuhnya, hal ini berarti
mengurangi demokrasi. Kepatuhan tanpa syarat pada hakikatnya menghindari kritik dan
ketidaksepakatan yang menjadi inti demokrasi.
Bila kita lihat contoh di Indonesia, bahwa masyarakat wajib pajaknya sudah lelah
dengan seabrek peraturan yang harus dipatuhi. sehingga ada kesan terpaksa untuk memenuhi
kewajiban perpajakan, dan sulit menciptakan masyarakat yang sadar pajak dalam sistem yang
diterapkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pada dasarnya masyarakat lebih
menginginkan terciptanya kesadaran daripada kepatuhan. Ibarat seorang pencuri bertobat
untuk tidak akan mengulangi perbuatannya karena dia takut kepada Allah (sadar bahwa
10

mencuri itu perbuatan dosa), daripada takut karena adanya ganjaran hukuman yang
menantinya, sehingga sulit untuk mencapai tahap masyarakat yang "marginal detterence".
kalau mentalnya masih mental pencuri.
Nilai-nilai demokratis tidak saja berarti tujuan-tujuan masyarakat yang ditentukan
oleh keputusan mayoritas. tetapi juga bahwa tujuan-tujuan tadi diterapkan melalui metodemetode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan organisasi-organisasi sifatnya yang
lebih birokratis daripada berupa pengaturan secara demokratis. Keberadaan birokrasibirokrasi semacam itu tidak merusak nilai-nilai demokrasi. Jika birokrasi berlebihan maka
masyarakat dirugikan karena masyarakat punya otonomi yang terbatas, karena freewill
terbatas untuk masyarakat, karena belum tentu yang dilakukan birokrat baik, baik juga untuk
rnasyarakat.
Permasalahan birokrasi.
Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari
berbagai kritik yang hadir yaitu:
1. Buruknya pelayanan publik
2. Besarnya angka kebocoran anggaran negara
3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
4. Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi
5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak
sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.
6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu
dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhansentuhan birokrasi
7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang
berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu
layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.

11

2.3. Demokrasi :
Pengertian
Secara etimologis, demokrasi terdiri atas dua kata yang berasal dari Bahasa Yunani.
Yaitu kata Demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratien atau Cratos
yang berarti kekuasaan (pemerintahan). Jadi, demokrasi berarti suatu Negara yang kekuasaan
pemerintahannya dipegang oleh rakyat.
Pengertian yang dianggap umum dan populer dari demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pengertian ini dikemukakan oleh Abraham Lincoln
(mantan Presiden AS) pada tahun 1863, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
dan untuk rakyat (demokration is goveretment of the people, by the people dan for the
people).
Pemerintah dari rakyat kekuasaan Negara itu berada di tangan rakyat sumber
kekuasaan Negara adalah rakyat. Pemerintahan oleh rakyat maksudnya pemerintah atas nama
rakyat atau atas kehendak rakyat. Pemerintah untuk rakyat maksudnya penyelenggaraan
pemerintahan ditujukan untuk kepentingan rakyat atau kesejaheteraan rakyat.
Prinsip demokrasi
(Berdasarkan Prinsip Ideologi )
Berdasarkan paham ini dua bentuk demokrasi, sebagai berikut :
1. Demokrasi

konstitusional

adalah

demokrasi

didasarkan

pada

kebebasan

individualisme. Ciri khas demokrasi ini adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas


tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari pihak kesewenang-wenangan
terhadap rakyat. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2. Demokrasi rakyat adalah demokrasi proleter yang berhaluan marxisme-komunisme.
Demokrasi ini berkembang untuk menciptakan kehidupan yang tidak mengenal kelas
social.
Menurut Melvin Urofsky, Prinsip Demokrasi sebagai berikut:
a. Pemerintahan Umum yang Konstitusional
b. Pemilihan Umum yang Demokratis
c. Pemerintahan Lokal (Desentraslisasi Kekuasaan)
d. Pembuatan Undang-Undang
12

e. Sistem Peradilan yang Independen


f. Kekuasaan Lembaga Kepresidenan
g. Peran Media yang Bebas
h. Peran Kelompok-Kelompok Kepentingan
i. Hak Masyarakat untuk Tahu
j. Perlindungan Hak-Hak Minoritas
k. Konstrol Sipil dan Militer
Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat
mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan
negara, rakyat yang menentukan kehendak negara dan rakyat yang akan menentukan pula
bagaimana berbuatnya (Joeniarto, 1984 :17).
Maka dalam sistem pemerintahan yang memakai asas kedaulatan rakyat, kepentingan
rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi. Setiap anggota dewan perwakilan, kepala
negara, menteri dan segenap aparatur negara diwajibkan bertindak sesuai dengan kehendak
rakyat dalam arti yang luas.
Permasalahan demokrasi
Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini
berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat.
Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta
demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili
masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden.
Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara subtantif
pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subyek etika. Walaupun dalam konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan
negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini

13

lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Terakhir atau yang ketiga adalah permasalahan demokrasi dipandang dari
segisistemnya secara keseluruhan, mencakup infrastruktur dan suprastruktur politik di
Indonesia. Infrastruktur politik adalah mesin politik informasl berasal dari kekuatan riil
masyarakat, seperti partai politik (political party), kelmpok kepentingan (interest group),
kelompok penekan (pressure group), media komunikasi politik (political communication
media), dan tokoh politik (political figure). Disebut sebagai infrastruktur politik karena
mereka termasuk pranata sosial dan yang menjaid konsen masing-masing kelompok adalah
kepentingan kelompok mereka masing-masing.

14

BAB 3
3. KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI ESENSI TINDAKAN ADMINISTRASI PUBLIK
31. KEBIJAKAN PUBLIK : PENGERTIAN, PROSES, PERMASALAHANNYA.
3.2. Moralitas kebijakan publik dan permasalahannya
Kebijakan Publik dalam pertimbangan moral, dalam kerangka tugas fasilitasi, negara
berkewajiban menciptakan basic social structure (John Rawls, A Theory of Justice) demi
menjamin kepentingan semua pihak. Artinya, negara tidak berurusan langsung dengan
kesejahteraan masing-masing individu, melainkan menciptakan kebijakan publik yang
memungkinkan

setiap

orang

mendapat

kesempatan

yang

fair

untuk

memenuhi

kepentingannya, termasuk kehidupan beragama. Dalam konteks ini, negara berhak


menerapkan UU atau kebijakan publik yang dipandangnya bermanfaat untuk memelihara
tertib sosial. Persoalannya adalah bahwa negara sebagai entitas politik selalu bersifat
pluralistik. Terdapat relasi antara politik dan pluralitas yang sedemikian eksistensialnya
sehingga pemisahan antara keduanya menjadi absurd. Bahkan pernyataan seperti
"Masyarakat politik bersifat pluralistik" sebetulnya redundan. Adanya kenyataan seperti ini
membuat Rawls berkeyakinan bahwa teori keadilan, yang termanifestasi lewat kebijakankebijakan publik, seharusnya tidak didasarkan pada pandangan agama, filsafat, atau moralitas
yang menjadi anutan eksklusif (Comprehensive moral, religious, and philosophical doctrines)
komunitas tertentu. Alasannya, tidak ada satu pun agama atau doktrin moral komprehensif
yang bisa dianut oleh semua atau hampir semua orang (Rawls, Political Liberalism). Dalam
kaitan dengan itu, pertimbangan tentang mayoritas, yang juga menjadi bagian dari
argumentasi Salahuddin, tentu saja penting. Tetapi ideologi mayoritas dan minoritas
seharusnya tidak mengaburkan penilaian kita tentang kualitas sebuah keyakinan. Kelompok
agama sekecil apapun bisa sangat yakin akan kebenaran ajarannya sehingga mengabaikan
kelompok seperti ini bisa saja menimbulkan masalah sosial serius bagi komunitas politik.
Dalam konteks perilaku, perbedaan nyata antara moral dan demokrasi dapat juga dirumuskan
dalam kalimat berikut. Jika moral merupakan perilaku tanpa prasyarat, maka demokrasi
merupakan perilaku dengan prasyarat. Karena itu, produk perilaku yang muncul dari
demokrasi sebagai konsekuensi dari keharusan logis belum tentu memiliki klaim yang kuat
dalam artian moral.

15

3.3. Masalah-masalah publik :


Pengertian
Sebuah paradigma kebijakan publik yang kaku (rigid) dan tidak responsif akan
menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif pula. Sebaliknya, paradigma
kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan
responsif pula (Fadillah Putra: 2003).
Jadi menurut saya masalah publik adalah suatu kondisi atau situasi yang
menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasanpada sebagian orang yang menginginkan
pertolongan atau perbaikan. Masalah publik memiliki dampak yang luas dan mencakup
konsekuensi-konsekuensi bagi orang yang secara tidak langsung terlibat.
Jenis-jenis masalah publik
Menurut Masbied (2011) masalah publik yang banyak dijumpai antara lain:
Masalah reformasi
Di negara kita, tantangan awal muncul dari persoalan bagaimana menyelesaikan
pertentangan antara kekuatan-kekuatan reformis dan kekuatan-kekuatan yang pro status quo.
Tantangan berikutnya yang menghadang adalah bagaimana mengendalikan euforia yang
timbul akibat lumpuhnya mekanisme pengendalian sosial dalam masa transisi yang anomik
yang menganiaya eksistensi publik. Tantangan ketiga, adalah bagaimana mengkristalkan
gerakan reformasi ke dalam sebuah sistem politik yang demokratik dan santun dalam rangka
menciptakan kesejahteraan dan perlindungan optimal bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masalah ekonomi
Krisis

ekonomi

yang

bertransformasi

menjadi

krisis

multi-dimensi

dan

berkepanjangan, mempunyai dampak yang luas dan intens bagi ketahanan hidup, baik bagi
warga negara secara individual maupun bagi negara secara institusional. Kompleksitas
persoalan yang bermula dari krisis ekonomi, tidak dapat hanya dikonseptualisasi secara
ekonomis semata. Membahas masalah tersebut berarti memfokuskan diri pada bagaimana
perilaku individu dan institusi-institusi ekonomi bertali-temali dengan, dan bahkan ditentukan
oleh institusi-institusi sosial lainnya. Belajar dari pengalaman dan kearifan masa lalu,
16

ternyata jelas, bahwa transaksi-transaksi ekonomi berlangsung di atas keterkaitan sosial yang
ada. Hal ini berlaku, baik di masyarakat tradisional maupun di masyarakat modern. Absennya
pemahaman demikian mengenai masalah ekonomi, menyebabkan tiadanya inspirasi
khususnya bagi para pejabat negara untuk membangun ekonomi publik dengan modal tanpa
menghancurkan tatanan sosial dan kultural yang dimiliki bangsa ini. Kesungguhan mengurus
masyarakat miskin di banyak wilayah di tanah air (yang memang sangat sukar) tetapi
merupakan peluang dan sekaligus ancaman jika tidak dilakukan secara sungguh-sungguh,
terpadu dan terus menerus.
Masalah religiusitas
Secara sosiologis agama dipahami tidak saja sebagai sebuah sistem kepercayaan yang
berkaitan dengan proses transendensi pengalaman manusia, namun juga sebuah institusi yang
mewadahi interaksi sosial, baik antar pemeluk agama yang sama maupun antar individu yang
memeluk agama berbeda. Dengan demikian, persoalan-persoalan keberagamaan, meskipun
bermula dari sumber yang pribadi, namun dalam ekspresinya tidak saja mempunyai dampak
bagi orang secara individual, tetapi juga mempunyai dampak secara publik.
Masalah kepatuhan sosial
Jalan raya adalah cermin kepatuhan sosial sebuah bangsa, demikian kata-kata bijak
yang sering terungkap dari mereka yang menyukai perjalanan. Dengan menganalisis perilaku
pengendara di jalan raya seseorang dapat mempelajari berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat penggunanya, bukan saja yang menyangkut aspek ketaatan dan tingkat
disiplin, tingkat kesantunan dan penghargaan terhadap orang lain, tetapi juga tingkat
kemampuan penegak hukum untuk menindak para pelaku pelanggaran. Perilaku
berkendaraan di jalan raya, jelas merupakan tindakan publik yang menuntut tingkat
kedewasaan tertentu. Tindakan indisipliner seorang pengemudi, tidak saja dapat berakibat
fatal bagi dirinya, tetapi juga dapat membahayakan hidup orang lain. Kenyataan bahwa tata
tertib berlalulintas di kota-kota besarIndonesia sangat memprihatinkan serta tingginya tingkat
kecelakaan lalulitas setiap tahun, merupakan indikasi dan sekaligus undangan untuk
memahami dan mengkaji masalah tersebut secara seksama. Pertanyaannya, bagaimana
kepatuhan sosial semacam itu dapat dipahami secara teoritik?
Masalah Pengrusakan Lingkungan
17

Kerusakan lingkungan di negara kita terjadi di mana-mana. Di darat, di laut, di


dataran tinggi, di dataran rendah. Di lahan kering dan di lahan basah. Kerusakan lingkungan
ini dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Kerusakan lingkungan tidak saja
dilakukan oleh masyarakat bawah, tetapi juga oleh para pemilik modal (swasta) bahkan
disponsori oleh pemerintah. Apa buktinya telah terjadi kerusakan lingkungan yang parah.
Pertama, sewaktu musim kemarau terjadi kebakaran di mana-mana. Asap menyelimuti ruang
udara di hampir banyak wilayah tanah air. Pada musim kemarau juga banyak sekali anggota
masyarakat yang kekurangan air bersih bahkan air untuk MCK sekalipun tidak memadai.
Masalah kerusakan lingkungan ini semakin terasa jika musim penghujan tiba. Hujan
lebat dan berlangsung dengan waktu yang lama memicu banjir di mana-mana. Di kota-kota
besar dan hingga di daerah-daerah terpencil pemandangan banjir bukan merupakan hal yang
luar biasa. Penimbunanan lahan rawa telah menyebabkan hilangnya tempat limpahan air
sungai pada saat datangnya hujan lebat di bagian hulu sungai sehingga banjir sangat
mengenaskan terjadi di wilayah-wilayah yang ditimbun tanpa memperdulikan fungsi rawa
alami. Apa penyebab semua ini? Salah satunya adalah tidak tegasnya Perda tentang
pemanfaatan rawa. Penegakan hukum di negara ini hanyalah isapan jempol. Tidak ada yang
serius mengawal berjalannya Perda rawa. Di dalam Perda itu dikatakan dalam satu pasalnya
bahwa penimbunan rawa hanya diwajibkan kepada penduduk yang memiliki lahan rawa
dengan luasan tertentu. Jika mereka (pemilik lahan) hendak menimbun rawa itu maka sejak
awal mereka membagi luasan lahan tersebut menjadi luasan yang tidak wajib melakukan
penggalian sebagai kolam retensi atau membiarkan sebagian areal tidak ditimbun.
Yang paling memprihatinkan adalah kenyataan bahwa banyak pengembang
melakukan penimbunan 100 persen areal rawa yang mereka bangun untuk perumahan.
Celakanya lagi tanah timbunan yang mereka gunakan adalah dari wilayah lain (lahan atas di
wilayah lain). Ini berarti bahwa para pengembang itu telah meluluh-lantakkan rumah air
yang dapat meliputi jutaan bahkan milyaran meter kubik dalam kurun waktu tertentu. Jangan
heran jika pada waktu musim penghujan kota-kota yang melakukan penimbunan secara
membabi-buta akan menerima reward dari kezaliman mereka dalam bentuk banjir.
Pelayanan publik
Pelayanan publik di negeri ini merupakan bentuk pelayanan yang jauh dari baik jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Pelayanan publik kita, meskipun sudah
18

ada diatur di dalam suatu Kepmenpan yang khusus tentang pelayanan prima, namun masih
jauh dari harapan. Dari hasil penelitian sejumlah mahasiwa kami di MAP Stisipol Chandra
Dimuka Palembang Sumatera Selatan tentang pelayanan publik, terlihat bahwa meskipun
telah ada sejumlah indikator yang tergolong baik, namun masih ada sejumlah indikator
pelayanan yang nilai rapornya masih harus diperbaiki. Di bidang pertanahan dan perizinan
masih ditandai dengan ketidak-jelasan waktu selesainya. Demikian juga dengan
pendanaannya. Masih ada dana-dana yang tidak resmi yang dipungut dengan sistem malumalu kucing. Sistem ini menjadikan penyebab mengapa hanya 10% saja dari permohonan
peningkatan status kepemilikan tanah serta perizinan yang selesai tepat waktu. Mengapa
harus malu-malu? Jadikan saja pemungutan tidak resmi itu menjadi pungutan resmi. Di
samping jadi halal, juga masyarakat menjadi puas dan jelas sewaktu dilayani oleh pejabat
publik.

3.4. Pertanggungjawaban publik :


Pengertian Pertanggungjawaban public
Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya ( kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya). Dalam kamus hukum ada dua istilah menunjuk pada
pertanggungjawaban, yakni liability ( the state of being liable ) dan responsibility ( the state
or fact being responsible ). Liability merupakan istilah hukum yang luas ( a broad legal term )
yang di dalamnya mengandung makna bahwa menunjuk pada makna yang paling
komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang
bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak
dan kewajiban. Sementara itu responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan
atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan.
Responsibility juga berarti kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang
dilaksanakan dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apa pun
yang telah ditimbulkannya.
Dari responsibility ini muncul istilah responsible government yang menunjukan
bahwa istilah ini pada umumnya menunjukan bahwa jenis- jenis pemerintahan dalam hal
pertanggungjawaban terhadap ketentuan atau undang- undang public dibebankan pada
departemen atau dewan eksekutif, yang harus mengundurkan diri apabila penolakan terhadap

19

kinerja mereka dinyatakan melalui mosi tidak percaya, di dalam majelis legislatif, atau
melalui pembatalan terhadap suatu undang- undang penting yang dipatuhi.
Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh
subjek hukum, sedangkan responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. Dalam
ensiklopedi administrasi, responsibility adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan
secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Disebutkan juga bahwa
pertanggungjawaban mengandung makna; meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam
melaksanakan sesuatu tugas yang dibebankan kepadanya, namun ia tidak dapat
membebaskan diri dari hasil atau akibat kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk
melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.
Macam Pertanggungjawaban public
Dimensi akuntabilitas publik (Pertanggungjawaban public) meliputi akuntabilitas
hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas
kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting
untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip
pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai
pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan,
penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan
risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan
efisiensi.
Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan
dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan
mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui
mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang
ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap
DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada
kenyataannya

sebagian

besar

pemerintah

daerah

lebih

menitikberatkan

pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003a).

Permasalahan Pertanggungjawaban publik

20

Untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dan mewujudkan good governance,


peranan negara amat penting karena negara memiliki fungsi pengaturan yang memfasilitasi
domain sektor-sektor lain, yaitu sektor dunia usaha dan sektor masyarakat, selain itu negara
juga memiliki kewenangan administratif penyelenggaraan pemerintahan. Upaya-upaya
perwujudan kearah good governance

dapat dimulai dengan membangun landasan

demokratisasi penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya


pembenahan penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat terwujud good governance
(LAN : 2000 : 8)
Keharusan

pemerintah

untuk

mempertanggungjawabkan

seluruh

aktivitas

penyelenggaraan pemerintahan sebenarnya juga telah terumuskan dalam Undang-Undang


Dasar 1945 , seperti dikemukan oleh Budiardjo (1998 : 109), bahwa :
Masalah accountability telah jelas dirumuskan dalam UUD 1945, antara lain :
1. Karena Presiden bertanggungjawab kepada MPR
2. Karena Presiden harus memperhatikan DPR
3. Karena DPR mempunyai wewenang menyelenggarakan sidang
khusus MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden

21

BAB 4
4. KONSEP DAN TEORI ETIKA MORAL
41. Dasar percaya sosial
411. Pengertian , dasar rasa percaya, pentingnya dalam administrasi.
The oxford English Dictionary mendefinisikan kata kerja transitif trust
(mempercayai) sebagai to have faith or confidence in; to rely or depend upon (memiliki
iman atau keyakinan: menyandarkan diri pada atau tergantung pada). Kamus Webster
mendefinisikan kata benda trust (rasa percaya) sebagai the assured reliance on anothers
ontegrity (keyakina mendalam pada integrits orang lain). Dari dua definisi diatas, rasa
percaya merupakan sebuah watak. Sering kali rasa percaya tidak paada tempatnya, salah arah
dan tolol. Seperti halnya iman kita perlu mempercayai mereka yang layak dipercayai. Tetapi
tidak boleh mempercayai mereka yang tidak layak dipercayai.
Rasa percaya tampaknya merupakan sebuah kesedian untuk menghormati dan
menyandarkan diri pada orang lain atau pada orang-orang lain. Bilamana rasa percaya ini
sifatnya timbal balik, maka rasa percaya ini didasarkan pada sikap saling menghormati .
Orang-orang yang mempercayai satu sama lain sepakat secara tidak langsung untuk tidak
memperalat satu sama lain, untuk tidak mengejar kepentingan pribadi dengan merugikan
kepentingan orang lain. Sejalan dengan berkembangnya rasa saling percaya ini orang-orang
yang bersangkutan mampu bertingkah laku secara kooperatif terhadap satu sama lain, mampu
bekerja sama dan tidak saling bersaing. Hubungan berlandaskan rasa percaya merupakan
sebuah kesediaan timbal-balik untuk bekerja sama

412. Percaya sosial sebagai etika dalam administrasi.


Supaya rasa percaya dan kerja sama dapat berkembang dalam suatu masyarakat. Laju
kemajuan haruslah tidak bertentangan dengan harga diri mereka yang telah lama menderita
22

perampasan hak. Laju kemajuan dalam konteks yang satu akan berbeda dengan laju
kemajuan dalam konteks yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena laju kemajuan tergantung
pada kondisi yang ada. Bervariasinya laju kemajuan dapat dibenarkan. Tetapi, yang harus
dimengerti ialah laju kemajuan yang masuk akal merupakan persyaratan bagi rasa percaya
sosial.
Rasa percaya yang mungkin timbul dengan adanya sikap menghormati dari
masyarakat terhadap hak-hak ekonomi dan sosial semua anggotanya dan dengan adanya
kesediaan untuk mengakhiri ketidak adilan dengan laju kemajuan yang masuk akal tidak akan
secara otomatis mempengaruhi rasa percaya antaraindividu. Kita tidak perlu menunggu
merendahnya kadar rasa tidak percaya anatara kelompok-kelompok itu. Tetapi kita mungkin
tidak sabar menunggu adanya kebijakan-kebijakan umum yang menunjukkan sikap
menghormati yang layak terhadap hak-hak azasi manusia dan sikap bersedia mengakhiri
ketidak adilan dengan laju kecepatan yang pasti, karena kebijakan-kebijakan seperti ini akan
sangat membantu usaha kita membentuk ikatan rasa percaya antara individu-individu yang
layak dipercayai tadi.
Kerja sama tidak selalu merupakan kebijakan yang terbaik. Jika suatu situasi
sedemikian rupa sehingga hasil-hasil baik bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
perorangan dari sebuah struktur kerja sama tertentu adalah kecil, sedangkan hasil-hasil bagi
perorangan dari suatu struktur non kerja sama mungkin jauh lebih besar, barangkali struktur
kerja sama itu, dan kebijakan-kebijakan serta kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya,
bersifat membatasi atau usang dan tidak perlu dipertahankan atau dipakai. Tetapi kerja sama
mempunyai nilai-nilai sosial dan sekaligus nilai-nilai individual bagi mereka yang ikut
berperan dalam kerja sama tersebut dan yang harus diperhitungkan ialah nilai-nilai
sosialnya.Kita dapat belajar memperkirakan nilai-nilai sosial dari hasil yang diperoleh, dari
pilihan-pilihan berasama dan menanganinya secara rutin. Untuk mempertahankan kehidupan
masyarakat yang diancam kehancuran, yang pertama diperhatikan ialah hubungan antar
anggota masyarakat.
Kita dapat mencoba mencapai kesepakatan tentang garis besar sikap moral pokok
untuk dijadikan landasan yang dapat dibenarkan bagi pertumbuhan masyarakat. Bagaimana
mencapai kesepakatan tentang syarat-syarat bagi pemerataan kebebasan. Sikap ini
memungkinkan kita hidup bersama tanpa kekerasan, untuk saling menghormati hak-hak azasi
manusia, dan untuk mengembangkan masyarakat masyarakat yang menjadi lebih baik dan
lebih ceria.
23

42. Menolak-menerima negara


421.
Pengertian negara
Ada beberapa difinisi negara menurut para ahli :
a) Prof. Soenarko
Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souverien (kedaulatan).
b) O. Notohamidjojo
Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara
masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
c) Prof. R. Djoko Soetono, SH
Negara adalah organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah
pemerintahan yang sama.
d) G. Pringgodigdo, SH
Negara adalah organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang memenuhi
persyaratan tertentu yaitu harus ada : Pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu dan
rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).
e) Harold J. Laski
Negara adalah persekutuan manusia yang mengikuti jika perlu dengan tindakan
paksaan suatu cara hidup tertentu.
f) Dr. WLG. Lemaire
Negara adalah sebagai suatu masyarakat manusia yang teritorial yang diorganisir.
g) Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam suatu masyarakat.
h) Roger H. Soltou
Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan persoalan bersama atas nama masyarakat.
i) G. Jellinek
Negara adalah organisasi dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di
24

wilayah tertentu atau dengan kata lain negara merupakan ikatan orangorang yang
bertempat tinggal di wilayah tertentu yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk
memerintah.
j) Krenenburg
Negara adalah organisai kekuasaan yang diciptakan sekelompok manusia yang
disebut bangsa.
k) Plato
Negara adalah persekutuan manusia yang muncul karena adanya keinginan manusia
dalam memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam.
l) Aristoteles :
Negara adalah persekutuan manusia dari keluarga dan desa untuk mencapai
kehidupan sebaik-baiknya.

Karakteristik/ unsur-unsur negara.


a) Ciri-ciri negara berkembang, antara lain,
1. kurangnya tenaga ahli maupun tenaga terampil,
2. modal kecil berasal dari pinjaman,
3. rendahnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
4. pemasaran terbatas hanya dalam negeri,
5. produktivitas dan daya saing rendah,
6. belum memadainya sarana dan infrastruktur,
7. masih dalam tahap pembangunan.
b) Ciri-ciri negara maju, antara lain,
1. modal besar,
2. penguasaan teknologi tinggi dan canggih,
3. kualitas sumber daya manusia tinggi,
4. pemasaran mencakup dalam dan luar negeri,
5. produktivitas dan daya saing tinggi,
6. pendapatan per kapita tinggi.
422.
Realitas negara
25

Sebagai orang aktual yang menghadapi realitas negara aktual, kita mau tak mau
menangani masalah yang berhubungan dengan menerima atau menolak ketetapan negara kita
untuk memaksakan kehendaknya atas diri kita itu. Jika sebuah negara kita lihat layak
diterima, kita mungkin secara bebas setuju untuk menerima keanggotaan dalam sistem
politiknya atau setuju untuk mematuhi undang-undangnya. Status warga-negara merupakan
salah satu hal yang dapat kita setujui jika negara yang bersangkutan layak kita terima
sehingga kita dapat dengan bebas setuju untuk menjadi anggota negara itu. Kebanyakan kita
dilahirkan dalam sebuah negara dan tumbuh untuk mampu membuat pilihan bebas di dalam
negara itu. Oleh karena itu, jika tampaknya kita tidak berbuat apa-apa yang dimaksudkan
disini tentu saja bukan berarti tidak berbuat apa-apa sama sekali. Jika kita tidak meninggalkan
negara itu, atau tidak menanggalkan kewarganegaraan kita, atau tidak menolak menjadi
anggota dalam sistem politik di negara itu, atau tidak melawan ketetapan undang-undang di
negara itu, maka hal itu berarti kita menerima negara itu dan harus menerima tanggungjawab
moral atas keputusan kita menerima negara itu tadi.
Peran negara dalam kehidupan berbangsa
Peranan negara biasanya sesuai dengan fungsi institusi politik dan ditentukan oleh
corak sistem politiknya. Menurut Adam Smith, tugas negara adalah melindungi masyarakat
dari kekerasan institusi manapun, ketidakadilan masyarakat lain dan menjaga pekerjaan
masyarakat (Stepan, 1978), sedangkan fungsi negara lain adalah keamanan luar negeri,
ketertiban dalam negeri, keadilan, kesejahteraan umum dan kebebasan (Budiardo, 1978).
Oleh sebab itu, negara memerlukan sarana untuk tercapainya fungsi tersebut, yaitu kekuatan
polisi dan militer, peradilan independen, pegawai negeri yang taat kepada negara serta
administrasi keuangan yang jujur dan monopoli persoalan keuangan (Bonne, 1973)

Dari berbagai perspektif fungsi negara, yang lebih menonjol adalah peranan negara
dalam bidang ekonomi dalam bentuk pemilikan masyarakat terhadap kapital produksi (state
owned enterprise). Beberapa fungsi negara yang berkaitan dengan ekonomi, yaitu: menjamin
hak miliki, liberalisasi ekonomi, pengaturan siklus bisnis, perencanaan ekonomi, pemberian
input tenaga kerja, tanah, modal, teknologi, infrastruktur ekonomi dan input manufaktur,
campur tangan sensus sosial dan mengelola sistem ekonomi (Rusli, 1995). Sekalipun banyak
tokoh yang mempunyai pandangan peranan negara dalam ekonomi dominan, namun tokok
26

lain seperti Evans membantah hipotesis negara merupakan aktor ekonomi yang sudah
ditinggalkan, karena aktor lintas bangsa swasta lebih berkembang, sehingga aparatur negara
menjadi lemah (Evans, 1986).
Pengaruh ideologi terhadap peranan negara sangat berkesan, negaranegara sosialis
lebih menunjukkan peran utama dalam pembangunan sosial ekonomi, terlebih lagi pada
negaranegara yang sedang berkembang, sedangkan negaranegara pusat kapitalis lebih rendah.
Kuatnya peranan negara

ditandai pula oleh rejim otoriterian, sebaliknya gerakan

demokratisasi membawa akibat melemahnya peranan negara.

423. Dilema penerimaan dan penolakan negara.


Jika dilihat dari komitmen hukum tingkat tertinggi yang dapat dibuat bahwa
masyarakat menerima sistem hukum dan setuju menjadi anggota didalamnya serta
menganggap pertimbangan saya harus mematuhi peraturan perundang-undangan sistem
hukum ini aebagai sebuah pertimbangan moral yang absah. Seperti yang dituliskan oleh
Socrates dalam Citro tulisan Plato, jika kita menerima sebuah sitem hukum, maka sebagai
penurunannya kita harus menerima semua undang-undang dan keputusan sistem hukum tadi
dalam tindakan-tindakan kita, meskipun kita juga harus tetap mengutarakan pendapat
(membuka mulut) atas dasar hati nurani untuk menentang undang-undang yang kita anggap
salah. Bahkan dalam seluruh lingkup tingkatan komitmen yang di buat untuk patuh kepada
hukumpun harus dicari keseimbangan antara komitmen-komitmen umum tingkat tinggi dan
pertimbangan-pertimbangan khusus tentang tindakan-tindakan tertentu.
Demikian pula apabila masyarakat mau tidak mau harus menerima sistem hukum ini
sebagai keseluruhan, masih ada kemungkinan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
masyarakat terkadang perlu bertentangan dengan undang-undang bukannya harus sejalan
dengannya. Masyarakat tidak boleh berargumen secara deduktif kaku bahwa jika mereka
menerima pertimbangan saya harus mematuhi aturan perundang-undangan dalam sistem
hukum ini, maka masyarakat harus mematuhi setiap undang-undang dan setiap keputusan
hukum dalam sistem hukum itu. Penyimpulan deduktifnya akan tampak beranjak dari premis
saya harus mematuhi aturan perundang-undangan sistem hukum ini dan sebuah premis
kegua yang dapat ditambahkan kepada premis pertama tadi yang berbunyi ini merupakan
sebuah undang-undang dalam sistem hukum ini. Tetapi kesimpulannya saya harus
mematuhii undang-undang ini mungkin bertentangan dengan pertimbangan moral lain yang
dipegang teguh oleh masyarakat. Dan meskipun masyarakat akan mengetahui dari adanya
27

pertentangan ini bahwa harus merevisi komitmen-komitmen masyarakat, selain itu masih
harus memutuskan dibagian mana komitmen-komitmen ini akan direvisi.
424. Pandangan Etika administrasi terhadap Negara
Etika administrasi negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi
negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik,
maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada
etika administrasi negara. Etika administrasi negara disamping digunakan sebagai pedoman,
acuan, referensi administrasi negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan
sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Karena masalah etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi negara
mengenai tindakan administrasi negara yang menyimpang dari etika administrasi negara (mal
administrasi) dan faktor yang menyebabkan timbulnya mal administrasi dan cara
mengatasinya.
Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan
manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokratbirokrat dapat terlihat dan ter-akuntable dengan jelas sehingga akan memudahakan law
enforcement yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan

Indonesia

yang

sehat

dan

berlandaskan

pada

prinsip-prinsipgood

governance dan berasaskan nilai-nilai etika administrasi.


43. Hukum dan hak
431.
Pengertian
Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi yang
bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara. Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup bermasyarakat yang dapat memaksa orang supaya menaati tata
tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap
siapa saja yang tidak menaatinya. Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk
menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang
28

tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun (Tap MPR Nomor
XVII/MPR/1999).
Hubungan hak dan hukum
Antara Hak Asasi Manusia dan Hukum memiliki hubungan yang erat. Karena didalam
melakukan penegakan HAM selalu dilandasi oleh aturan hukum. Sebaliknya dalam konteks
negara hukum mewajibkan pemerintah melakukan penegakan dan perlindungan HAM
kepada warga negaranya.
Agar HAM dapat ditegakan dalam berbagai kehidupan harus ada instrumen yang
mengaturnya. Instrumen tersebut berisi aturan-aturan bagaimana HAM itu ditegakkan dan
mengikat seluruh warga negara.

432. Pembenaran hukum


Sejumlah teori para ahli berpendapat bahwa bisa dibenarkannya penggunaan
pemaksaan untuk menyelenggarakan hak merupakan sebagian arti dari hak itu sendiri; jika
tidak demikian, maka kemampuan untuk menyelenggarakan hak harus sudah kita miliki
sebelum kita dapat berkata dengan makna yang jelas bahwa hak itu ada. Tetapi pandangan
ini, lagi-lagi keliru. Kita dapat dengan makna yang jelas berbicara tentang hak-hak moral
yang seharusnya tidak pernah dijadikan objek penyelengaraan hukum dengan pemaksaan.
Kita sudah pasti dapat berbicara tentang hak-hak azasi manusia atau hak-hak moral yang
belum diakui atau belum diselenggarakan dalam sistem hukum tertentu, padahal seharusnya
diakui dan diselenggarakan.
433. Hak-hukum
Fungsi utama sistem hukum ialah menjamin terselenggaraannya hak-hak yang harus
mejadi objek perhatian hukum. Hak adalah buah yang harus dipetik dari peraturan-peraturan
atau prinsip yang sah. Pada tingkat yang sangat umum, kita dapat memutuskan bahwa hakhak moral tertentu perlu diubah menjadi hak-hak hukum yang dijunjung oleh hukum dan
dibela oleh para ahli hukum.
Tidak semua hak

moral

perlu

ditransformasikan

seperti

itu,

karena

mentransformasikan semua hak moral menjadi hak hukum akan terlalu membebani
29

masyarakat

yang

bersangkutan

dengan

peraturan

dan

Undang-undang

sehingga

pemecahannya bisa jadi lebih buruk daripada masalahnya sendiri yang sebenarnya harus
dipecahkan.

434. Pandangan Etika administrasi terhadap hukum dan hak.


Terbentuknya suatu negara atau pemerintahan (aparat penyelenggara negara),
secara filosifis, antara lain memang ditujukan untuk mencegah dan menghindari,
setidak-tidaknya mengurangi kerusuhan-kerusuhan yang terjadi didalam masyarakat.
Beberapa teori menyebutkan bahwa negara bertujuan untuk memelihara dan menjamin hakhak alamiah manusia, yaitu hak hidup, hak merdeka dan hak atas harta sendiri (John Locke),
untuk mencapai the greatest happines of the greatest number (John Stuart Mill),
menciptakan perdamaian dunia dengan jalan menciptakan undang-undang bagi seluruh
umat manusia (Dante). Sedangkan James Wilford Garner membagi tujuan negara
menjadi 3 (tiga), yaitu tujuan asli ialah pemeliharaan perdamaian, ketertiban, keamanan
dan keadilan, tujuan sekunder ialah kesejahteraan warga negara, dan tujuan memajukan
peradaban.
Tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurzorg) ini merupakan tugas dari
negara yang berbentuk Welfare State atau negara hukum yang baru dan dinamis, atau negara
hukum material atau negara administratif. sebelum konsep negara kesejahteraan dikenal,
yang muncul dalam praktek kenegaraan adalah konsep political state (negara politik) dan
legal state (Negara Hukum yang Statis). Menurut Siagian, pada tahap political state,
suatu pemerintah dianggap sebagai tuan dari rakyat dan hanya mempunyai empat fungsi
pokok (the classical functions of government) yaitu fungsi memelihara ketenangan dan
ketertiban, (maintenance of piece and order), fungsi diplomatik atau internasional,
fungsi pertahanan kemanan, dan fungsi perpajakan.
Pada tahap berikutnya yaitu Legal State, kekuasaan absolut ditangan para raja sudah
mulai dibatasi. Pelopor tentang pembatasan kekuasaan atau pemisahan kekuasaan adalah
John Locke (1632 1704) yang menganjurkan

agar kekuasaan dalam suatu negara

diserahkan kepada tiga badan, yaitu eksekutif, legislatif, dan federatif (bidang keamanan
dan hubungan luar

negeri). Tokoh lain yang sangat berpengaruh adalah Montesquieu

(1689-1755) yang dengan Teori Trias Politika-nya memisahkan kekuasaan kedalam tiga
badan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

30

DAFTAR PUSTAKA

Makalah Kelompok 1: Permasalahan Etika Administrasi

Makalah Kelompok 2: Kebijakan Publik sebagai Tsensi tindakan Administrasi Publik

Makalah Kelompok 3: Dasar Percaya Sosial

Makalah Kelompok 4: Menolak-menerima Negara

Makalah Kelompok 5: Hukum dan Hak

REFERENSI TAMBAHAN:

Kumorotomo, Wahyudi. 2009. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press.

http://anastasiamonita.blogspot.com/2012/10/pengertian-etika-menurut-para-ahli.html

http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-moral-menurut-beberapa-ahli.html

http://sauri-sofyan.blogspot.com/2010/01/penegertian-kekuasaan-menurut-paraahli.html

http://ragazzacorp.blogspot.com/2012/12/etika-administrasi-publik-definisi.html

http://jhansem.wordpress.com/2009/03/10/etika-administrasi-negara-publik/
31

Tugas Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Etika Administrasi Negara

RINGKASAN MATERI TENGAH SEMESTER I

Disusun oleh :
Agasetyo Manuhoro
32

14020111130053
No: ...

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

33

Anda mungkin juga menyukai