Anda di halaman 1dari 32

Reformasi Administrasi dan Terlaksananya Good Governance

STUDI PADA SMART CITY KOTA MAKASSAR

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Sistem Administrasi Negara Indonesia
yang diampu oleh Ibu Firda Hidayati, S.Sos., M.PA., D.PA

Oleh
Kelompok 7
Niken Dyah Amelia 175030101111056
Yustisa Mega Pinondang 175030101111063
Amanda Shelomita Basya A. 175030107111007
Kurniawan M. Aman 175030107111022

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kelimpahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
sebagaimana mestinya yang ditujukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Administrasi Negara Indonesia dengan judul Reformasi Administrasi dan
Terlaksananya Good Governance (Analisa pada : SMART CITY KOTA MAKASSAR)
Dalam kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Firda
Hidayati, S.Sos., M.PA., D.PA, selaku dosen Sistem Administrasi Negara Indonesia
yang telah membimbing kami dalam pengerjaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.Meskipun kami selaku penulis
makalah ini menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
untuk memperbaiki ini menjadi lebih baik. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih
dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan.

Malang, 21 November 2018


Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
2.1 Reformasi ........................................................................................................ 4
2.2 Reformasi Administrasi Publik ....................................................................... 4
2.3 Tujuan Reformasi Administrasi Publik........................................................... 5
2.4 Strategi Reformasi Administrasi ..................................................................... 6
2.5 Indikator Reformasi Administrasi Publik ....................................................... 8
2.6 Pengertian Good Governance ......................................................................... 8
2.7 Karakteristik Good Governance ..................................................................... 9
2.8 Karakteristik Good Governance di Indonesia ................................................. 10
2.9 Tujuan Good Governance ............................................................................... 11
2.10 Faktor yang Memengaruhi Good Governance .............................................. 12
2.11 Hambatan Terciptanya Good Governance .................................................... 13
2.12 Hubungan Reformasi Administrasi Publik dan Good Governance di
Indonesia ....................................................................................................... 14
2.13 Smart City ..................................................................................................... 16
2.14 Pembagian Smart City ................................................................................... 16
2.15 Karakteristik Smart City................................................................................ 19
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ............................................... 21
3.1 Penerapan good governance (studi kasus pada smart city kota Makassar)
menurut UNDP .............................................................................................. 21
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26

iii
3.2 Saran ................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi Administrasi adalah kegiatan penataan birokrasi; reformasi administrasi
menurut Zauhar juga memiliki pengertian yaitu suatu usaha sadar dan terencana untuk
mengubah struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan perilaku birokrat guna
meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan
menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional. Secara teoritis, reformasi adalah
perubahan dimana kedalamannya terbatas sedangkan keluasannya perubahannya
melibatkan seluruh masyarakat. Sedangkan menurut Blau birokrasi adalah organisasi
yang ditujukan untuk memaksimumkan efisiensi dalam administrasi yang menurut
Sayre memiliki ciri-ciri; spesialisasi tugas-tugas, hirarki otoritas, badan perundang-
undangan , sistem pelaporan, dan personel dengan keterampilan dan peranan khusus
Reformasi birokrasi adalah fokus utama dari Reformasi Administrasi yang
merupakan suatu kebijakan strategis yang dilaksanakan secara konsisten. Pelaksanaan
kebijakan ini merupakan upaya untuk menghindarkan birokrasi dari keterpurukan yang
parah di masa yang akan datang. Karena itu telah ditetapkan Grand`Design reformasi
Birokrasi (2010-2025) sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun
2010 sebagai pedoman bagi semua pihak untuk pelaksanakannya. Reformasi birokrasi
merupakan upaya sistematis, terpadu dan komprehensif yang ditujukan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), termasuk tata kelola
pemerintahan yang baik (good public governance), dan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance).
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan
warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu actor dan tidak selalu
menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan
maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan
pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas.
Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada

1
peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk
memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa good
governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik
maupun administrative. menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and
political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Padahal, selama ini birokrasi di
daerah dianggap.
Namun cita good governance kini sudah menjadi bagian sangat serius dalam
wacana pengembangan paradigma birokrasi dan pembangunan kedepan. Karena
peranan implementasi dari prinsip good governance adalah untuk memberikan
mekanisme dan pedoman dalam memberikan keseimbangan bagi para stakeholders
dalam memenuhi kepentingannya masing-masing. Dari berbagai hasil yang dikaji
Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyimpulkan ada sembilan aspek fundamental
dalam perwujudan good governance, yaitu: 1) Partisipasi (Participation), 2) Penegakan
hukum (Rule Of Low), 3) Transparansi (Transparency), 4) Responsif (Responsiveness),
5) Konsensus (Consensus Orientation), 6) Kesetaraan dan keadilan (Equity), 7)
Efektifitas dan efisien, 8) Akuntabilitas, dan 9) Visi Strategi (Strategic Vision).
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan
mendambakan clean and good governance. Untuk mencapai good governance dalam
tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya
ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Sehingga apa yang
didambakan Indonesia menjadi negara yang Clean and good governance dapat
terwujud dan hilangnya faktor-faktor Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak
adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah
beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai.
Masyarakat dan pemerintah yang masih bertolak berlakang untuk mengatasi masalah
tersebut seharusnya menjalin harmonisasi dan kerjasama mengatasi masalah-masalah
yang ada. Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik
tercermin dalam berbagai bidang yang memiliki peran yang peting dalam gerak roda

2
pemerintahan di Indonesia yang meliputi: bidang politik, ekonomi, sosial, dan hukum.
Hal inilah yang mendukung Indonesia menggalakkan program Smart City sebagai
upaya perwujudan Good Governance dan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi
daerah pada setiap daerah di Indonesia.
Smart city adalah sebuah impian dari hampir semua Negara di dunia. Dengan smart
city, berbagai macam data dan informasi yang berada di setiap sudut kota dapat
dikumpulkan melalui sensor yang terpasang di setiap sudut kota, dianalisis dengan
aplikasi cerdas, selanjutnya disajikan sesuai dengan kebutuhan pengguna melalui
aplikasi yang dapat diakses oleh berbagai jenis gadget. Melalui gadgetnya, secara
interaktif pengguna juga dapat menjadi sumber data, mereka mengirim informasi ke
pusat data untuk dikonsumsi oleh pengguna yang lain.
Terdapat enam dimensi dalam smart city salah satunya adalah sebuah Pemerintahan
yang cerdas (pemberdayaan dan partisipasi). : Kunci utama keberhasilan
penyelengaraan pemerintahan adalah Good Governance. Yaitu paradigma, sistem dan
proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang mengindahkan prinsip-
prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi,
profesionalitas, dan akuntabilitas ditambah dengan komitmen terhadap tegaknya nilai
dan prinsip “desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahan yang bersih,
bertanggung jawab, dan berdaya saing”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah yang akan kita
ulas, rumusan masalah tersebut adalah bagaimana penerapan good governance pada
smart city Kota Makassar?
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas dapat kita ketahui tujuan pembuatan makalah
ini yaitu Untuk mengetahui penerapan good governance pada smart city Kota
Makassar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reformasi
Reformasi berasal dari bahasa asing Reformation (Inggris) dan Reformatie
(Belanda) dengan kata dasar reform yang berarti membentuk kembali. Konsep dasar
reformasi adalah melakukan perubahan, perbaikan, penataan dan pengaturan secara
komprehensif dan sistematik terhadap banyak hal terutama yang berkaitan dengan
pimpinan dan kepemimpinan, serta sistem bernegara, berorganisasi dan
berpemerintahan. Reformasi diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi lama
menuju kondisi baru yang dikehendaki (Abidin, 2006:17). Menurut Wibawa dalam
Agus Hendrayady (2013) mengartikan reformasi sebagai gerakan perubahan bentuk
dan perilaku suatu tatanan, karena tatanan tersebut tidak lagi sesuai, tidak efisien, tidak
bersih, tidak demokratis dan tidak relevan lagi menurut perubahan zaman yang ada.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa proses reformasi ini merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau merubah
suatu tatanan yang lama dan tidak sesuai lagi menuju tatanan yang baru. Tujuannya
adalah untuk mewujudkan tatanan yang baru dan lebih baik dengan menyesuaikan
kebutuhan pada zaman yang akan datang baik perubahan dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan agama.
2.2 Reformasi Administrasi Publik
Reformasi Administrasi Publik menurut Suk Choon Cho (dalam Zauhar,
1996:10) adalah “Administrative reform as a consious human effort to introduce
changes into the behavior and performances of administrators”. Reformasi
Administrasi Publik menurut Montgomery (dalam Hidayat, 2007:1), adalah suatu
proses politik yang didesain untuk menyesuaikan hubungan antara birokrasi dan
elemen-elemen lain dalam masyarakat, atau di dalam birokrasi itu sendiri, dengan
kenyataan politik. Sedangkan menurut Ibrahim (2008:13), dan Zauhar (1996:11),
Reformasi Administrasi Publik adalah usaha yang sadar dan terencana untuk
mengubah struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi kelembagaan, sikap, dan
perilaku birokrat/aspek perilaku atau kinerja), meningkat efektivitas organisasi (aspek

4
program), sehingga dapat diciptakan administrasi publik yang sehat dan terciptanya
tujuan pembangunan nasional. Reformasi Administrasi Publik diartikan secara
sederhana oleh Abidin (2006:19) adalah proses reformasi atas paradigma dan sistem
administrasi publik.
Berdasarkan paparan diatas disimpulkan bahwa Reformasi Administrasi
Publik adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari
segala aspek kehidupan terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara sehingga
dapat mencapai tujuan secara rasional. Walaupun kegiatan terencana merupakan ciri
utama dari reformasi administrasi, namun konsep tersebut belum menjadi sesuatu yang
jelas. Menurut Dror (dalam Zauhar, 1996:11), dengan tegas dan berani mengatakan
bahwa perubahan tersebut hanya sebatas pada aspek utama, yang secara lebih khusus
ia sebut sebagai perubahan yang:
1) Kekomprehensifannya sedang dan keino-vatifannya tinggi.
2) Kekomprehensifannya tinggi dan keinova-tifannya sedang.
Lebih lanjut Dror mengatakan bahwa walaupun istilah sedang (medium)
tinggi, komperehensif dan inovatif masih merupakan istilah yang melahirkan
perbedaan interpretasi, namun reformasi administrasi secara tegas mengeluarkan atau
mengesampingkan perubahan-perubahan organisasi dan prosedur administrasi yang
kecil (minor). Keuntungannya dari adanya kualifikasi ini adalah bahwa reformasi
administrasi hanya mengkonsentrasikan pada perubahan-perubahan yang utama atau
mendasar. Sehingga perubahan-perubahan yang sifatnya kurang mendasar akan
diabaikan, walaupun seharusnya perubahan tersebut sangat berguna di dalam
memahami karakteristik dan masalah reformasi.
2.3 Tujuan Reformasi Administrasi Publik
Menurut Zahuar dalam bukunya Reformasi Administrasi (2015:14-15) secara
umum tujuan reformasi administrasi publik diklasifikasikan ke dalam 6 kelompok, 3
bersifat intraadministrasi yang ditujkan untuk menyempurnakan administrasi internal,
dan 3 lagi berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
Tiga tujuan internal reformasi administrasi publik adalah sebagai berikut :

5
1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai
melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghitungan duplikasi
dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih
dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.
3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data
melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan
ilmiah dan lain-lain.
Tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah :
1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan
masyarakat.
2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik,
seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi
dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijakan.
3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya
melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan (sentralisasi versus desentralisasi,
demokratisasi dan lain-lain)
2.4 Strategi Reformasi Administrasi
Reformasi administrasi publik pun berkaitan erat dengan pengertian strategi,
karena pada hakekatnya reformasi administrasi publik merupakan aktivtas untuk
meningkatkan kemampuan memenangkan “peperangan” melawan ketidakberesan
administrasi dan beberapa jenis penyakit administrasi yang lain yang banyak dijumpai
di kebanyakan negara sedang berkembang.
Strategi reformasi administrasi publik pada dasarnya sangat beragam dalam
ruang lingkupnya, mulai dari yang paling luas, sampai yang paling sempit. Fokus
strategi reformasi administrasi publik yang komprehensif adalah pada keseluruhan
perangkat administrasi pemerintah, bukan hanya pada satu instansi khusus maupun
pada satu prosedur tertentu. Dapat dikatakan bahwa perubahan atau inovasi yang
dilakukan yaitu pada seluruh jajaran birokrasi pemerintah, dan bukan hanya bersifat
bagian per bagian. Dapat diartkan bahwa apabila reformasi administrasi publik

6
dilaksanakan secara komprehensif, maka harus didasarkan pada pertimbangan yang
matang dengan memperhatikan faktor waktu, personel, dan keuangan. Konsekuensi
logisnya ialah bahwa reformasi administrasi publik yang komprehensif hanya
dilakukan secara berkala saja, jika kondisi umum memungkinkan.
Menurut Abidin (2006:27) strategi reformasi terhadap administrasi dapat dilakukan
melalui:
1. Peningkatan kemampuan birokrasi agar mampu mewujudkan kebijakan-
kebijakan yang normatif menjadi kenyataan di lapangan. Hal ini dapat
dilakukan melalui perbaikan institusi publik, perbaikan prosedur pelayanan dan
peningkatan kemampuan sumber daya manusia aparatur.
2. Perbaikan prosedur dan tata laksana pengelolaan kekayaan negara dengan
mendahulukan kepentingan publik, keselamatan kekayaan negara dan
kebenaran secara hukum.
3. Penetapan pejabat publik melalui kriteria dan prosedur terbuka dengan
menempat-kan persyaratan ketaatan, kejujuran dan keahlian sebagai syarat
pokok.
Menurut Abidin (2006:27) reformasi administrasi dapat dilakukan melalui:
1. Perubahan paradigma administrasi publik. Seperti yang telah disebutkan,
orientasi ekonomi administrasi publik cenderung mengabaikan nilai-nilai
sosial, sementara orientasi sosial yang berlebihan memper-sulit penilaian
mengenai kinerja keberha-silan. Karena itu dalam perubahan para-digma itu
diupayakan adanya keseim-bangan antara kedua orientasi itu.
2. Menempatkan peran administrasi publik secara proporsional, sehingga
administrasi publik mendapat tempat sebagai salah satu sarana pokok dalam
merealisasikan pro-gram-program reformasi. Kesan yang salah tentang
administrasi publik harus di-hilangkan melalui penyebaran informasi yang
benar dan luas. Untuk itu, perlu di-upayakan lebih banyak lagi buku-buku ten-
tang administrasi publik yang harus diter-bitkan, baik yang sudah ditulis oleh
penulis dalam negeri maupun dengan memper-banyak masuknya buku-buku
administrasi publik yang baru dari luar negeri, dan pe-nerbitan jurnal-jurnal

7
administrasi publik yang lebih banyak lagi. Lebih dari itu ada-lah penghargaan
bagi gelar kesarjanaan bidang administrasi publik (mungkin diberi gelar
S.Adm) yang setara dengan gelar-gelar kesarjanaan lainnya.
2.5 Indikator Reformasi Administrasi
Terdapat tiga indikator keberhasilan reformasi administrasi (Muhammad
Yusuf Ateh, 2014).
1. Terwujudnya pemerintah yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik pada masyarakat.
3. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Berdasarkan indikator diatas, maka reformasi administrasi dikatakan tercapai
apabila telah memenuhi semua indikator tersebut. Untuk mewujudkannya, maka
diperlukan kesadaran dari para pejabat publik untuk bekerja sesuai dengan
kapasitasnya dan mementingkan kepentingan masyarakat. Peran masyarakat pun juga
sangat penting untuk mengawal bagaimana reformasi administrasi berjalan.
2.6 Pengertian Good Governance
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan
dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu
menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan
maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan
pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas.
Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada
peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk
memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri.
Good Governance juga dapat diterjemahkan sebagai cara mengelola urusan-
urusan publik dengan baik. Word Bank mendefinisikan good governance sebagai “The
way state power is used in managing economic and social resources for development
of society.” Suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik

8
maupun secara administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and
political frame work bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Pengertian good governance menurut United Nation Development Program
(UNDP) yakni sebagai “The exercise of political, economic and administra.tive
authority to manage a nation’s affair at all levels”. Berdasarkan definisi tersebut dapat
dipahami bahwa, Word bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola
sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat,
sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif
dalam pengelolaan negara. Istilah lain yang menggunakan kata ini seperti “political
governance” mengacu pada pembuatan kebijakan (policy/strategy formulation), dan
“economic governance” yang mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang
ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, dan
peningkatan kualitas hidup.
2.7 Karakteristik Good Governance
Menurut UNDP, karakteristik pelaksanaan good governance yang meliputi:
1) Participation, yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang
dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar
kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2) Rule of Law, yakni kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang
bulu.
3) Transparency, karakteristik ini dibangun atas dasar kebebasan memperoleh
informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara
langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4) Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam
melayani stakeholders.
5) Concensus Orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih
luas.
6) Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan.

9
7) Efficiency and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara
berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8) Accountability, pertanggunjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang
dilakukan.
9) Strategic Vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki
visi jauh ke depan.
2.8 Karakteristik Good Governance di Indonesia
Karakteristik Good Governance terutama dikenal melalui Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Layak atau AAUPL. Seiring dengan perjalanan waktu dan
perubahan politik di Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu
undang-undang (Ridwan : 2006), yaitu UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dengan
format yang berbeda dengan AAUPL dari negeri Belanda, dalam Pasal 3 UU No. 28
Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara yaitu:
1) Asas kepastian hukum; yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara
2) Asas tertib penyelenggara negara, yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
negara
3) Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif
4) Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara
5) Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban penyelenggara negara

10
6) Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
7) Azas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.9 Tujuan Good Governance
Tujuan dilaksanakan good governance yaitu untuk mencapai keadaan yang
baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam
pengelolaan sumbersumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal
untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan
publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta
mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara
yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan.
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor
terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah
negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa
dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu,
kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam
rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga
dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan
selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan
kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan

11
secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara,
dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan
yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik.
Meruju pada tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi,
lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 pihak yaitu
pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak
ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut
saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik.
Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar, namun
dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi.
2.10 Faktor yang Memengaruhi Good Governance
Banyak hal mendasar yang memengaruhi pelaksanaan Good Governance di
Indonesia. Berdasarkan BPSDM Kementrian Hukum dan HAM yang memengaruhi
pelaksanaan Good Governance di Indonesia diantaranya sebagai berikut.
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku
pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan
untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik
yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di
lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi
akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan

12
pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat
juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya
di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya
seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara.
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance.
Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja
pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan
dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan
sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi
terwujudnya good governance.
2.11 Hambatan Terciptanya Good Governance
Berdasarkan data yang didapat dari kumparan.com dari kacamata akutansi
keuangan secara tehnis terdapat tiga permasalahan utama yang menyebabkan Good
Governance itu masih jauh dari kenyataan. Hambatan-hambatan dalam terciptanya
Good Governance sebagai berikut.
1) Tidak adanya sistem akutansi yang handal yang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan pencatatan atau pelaporan, menyebabkan lemahnya intern pada
pemerintah daerah.
2) Terbatasnya personil di daerah yang berlatar belakang pendidikan akutansi,
selain itu juga sedikit sarjana akutansi yang berkualifikasi yang tertarik untuk
mengembangkan profesinya dipemerintahan daerah karena konpensasi yang
rendah yang ditawarkan pada mereka.
3) Belum adanya standar akutaansi keuangan sector publik yang baku, hal ini
penting untuk acuan pembuatan laporan keuangan sebagai mekanisme
pengendalian.

13
Proses transparasi masih sulit dilaksanakan karena didalam pertanggung
jawaban keuangan secara kasat mata tidak dapat ditampilkan, banyaknya
pertanggung jawaban yang direkayasa dikarenakan pengeluaran-pengeluaran
fiktif dan ini tentu sukar bagi pejabat publik untuk mempertanggung jawabkan
secara transparasi. Laporan pertanggung jawaban pemerintah penuh dengan trik-
trik perekayasaan, tergantung bagaimana pejabat publik berdiplomasi dengan
anggota legislatif atau bagaimana mereka bernegoisasi.
2.12 Hubungan Reformasi Administrasi Publik dan Good Governance di Indonesia
Birokrasi publik memiliki peranan yang sangat penting dan menentukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa. Untuk itu birokrasi
publik berfungsi memberikan pelayanan dan pemberdayaan kepada warga masyarakat
secara transparan dan akuntabel. Dengan kata lain (Benveniste, 1991), birokrasi harus
memberikan pelayanan kepada publik secara objektif dan tanpa memihak. Dengan
demikian, birokrasi publik sebagai pengelola kebijakan dan pelaku pelayanan
seharusnya tidak hanya sekedar netral terhadap kekuasaan politik, tetapi harus
memiliki akuntabilitas terhadap sesuatu yang menjadi tindakan kepada publik dalam
kerangka menjalankan kewenangan yang diberikan kepadanya. Dibutuhkan sebuah
pembaharuan dalam sistem birokrasi yaitu diciptakannya sebuah reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi dimaksudkan sebagai proses pembaharuan melalui
transformasi sistem atau tatanan birokrasi ke arah yang lebih efisien dan profesional
(Rakhmat, 2009). Caiden (1991) menjelaskan bahwa administrative reform refers to
make the administrative system a more effective instrument for social change, a better
instrument to bring about political equality, social justice and economic growth.
Reformasi birokrasi di berbagai negara berkembang telah mengalami kemajuan
sebagai langkah strategis dalam pembangunan sektor publik. Reformasi birokrasi
publik di berbagai negara (Korea Selatan misalnya, 1988) pada umumnya dilakukan
melalui dua strategi yaitu, (a) merevitalisasi peran dan fungsi kelembagaan birokrasi
pemerintahan yang menjadi pilar penggerak reformasi administrasi, (b) menata
kembali sistem administrasi publik yang lebih baik terkait dengan struktur, proses, dan
sumber daya manusia (Prasojo, 2006). Di Indonesia, berdsarkan Peraturan Mempan

14
No. 15 tahun 2008 tentang pedoman umum reformasi birokrasi, diarhakan pada
birokrasi yang bersih; birokrasi yang efisien, efektif dan produktif; birokrasi yang
transparan; birokrasi yang akuntabel; dan birokrasi yang melayani masyarakat.
Reformasi administrasi adalah proses pembaharuan atas paradigma dan sistem
administrasi publik (Said, 2006). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendekatan
reformasi administrasi dapat dilakukan antara lain melalui (a) perubahan paradigma
administrasi publik, (b) menempatkan peran administrasi publik secara proporsional,
(c) peningkatan kemampuan birokrasi, (d) perbaikan prosedur dan tata laksana
pengelolaan keuangan negara, (e) penetapan pejabat publik melalui kriteria dengan
sistem terbuka.
Pergeseran paradigma pengelolaan birokrasi pemerintahan dari government to
governance, dan perkembangan ke arah good governance dilihat dari perspektif
administrasi publik merupakan sebuah paradigma baru dalam mengelola suatu
pemerintahan yang baik dan modern untuk kepentingan publik (Bovaird dan Elka,
2003). Pengkajian mengenai paradigma governance dalam proses pembangunan
berarti suatu kegiatan untuk melihat perkembangan dan perubahan cara pandang serta
pemahaman tentang permasalahan yang dihadapi dalam proses pengaturan dan
pengendalian kehidupan masyarakat dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan
negara dan pengelolaan pembangunan bangsa.
Paradigma good governance berkenaan dengan sistem peradaban yang luhur,
dan untuk mewujudkannya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara memerlukan
persyaratan yang tidak mudah yang harus dipenuhi oleh setiap unsur penyelenggaraan
negara. Good governance menyangkut kegiatan manajemen pemerintahan yang
bertanggung jawab dan sejalan dengan demokrasi dan mekanisme pasar yang efisien,
serta terkait dengan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun secara
administratif. Paradigma good governance dapat berjalan dengan baik apabila
mekanisme demokrasi sebagai sistem yang melandasi partisipasi dan dapat mendorong
adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan terhadap kepentingan publik.

15
2.13 Smart City
Smart city atau secara harfiah berarti kota pintar, merupakan suatu konsep
pengembangan, penerapan, dan implementasi teknologi yang diterapkan disuatu
daerah sebagai sebuah interaksi yang kompleks di antara berbagai sistem yang ada di
dalamnya (Pratama, 2014). Tujuan dari pendekatan smart city untuk mencapai
informasi dan pengelolaan kota yang terintegrasi. Integrasi ini dapat melalui
manajemen jaringan digital geografi perkotaan, sumber daya, lingkungan, ekonomi,
sosial dan lainnya.
“The structure of smart city includes perception layer, network layer and
application layer, which can make the future world increasingly appreciable and
measurable, increasingly interconnection and interoperability and increasingly
intelligent”(struktur dari smart city meliputi lapisan persepsi, lapisan jaringan dan
lapisan aplikasi, yang dapat membuat masa depan dunia semakin cukup dan terukur,
semakin interkoneksi dan interoperabilitas dan semakin cerdas) (Su, Li, & Fu, 2011).
2.14 Pembagian Smart City
Amerika Serikat dan Eropa merupakan negara dan benua yang menjadi pelopor
smart city di dunia. IBM merupakan perusahaan yang mewadahi berdirinya smart city,
IBM membagi smart city menjadi enam jenis. Keenam jenis pembagian smart city
tersebut meliputi smart economy, smart mobility, smart governance, smart people,
smart living, dan smart environment. (Pratama, 2014). Berikut adalah penjelasan
tentang pembagian smart city.
1) Smart Economy
Ekonomi merupakan salah satu pilar penopang daerah/kota/negara.
Pengelolaan ekonomi suatu daerah hendaknya perlu dilakukan dengan lebih
baik dan terkomputerisasi. Implementasi dan penilaian smart city pada bagian
(dimensi) smart economy meliputi dua hal, yakni proses inovasi (innovation)
dan kemampuan daya saing (competitives). Kedua hal tersebut berguna untuk
mencapai peningkatan ekonomi bangsa yang lebih baik dan pintar, sebab
inovasi dan kemampuan daya saing merupakan modal utama untuk kemajuan
bangsa serta peningkatan pembangunan sumber daya. Arah pembangunan

16
sumber daya disuatu wilayah diwujudkan melalui peningkatan akses,
pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial dasar, peningkatan kualitas dan
daya saing tenaga kerja, pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk
serta peningkatan partisipasi masyarakat.
2) Smart People
Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi
(economic capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial
(social capital). Smart people dapat dikatakan sebagai tujuan utama yang harus
dipenuhi dalam mewujudkan smart city. Pada bagian ini terdapat kriteria proses
kreatifitas pada diri manusia dan modal sosial. Berikut kriteria penilaian
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Adanya jenjang pendidikan formal dalam bentuk sekolah dan perguruan
tinggi yang merata kepada masyarakat dan berbasiskan IT seperti
penerapan e-learning, pemanfaatan sistem informasi sekolah/perguruan
tinggi, pembelajaran dengan sarana komputer, penyediaan akses
internet untuk sumber informasi/ bahas pembelajaran, dan lain-lain.
b. Adanya komunitas IT dan komunitas lainnya yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi informasi.
c. Adanya peranan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi.
3) Smart Governance
Smart governance merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada tata kelola pemerintahan. Adanya kerja sama antara
pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mewujudkan tata kelola dan
jalannya pemerintahan yang bersih, jujur, adil, dan demokrasi, serta kualitas
dan kuantitas layanan publik yang lebih baik. Smart governance terdiri atas tiga
bagian sebagai berikut.
a. Keikutsertaan masyarakat di dalam penentuan keputusan secara
langsung maupun online.
b. Peningkatan jumlah dan kualitas layanan publik. Implementasi smart
city dalam hal ini memanfaatkan teknologi informasi dapat dilakukan

17
dengan cara penyedian sistem informasi berbasis web dan mobile untuk
pelayanan publik (pembuatan KTP, SIM dan lain-lain), penyediaan
layanan administrasi keuangan/pembayaran yang efektif, hemat waktu,
dan otomatis (pembayaran listrik, air dan lain-lain), dan adanya
database yang terstruktur dan tertata baik di dalam
penyimpanan data dan informasi terkait dengan layanan publik.
c. Adanya transparansi di dalam pemerintahan, sehingga masyarakat
menjadi tahu dan cerdas.
4) Smart Mobility
Smart mobility merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada transportasi dan mobilitas masyarakat. Pada smart
mobility ini terdapat proses transportasi dan mobilitas yang smart, sehingga
diharapkan tercipta layanan publik untuk transportasi dan mobilitas yang lebih
baik serta menghapus permasalahan umum di dalam transportasi, misalkan
macet, pelanggaran lalu lintas, polusi dan lain-lain.
5) Smart Environment
Smart Environment merupakan bagian atau dimensi pada smart city yang
mengkhususkan pada bagaimana menciptakan lingkungan yang pintar. Kriteria
penilaian disini mencakup proses kelangsungan dan pengelolaan sumber daya
yang lebih baik. Untuk mewujudkan smart environment perlu adanya beragam
terapan aplikasi dan komputer dalam bentuk sensor network dan wireless
sensor network, jaringan komputer, kecerdasan buatan, database sistem,
mobile computing, sistem operasi, paralel computing, recognition(face
recognition, image recognition), image processing, intellegence transport
system, dan beragam teknologi lainnya yang terkait dengan pengelolaan
lingkungan hidup dan manusia
itu sendiri.
6) Smart Living
Pada smart living terdapat syarat dan kriteria serta tujuan untuk proses
pengelolaan kualitas hidup dan budaya yang lebih baik dan pintar. Untuk

18
mewujudkan smart living, terdapat tiga buah sub bagian yang harus dipenuhi,
diataranya sebagai berikut:
a) Fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi informasi seperti penyediaan sarana internet
gratis dan sehat (bebas dari konten pornografi, kekerasan, melalui
sistem filtering/proxy), CCTV yang terpasang ditempat umum dan lalu
lintas untuk menekan jumlah kriminalitas.
b) Penyediaan sarana, prasarana dan informasi terkait dengan potensi
pariswisata daerah dengan baik dan atraktif memanfaatkan teknologi
informasi seperti adanya sistem informasi geografis untuk pemetaan
lokasi objek wisata, proses pemesanan tiket masuk dan kamar hotel
secara online dan mobile.
c) Infrastruktur teknologi informasi yang memadai, sehingga semua
fasilitas dan layanan publik dapat berjalan dengan baik melalui bantuan
komputerisasi dan teknologi informasi seperti tersedianya komputer
publik di tempat-tempat umum, tersedianya jaringan internet yang
memadai, tersedianya tenaga IT/SDM yang kompeten.
2.15 Karakteristik Smart City
Ada empat dasar karakteristik dari smart city (Hao, Lei, & Yan, 2012), yaitu :
1) Interkoneksi antara bagian perkotaan, smart city menggabungkan antara
communication network, internet, sensor dan recognition untuk membantu
komunikasi antar orang, dengan demikian interkoneksi antara bagian perkotaan
akan terwujud.
2) Integrasi sistem informasi perkotaan, hal yang berkaitan dengan internet dan
cloud computing akan digunakan dalam setiap bidang bisnis dan
mengintegrasikan sistem aplikasi, data dan internet menjadi unsur-unsur inti
yang mendukung operasi perkotaan dan manajemen.
3) Manajemen perkotaan dan kerjasama layanan, interkoneksi komponen
perkotaan dan dukungan sistem aplikasi manajemen perkotaan serta layanan

19
dengan koordinasi sistem kritikan perkotaan dan peserta untuk membuat
menjalankan perkotaan terbaik.
4) Aplikasi ICT (Information and Communication Technology) terbaru, smart city
teori manajemen kota modern sebagai panduan yang menekankan penerapan
teknologi informasi canggih ke manajemen perkotaan dan pelayanan, sehingga
memotivasi pemerintah, perusahaan dan orang-orang untuk membuat inovasi,
gerakan pembangunan perkotaan.

20
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
3.1 Penerapan good governance (studi kasus pada smart city kota Makassar) menurut
UNDP
1. Partisipasi
Salah satu karakteristik dalam penerapan good governance adalah partisipasi
dimana pemerintah melibatkan masyarakat dalam mewujudkan good governance
itu sendiri. Pada studi kasus dalam makalah ini yaitu penerapan good governance
(studi kasus pada kota Makassar), masyarakat di kota Makassar turut berpartisipasi
dalam mendukung penerapan smart city di kota Makassar dengan mengisi survei
yang dibuat oleh pemerintah kota Makassar. Dalam survei tersebut, masyarakat
diminta memberi pendapatnya mengenai program pelayanan publik yang
diterapkan pemerintah berbasis smart city. Selama penerapan program pelayanan
publik berbasis smart city di kota Makassar, pemerintah kota Makassar telah
melakukan survei sebanyak dua kali. Meskipun hasil survei dikutip dari viva.co.id
CEO CRC Herman Heizer menyebutkan bahwa sebagian masyarakat kota
Makassar belum mengetahui tentang program smart city yang diterapkan oleh
pemerintah namun, sebagian masyarakat yang lain mengatakan puas dengan
program pelayanan berbasis smart city yang diterapkan oleh pemerintah.
Pemerintah kota Makassar mengutip dari detiknews berpendapat jika tidak
melibatkan masyarakat dalam penerapan program tersebut maka, smart city tidak
akan berhasil dan kedepannya pemerintah kota Makassar akan lebih banyak
melakukan sosialisasi mengenai program pelayanan publik smart city kepada
masyarakat kota Makasasar.
2. Aturan Hukum
Melengkapi program pelayanan publik smart city, pemerintah Makassar
membangun “War Room” yang merupakan ruang operasional Pemkot Makassar
untuk memerangi masalah-masalah di masyarakat. Dengan adanya War Room ini,
Pemkot Makassar dapat memantau kegiatan seisi kota melalui 115 CCTV yang
tersebar di lokasi-lokasi strategis dari ruangan ini. Dikutip dari berita viva.co.id

21
CCTV ini belum ditambah milik provider telekomunikasi sebanyak 23 unit dan 73
titik di jalan tol. Dari 115 CCTV milik Pemkot, hanya 12 unit yang berupa kamera
fix. Sisanya bisa diputar-putar dan dizoom hingga 32 kali ukuran sesungguhnya.
Efek War Room sangat terasa di masyarakat. Jika tahun 2012, masih banyak terjadi
pembegalan di berbagai wilayah sudut kota, kini angkanya menyusut jauh
meskipun belum ada data pasti terkait menyusutnya angka kasus pembegalan
tersebut. Selain itu, dengan adanya War Room diharapkan semua tindak kehajatan
dapat ditangani oleh pemerintah dengan adil dan sesuai dengan hukum yang
berlaku serta sesuai dengan apa yang dilakukan oleh penjahat tersebut. Namun,
tindak kejahatan sendiri belum tentu bisa dihindari oleh masyarakat melalui War
Room. Hal ini dikarenakan tidak adanya transparansi mengenai bagaimana
keadaan War Room atau apa saja yang telah dipantau melalui ruang ini kepada
masyarakat serta berdasarkan dari data penelitian bahwa Pemerintah Kota
Makassar saat ini belum mempunyai perangkat hukum dan perundang-undangan
yang mengatur penerapan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi
diberbagai sektor pemerintahan.
3. Transparansi
Karakteristik good governance ini penting dalam penerapan program pelayanan
publik smart city di kota Makassar. Hal yang harus ditekankan pada pentingnya
transparansi adalah pada sistem perencanaan berbasis big data dan harus dilakukan
pada semua tingkatan, mulai dari musyawarah perencanaan pembangunan atau
musrembang hingga monitoring dan evaluasi atau monev. Seluruh proses tersebut
harus melibatkan pihak eksekutif maupun pihak legislatif dengan demikian, tiap
pengambilan kebijakan bisa sinkron dan transparan. Tidak ada 'ruang gelap' untuk
transaksional yang berpotensi merugikan kepentingan umum serta merupakan
upaya dalam pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Melalui program
pelayanan publik smart city ini, hal tersebut dapat dilakukan. Konsep smart city
ini pun dapat diintegrasikan dengan layanan bebas korupsi. Hal itu terbukti dari
kutipan wartaekonomi.co.id bahwa data yang dilansir oleh Transparancy
International Indonesia (TII) pada November 2017 menempatkan Makassar pada

22
posisi teratas kota dengan persentase suap terendah di Indonesia yaitu sebesar 1,8
persen dari total biaya produksi. Data tersebut menjelaskan kepada publik jika
Makassar menjadi kota dengan pelayanan publik yang paling minim atau paling
bersih dari praktek suap (kolusi). Selain nilai positif yang telah disebutkan tentu
ada hal negatif dari penerapan karakteristik good governance ini yaitu hukum dan
perundang-undangan yang dibutuhkan dalam penerapan teknologi informasi dan
komunikasi guna melindungi hak untuk mendapatkan akses pada data-data
pemerintah.
4. Sikap Responsif
Pemerintah kota Makassar telah menggelar Bimtek terkait masterplan smart city
yang diterapkan di kota Makassar. Acara tersebut merupakan kerjasama
Kementerian Kominfo RI dan Pemkot Makassar melalui Dinas Kominfo yang
melibatkan hampir seluruh stakeholder baik itu dewan smart city Kota Makassar,
tim teknis pelaksana smart city Kota Makassar serta organisasi perangkat daerah
se-kota Makassar. Dalam acara tersebut para tamu undangan mengapresiasi
program smart city di kota Makassar seperti mengutip yang disampaikan oleh
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Ismail Hajiali yang mengatakan,
“Alhamdulillah, Makassar hingga hari ini telah mendapat berbagai prestasi dan
pengakuan baik tingkat nasional maupun internasional sebagai kota yang mampu
bergerak cepat menciptakan inovasi yang mampu dirasakan manfaatnya secara
nyata oleh masyarakat”. Dengan begitu, pemerintah kota Makassar telah
memberikan layanan tidak hanya kepada masyarakat namun juga kepada para
stakeholder sehingga mereka pantas mendapat apresiasi pada penerepan program
pelayanan publik smart city mereka.
5. Konsensus, Kesetaraan, Efisiensi dan Efektifitas
Untuk mewujudkan smart city, mengutip dari detiknews Pemkot Makassar
membuat program-program berbasis teknologi antara lain puskesmas digital, di
mana warga bisa mendaftar di puskesmas melalui layanan SMS. Data kesehatan
masyarakat melalui layanan ini akan terdokumentasi secara lengkap sehingga
treatment atau perawatan kesehatan yang diberikan lebih tepat dan akurat.

23
Program lain adalah Makassar Home Care, layanan kesehatan yang menyasar
rumah warga. Jika membutuhkan layanan kesehatan di rumah menurut informasi
detiknews, warga tinggal menghubungi call center 112 di 'War Room' pemkot.
Selanjutnya, call center akan menghubungi puskesmas terdekat agar segera
mengirimkan tim 'Dottoro'ta (dokter kita) ke rumah warga yang sakit. Tim ini
terdiri dari tiga orang, yakni dokter, perawat dan seorang sopir kendaraan pintar
yang dilengkapi alat USG dan EKG. Mobil Dokter Kita juga memiliki alat
diagnosis. Saat ini sudah ada 48 kendaraan Dottoro'ta yang tersebar di 48
puskesmas. Data terakhir, homecare sudah berhasil menangani 4.205 warga.
Sebanyak 60 persen ditangani di rumah, 40 persen dirujuk ke puskesmas. Program
lainnya vertical garden, apartemen lorong, dan Badan Usaha Lorong (BULO).
Pemkot Makassar sendiri tidak main-main dengan konsep smart city. Untuk
mewujudkannya, saat ini tengah disusun Perda Kota Dunia yang mengatur
masalah layanan terhadap publik dengan melibatkan seluruh SKPD di bawah
Pemkot, termasuk nantinya menentukan time respons terkait pelayanan. Meskipun
begitu menurut penelitian yang telah dilakukan, pemerintah Kota Makassar saat
ini belum memiliki perangkat hukum dan perundang-undangan yang mengatur
penerapan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi diberbagai sektor
pemerintahan. Perangkat hukum dan perundang-undangan sangat dibutuhkan guna
memperkecil dampak negatif serta menjamin hak-hak individu baik hak untuk
kesetaraan akses informasi maupun hak perlindungan privacy. Hukum dan
perundang-undangan yang dibutuhkan dalam penerapan teknologi informasi dan
komunikasi ini harus mampu memberikan perlindungan pada beberapa hak yang
bersifat sangat fundamental seperti hak untuk mendapat perlindungan privasi
terhadap data-data yang telah diisikan pada program berbasis teknologi puskesmas
digital.
6. Akuntabilitas dan Visi Strategis
Di luar persepsi soal smart city, mayoritas warga Makassar puas dengan kinerja
wali kota. Dalam empat periode survei yang dilakukan CRC tingkat kepuasan
masyarakat terus naik yaitu lebih dari 50 persen responden menjawab cukup puas

24
terhadap 200 pertanyaan menyangkut kinerja wali kota Makassar. Persepsi publik
terhadap kondisi keamanan menurut informasi dari viva.co.id menunjukkan 58,6
persen menilai semakin baik, untuk kenyamanan 77,4 persen responden merasa
nyaman, dan respon pemerintah terhadap kebutuhan warga, sebanyak 54,0 persen
responden menilai baik. Sementara persepsi publik terkait lingkungan, mengerucut
pada lima masalah yakni, macet (19 persen), banjir (16,7 persen), sampah (11,9
persen), susah mencari lapangan kerja (11,4 persen) dan geng motor (8,3 persen).
Lalu untuk masalah kebersihan kota Makassar, 86 persen responden menilai
semakin bersih. Terkait kondisi ruang terbuka hijau, meskipun dianggap kurang
memadai namun menunjukkan kondisi lebih baik dari tahun ke tahun, kondisi
lorong di Kota Makassar 79 persen responden menyatakan semakin baik. Adapun
kondisi ekonomi sebanyak 76,4 persen menilai lebih baik dari tahun sebelumnya.
Sampel pada survei ini merupakan 420 warga Kota Makassar yang sudah berusia
17 tahun atau sudah menikah. Penarikan sampel secara acak, dan margin error +/-
5 persen pada selang kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari 14 Kecamatan
di Kota Makassar yang terdistribusi secara proporsional. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara tatap muka langsung dengan menggunakan
kuesioner. Mengenai hasil survei ini, walikota Makassar Mohammad Ramdhan
Pomanto dikutip dari detiknews menanggapi serius karena menurutnya, beliau
membangun kota berdasarkan sistem dan transparan. Karena itu yang pertama kali
dilakukan saat memimpin kota adalah membangun masyarakatnya dengan
menyurvei apa hal tersulit yang dihadapi masyarakat. Bukan membangun kota
secara fisik, meskipun ia berlatar belakang arsitek. Kedua, melibatkan partisipasi
dari 1,8 juta penduduk kota dalam menyelesaikan masalah, dan ketiga, bagaimana
mengukur tingkat keberhasilan sebagai bahan evaluasi.
Menurut walikota kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto dikutip dari
detiknews, program pelayanan publik smart city ini perlu didukung secara bersama-
sama baik dari masyarakat, pemerintah maupun stakeholder sehingga harapannya
semoga melalui program ini kota Makassar mampu meretas persoalan yang ada dengan
mengoptimalkan pelayanan untuk Makassar yang dua kali lebih baik.

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penerapan program Smart City sebagai wujud dari Good Governance memang
tidak akan terlepas dari karakteristik-karakteristik tersebut. Yang mana suksesnya
sebuah program seperti smart city disebuah daerah itu sangat ditentukan dari
karakteristiknya. Misalkan participation dan transparency yang melibatkan masyarakat
untuk ikut ambil bagian dalam proses penerapan Smart City. Ini adalah suatu bentuk
program pemerintah yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
Teknologi, dan selain itu pemerintah juga dapat meningkatkan profesiolitasnya. Dari
penjelasan diatas dapat juga kita ketahui bahwa masih ada kekurangan didalam proses
penerapan program Smart City tersebut. Masih banyak masalah yang terjadi di kota
Makassar seperti ketersediaan CCTV yang masih belum memadai di beberapa sudut di
kota Makassar. Hal itu menjadi penyebab terjadinya tindak kejahatan seperti
pembegalan. Hal ini dikarenakan tidak adanya transparansi mengenai bagaimana
keadaan War Room atau apa saja yang telah dipantau melalui ruang ini kepada
masyarakat serta berdasarkan dari data penelitian bahwa Pemerintah Kota Makassar
saat ini belum mempunyai perangkat hukum dan perundang-undangan yang mengatur
penerapan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi diberbagai sektor
pemerintahan.
4.2 Saran
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk melayani masyarakat dengan berbagai
program yang berdampak terhadap kemajuan daerah nya. Lalu dalam hal ini
masyarakat juga harus sadar bahwa untuk mewujudkan serta menjalankan program
smart city itu pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Pemerintah juga sangat
membutuhkan kerjasama dari masyarakat. Akan tetapi kerjasama yang dimaksud disini
yaitu masyarakat hanya perlu memahami lebih dalam apa itu smart city, serta selalu
memanfaatkan fasilitas smart city yang telah disediakan oleh pemerintah dengan cara
menjaganya. Pemerinthan juga harus meningkatkan profesionalitasnya dengan cara

26
menambah serta membenahi seluruh kekurangan dari fasilitas-fasilitas dari program
smart city itu. Seperti menambah jumlah CCTV disetiap sudut Kota Makassar dan lebih
diutamakan pada tempat-tempat yang rawan kejahatan. Upaya peningkatan efektifitas
dari program smart city akan terwujud dengan kerja sama yang baik antara pemerintah
kota setempat dengan masyarakatnya. Karena smart city itu juga lahir dari pemerintah
yang profesional dan masyarakat yang smart.

27
DAFTAR PUSTAKA

Wen. (2018). Pertemuan Stakeholder Smart City Bahas Program Kota Sehat di
Makassar. [Internet] Diakses di <https://jurnalcelebes.co/2018/08/07/pertemuan-
stokholder-smart-city-bahas-program-kota-sehat-di-makassar/> [Diakses pada 15
November 2018]

Amri. (2016). Analisis Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam


Menunjang Terwujudnya Masyarakat Sebagai “Smart City”. [Internet], 5 (2) Juli –
Desember, 439. Diakses di
<http://journal.unhas.ac.id/index.php/kareba/article/viewFile/1916/1074> [Diakses
pada 05 Desember 2018]

Kalsum, Umi. 2016. Mencermati Konsep Smart City Kota Makassar. Diakses di
<https://www.viva.co.id/berita/nasional/861664-mencermati-konsep-smart-city-kota-
makassar> [Diakses pada 15 November 2018]

Editor Redaktur Makassar Metro. 2017. Masterplan Sombere dan Smart City Jajal
Analisa Kelembagaan Daerah dan Daya Saing Kota. Diakses di
<http://makassarmetro.com/2017/10/02/masterplan-sombere-dan-smart-city-jajal-
analisa-kelembagaan-daerah-dan-daya-saing-kota/> [Diakses pada 15 November
2018]

Wahyudiyanta, Imam. 2016. Begini Cara Walikota Makassar Mengaplikasikan Smart


City. Diakses di <https://news.detik.com/berita/3258628/begini-cara-wali-kota-
makassar-mengaplikasikan-smart-city> [Diakses pada 15 November 2018]

Kurniawan, Tri Yari. 2017. Makassar Saber Smart City Award 2017. Diakses di
<https://www.wartaekonomi.co.id/read161348/makassar-sabet-smart-city-award-
2017.html> [Diakses pada 15 November 2018]
Soesilo, Zauhar. 2014. Reformasi Administrasi. Bumi Aksara: Bandung

28

Anda mungkin juga menyukai