DI IPDN
Disusun oleh Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Msi
A. PENDAHULUAN
IPDN merupakan salah satu perguruan tinggi kedinasan yang ada di Indonesia dengan
kekhususan menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, baik melalui program
vokasi, akademik maupun profesi. Hal tersebut telah ditegaskan pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2009 tentang Statuta Institut Pemerintahan Dalam
Negeri, yang menyebutkan bahwa : “ Pendidikan tinggi kepamongprajaan, terdiri atas : a) jenis
pendidikan vokasi; b) jenis pendidikan akademik; dan c) jenis pendidikan profesi. Program
vokasi telah diwujudkan dalam bentuk pendidikan D-IV yang menyiapkan lulusannya untuk
menjadi praktisi pemerintahan dalam berbagai bidang sesuai program studinya. Program
akademik telah diwujudkan melalui pendidikan S-1 dengan lima prodi, S-2 dengan kekhususan
administrasi pemerintahan daerah, dan sedang disiapkan pendidikan S-3 bidang ilmu
pemerintahan. Pada sisi lain program profesi sampai saat ini belum diselenggarakan sama
sekali, padahal di dalam Statuta IPDN ditegaskan perlunya menyelenggarakan pendidikan
profesi kepamongprajaan.
B. PENDIDIKAN PROFESI
Menurut ensiklopedia bebas Wikipedia1, yang dimaksud profesi adalah “pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi
biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
unuk bidang profesi tersebut. Wikipedia selanjutnya menjelaskan ada 11 (sebelas) karakteristik
profesi yaitu :
1) Ketrampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis;
2) Asosiasi professional;
3) Pendidikan yang ekstensif;
4) Ujian kompetensi;
5) Pelatihan institusional;
6) Lisensi;
7) Otonomi kerja;
8) Kode etik;
9) Mengatur diri;
10) Layanan publik dan altruism;
11) Status dan imbalan yang tinggi.
1
Id.wikipedia.org/wiki/Profesi
1
Berdasarkan pengertian di atas, maka muncul pertanyaan mendasar yang harus dijawab
yakni apakah kepamongprajaan adalah sebuah profesi? Apabila bukan, maka pembahasan
cukup berhenti sampai di sini, tetapi apabila jawabannya ya, maka diperlukan diskusi panjang
untuk membuat orang menjadi paham.
Deskripsi spesifik :
1. Mampu memanfaatkan konsep-konsep dasar, berbagai fakta empirik serta metodologi
dalam bidang ilmu politik dan pemerintahan untuk mengidentifikasi, memahami,
mensistematisasi, mengklasifikasi dan menganalisis masalah-masalah politik dan
pemerintahan yang berkembang dalam masyarakat.
2. Mampu merumuskan pilihan-pilihan pemecahan masalah dalam bidang politik dan
pemerintahan, termasuk kekuatan dan kelemahan masing-masing pilihan, untuk
dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan kebijakan.
2
Dikutip dari luk.staff.ugm.ac/atur/KKNI/descriptor/Politik-Pemerintahan.docx.
2
Desekripsi spesifik :
1. Menguasai konsep-konsep dasar dalam ilmu politik dan pemerintahan yang terkait
dengan fenomena kekuasaan (bekerjanya kekuasaan, ekspresi dari bekerjanya
kekuasaan, dan implikasi yang ditimbulkan) sebagai basis untuk membangun
argumentasi.
2. Mampu mengkontektualisasi dan memverifikasi konsep-konsep politik dan pemerintahan
dalam realitas empiris melalui penguasaan dan pemanfaatan metodologi politik dan
pemerintahan.
3. Mampu melakukan perbandingan konsep dan praktek politik dan pemerintahan, baik
dimensi spasial (antardaerah, antarnegara, antarkomunitas dan antarindividu) maupun
dalam dimensi waktu.
Deskripsi spesifik :
Deskripsi spesifik :
3
Berdasarkan deskripsi KKNI level 6 untuk lulusan S1 bidang politik dan pemerintahan
sebagaimana dikemukakan di atas, setidak-tidaknya dapat disusun konsep deskripsi KKNI level 7
bagi pendidikan profesi di bidang politik dan pemerintahan, yang selanjutnya dapat
dideskripsikan KKNI level 7 untuk pendidikan profesi kepamongprajaan. Konsep deskripsi KKNI
level 7 untuk bidang ilmu politik dan pemerintahan yaitu sebagai berikut :
Deskripsi spesifik :
1. Mampu memanfaatkan dan mengembangkan konsep-konsep dasar, praktek-prakte
serta metodologi dalam bidang ilmu politik dan pemerintahan untuk menganalisis
masalah-masalah politik dan pemerintahan yang berkembang dalam masyarakat.
2. Mampu merumuskan pilihan-pilihan pemecahan masalah dalam bidang politik dan
pemerintahan secara komprehensif, termasuk kekuatan dan kelemahan masing-masing
pilihan, untuk dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan kebijakan.
Desekripsi spesifik :
1. Menguasai konsep-konsep dasar serta kasus-kasus dalam ilmu politik dan pemerintahan
yang terkait dengan fenomena kekuasaan (bekerjanya kekuasaan, ekspresi dari
bekerjanya kekuasaan, dan implikasi yang ditimbulkan) sebagai basis untuk membangun
argumentasi.
2. Mampu mengkontektualisasi dan memverifikasi konsep-konsep dan studi kasus politik
dan pemerintahan dalam realitas empiris melalui penguasaan dan pemanfaatan
metodologi politik dan pemerintahan.
3. Mampu melakukan perbandingan konsep dan praktek politik dan pemerintahan, baik
dimensi spasial (antardaerah, antarnegara, antarkomunitas dan antarindividu) maupun
dalam dimensi waktu.
Deskripsi spesifik :
4
1. Mampu mengambil keputusan-keputusan berbasis bukti (evidence-based policy) dan
berbasis riset (research-based policy) serta studi kasus dengan memanfaatkan
pengetahuan, penguasaan metodologi, dan kapasitas analisis dalam bidang politik dan
pemerintahan.
2. Mampu membangun consensus (concensus building) dalam proses politik dan
pemerintahan.
3. Mampu membangun jejaring kebijakan (policy networking) dalam proses pengambilan
keputusan.
4. Mampu memberikan arahan (visionary leadership) dan menggerakkan sumber daya
(collective action) di lingkungannya untuk mewujudkan kepentingan publik dan tujuan-
tujuan kolektif.
Deskripsi spesifik :
Dilihat secara etimologis (asal-usul kata), kata pamongpraja merupakan gabungan dari
dua kata “Pamong” dan “Praja”. Kata Pamong (bahasa Jawa) berasal dari kata “emong” yang
artinya orang yang diberi kepercayaan untuk mengasuh, memimbing, memberitahu. Jadi
pamong adalah orang yang dituakan dan dipercaya karena pengetahuannya, kedewasaannya
serta kematangan emosinya untuk mendidik, mendampingi orang yang lebih muda, lebih kecil,
dan belum berpengalaman. Hubungan antara pamong dan yang diemong bersifat hierarkhis.
Kata Praja (bahasa Jawa) artinya negara, kerajaan, pemerintahan. Dengan demikian,
kata Pamong Praja artinya adalah orang yang dipercaya untuk membina, mengasuh, mengawasi
negara atau pemerintahan.
Pada masa sebelum kemerdekaan, digunakan istilah Pangrehpraja, yang artinya orang
yang tugasnya memerintah negara atau pemerintahan. Kata “ereh” (Jawa) artinya memerintah
dengan sedikit paksaan. Hubungannya bersifat sangat hierarkhis dalam konteks “patron dan
5
klien”. Raja, pejabat pemerintah merupakan patron, rakyat merupakan kliennya. Istilah ini
sudah biasa digunakan pada masa penjajahan Hindia Belanda, sehingga menyiratkan hubungan
antara penjajah dengan yang dijajah. Karena itu, Presiden Soekarno memerintahkan mengganti
istilah pangrehpraja menjadi pamong praja. Sebelumnya juga pernah digunakan istilah
Pagerbaya.
Pada masa Hindia Belanda ada dua korps Pangrehpraja yakni Korps Pamongpraja
bangsa Eropa dan Korps Pamongpraja Bumiputra atau Binnenlandbestuur. Tugas utama korps
ini adalah mengawasi jalannya pemerintahan bumiputera yang berbentuk kerajaan atau
keadipatian.
Keberadaan Korps Pamong Praja mencapai puncaknya pada saat berlakunya UU Nomor
5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Korps Pamong Praja diartikan
sebagai pejabat pemerintah pusat yang berada di daerah dengan tugas utama menjalankan
TUGAS PEMERINTAHAN UMUM (TPU), yang meliputi koordinasi, pembinaan dan pengawasan
serta urusan residual. Pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, yang masih merujuk pada UUD 1945
yang asli, Presiden merupakan satu-satunya mandataris MPR, yang kemudian membangun
jaringan pemerintah pusat di daerah yang dinamakan Kepala Wilayah yang berkedudukan
sebagai PENGUASA TUNGGAL DI BIDANG PEMERINTAHAN.
Sebagai penguasa tunggal kepala wilayah menjalankan fungsi koordinasi terhadap semua
instansi vertikal dan dinas daerah di wilayah kerjanya. Kepala wilayah berkedudukan sebagai
koordinator dalam sebuah forum yang dinamakan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida).
Untuk memberi legitimasi posisinya sebagai koordinator semua instansi pemerintah yang ada di
daerah, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1986 tentang Musyawarah Pimpinan
Daerah (Muspida). Pasal 1 Keppres Nomor 10 Tahun 1986 menyebutkan bahwa :
Musyawarah Pimpinan Daerah yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disingkat
MUSPIDA, adalah suatu forum konsultasi dan koordinasi antaraGubernur Kepala Daerah
Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan pejabat-pejabat ABRI
di daerah serta aparatur-aparatur Pemerintah lainnya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara stabilitas nasional dan pembangunan nasional di daerah.
6
PRESIDEN
Ka.
Kakanwil Gubernur KDH TK. I + DPRD
Perangkat Wilayah
+
Perangkat Daerah
Ka. Bupati/
KDH TK. II + DPRD
Kakandep Walikota
Cadin
Perangkat Wilayah
+
Perangkat Daerah
Kakandep
Camat Cadin
Kec
Keterangan:
--------------- = Garis Komando
= Garis Koordinasi Hak cipta model : Sadu Wasistiono
Pada masa UU Nomor 22 Tahun 1999, asas dekonsentrasi dibatasi keberadaannya hanya
sampai di tingkat provinsi saja, sedangkan di kabupaten/kota didominasi oleh asas
desentralisasi, kecuali untuk urusan pemerintahan yang masih ditangani langsung oleh
pemerintah pusat . Bupati/walikota hanya berkedudukan sebagai kepala daerah saja, tidak lagi
menjadi kepala wilayah. Tetapi fungsi-fungsi sebagai kepala wilayah antara lain menjadi
koordinator Muspida masih dijalankan oleh bupati/ walikota. Hal ini menimbulkan kontroversi
karena pejabat pusat dikoordinasikan oleh pejabat daerah. Berdasarkan UU ini, definisi
mengenai pamong praja menjadi kabur, karena tidak lagi ada urusan pemerintahan umum yang
dijalankan oleh kepala daerah. Istilah yang digunakan diganti menjadi Tugas Umum
Pemerintahan. Kebijakan ini dilanjutkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004.
7
PRESIDEN
Ka. Gubernur
Kanwil Sebagai KDH PROP. + DPRD Ka.
Wkl Pem. Pusat UPT
Pengelola
? Dekonsentrasi SKPD
SPM
Keterangan: SKPD
= Garis Komando
= Garis Koordinasi
= Garis Koordinasi Vertikal Ka.
Kandepkec Kecamatan
= Garis Supervisi SPM
= Garis Pembinaan teknis fungsional dan administratif
Pada revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 ada keinginan menghidupkan kembali URUSAN
PEMERINTAHAN UMUM, yang dijalankan oleh Kepala Daerah yang karena jabatannya (ex-
officio) menjabat pula sebagai kepala wilayah (seperti konsep pada UU Nomor 5 Tahun 1974).
Dengan konsep semacam itu maka keberadaan korps pamong praja akan berkembang kembali,
karena selama ini istilah pamong praja hanya melekat pada Satuan Polisi Pamong Praja. Kepala
Daerah yang dimaksudkan di sini adalah Gubernur sebagai kepala daerah provinsi, bupati
sebagai kepala daerah kabupaten serta walikota sebagai kepala daerah kota. Dengan demikian
mereka akan memiliki posisi ganda (dual position) dan fungsi ganda (dual function) dengan
berbagai konsekuensi yang melekat didalamnya. Salah satu konsekuensinya adalah hubungan
kerja antara kepala daerah provinsi yang tidak berhierarkhi dengan kepala daerah kabupaten
dan kota, akan mengalami perubahan karena pada dirinya melekat jabatan kepala wilayah yang
berhierarkhi. Artinya bupati/walikota dalam posisinya sebagai kepala wilayah yang menjalankan
urusan pemerintahan umum berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah.
8
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
URUSAN PEMERINTAHAN
Dibagi berdasarkan
URUSAN kriteria Eksternalitas,
ABSOLUT KONKUREN
PEMERINTAHAN Akuntabilitas dan
UMUM Efisiensi
Provinsi,
Kab/Kota
KEPALA Kemitraan
DPRD
DAERAH
Gubernur, Bupati/ Fungsi Regulasi, Anggaran
Urusan
Walikota karena dan Pengawasan
Pem.
Umum jabatannya berkedudukan
juga sebagai wakil
pemerintah
9
PRESIDEN
Ka. Gubernur
Kanwil Sebagai KDH PROP. + DPRD Ka.
Wkl Pem. Pusat UPT
Pengelola
? Dekonsentrasi SKPD
SPM
Keterangan: SKPD
= Garis Komando SPM
= Garis Koordinasi
Ka. Kecamatan
Kandepkec
= Garis Koordinasi Vertikal
= Garis Supervisi SPM
= Garis Pembinaan teknis fungsional dan administratif
Keberadaan Korps Pamong Praja mencapai titik nadir setelah berlakunya UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat sangat desentralistik, sehingga
pelaksanaan asas dekonsentrasi sangat dibatasi di daerah. Fungsi dekonsentrasi dibatasi hanya
pada tingkat provinsi saja. Konsekuensi logis dari perubahan kebijakan desentralisasi tersebut,
maka definisi tentang Pamong Praja perlu disusun ulang. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 yang
kemudian dilanjutkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004, tidak ada lagi pengertian Tugas
Pemerintahan Umum, yang ada istilah baru yakni TUGAS UMUM PEMERINTAHAN (TUP), yang
isinya berbeda dengan pengertian TUGAS PEMERINTAHAN UMUM (TPU) yang selama ini
digunakan. Dalam pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004, terdapat dua pengertian TUP, yakni
yang tertuang dalam PP Nomor 3 Tahun 2007 dan PP Nomor 19 Tahun 2008.
Gubernur sejak masa UU Nomor 5 Tahun 1974 sampai ke UU Nomor 32 Tahun 2004
maupun pada revisinya mempunyai kedudukan ganda (dual position) dan fungsi ganda (dual
function), yakni sebagai kepala daerah provinsi dan sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah
provinsi. Kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat diperkuat dengan ditetapkannya
PP Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Sera
Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Sebagai wakil pemerintah
pusat, gubernur menjalankan “urusan pemerintahan umum”, bukan hanya tugas umum
pemerintahan yang dijalankan oleh kepala daerah. Pengertian urusan pemerintahan umum
disini masih meminjam dari UU Nomor 5 Tahun 1974 yakni : “ Urusan pemerintahan yang
meliputi bidang-bidang:
10
- ketentraman dan ketertiban;
- politik;
- koordinasi;
- pengawasan;
- urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi
vertikal dan tidak termasuk urusan rumah tangga daerah. (URUSAN RESIDUAL).
11
TUGAS UMUM PEMERINTAHAN yang dijalankan oleh CAMAT, meliputi :
Pada Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 10 Tahun 2010 disebutkan bahwa Gubernur sebagai
wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan (SEHARUSNYA URUSAN
PEMERINTAHAN UMUM) meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi dengan
instansi vertikal, dan antarinstansi vertikal di wilayah provinsi yang bersangkutan;
b. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi
dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan;
c. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antarpemerintahan daerah
kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan;
d. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota;
12
Agar Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat menjalankan tugasnya dengan
baik, maka gubernur diberi seperangkat wewenang, yang meliputi :
a. mengundang rapat bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi
vertikal;
b. meminta kepada bupati/walikota beserta perangkat daerah dan pimpinan instansi
vertikal untuk segera menangani permasalahan penting dan/atau mendesak yang
memerlukan penyelesaian cepat;
c. memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait dengan kinerja,
pelaksanaan kewajiban, dan pelanggaran sumpah/janji;
d. menetapkan sekretaris daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. mengevaluasi rancangan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
f. memberikan persetujuan tertulis terhadap penyidikan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota;
g. menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraaan fungsi pemerintahan
antarkabupaten/kota dalam satu provinsi;
dan
h. melantik kepala instansi vertikal dari kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian yang ditugaskan di wilayah provinsi yang bersangkutan.
HAKEKAT PAMONGPRAJA
Dalam konteks negara unitaris, pamongpraja adalah sebuah korps yang disiapkan oleh
pemerintah pusat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan prinsip “semakin
besar desentralisasi yang diberikan kepada daerah otonom, semakin diperlukan pengendalian
yang kuat agar tidak terjadi gerakan sentrifugal”, 3maka peranan korps pamongpraja pada
masa revolusi desentralisasi yang terjadi di Indonesia sekarang ini menjadi semakin dibutuhkan.
Bentuknya tidak melalui cara mematai-matai, mengintimidasi, atau mencampurtangani urusan
pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah, melainkan melalui supervisi,
pendampingan manajemen, pemberdayaan dengan tujuan agar daerah menjadi semakin maju
dan mandiri dalam menjalankan otonominya.
3
Lihat misalnya pandangan …..
13
bervisi masa depan;
2) mampu melakukan koordinasi terhadap berbagai instansi pemerintah yang
berada di daerah sesuai kewenangannya;
3) mampu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap instansi
pemerintah yang berada di lingkungan kerjanya sesuai kewenangan yang
dimilikinya;
4) mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta kestabilan politik di
wilayah kerjanya sesuai kewenangannya;
5) mampu menjalankan urusan pemerintahan yang bersifat residual, untuk
menjaga agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan di wilayah kerjanya.
FALSAFAH KEPAMONGPRAJAAN
Sebagai korps yang sudah berusia lama serta sudah mengalami pasang surutnya politik
pemerintahan daerah, Pamong Praja telah memiliki kode etik (code of conduct) yang
dinamakan Hasta Budi Bhakti, yang artinya Delapan Nilai Pegangan Untuk Berbakti. Kode Etik ini
14
sebenarnya merupakan pegangan moral bagi siapapun yang masuk kategori Korps Pamong
Praja. Kode etik ini juga merupakan sebuah komitmen moral. Tetapi kelemahan bangsa
Indonesia, banyak membuat komitmen tetapi seringkali tidak konsisten.
1. Korps Pamong Praja sebagai pengamal Pancasila dan pembela Negara Kesatuan
Republik Indonesia menjadi pengayom dari seluruh rakyat tanpa membedakan
golongan, aliran dan agama.
3. Korps Pamong Praja merupakan penyuluh dalam gelap dan penolong di dalam
penderitaan bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga tercapai ketenangan dan
ketentraman lahir dan batin.
15
D. KONSEP PENDIDIKAN PROFESI KEPAMONGPRAJAAN
1) Kompetensi Pendidikan Profesi Kepamongprajaan
Berdasarkan konsep KKNI level 7 dalam bidang politik dan pemerintahan sebagaimana
telah dijelaskan pada uraian sebelumnya serta memperhatikan perkembangan berbagai definisi
mengenai pamongpraja, secara sederhana dapat disusun konsep kompetensi pendidikan
profesi kepamongprajaan yang berada pada level 7 KKNI, sebagai bagian dari KKNI level 7
bidang politik dan pemerintahan. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah
profesi kepamongprajaan dikembangkan di bawah payung ilmu pemerintahan? Perlu ada
argumentasi ilmiah yang cukup untuk menjelaskan hal tersebut. Studi tentang
kepamongprajaan nampaknya merupakan studi khas Indonesia yang berhulu dari jaman
penjajahan Hindia Belanda dulu yang intinya ada korps pejabat pemerintah pusat yang
berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan daerah, melakukan koordinasi serta pemeliharaan
kestabilan politik nasional.
Permasalahan yang muncul adalah di IPDN sebagai satu-satunya penyelenggara
pendidikan profesi kepamongprajaan tidak terdapat secara khusus program studi yang
mendalami ilmu pemerintahan. Ilmu pemerintahan hanya dipelajari sebagai mata kuliah pada
berbagai program studi yang merupakan cabang dari ilmu pemerintahan.
Deskripsi spesifik :
1. Mampu memanfaatkan konsep-konsep dasar dan metodologi dalam bidang ilmu
pemerintahan serta ilmu-ilmu lain yang relevan untuk mengidentifikasi, memahami,
mensistematisasi, mengklasifikasi dan menganalisis masalah-masalah kepamongprajaan
yang berkembang dalam masyarakat.
2. Mampu merumuskan pilihan-pilihan pemecahan masalah dalam bidang
kepamongprajaan termasuk kekuatan dan kelemahan masing-masing pilihan, untuk
dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan kebijakan.
Desekripsi spesifik :
16
fenomena kepemimpinan pemerintahan, koordinasi, pemeliharaan kestabilan politik,
pembinaan ketentraman dan ketertiban umum serta urusan residual sebagai basis
untuk membangun argumentasi.
2. Mampu mengkontektualisasi dan memverifikasi konsep-konsep profesi kepamongprajaan
dalam realitas empiris melalui penguasaan dan pemanfaatan metodologi politik dan
pemerintahan.
3. Mampu melakukan perbandingan konsep dan praktek kepamongprajaan, baik dimensi
spasial (antardaerah, antarnegara, antarkomunitas dan antarindividu) maupun dalam
dimensi waktu.
Deskripsi spesifik :
Deskripsi spesifik :
17
2) PESERTA DIDIK
Peserta didik program profesi kepamongprajaan adalah calon PNS atau PNS yang
bekerja di lingkungan pemerintahan dalam negeri. Tidak ada definisi baku mengenai yang
dimaksud dengan “pemerintahan dalam negeri”. Tetapi dengan merujuk pada UU Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dapat ditarik sebuah pemahaman sebagai berikut.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU tersebut dikemukakan bahwa : “ Setiap Menteri membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan”. Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat (2) dikemukakan bahwa : “
Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi
program pemerintah.
Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) UU tersebut dikemukakan bahwa : “ Urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar
negeri, dalam negeri, dan pertahanan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa
pemerintahan dalam negeri adalah seluruh urusan pemerintahan setelah dikurangi urusan
luar negeri dan urusan pertahanan. Definisi ini dapat dikatakan sebagai definisi urusan
pemerintahan dalam negeri arti luas. Definisi tersebut sesuai digunakan pada masa awal
kemerdekaan pada saat bidang-bidang urusan pemerintahan belum terpencar menjadi sangat
spesifik. Pada masa sekarang, urusan pemerintahan sudah menjadi sangat spesifik sehingga
perlu ditangani oleh sebuah entitas tersendiri baik berbentuk kementerian, komisi, dewan dan
lain sebagainya. Sehubungan hal tersebut, maka definisi urusan pemerintahan dalam negeri
perlu disusun ulang yakni “urusan pemerintahan yang menyangkut kestabilan politik nasional,
otonomi daerah, pemberdayaan desa serta urusan pemerintahan residual skala nasional”.
Definisi urusan pemerintahan umum ini dapat disebut sebagai urusan pemerintahan umum
arti sempit.
18
pemerintahan, ilmu politik, atau administrasi negara, pendidikan profesi
kepamongprajaan bersifat tentative.
3) KURIKULUM
Berdasarkan kompetensi di atas secara mundur dapat disusun seperangkat mata kuliah
sebagai kurikulum dalam arti sempit, sebagai bagian dari kurikulum dalam arti luas, dengan
rincian sebagai berikut :
a) Untuk membangun kompetensi kepemimpinan pemerintahan perlu diajarkan mata
kuliah : 1) teori kepemimpinan; 2) kepemimpinan pemerintahan di Indonesia; 3)
sejarah kepemimpinan pamong praja di Indonesia. Mata kuliah tersebut kemudian
dilengkapi dengan praktek kepemimpinan melalui cara memainkan peran (role
playing). Mata kuliah ini juga perlu disertai materi teknik pengambilan keputusan
sebagai sebuah pelatihan teknis.
b) Untuk membangun kompetensi koordinasi pemerintahan perlu diajarkan mata
kuliah : 1) sistem pemerintahan Indonesia; 2) dinamika desentralisasi di Indonesia;
3) teori koordinasi; 4) sejarah perkembangan koordinasi pemerintahan di Indonesia.
Mata kuliah tersebut kemudian dilengkapi dengan praktek berupa gladi koordinasi
pemerintahan.
c) Untuk membangun kompetensi hakekat kepamongprajaan perlu diajarkan mata
kuliah : 1) sejarah pamong praja di Indonesia; 2) Dasar filosofi dan kode etik
kepamongprajaan;
d) Untuk membangun kompetensi pemeliharaan kestabilan politik dalam negeri perlu
didukung dengan mata kuliah : 1) Sejarah politik Indonesia; 2) Dinamika dan potensi
konflik politik di Indonesia; 3) Manajemen Konflik dan Kolaborasi. Mata kuliah
kompetensi ini perlu didukung dengan praktek berupa gladi pemeliharaan kestabilan
politik dalam negeri.
e) Untuk membangun kompetensi pemelihara ketentraman dan ketertiban umum
perlu didukung dengan mata kuliah : 1) Filosofi dan strategi pemeliharaan
19
ketentraman dan ketertiban umum. Mata kuliah ini perlu didukung dengan
pelatihan gladi pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum.
f) Untuk membangun kompetensi inovasi dalam melaksanakan urusan pemerintahan
residual perlu didukung dengan mata kuliah : 1) Teori tentang urusan pemerintahan
residu (residual power theory).
g) Untuk membangun kompetensi pemberdaya masyarakat perlu didukung dengan
mata kuliah : 1) Teori tentang pemberdayaan masyarakat; 2) Strategi dan teknis
memberdayakan masyarakat. Mata kuliah ini perlu didukung dengan praktek gladi
pemberdayaan masyarakat.
Uraian tentang mata kuliah di atas dapat disederhanakan dalam bentuk tabel sebagai
berikut.
20
D. Pendukung Kompetensi Pemelihara Mata kuliah kompetensi ini
kestabilan politik dalam negeri : perlu didukung dengan
9) Dinamika dan potensi konflik 3 praktek berupa gladi
politik di Indonesia; pemeliharaan kestabilan
10) Manajemen Konflik & 2 politik dalam negeri.
Kolaborasi.
E. Pendukung Kompetensi Pemelihara Mata kuliah ini perlu didukung
Ketentraman dan Ketertiban umum dengan pelatihan gladi
11) Filosofi & strategi pemeliharaan 3 pemeliharaan ketentraman
ketentraman dan ketertiban dan ketertiban umum.
umum.
F. Pendukung Kompetensi Inovasi
dalam melaksanakan urusan
pemerintahan residual :
12) Teori tentang urusan
pemerintahan residu (residual 2
power theory)
Jumlah 33
21
4) WAKTU PENDIDIKAN
Berdasarkan jumlah mata kuliah dan bobot sks yang harus ditempuh serta keseluruhan
kurikulum yang disiapkan untuk peserta didik pendidikan profesi kepamongprajaan, maka
waktu pendidikan yang diperlukan adalah sekitar 9 (sembilan) bulan atau 37 minggu, dengan
rincian :
a) Masa basis selama 2 minggu);
b) Masa kuliah semester pertama selama 16 minggu untuk 17 sks;
c) Masa kuliah semester kedua selama 16 minggu untuk 16 sks;
d) Masa pemantapan selama 2 minggu.
e) Masa jeda antar semester seminggu.
Mengingat bobos sks yang ditempuh cukup banyak, maka pendidikan profesi
kemapongprajaan setara dengan program spesialis I (Sp.I). Sedangkan lulusannya diberi gelar
Sp.KP atau Spesialis Kepamongprajaan.
22