Anda di halaman 1dari 36

Tahapan Proses Penyusunan Naskah

Akademik (NA) dalam rancangan


peraturan

TAHAP PROSES
PENYUSUNAN NASKAH
AKADEMIK (NA) DALAM
RANCANGAN PERATURAN
PENGERTIAN

1.    MENURUT PAKAR


a)       Menurut Multiwati Darus dalam makalah dalam rangka Bintek, Jakarta, BPHN, 2007 dengan
judul “ Fungsi   dan Peran Naskah Akademik dalam penyusunan Prolegda Serta Metodologi Analisis
dan Evaluasi Peraturan Perundang undangan “, Naskah Akademik dapat diartikan sebagai sesuatu
rancangan yang bersifat akademis atau pengetahuan.

b)      Naskah
Akademik terkait dengan rancangan perda yang akan dibuat dan dapat juga
dibantu oleh pakar hukum dan pemerintahan, dan dana yang digunakan berasal dari
instansi terkait masing-masing

c)       Jimly Asshiddiqqie membedakan antara Naskah Akademik, Naskah Politis dan Naskah
Hukum.

  1)      Naskah Akademik


beda dengan bentuk atau format rancangan Undang undang yang sudah resmi. Naskah rancangan
akademis disusun sebagai hasil kegiatan yang bersifat akademis sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan yang rasional, kritis, obyektif dan impersonal.

2)       Naskah Politis.


Setelah naskah akademik rancangan Undang undang (academic draft) diputuskan oleh pemegang
otoritas politik menjadi rancangan Undang undang yang resmi, maka sejak itu berubahlah status
rancangan Undang undang itu menjadi naskah politik (political draft).

3)       Naskah Hukum.


Setelah rancangan Undang undang disetujui bersama oleh DPR dan Pemerintah maka selambat
lambatnya 30 (tiga puluh) hari harus di tanda tangani Presiden dan bila tidak di tanda tangani
dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD RI Tahun 1945. Sejak saat itu Naskah
Politis berubah menjadi Naskah Hukum.
         Bedanya dengan PERDA :
Pada dasrnya perancangan perda sama dengan proses perancangan undang-udang di tingkat pusat
yakni Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Pengundangan, Sosialisasi. namun bedanya adalah
dalam rancangan perda sebelum diundangkan terlebih dahulu perda melewati proses evaluasi dan
kalrifikasi yang dilakukan oleh kementrian dalam negeri
 
B.    2.PENGERTIAN SECARA YURIDIS

1.       Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) No. G.159. PR. 09. 10
Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang
undangan, Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi materi Perundang
undangan bidang tertentu yang telah di tinjau secara sistemik, holistik dan futuristik.

2.       Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden, Naskah
Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang
berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan,
obyek atau arah pengaturan substansi rancangan Peraturan Perundang undangan.

3.       Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor. M. HH-01. PP. 01. 01.
Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang
undangan, naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai konsepsi yang berisi latar belakang , tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan
dan lingkup, jangkauan, obyek atau arah pengaturan substansi rancangan Peraturan Perundang
undangan.

4.       UU Nomor 12 Tahun 2011, naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
Rancangan Undang undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi atau Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
 
C.    FUNGSI NASKAH AKADEMIK
Keberadaan Naskah Akademik awalnya belum menjadi suatu keharusan dalam penyusunan
Rancangan Peraturan Perundang undangan. Menjadi harus sejak tahun 2011, sesuai ketentuan
Pasal 43 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2011.

Fungsi Naskah Akademik adalah :


1.     Bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup dan materi
muatan suatu Peraturan Perundang undangan ;
2.     Bahan pertimbangan yang digunakan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan RUU/ RPP
kepada Presiden ; dan
3.     Bahan dasar bagi penyusunan rancangan Peraturan Perundang undangan.
 
 

Tahapan proses Penyusunan Naskah Akademik (NA)

Tahap awal

1. persiapan penyusunan NA

2. pembahasan diskusi publik draft awal NA

3. penyusunan draft awal NA

4. Evaluasi draft NA
5. penyempurnaan NA kepada Pemda dan DPD sebagai masukan dalam proses
pembentukan perda

Tahap kelanjutan

1. Penyusunan draft NA sesuai dengan pola dan sistematika standar yang biasa
dipakai dalam penyusunan NA
2. Kebutuhan akan waktu penyusunan dan menuangkan data serta informasi ke
dalam bentuk NA
3. memasukan alternatirf kaedah-kaedah dan norma dalam narasi yang
disusun;
4. pemilihan kaedah/norma yang tepat yang menjadikan NA suatu produk
hukum dengan hasil penelitian dan kajian hukum;
Tahap pembahasan konsep penyusunan

1. menyelenggarakan diskusi publik (public hearing) adalah menarik informasi


dan pendapat masyarakat dan pihak-pihak terkait,
2. menghimpun masukan dari berbagai pihak dalam rangka memperkaya dan
menyempurnakan NA diskusi publik ini dapat berbentuk diskusi terfokus,
lokakarya, seminar, jaring aspirasi publik, pertemuan konsultasi atau juga
mempublikasikan di media masa.

Evaluasi terhadap draft NA perlu dilakukan setelah memperoleh masukan atau


tanggapan dari masyarakat, pada proses ini tim penyusun NA menginventarisir
masukan-masukan yang diperoleh dari diskusi publik dan sedapat mungkin
mengakomodir masukan-masukan yang bermanfaat ke dalam NA.

Format Naskah Akademik

dibagi dalam :

1. Bagian yang memuat hasil kajian materi RUU yang akan diusulkan

2. bagian yang memuat Naskah Awal RUU yang akan diusulkan

1. Format bagian pertama

    a. sampul depan/cover dengan diberi judul dan tertera siapa penyusun NA;

    b. kata pengantar bercerita proses penyusunan

    c. daftar isi

    BAB I Pendahuluan


             A. Latar belakang yang memuat pemikiran tentang konstatering fakta dan
alasan pentingnya materi 

                 hukum tersebut harus segera diatur

             B. Dasar pemikiran perlunya RUU

                 memuat pemikiran tentang dasar perlunya RUU dibentuk, antara lain
meliputi dasar filosofis,          sosiologis,

                 yuridis, psikopoliti dan ekonomi

             C. Maksud dan tujuan yang menjelaskan tentang apa yang hendak dicapai
melalui pembentukan RUU

                 tersebut (misalnya memberikan jaminan kepastian hukum).

             D. Metode Pendekatan

             E. Analisis Hukum Positif yang terkait materi hukum RUU

D.    BENTUK NASKAH AKADEMIK

Bentuk Naskah Akademik berdasarkan Lampiran I Undang undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 :
1)       JUDUL
2)       KATA PENGANTAR
3)       DAFTAR ISI
4)       BAB I PENDAHULUAN
5)       BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
6)       BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT
7)       BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

      Landasan Filosofis


Menggambarkan bahwa Peraturan Perundang undangan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa
Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
      Landasan Sosiologis
Menggambarkan bahwa Peraturan Perundang undangan yang di bentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Menggambarkan fakta empiris perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara.

      Landasan Yuridis


Menggambarkan bahwa Peraturan Perundang undangan yang di bentuk untuk mengatasi
permasalahan.
 
    Sebenarnya landasan dalam undang-undang itu ada 4, selain 3 landasan diatas yakni landasan politis.
Landasan politis tidak dimasukan ke dalam naskah akademik karena landasan politis lebih cenderung
kepada arah kebijakan.
 
 
8)       BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG
UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/ KOTA
9)       BAB VI PENUTUP
10)    DAFTAR PUSTAKA
11)    LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
...........................

<a href='http://ads.hukumonline.com/www/delivery/ck.php?
n=a7f4a8ee&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img
src='http://ads.hukumonline.com/www/delivery/avw.php?
zoneid=60&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a7f4a8ee' border='0'
alt='' /></a>
Pertanyaan :
Dimana Mendapatkan Naskah Akademik Suatu Undang-Undang?
Dimanakah saya bisa menemukan Naskah Akademik Undang-Undang? Khususnya Undang-
Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan? Mohon bantuannya.
Jawaban :
Intisari:
 
 

Naskah Akademik atau naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap
suatu masalah tertentu dalam suatu rancangan undang-undang itu disusun oleh pemrakarsa berkoordinasi
dengan Menteri Hukum dan HAM. Pemrakarsa di sini adalah menteri atau pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian yang mengajukan usul penyusunan rancangan undang-undang. Naskah akademik dapat
ditemukan bergantung dari siapa pemrakarsa dan pemangku kepentingan dalam penyusunan rancangan undang-
undang yang bersangkutan.
 

Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.


 
 
NASKAH AKADEMIK

DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN

Oleh:

RUSDIANTO S, S.H., M.H

A. NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN

1. Pendahuluan

Istilah atau terminologi “Naskah Akademik” bukan merupakan hal baru


dalam kerangka proses pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indoensia. Pada tanggal 29 Desember 1994, Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN), menerbitkan sebuah petunjuk teknis penyusunan Naskah Akademik,
melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional No.G-
159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah
Akademik Peraturan Perundang-undangan yang, antara lain, menjelaskan
mengenai nama/istilah, bentuk dan isi, kedudukan serta format dari Naskah
Akademik.

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang menyebutkan istilah Naskah
Akademik dengan penyebutan “Rancangan Akademik”. Dalam Pasal 3 ayat (1)
Keppres 188/1998 disebutkan “Menteri atau pimpinan Lembaga Pemrakarsa
Penyusunan Rancangan Undang-Undang dapat pula terlebih dahulu menyusun
rancangan akademik mengenai Rancangan Undang-undang yang akan disusun”.

 
Bahan Kuliah Mata Kuliah Perancangan Perundang-Undangan Fakultas Hukum
UNNAR 2011
 
Dosen Bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum
UNNAR Surabaya
Sedangkan dalam peraturan yang terbaru, yaitu Undang-undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak
diatur secara eksplisit mengenai Naskah Akademik. Naskah Akademik itu baru
“muncul” secara tegas melalui Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005
tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undangan, Rancangan
Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.

Pasal 5 ayat (1) Perpres Nomor 68 tahun 2005 menyebutkan bahwa:


“Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-undangan dapat terlebih
dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam
Rancangan Undang-undang”. Selanjutnya Pasal 5 ayat (2) Perpres Nomor 68
Tahun 2005 menyebutkan “Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-
undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau
pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu”.

Keberadaan Naskah Akademik dalam penyusunan peraturan perundang-


undangan di Indonesia hingga saat ini memang belum merupakan sebuah
keharusan/kewajiban yang harus dilakukan dalam rangka penyusunan peraturan
perundang-undangan (termasuk Peraturan Daerah). Kedudukan Naskah
Akademik masih dianggap hanya sebagai “pendukung” penyusunan peraturan
perundang-undangan. Akan tetapi dengan semakin berkembang dan
berubahnya pola kehidupan masyarakat Indonesia serta beberapa permasalahan
dalam pembuatan dan pelaksanaan perundang-undangan yang sudah ada
sekarang, urgensi Naskah Akademik dalam proses penyusunan peraturan
perundang-undangan yang tepat guna, komprehensif dan sesuai dengan asas-
asas pembentukan perundang-undangan menjadi sangat penting.

Keberadaan Naskah Akademik memang sangat diperlukan dalam


rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan
agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan nantinya akan
sesuai dengan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat.
Dengan digunakannya Naskah Akademik dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan, diharapkan peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan tidak menghadapi masalah (misalnya
dimintakan judicial review) di kemudian hari.
2. Pengertian Naskah Akademik

Selama ini Naskah Akademik bukan merupakan istilah tunggal, karena di


dalam literatur maupun dokumen-dokumen resmi dikenal beberapa istilah,
antara lain:

a. Rancangan Akademik (sebagaimana dipakai dalam


Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan
Peraturan Pemerintah)
b. Draft Akademik
c. Naskah Awal RUU/RPP
d. Naskah Akademis
e. Naskah Akademik (sebagaimana dipakai dalam Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden.

Dalam tulisan ini istilah yang dipakai adalah Naskah Akademik, dengan
pertimbangan bahwa istilah inilah yang digunakan dalam Peraturan Presiden No.
68 Tahun 2005, dan istilah ini pun sudah lazim dipakai oleh berbagai kalangan
yang bergerak di bidang peraturan perundang-undangan. Sedangkan
mengenai pengertiannya, yang dimaksud Naskah Akademik adalah
“naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai
konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang
ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan”.

3. Bentuk dan Isi Naskah Akademik

Naskah Akademik memuat gagasan konkrit dan aplikatif pengaturan suatu


materi perundang-undangan (materi hukum) bidang tertentu yang telah ditinjau
secara sistemik-holistik-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu (multidisipliner
dan interdisipliner).
Naskah Akademik berisikan rekomendasi tentang urgensi (dasar
pemikiran perlunya suatu peraturan perundang-undangan), konsepsi,
asas hukum, ruang lingkup, dan materi muatan, dilengkapi dengan
pemikiran dan penarikan norma-norma yang akan menjadi tuntunan
dalam menyusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan.

4. Kegunaan Naskah Akademik

Naskah Akademik merupakan:

a. Konsep awal yang memuat gagasan-gagasan tentang dasar


pemikiran perlunya disusun suatu rancangan peraturan perundang-
undangan, asas-asas hukum, ruang lingkup, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan dimaksud;
b. Bahan pertimbangan yang dipergunakan dalam permohonan
izin prakarsa penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan.
c. Bahan dasar bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang.
d. Pedoman dari sudut pandang akademik dalam menjelaskan
alasan-alasan penarikan rumusan norma tertentu di dalam
rancangan peraturan perundang-undangan di setiap tingkat
pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan terkait.
e. Bahan dasar Keterangan Pemerintah mengenai rancangan
peraturan perundang-undangan yang disiapkan Pemrakarsa untuk
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

5. Pengaturan Naskah Akademik

Pasal 18 Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (LN No.53, TLN : 4389), menyatakan :

(1) Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan


oleh Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen
sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
(2) Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi
rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden,
dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 18 ayat (3) sebagaimana dikemukakan di atas


mengamanatkan perlunya dibuat peraturan pelaksanaan dalam bentuk
Peraturan Presiden. Peraturan Presiden dimaksud adalah Perpres Nomor
68 tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
undang. Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.

Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 mengatur mengenai


Naskah Akademik, sebagai berikut:

1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat


terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang
akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-
undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada
perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai
keahlian untuk itu.
3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis, pokok
dan lingkup materi yang akan diatur.
4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pendekatan pengaturan di dalam Peraturan Presiden tersebut pada


prinsipnya tidak jauh berbeda dari ketentuan sebelumnya yang dimuat
dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan
Pemerintah. Pasal 3 Keppres ini menyatakan:
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan
Rancangan Undang-undangan dapat pula terlebih dahulu menyusun
rancangan akademik mengenai Rancangan Undang-Undang yang
akan disusun.
(2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan bersama-sama dengan
Departemen Kehakiman dan pelaksanaannya dapat diserahkan
kepada Perguruan Tinggi atau Pihak Ketiga lainnya yang
mempunyai keahlian untuk itu.

Selanjutnya di dalam Pasal 4 angka (2) ditegaskan bahwa dalam hal


Rancangan undang-undang tersebut memerlukan rancangan Akademik, maka
rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dijadikan
bahan dalam pembahasan forum konsultasi.

Kata “dapat” di dalam rumusan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68 tahun


2005 dan dalam Pasal 3 ayat (1) Keppres 188 Tahun 1998 mengandung arti
bahwa Naskah Akademik tidak harus dibuat untuk suatu rencana pengajuan
RUU. Artinya penyusunan suatu RUU boleh dengan atau tanpa didahului dengan
penyusunan Naskah Akademiknya. Implikasi dari pengaturan ini adalah
banyaknya RUU yang diajukan tanpa disertai Naskah Akademik.

Lebih lanjut Perpres tersebut menyatakan bahwa penyusunan Naskah


Akademik pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan Tinggi atau Pihak
Ketiga. Dengan demikian, Perguruan Tinggi, lembaga penelitian dan kajian
hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi masyarakat dapat
membuat membuat Naskah Akademik suatu RUU baik melalui kerjasama dengan
departemen teknis maupun atas prakarsanya sendiri.

Tidak mengherankan apabila dalam praktik dapat ditemukan Naskah-


naskah Akademik dengan versi yang beragam, karena berasal dari sumber-
sumber yang berlainan (BPHN Dep. Hukum dan HAM, Departemen-
departemen/LPND, Perguruan Tinggi, LSM, dan sebagainya) dan dibuat sesuai
dengan selera dan persepsi pihak pembuatnya.

Belum adanya keseragaman dalam penyusunan Naskah Akademik telah


menjadi kendala khususnya didalam mengoptimalkan kegunaan Naskah
Akademik di dalam proses perancangan suatu RUU baik di Departemen Hukum
dan HAM maupun di instansi pemrakarsa, termasuk DPR.
Di masa yang lalu, ketentuan dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun
1998 yang “tidak mewajibkan suatu RUU/RPP didahului dengan suatu
penyusunan Naskah Akademik”, senantiasa dijadikan salah satu alasan untuk
mengabaikan pembuatan Naskah Akademik dalam proses penyusunan RUU.
Kondisi yang sama kemungkinan akan terulang, karena Peraturan Presiden No.
68 tahun 2005 pun menyatakan hal yang hampir sama.

6. Upaya Penyempurnaan Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah


Akademik Peraturan Perundang-Undangan

Sebagaimana telah dikemukakan, salah satu tugas dan fungsi BPHN


adalah menyusun Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Untuk itu,
pada tahun 1994 BPHN telah membuat Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah
Akademik Peraturan Perundang-undangan yang dituangkan dalam Keputusan
Kepala BPHN No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994. Keputusan Kepala BPHN ini telah
menjadi pedoman di dalam penyusunan Naskah Akademik yang dilaksanakan di
BPHN dan di lingkungan Pemerintah, meskipun landasannya masih mengacu
kepada Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan
Pemerintah yang saat ini sudah dicabut dengan Peraturan Presiden No. 68 tahun
2005.

Dalam rangka tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden No. 68 tahun


2005 dan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas peraturan perundang-
undangan, saat ini BPHN telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengupayakan penyempurnakan Petunjuk Teknis


Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPHN No.G-
159.PR.09.10 Tahun 1994.
b. Bersama-sama dengan Direktorat jenderal Peraturan
Perundang-undangan merancang Peraturan Menteri Hukum dan HAM
tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik.
c. Menyusun format penyusunan Naskah Akademik yang dapat
mempertegas perbedaannya dengan format hasil penelitian/pengkajian
dan kegiatan lainnya yang bersifat research. Naskah Akademik
sedikitnya sudah dapat mengemukakan norma-norma suatu peraturan
dan akan lebih baik lagi jika norma-norma tersebut telah dirumuskan
dalam pasal demi pasal.
d. Melakukan sosialisasi penyusunan Naskah Akademik sebagai bagian
dari pembentukan peraturan perundang-undangan

B. NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN


DAERAH

1. Urgensi Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan


Daerah

Peraturan Daerah merupakan media bagi Pemerintah Daerah untuk


menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan/atau aspirasi-aspirasi
masyarakat untuk tujuan pembangunan daerah. Diharapkan dari Peraturan
Daerah tersebut mampu ditetapkan aturan-aturan yang dapat menunjang
pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Meskipun dalam
kenyataannya banyak peraturan daerah yang belum mampu memfasilitasi
proses pembangunan demi kemajuan daerah yang bersangkutan.

Pada tataran implementasinya, sebuah peraturan daerah harus tepat


sasaran yang diinginkan dari dibentuk dan ditetapkannya peraturan daerah
tersebut, dan yang lebih penting lagi adalah membawa manfaat dan maslahat
bagi masyarakat. Ini merupakan tugas berat bagi para perancang peraturan
daerah agar produk rancangannya sesuai dengan asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana tercantum dalam Pasal
5 UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
jo. Pasal 137 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya
menyangkut asas dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, dan
kejelasan rumusan.

Dalam praktik, sering ditemukan bahwa para perancang


peraturan perundang-undangan pada dinas teknis maupun biro/bagian
hukum Pemerintah Daerah belum mampu menerjemahkan kebijakan
pemerintah yang telah disusun kedalam bentuk peraturan daerah yang
dapat diterapkan secara efektif. Ketidakmampuan para perancang
tersebut disebabkan oleh paling sedikit tiga hal, yaitu: 1

1. Mitos bahwa perancang tidak menangani urusan kebijakan,


sebab yang membuat peraturan daerah adalah para pejabat
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan bukan perancang;
2. Banyak Daerah yang tidak memiliki aturan mengenai
prosedur yang mengharuskan mendasarkan rancangan
peraturan daerah pada pemikiran logis berdasarkan fakta di
masyarakat;
3. Sangat sedikit dari perancang yang memiliki pemahaman
atas teori, metodologi, dan teknik perancangan peraturan
perundang-undangan dan yang dapat secara jelas
menerjemahkan kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi
peraturan daerah yang dapat dilaksanakan secara efektif.

Akibat dari hal-hal tersebut, maka tidak mengherankan bila para


perancang peraturan daerah pada dinas teknis maupun biro/bagian hukum
Pemerintah Daerah kembali pada kebiasaan yang bermasalah, ketika merancang
peraturan daerah, yaitu:

1. Menyadur peraturan perundang-undangan daerah lain;


2. sekedar mengkriminalisasi perilaku yang tidak diinginkan; atau
3. Berdasarkan kompromi keinginan dari kelompok-kelompok
kepentingan dominan dalam masyarakat.

Disamping kelemahan dari sisi perancang, permasalahan-permasalahan


mendasar dalam proses pembentukan peraturan daerah, antara lain disebabkan
karena:

1. Jangka waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan


Peraturan daerah relatif lama, hal ini terlihat dari fakta bahwa untuk

1
Sony Maulana, Perancangan Peraturan Daerah Sebagai Wujud Kontribusi Keikutsertaan Pemerintah
Daerah Dalam Perubahan Sosial Yang Demokratis Di Daerah, Makalah pada Bimbingan Teknis Harmonisasi
Peraturan Daerah (Perda) Wilayah Perbatasan Dalam Perspektif Hak Asasi manusia, Samarinda 5 September
2005, hlm. 4-5.
pembentukan sebuah peraturan daerah diperlukan waktu antara 8 –
12 bulan, atau bahkan lebih;
2. Tidak/belum dilibatkannya secara maksimal peranserta masyarakat
dalam proses pembentukannya, terutama dari kalangan akademisi
dan praktisi hukum. Padahal menurut Pasal 53 UU No. 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan
Pasal 139 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
peranserta masyarakat diperbolehkan dalam proses pembentukan
peraturan daerah;
3. Belum digunakannya secara optimal fungsi Naskah Akademik
sebagai sebuah instrumen dalam rangka pembentukan peraturan
daerah. Padahal terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh
apabila Naskah Akademik digunakan sebagai satu instrumen dalam
proses pembentukan peraturan daerah, terutama dalam masalah
efisiensi waktu. Keadaan ini ditambah lagi dengan kurangnya
pemahaman mengenai keberadaan, manfaat, dan urgensi Naskah
Akademik dari para pihak yang terkait dalam pembentukan
peraturan daerah.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, adanya Naskah


Akademik bukan (atau sampai saat ini belum diatur secara tegas)
sebagai suatu keharusan dalam proses pembentukan peraturan daerah, akan
tetapi keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses
pembentukan peraturan daerah. Naskah Akademik memaparkan alasan-
alasan, fakta atau latar belakang tentang hal-hal yang mendorong
disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga dipandang sangat
penting dan mendesak diatur dalam peraturan daerah. Manfaat dari data
atau informasi yang dituangkan dalam latar belakang bagi pembentuk peraturan
daerah itu adalah bahwa mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang
mengapa perlunya dibuat sebuah peraturan daerah dan apakah peraturan
daerah tersebut memang diperlukan oleh masyarakat.

Selanjutnya, Naskah Akademik menjelaskan aspek filosofis (cita hukum),


aspek sosiologis (yakni nilai-nilai yang hidup dan terpelihara dalam kehidupan
masyarakat setempat), aspek yuridis (keterkaitan dan keharmonisan secara
vertikal dan horizontal dengan peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya),
dan aspek politis (political will yang mendukung dibentuknya suatu peraturan
daerah yang tercermin dari kebijakan yang ditetapkan oleh para pengambil
kebijakan yang menjadi dasar bagi tata laksana pemerintahan).

Aspek filosofis memuat hasil kajian yang mencerminkan landasan ideal


atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita pada saat menuangkan suatu
masalah ke dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan aspek yuridis
adalah kajian terhadap dasar-dasar hukum yang menjadi landasan hukum bagi
dibuatnya peraturan daerah, baik secara yuridis formal maupun yuridis materiil.
Dalam kaitan ini kajian ditujukan terhadap aturan-aturan lain yang dapat dipakai
sebagai landasan hukum kewenangan bagi suatu instansi atau institusi untuk
membuat peraturan tertentu dan dasar hukum untuk mengatur permasalahan
(objek) yang akan diatur. Tidak cukup sampai di situ, peraturan yang baik
adalah peraturan yang secara efektif berlaku dalam masyarakat. Untuk itu,
perlu dikaji sejauhmana masyarakat secara realita membutuhkan peraturan
tentang masalah terkait, dan sejauhmana keberadaan nilai-nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat mendukung keberadaan dan implementasi dari
peraturan yang akan dibuat.

Umumnya, teori-teori perundang-undangan hanya menyebutkan tiga


aspek kajian untuk mengukur baik-tidaknya suatu peraturan perundang-
undangan, yaitu dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis. Akan tetapi, sebuah
peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) tidak bisa sama
sekali dilepaskan dari unsur-unsur politis dalam pembentukannya. Aspek politis
pada dasarnya mengedepankan persoalan tarik-ulur kepentingan antara
pemerintah dan masyarakat. Dalam Naskah Akademik pun kajian terhadap
aspek ini perlu dilakukan. Bagaimana sesungguhnya kemauan politik dari
pemerintah, dan bagaimana bargaining power dari kemauan politik pemerintah
ini ketika berhadapan dengan kepentingan masyarakat, terutama dalam era
demokrasi seperti saat ini.

Tidak kurang pentingnya juga kajian-kajian dari berbagai aspek terkait,


antara lain, dari aspek ekonomi dan ekologi, yang akan lebih memperkaya
Naskah Akademik dan pada tahap selanjutnya juga akan lebih menyempurnakan
substansi peraturan perundang-undangan (peraturan daerah) yang akan dibuat.
Jika kondisi memungkinkan maka sesungguhnya proses pembentukan peraturan
perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) perlu menggunakan apa
yang disebut proses regulatory impact assessment (RIA), yang berguna untuk
mengetahui sejauhmana dampak ekonomis yang timbul dari peraturan tersebut
bila sudah terbentuk dan diberlakukan di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu, urgensi lainnya adalah dalam Naskah Akademik diberikan


gambaran mengenai substansi, materi dan ruang lingkup dari peraturan daerah
yang akan dibuat. Dalam hal ini dijelaskan mengenai konsepsi, pendekatan, dan
asas-asas dari materi hukum yang perlu diatur, serta pemikiran-pemikiran
normanya. Mengenai asas-asas dari materi hukum, pada dasarnya tidak
semata-mata terikat pada asas-asas yang telah ditentukan dalam Pasal 6 UU No.
10 tahun 2004 jo. Pasal 138 UU No. 32 tahun 2004, tetapi juga perlu mencermati
nilai-nilai, asas-asas hukum adat atau kearifan tradisional yang masih hidup
dana berkembang dalam kehidupan masyarakat setempat. Juga
dipertimbangkan asas resiko (risk management) yang mau tidak mau akan
timbul atau dihadapi nantinya jika peraturan daerah itu sudah terbentuk atau
telah diberlakukan. Dengan dituangkannya asas resiko ini, paling tidak sudah
ada antisipasi terhadap resiko-resiko negatif yang kemungkinan besar terjadi
sebagai konsekuensi dari adanya peraturan daerah terkait.

Naskah Akademik juga memberikan ruang bagi para pengambil keputusan


yang berwenang untuk membahas dan menetapkan peraturan daerah (baik
pemerintah daerah maupun Dewan perwakilan Rakyat Daerah) untuk
mempertimbangan apakah suabtsnasi/materi yang terkandung dalam Naskah
Akademik itu layak diatur dalam bentuk peraturan daerah atau tidak, dan
apakah hanya perlu satu peraturan daerah atau dimungkinkan untuk dituangkan
dalam lebih dari satu peraturan (mungkin peraturan sederajat atau peraturan
pelaksanaan).

Saat ini ada tendensi pandangan masyarakat bahwa peraturan


perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) adalah produk yang selalu
berpihak pada kepentingan pemerintah (politik) semata-mata, sehingga dalam
pelaksanaannya masyarakat tidak terlalu merasa memiliki dan menjiwai
peraturan perundang-undangan terkait. Oleh karena itu, Naskah Akademik
diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen penyaring, menjembatani, dan
meminimalisir unsur-unsur kepentingan politik dari pembentuk peraturan
perundang-undangan (peraturan daerah). Naskah Akademik menjelaskan
objektivitas tujuan dibentuknya peraturan perundang-undangan,
karena didasarkan atas hasil kajian dan/atau penelitian, yang
menampung aspirasi serta mengakomodasi kepentingan dan keinginan
masyarakat, serta didukung oleh kebijakan politik dan peraturan
perundang-undangan.

Berkaitan dengan seringnya terjadi pembatalan terhadap peraturan-


peraturan daerah yang dianggap bermasalah, Naskah Akademik diharapkan
dapat meminimalisir terjadinya pembatalan demikian, karena didasarkan atas
hasil kajian/penelitian yang komprehensif.

Pada kenyataannya, meskipun bukan merupakan suatu keharusan,


keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses pembentukan
peraturan daerah. Oleh karena itu, ke depan perlu dipertimbangkan oleh para
pembuat peraturan daerah untuk terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik
dalam proses pembentukan peraturan daerah, mengingat banyak manfaat yang
dapat diambil dari Naskah Akademik dalam keseluruhan proses pembentukan
peraturan daerah, mulai dari perencanaan, pembahasan, sampai pada
pemberlakuan atau pelaksanaannya.

Dengan digunakannya Naskah Akademik sebagai bagian dari proses


pembentukan peraturan daerah, maka diharapkan akan tercipta peraturan-
peraturan daerah yang berbasis akademik-ilmiah, tidak semata-mata kumpulan
pasal-pasal yang ketika diterapkan ternyata tidak efektif. Jika demikian halnya,
maka kerugian besar, baik berkaitan dengan waktu, materi maupun pikiran,
harus ditanggung oleh daerah. Apalagi jika kemudian akibat dari adanya
peraturan daerah itu muncul gejolak di masyarakat.

2. Tahapan Proses Penyusunan Naskah Akademik

Proses penyusunan Naskah Akademik terdiri dari beberapa tahap,


pada tahap pertama diawali dengan melakukan persiapan, tahap
pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik, diskusi publik draft awal
Naskah Akademik, evaluasi draft Naskah Akademik, penyempurnaan
atau finalisasi penyusunan Naskah Akademik, dan penyerahan Naskah
Akademik kepada pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Daerah
sebagai bahan masukan dalam proses pembentukan peraturan daerah.

Tahap persiapan penyusunan Naskah Akademik dimulai dengan


membentuk Tim Penyusun Naskah Akademik Peraturan Daerah, yang terdiri dari
personel yang dianggap memiliki kompetensi dan wawasan luas di bidangnya.
Susunan personalia Tim ini disesuaikan dengan kebutuhan dan pokok persoalan
yang akan dibuat peraturan daerahnya. Kompetensi para anggota Tim bukan
semata-mata di bidang hukum, tetapi akan lebih baik apabila melibatkan pakar
dari beragam disiplin ilmu terkait dengan permasalahan yang akan dikaji.
Kompetensi anggota dari disiplin ilmu hukum dan perundang-undangan
diperlukan untuk menelaah aturan-aturan hukum dan pola perancangan
peraturan perundang-undangan. Pada tahap persiapan ini dilaksanakan
kegiatan yang menyangkut aspek teknis Tim serta pengumpulan data dan
informasi yang relevan dengan pokok persoalan.

Tahap selanjutnya adalah penyusunan draft Naskah Akademik sesuai


dengan pola dan sistematika standar yang biasa dipakai dalam penyusunan
Naskah Akademik. Tahapan ini memerlukan waktu yang cukup, karena selain
menuangkan berbagai data dan informasi ke dalam bentuk Naskah Akademik,
juga mulai dipikirkan alternatif kaedah-kaedah atau norma-norma dari narasi
yang disusun. Penarikan kaedah/norma hukum inilah yang membedakan antara
Naskah Akademik dan hasil penelitian/kajian biasa.

Jika draft Naskah Akademik sudah selesai disusun, maka tahap berikutnya
adalah menyelenggarakan diskusi publik (public hearing). Tujuan dari diskusi
publik ini, selain dari mengenaikan/menginformasikan Naskah Akademik kepada
masyarakat dan pihak-pihak terkait, juga menghimpun masukan dari berbagai
pihak, dalam rangka memperkaya dan menyempurnakan Naskah Akademik.
Diskusi publik ini dapat berbentuk diskusi terfokus, lokakarya, seminar, jaring
aspirasi publik, pertemuan konsultasi, atau juga mempublikasikannya di media
masa.

Evaluasi terhadap draft Naskah Akademik perlu dilakukan setelah


memperoleh masukan atau tanggapan dari masyarakat. Pada tahap ini Tim
penyusun Naskah Akademik mulai menginventarisir masukan-masukan yang
diperoleh dari diskusi publik dan sedapat mungkin mengakomodir masukan-
masukan yang berfmanfaat ke dalam Naskah Akademik.

Selanjutnya Tim penyusun Naskah Akademik menyempurnakan dan


menetapkan draft akhir Naskah Akademik, untuk diserahkkan kepada
pemerintah daerah dan/atau DPRD, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam pembahasan itu.
C. FORMAT NASKAH AKADEMIK

Naskah Akademik terdiri dari dua bagian, yaitu (1) bagian yang
memuat hasil kajian materi RUU yang akan diusulkan; dan (2)
bagian yang memuat Naskah Awal RUU yang diusulkan.

1. Format Bagian Pertama


a. Sampul Depan/Cover, berisi judul dan penyusun Naskah
Akademik.
b. Kata Pengantar, yang berisi pengantar proses penyusunan
Naskah Akademik.
c. Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
Memuat pemikiran tentang konstatering fakta-fakta
yang merupakan alasan-alasan pentingnya materi
hukum yang bersangkutan harus segera diatur.
B. Dasar Pemikiran Perlunya RUU
Memuat pemikiran tentang dasar perlunya RUU
dibentuk, antara lain meliputi dasar filosofis, dasar
sosiologis, dasar yuridis, dasar psikopolitik, dan dasar
ekonomi.
C. Maksud dan Tujuan
Mengemukakan tentang apa yang hendak dicapai
melalui pembentukan RUU tersebut (misalnya
memberikan jaminan kepastian hukum).
D. Metode Pendekatan
E. Analisis Hukum Positif Yang Terkait Materi Hukum
RUU
Memuat hasil inventarisasi berikut analisis peraturan
perundang-undangan terkait atau peraturan perundang-
undangan yang memiliki ketentuan-ketentuan berkenaan
dengan materi RUU. Dalam hal ini perlu juga diperhatikan
dan dipertimbangkan ketentuan-ketentuan hukum tidak
tertulis, hukum adat dan/atau kebiasaan dan kearifan
lokal/tradisional yang berkembang dalam masyarakat, serta
ketentuan-ketentuan dalam traktat-traktat, konvensi-
konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional
(multilateral-global, multilateral-regional, dan bilateral)
terutama yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Bab II Ruang Lingkup Materi Naskah Akademik

A. Ketentuan Umum
1. Memuat terminologi-terminologi atau pengertian-
pengertian yang dipakai dalam Naskah Akademik
beserta arti dan maknanya masing-masing.
2. Memuat pendekatan asas-asas hukum dan tujuan
pengaturan bagi RUU yang akan dibentuk.
Dalam bagian ini dielaborasi asas-asas yang tercantum
dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, yaitu
asas: (a) pengayoman; (b) kemanusiaan; (c)
kebangsaan; (d) kekeluargaan; (e) kenusantaraan; (f)
bhineka tunggal ika; (g) keadilan; (h) kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; (i)
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau dan (j)
keseimbangan, keserasian dan keselarasan.

Akan tetapi, asas-asas hukum tersebut tidak harus


semuanya diterapkan. Juga dimungkinkan untuk
memasukkan asas-asas hukum lainnya sesuai dengan
dasar, tujuan, fungsi dan materi muatan RUU.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (2):
“Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi
asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.”

B. Materi
Memuat materi muatan yang perlu diatur secara
sistematik serta pemikiran-pemikiran mengenai
rumusan normatif yang disarankan, sedapat mungkin
dengan mengemukakan beberapa alternatif rumusan
norma.

Bab III Penutup

A. Kesimpulan
1. Rangkuman pokok isi Naskah Akademik.
2. Ruang lingkup materi yang diatur dan kaitannya
secara sistematik dengan peraturan perundang-
undangan terkait yang berlaku.
3. Bentuk pengaturan yang dikaitkan dengan materi
muatan yang diatur.
B. Saran Rekomendasi
1. Apakah semua materi Naskah Akademik sebaiknya
diatuir dalam satu bentuk undang-undang atau ada
sebagian yang sebaiknya dituangkan dalam peraturan
pelaksanaan atau peraturan yang lain.
2. Usulan mengenai penetapan skala prioritas
penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-
undangan dan saat paling lambat RUU sudah selesai
diproses beserta alasannya.
Daftar Pustaka

Memuat referensi literatur dan/atau dokumen peraturan perundang-


undangan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik.

Lampiran

Lampiran-lampiran dapat berupa:

a. Inventarisasi peraturan yang relevan dan masih


berlaku
b. Inventarisasi permasalahan hukumnya
c. Berita Acara rapat-rapat atau Notula Rapat, dsb.

2. Format Bagian Kedua

Pada bagian kedua Naskah Akademik dimuat kumpulan


norma-norma atau draft pasal-pasal, dengan format sebagaimana
diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.

D. PENUTUP

Demikian beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Naskah


Akademik dalam kaitan dengan pembentukan peraturan daerah. Semoga
ada manfaatnya

Palembang, 18 November 2008


LAMPIRAN

RANCANGAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: .............................................

TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH DALAM


RANGKA PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4) Peraturan


Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005


tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH
DALAM RANGKA PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Penyusunan Naskah Akademik adalah pembuatan Naskah


Akademik yang dilakukan melalui suatu proses penelitian hukum secara
cermat, komprehensif dan sistematis.
2. Naskah akademik adalah naskah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar
belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup,
jangkauan, obyek, atau arah pengaturan rancangan undang-undang.
3. Paparan Naskah Akademik adalah pemaparan hasil
penyusunan Naskah Akademik oleh pemrakarsa yang dikoordinasikan oleh
Badan Pembinaan Hukum Nasional, dengan melibatkan para ahli, wakil
instansi terkait, unsur perguruan tinggi dan unsur masyarakat.
4. Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah unit Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia yang tugas dan fungsinya antara lain di
bidang perencanaan pembangunan Hukum Nasional.

BAB II

MATERI MUATAN DAN PENYUSUNAN

NASKAH AKADEMIK

Pasal 2

(1) Naskah Akademik secara umum memuat dasar filosofis, yuridis, dan
sosiologis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur, dan draft awal
Rancangan Undang Undang.
(2) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku mutatis mutandis
untuk penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah dan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah.

Pasal 3

Pemrakarsa Rancangan Undang Undang dan Naskah Akademik adalah Menteri


atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mengajukan usul
penyusunan Rancangan Undang-Undang.

Pasal 4

Pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal


3 dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang
mempunyai keahlian untuk itu.

BAB III

KEDUDUKAN NASKAH AKADEMIK

Pasal 5

(1) Naskah Akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dari usul pengajuan Rancangan Undang-Undang dalam Daftar Prioritas
Program Legislasi Nasional.
(2) Naskah Akademik yang dapat diajukan dalam rapat
koordinasi Program Legislasi Nasional adalah Naskah Akademik dari
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui dalam Rapat Pembahasan
Tahunan Program Legislasi Nasional Pemerintah sebagai prioritas.
(3) Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi Nasional
Pemerintah diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam
rangka penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional Pemerintah.
BAB IV

PAPARAN NASKAH AKADEMIK

Pasal 6

(1) Paparan Naskah Akademik dilakukan oleh Pemrakarsa di Departemen Hukum


dan Hak Asasi Manusia.
(2) Badan Pembinaan Hukum Nasional mengkoordinasikan pelaksanaan paparan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksanaan paparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
melibatkan para ahli, wakil instansi terkait, unsur perguruan tinggi dan unsur
masyarakat.
(4) Dalam hal Naskah Akademik tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus disempurnakan oleh Pemrakarsa

Pasal 7

Paparan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan


sebelum rapat koordinasi penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR
dengan Pemerintah.

Pasal 8

Naskah Akademik yang telah dipaparkan dan telah memenuhi ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diajukan dalam rapat koordinasi Program
Legislasi Nasional dengan Badan Legislasi DPR RI.

BAB V

PEMBIAYAAN

Pasal 9

Pembiayaan untuk keperluan paparan Naskah Akademik dan


penyempurnaannya dibebankan kepada instansi pemrakarsa.
BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 10

Naskah Akademik yang ada, dan telah menjadi salah satu persyaratan
pengajuan RUU Prioritas sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan
tetap berlaku.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Pedoman penyusunan Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam


lampiran merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : ……………

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

Andi Mattalatta
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI

NOMOR : ..........................................

TANGGAL: ...........................................

PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

I. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

JUDUL NASKAH AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. MAKSUD DAN TUJUAN
D. METODE PENELITIAN

BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS,

YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS

BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN


KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG
II. PENJELASAN SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

JUDUL NASKAH AKADEMIK

Memuat jenis dan nama peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran mengenai alasan-alasan filosofis, sosiologis, yuridis,


yang mendasari pentingnya materi hukum yang bersangkutan
segera diatur dengan peraturan perundang-undangan.

B. Identifikasi Masalah

Pointer permasalahan yang akan dituangkan dalam ruang


lingkup naskah akademik

C. Maksud dan Tujuan

Uraian tentang maksud dan tujuan penyusunan naskah


akademik.

Maksud penyusunan naskah akademik adalah sebagai landasan


ilmiah bagi penyusunan rancangan undang-undang. Tujuan
penyusunan naskah akademik adalah untuk memberikan arah,
dan menetapkan ruang lingkup pengaturan.

D. Metode Penelitian

Uraian tentang metode penelitian yang digunakan dalam


melakukan penelitian sebagai bahan penunjang penyusunan
naskah akademik. Metode ini terdiri dari metode pendekatan
dan metode analisis data.

BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN


SOSIOLOGIS
Memuat berbagai asas-asas filosofis, yuridis, dan sosiologis dari
ruang lingkup yang akan diatur.

BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN


KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

Berisi analisis terhadap identifikasi masalah berdasarkan teori,


asas-asas, dan hukum positif terkait untuk menetapkan model
pengaturan, materi muatan rancangan undang-undang.

Analisis disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis dan dapat


dikuatkan dengan data kuantitatif. Jika perlu keterkaitan dengan
hukum positif diperlukan pembahasannya sebagai langkah
harmonisasi dan sinkronisasi.

BAB IV PENUTUP

Berisi jawaban terhadap identifikasi masalah yang telah ditetapkan


yang menjadi pertimbangan penyusunan materi muatan dan
rekomendasi terkait dengan pentingnya penyusunan regulasi
dimaksud.

III. SISTEMATIKA KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Konsep awal RUU yang terdiri dari pasal-pasal yang diusulkan dengan
didasarkan pada uraian akademik.

Konsiderans :

Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar


belakang dan alasan pembuatan rancangan undang-undang. Pokok-pokok
pikiran memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis.

Alas/Dasar Hukum :
Memuat dasar kewenangan pembuatan undang-undang dan peraturan
perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan undang-undang
tersebut.

Ketentuan Umum :

Memuat istilah-istilah yang dipakai dalam Naskah Akademik dan


pengertiannya.

Materi :

Memuat konsep tentang asas-asas dan materi hukum yang perlu diatur,
serta rumusan norma dan pasal-pasalnya yang disarankan; bila mungkin
dengan mengemukakan beberapa alternatif.

Ketentuan Pidana (jika perlu) :

Memuat pemikiran-pemikiran tentang perbuatan-perbuatan tercela yang


patut dilarang dengan menyarankan sanksi pidananya.

Ketentuan Peralihan (jika perlu):

Memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah


ada pada saat peraturan perundang-undangan yang baru mulai berlaku,
agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat berjalan dengan lancar
dan tidak menimbulkan permasalahan hukum.

Ketentuan Penutup :

Pada umumnya memuat :

a. Saran tentang penunjukan lembaga/instansi atau alat perlengkapan


Negara yang terkait dan karena itu perlu diikutsertakan dalam
penyusunan dan pelaksanaan Rancangan Undang Undang / Rancangan
Peraturan Pemerintah;
b. Saran tentang pemberian nama singkat RUU/RPP yang bersangkutan;
c. Saran tentang saat mulai berlakunya Undang-Undang setelah
diundangkan;
d. Pendapat tentang pengaruh Undang-Undang yang baru terhadap
Undang-Undang yang lain; baik yang sudah ada sebelumnya dan
Undang-Undang yang masih harus dibuat.

Anda mungkin juga menyukai