Anda di halaman 1dari 9

Perbandingan Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil

Negara dengan Undang-undang No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok


Kepegawaian
Supriadi *
Secara subtansial terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara UU
Aparatur Sipil Negara atau ASN dengan undang-ungdang kepegawaian
sebelumnya. Perubahan ini merupakan salah satu wujud upaya pemimpin bangsa
dalam membenahi pelaksanaan pelayanan publik pada masyarakat. Adanya
undang-undang ini diharapkan mampu mengubah orientasi manajemen
pemerintahan kepada pelayanan publik bukan melayani atasan melainkan
melayani rakyat. Beberapa perbedaan kedua peraturan undang-undang ini
diantaranya:
Undang-undang Aparatur Sipil Negara
Undang-undang Pokok-pokok Kepegawaian
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai
negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada
instansi pemerintah.
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya,
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditinjau dari segi pendefinisian dalam kedua peraturan perundangudangan tersebut Aparatur Sipil Negara dalam peraturan terbaru lebih ditekan
sebagai sebuah profesi bagi pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah.
Berbeda dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang hanya
mendefinisikan sebagai subjek warga negara yang telah memenuhi syarat dan
diangkat serta diserahi suatu jabatan atau tugas negeri. Selain itu, secara sederhana
digambarkan dalam UU ASN yang dimaksud ASN adalah subjek yang bekerja
pada instansi pemerintah dibandingkan penjelasan UU Kepegawaian mengenai
pegawai negeri sebagai subjek yang diangkat dan diserahi jabatan atau tugas
negara lainnya. Perbedaan cukup mencolok, di satu sisi pengaturan UU ASN
menyederhanakan dan menyeragamkan rujukan ASN dibandingkan UU
Kepegawaian. Dalam pengaturan ketentuan umum kedua peraturan perundangundangan ini UU ASN memberikan pengaturan yang lebih mendetail dan

menyeluruh dibandingkan UU Kepegawaian. Ruang lingkup pengaturan UU ASN


jelas lebih luas dan konprehensif dengan pendefinisian, pengklasifikasian ASN,
sistem pelaksanaan, pengklasifikasian jabatan dan pejabat, dan struktur
kelembagaan pelaksana.
Jenis dan Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. delegasi;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektif dan efisien;
i. keterbukaan;
j. nondiskriminatif;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri atas:
a. PNS; dan
b. PPPK.
Pasal 2
1. Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3. Disamping Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), pejabat
yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
Pasal 3
1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan.
2. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai
Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3. Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Penjelasan tentang asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen


pegawai dalam UU ASN lebih detail dibandingkan dengan UU Kepegawaian. UU
ASN menempatkan aparatur sipil negara sebagai profesi yang bebas dari
intervensi politik dalam melaksanakan kebijakan dan manajemen pemerintahan
secara umum dan kepegawaian secara khusus berdasarkan peraturan perundangundangan sebagai wujud kepastian hukum. Selain itu, sistem pelaksanaan
kebijakan dan manajemennya akan menerapkan sistem karier terbuka yang
mengutamakan prinsip profesionalitas yang memiliki kompetensi, kualifikasi,
kinerja, transparansi, objektivitas, serta bebas KKN yang berbasis pada
manajemen sumber daya manusia. Sistem pelaksanaan yang dijalankan dengan
ketepatan dan keakuratan penentuan kebutuhan jumlah ASN berdasarkan analisis
kebutuhan dan beban kerja sebagai wujud proporsinalitas.
Sistem Rekruitmen
Pasal 49
Setiap instansi menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan
analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Pasal 50
Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
tahun berdasarkan prioritas kebutuhan dan sesuai dengan siklus anggaran.
Pasal 51
Pengadaan calon PNS merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong
sesuai kebutuhan pegawai
Pasal 15
1. Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan
dalam formasi
2. Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka
waktutertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan
Pasal 17
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu.

Ditinjau dari sistem rekruitmen, dalam ASN penyusunan kebutuhan


pegawai diserahkan kepada setiap instansi masing-masing merujuk pada analisis
jabatan dan analisis beban kerja serta terdapat kejelasan dalam periode pengadaan
yakni jangka waktu lima tahun dengan perincian per tahunnya. Sedangkan dalam
UU Kepegawaian sebelumnya, penyusunan kebutuhan kepegawaian ditetapkan
berdasarkan formasi serta jangka waktu tertentu. Secara garis besar, pengadaan
pegawai dalam ASN disusun berdasarkan prioritas kebutuhan sedangkan dalam
UU Pokok kepegawaian disusun berdasarkan kepangkatan.

Merujuk pada semangat reformasi birokrasi, pengadaan formasi dalam


UU pokok kepegawaian sebelumnya telah menjadi komoditas dalam kancah
politik, penempatan jabatan struktural PNS dintervensi oleh kepentingan
politik sehingga kompetensi dan kualifikasi PNS tidak sesuai yang
dibutuhkan. Permasalahan sebagaimana dimaksud merupakan dampak dari
lemahnya implementasi UU Pokok Kepegawaian serta kurangnya norma-norma
yang mengatur. Bila menelaah sistem rekruitmen ASN melalui analisis jabatan
dan analisis beban kerja maka dapat diharapkan bahwa pengadaan pegawai sesuai
dengan kebutuhan yang ada sehingga mampu menciptakan the right man in the
right job, serta meminimalisir intervensi politik dalam pengadaan pegawai di
daerah dan meanggulangi semangat kedaerahan.
Pengembangan Pegawai
Pasal 68A
1. Setiap pegawai ASN berhak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri.
2. Pengembangan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui
pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, workshop, dan penataran
Pasal 31
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan
pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri
Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan,
dan ketrampilan

Ditinjau dari aspek pengembangan pegawai, ASN telah mendeklarasikan


pengembangan pegawai sebagai hak bagi setiap pegawai dengan berbagai
perincian yang telah disebutkan padat pasal 68A ayat (2) sedangkan dalam UU
Pokok-Pokok Kepegawaian sebelumnya tidak dijelaskan secara rinci mengenai
hak setiap pegawai untuk melakukan pengembangan diri.
Dalam reformasi birokrasi, sumber daya pegawai negeri sipil yang
berkualitas sangat dibutuhkan dalam optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi pemerintahan serta pelayanan secara prima. Dengan demikian, setiap
pegawai harus diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan pengembangan
diri maka setiap instansi wajib memfasilitasi dengan memberikan sarana
pengembangan diri sebagaimana dimaksud. Lebih lanjut, pengembangan diri yang
terhambat akibat low law enforcement (penegakan kebijakan yang lemah) pada
UU Pokok Kepegawaian menyebabkan mobilitas PNS juga menjadi terbatas
yang secara lansung dapat melemahkan NKRI secara keseluruhan.
Sistem Promosi
Pasal 19
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Utama dan Madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga non struktural, dan Pemerintah Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 64
Pengangkatan dan penetapan PNS dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan berdasarkanperbandingan obyektif antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
Pasal 17 (2)
Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang
ditetapkanuntuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, agama, ras, atau golongan
Pasal 22
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan PNS
dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja

Ditinjau dari Sistem Promosi, penempatan jabatan yang diatur oleh ASN
mengisyaratkan pengisian secara terbuka dan kompetitif sesuai dengan
persyaratan tertentu. Sedangkan dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian
penempatan jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme, prestasi
kerja, serta jenjang pangkat namun tanpa indikator yang jelas mengenai sistem
penilaiannya. Secara garis besar, ASN menciptakan basis karir terbuka sedangkan
UU Pokok Kepegawaian justru menyebabkan basis karir tertutup.
Basis Karir Terbuka yang diusung ASN sangat sesuai dengan nilai-nilai
reformasi birokrasi untuk menghapuskan intervensi politik dalam penempatan
jabatan terutama jabatan struktural di kalangan pegawai yang selama ini dikenal
dengan my man. My man atau orang saya, merukan segelintir elit yang dekat
dengan penguasa sehingga mendapat amanah secara eksklusif untuk menguasai
suatu jabatan dengan mengesampingkan berbagai sumber daya manusia lainnya di
luar kempok yang justru lebih berkualitas. Dengan sistem terbuka dan
kompetetitif, diharapkan setiap pegawai yang telah memenuhi syarat dapat
bersaing secara sehat dan mampu menciptakan pejabat tinggi birokrasi yang
kompeten.
Kesejahteraan
Pasal 20:
Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya;
b. cuti
c. pengembangan kompetensi;
d. biaya perawatan;
e. tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan
sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun;
f. uang duka; dan

Pasal 20:
g. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada Negara dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan;
h. hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah
Pasal 75
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin
kesejahteraan PNS
Pasal 76
Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, PNS juga menerima tunjangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
1. Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan
Pegawai Negeri Sipil.
2. Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program
pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan
asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil.
3. Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari
penghasilannya.
4. Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi
kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.
5. Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
6. Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak memperoleh
bantuan

Ditelaah dari segi kesejahteraan, ASN dan UU Pokok Kepegawaian


memfokuskan pemberian gaji dan tunjangan sesuai dengan beban kerja dan
tanggungjawab yang dimiliki oleh pegawai. Kedua Peraturan tersebut berusaha
menjamin kesejahteraan pegawai dengan berbagai insentif yang telah dtentukan
sebagaimana dimaksud.
Dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi, insentif yang diatur diharapkan
dapat diimplementasikan secara nyata untuk benar-benar menyejahterahkan
pegawai secara keseluruhan. Selain itu, pedistribusian kesejateraan dapat
dilaksanakan secara merata mengingat pelaksanaan remunerasi dan tunjangan
yang berbeda-bedadi setiap instansi selama ini dapat melemahkan espirit de
corps.
Manajemen Kinerja
Pasal 73:
1. Penilaian kinerja PNS berada dibawah kewenangan Pejabat yang Berwenang
pada Instansi masing-masing.
2. Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara
berjenjang kepada atasan langsung dari PNS.

3. Pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya dapat juga dijadikan sebagai
bahan pertimbangan penilaian kinerja PNS Penilaian kinerja PNS dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit/organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil dan manfaat yang
dicapai.
4. Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasi,
dan transparan.
5. Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja PNS.
6. Hasil penilaian kinerja PNS dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas dalam
pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
7. PNS yang penilaian kinerjanya dalam waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak
mencapai target kinerja dikenakan sanksi.
Pasal 12
1. Manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna.
2. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan PNS yang
profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang
dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja

Berdasarkan aspek manajeman kinerja PNS, dapat dipahami dalam


ASNdan UU Pokok-Pokok Kepegawaian bahwa penilaian kinerja masih
dilakukan oleh pejabat terkait di instansi masing-masing. Akan tetapi sistem
tunjangan dan posisi dalam ASN didasarkan pada performance dan position
sedangkan dalam UU Pokok-Pokok Kepegewaian hanya berdasarkan pada posisi
semata serta karir sangat bergantung pada sistem yang ada di dalam birokrasi
tersebut. Selain itu, ASN juga memberikan punishment terhadap pegawai yang
tidak mampu mencapai target kinerjanya yang diharapkan memacu produktivitas
pegawai. Dalam Reformasi Birokrasi, peningkatan produktivitas pegawai
sangat penting untuk mencapai target kinerja yang dibutuhkan. Selama ini, UU
Pokok Kepegwaian belum memberikan penerapan sanksi secara tegas bagi
pegawai yang tidak mencapai target kinerjanya sehingga terkesan hanyalah
formalitas. Melalui penerapan sistem reward dan punishment yang diusung PNS,
maka diharapkan produktivitas pegawai lebih meningkat. Di sisi lain, penilaian
kinerja berdasarkan kedua peraturan tersebut masih belum memberikan ruang bagi
publik untuk menilai secara transparan.
Etika dan Disiplin
Pasal 83
PNS yang melanggar disiplin dikenakan sanksi administratif.
Rindian Kode etik Profesi

Pasal 30
1. Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak
boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945
2. Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Ditinjau dari Etika dan Disiplin, dipahami bahwa pembinaan etika dan
disiplin pegawai dalam UU Pokok-Pokok Kepegawaian masih sebatas tinjauan
umum terhadap kode etik umum namun dalam ASN telah diterapkan secara
normatif melalui sanksi administratif dan telah dijabarkan dalam rincian kode etik
profesi.
Berdasarkan semangat reformasi birokrasi, etika dan disiplin pegawai
merupakan elemen vital dalam melaksanakan tupoksi pemerintahan serta
pelayanan publik yang prima. Penegakan etika dan disiplin pegawai bukan hanya
menjadi kunci pentingdalam mencapai target kinerja akan tetapi juga berperan
penting dalam peningkatan kepercayaan publikterhadap instansi pemerintah.
Lagipula, paradigma PNSyang dulu dicap sebagai elite telah berubah
menjadi Civil Servant. Di sisi lain diharapkan terdapat penerapan secara tegas
dalam etika dan disiplin pemanfaatan waktu untuk mengeleminasi
kecenderungan budaya korupsi waktu yang selama ini dikesampingkan.
Pensiun
Pasal 86
1. Jaminan Pensiun PNS dan Jaminan Janda/Duda PNS dan Jaminan Hari Tua PNS
diberikan sebagai perlindungan kesinambunganpenghasilan hari tua, sebagai hak
dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
2. Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam rangka
program jaminan sosial nasional.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku setelah
Undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berlaku efektif.
4. Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku
maka ketentuan mengenai Pensiun dan Tabungan Hari Tua dilaksanakan
sesuai peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang Pensiun dan
Tabungan Hari Tua.
Pasal 10
Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, berhak
atas pensiun

Kesejahteraan Pegawai di masa pensiun seharusnya menjadi perhatian


lebih mengingat jasa yang telah diberikannya selama mengabdi menjadi abdi
negara dan abdi masayarakat. Meninjau dari kesejahteraan pensiun, ASN
mengindikasikan jaminan pensiun yang lebih optimal dibandingkan dengan UU
Pokok-Pokok Kepegawaian.Akan tetapi perencanaan pensiun yang diatur oleh

ASN masih belum matang terkait batas usia pensiun justru dapat menimbulkan
celah disharmonisasi dalam tubuh birokrasi dalam suatu intansi.
Sebagaimana diketahui dalam surat Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor K.26-30/V.7-3/99 tahun 17 Januari 2014 sambil menunggu penetapan
Peraturan Pemerintah tentang batas usia pensiun telah diberlakukan sesuai ASN
bahwa usia pejabat Administrasi diberhentikan pada usia 58 tahun sedangkan
pejabat pimpinan tinggi diberhentikan pada usia 60 tahun. Merujuk pada kondisi
ini akan berdampak secara berantai terhadap jenjang karir yang diretas oleh
pegawai di bawahnya yang menjadi semakin lama.
Kondisi ini menyebabkan berbagai hal seperti terkendalanya pegawai yang
telah memenuhi syarat dan berpotensi baik untuk menduduki jabatan yang
seharusnya ditempatinya; pilihan bagi pejabat untuk melanjutkan atau tidak
jabatannya dapat menjadi preseden negatif dan ketidakadilan di mata bawahan
yang mampu melemahkan espirit de corps; dan belum selesainya peraturan
pemerintah untuk mengakomodasi permasalahan batas pensiun ini dapat menjadi
isu politik dalam tahun pemilu seperti 2014. Ditinjau dari semangat reformasi
birokrasi, perhatian pemerintah terhadap pensiunan merupakan elaborasi
pemerintah dengan instansi terkait untuk menjamin kesejahteraan pegawai purna
tugas.
Referensi
Mamudji, S. dkk. Hukum Administrasi Negara Sektoral Aparatur Sipil Negara,
http://bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/uploads/materi/aparatur-sipil-negara.pdf, diakses
pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 23:16
Sakan, T. 2014 , Analisa Kritis Perbandingan Undang-Undang ASN terhadap
UU No 43 tahun 1999 jo UU No 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian dikaitkan dengan Reformasi Birokrasi,
https://www.academia.edu/6977525/Analisa_Kritis_Perbandingan_UndangUndang_Aparatur_Sipil, Diakses pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 21:41.

Anda mungkin juga menyukai