HUKUM ADAT
Disusun oleh:
FAKULTAS HUKUM
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan
bahan ajar/ buku ajar mata kuliah hukum adat. Harapan Penulis adalah semoga
buku ini dapat membantu mahasiswa maupun pihak yang berkepentingan untuk
mempelajari Hukum Adat di Indonesia.
Bahan ajar / buku ajar ini merupakan gabungan dari bahan kuliah dan
dihimpun dari materi-materi buku karangan para penulis di bidang hukum yang
dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunannya, oleh karena itu penulis sangat
berterimakasih sekali dan sangat berhutang budi kepada para penulis yang bukunya
dijadikan sebagai bahan rujukan terutama buku karangan Surojo Wignjodipuro, SH
dalam buku Pengantar dan Asas Hukum Adat.
penulis
DAFTAR ISI
Adapun maksud serta tujuan diberikan Mata Kuliah ini, supaya Mahasiswa
memahami hukum adat yang berlaku di Indonesia dengan fungsinya sebagai
pegangan mahasiwa hukum khususnya dalam studi hukum lebih lanjut sehingga
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas.
Mata kuliah Hukum Adat merupakan mata kuliah pengantar yang diberikan
di Jurusan Hukum untuk memberikan bekal kemampuan kepada mahasiswa agar
dapat memahami, mengevaluasi dan menganalisis secara umum Hukum Adat yang
berlaku di Indonesia dengan mengingat sifat keberlanjutan (kontinuitas) dari proses
perkembangan hukum, yaitu untuk dapat memahami kondisi hukum saat ini (pokok-
pokok hukum positif yang berlaku di Indonesia) dan bagaimana penerapan Hukum
Adat di masa mendatang.
C.Deskripsi Masalah
Hukum Adat merupakan mata kuliah dasar bagi mahasiswa fakultas hukum,
untuk mengantar mahasiswa dalam mengetahui dan mempelajari hukum yang
pernah ada dari warisan kebudayaan dan yang sedang berlaku di Indonesia.
D.Tujuan Instruksional
Mampu memahami hukum adat yang pernah ada dan sedang berlaku di
Indonesia, serta dapat memahami dalam penerapan pelaksanaannya di
negara Indonesia.
- Mahasiswa dapat menerangkan apa itu Hukum Adat, apa yang menjadi
asas –asas dalam hukum adat yang meliputi hukum
E. Sub Bab
Mata kuliah Hukum adat memiliki kaidah-kaidah dan ruang lingkup yang
menjadi kajian mata kuliah ini, meliputi :
a. Persekutuan Hukum
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill,
profesional hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas
internasional serta mampu untuk membuka peluang kerja yang
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Pengantar Hukum Adat
B. PENYAJIAN
A. Pengertian dan Istilah Adat, Istiadat
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah
menganal dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan
sebagai berikut :
Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir
tahun 1929 meulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundang-
undangan Belanda. Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam
masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat
Recht yang diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum
Kebiasaan. Van Dijk tidak menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan
dari adat recht untuk menggantikan hukum adat dengan alasan :
Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat.
Adat-istiadat mencakup konsep yang luas. Sehubungan dengan itu dalam
penelaahan hukum adat harus dibedakan antara adat-istiadat (non-hukum) dengan
hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali untuk dibedakan karena keduanya erat
sekali kaitannya.
Hukum Indonesia yang bersumber dari adat istiadat inilah yang kemudian
disebut hukum adat, sedangkan yang bersumber dari kebiasaan disebut hukum
kebiasaan. Soepomo, di dalam “Beberapa catatan mengenai Kedudukan Hukum
Adat” mengartikan hukum adat sebagai sinonim dari “hukum yang tidak tertulis di
dalam peraturan legislative (non statutory law); hukum yang hidup sebagai konvensi
di badan-badan hukum Negara (Parlemen, Dewan Propinsi dan sebagainya); hukum
yang timbul karena putusan-putusan Hakim (Judge made law); hukum yang hidup
sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di
kota-kota maupun di desa-desa (Customary law); semua ini merupakan Adat atau
Hukum yang tidak tertulis yang disebut oleh Pasal 32 UUDS Tahun 1950”.
Dalam hal ini Sukanto mengartikan hukum adat sebagai keseluruhan adat
yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat yang bersifat memaksa
dan mempunyai akibat hukum.
Adat istiadat, yaitu adat pusaka dari leluhur, yang semenjak purbakala
berlaku sebagai adat; adat itu menjadi dasar; perubahan dalam adat itu hampir tidak
diadakan. Selanjutnya, “Adat” adalah aturan-aturan tingkah laku manusia dalam
masyarakat sebagaimana dimaksudkan tadi, adalah aturan-aturan adat.
Menurut Ter Haar (dalam pidato Dies pada tahun 1930), hukum adat
adalah hukum yang lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan; keputusan
para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala-kepala
rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum; atau dalam hal
pertentangan kepentingan - keputusan para hakim yang bertugas mengadili
sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu tidak bertentangan dengan keyakinan
hukum rakyat, melainkan senapas seirama dengan kesadaran tersebut,
diterima/diakui atau tidak ditoleransikan olehnya. Selanjutnya dalam orasi pada
tahun 1937, Ter Haar memberikan pengertian hukum adat adalah “keseluruhan
peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum
(dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (macht, authority) serta pengaruh dan
yang dalam pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan
sepenuh hati”.
Pendapat Ter Haar tentang pengertian hukum adat yang lahir dari sebuah
keputusan tersebut, oleh para ahli hukum dikenal dengan “Teori Keputusan”
(beslissingenleer).
R. Van Dijk mengemukakan bahwa, hukum adat adalah hukum yang tidak
dikodifikasi di kalangan bangsa Indonesia dan Timur Asing (Tionghoa, Arab dsb).
Dari pendapat Snouck Hurgronje dan Van Dijk tersebut, bahwa hukum
adat adalah hukum tidak tertulis yang berlaku bagi rakyat Indonesia dan Timur Asing.
“ Hukum adat ialah bagian tata hukum Indonesia yang berasal dari adat
istiadat. Adat istiadat ialah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada,
telah merupakan tradisi dalam masyarakat Bumi Putera, dan yang bermaksud
mengatur tata tertib masyarakat Bumi Putera itu”.
“ Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis, hukum adat hanya dapat
diketahui dari dan hanya dapat dipertahankan dalam keputusan-keputusan para
peguasa Adat”.
Banyak pendapat – pendapat yang dikemukakan oleh para ahli ilmu hukum
adat dan dikumpulkan dalam himpunan-himpunan yurisprudensi adat atau ditulis
dalam literatur adat. Buku-buku tentang hukum adat yang terkenal hingga kini tetap
dipakai sebagai rujukan antara lain :
1. Prof Mr.C.Van Vollenhoven “Het Adatrecht van Ned. Indie”
(Hukum Adat Indonesia) 3 jilid;
2. Mr. B. Ter Haar Bzn. “Beginselen en stelsel van het adatrecht”
(Asas-asas dan Susunan Hukum Adat);
3. Prof. Dr. Soepomo “Het adat privaatrecht van West Java”
(Hukum Adat Perdata Jawa Barat);
4. Prof. M.M. Djojodiguno dan Tirtawinata “Het Adatrecht van
Middel Java” (Hukum Adat Perdata Jawa Tengah);
5. Dr. V.E. Korn “Het Adatrecht van Bali” (Hukum Adat Bali);
6. J. Mallinckrodt “Het Adatrecht van Borneo” (Hukum Adat
Borneo) dan lain-lain.
Pengarang yang pertama menulis tentang filsafat hukum adat adalah M.
Nasroen, di dalam bukunya “Dasar Filsafah Hukum Adat Minangkabau” (1957).
Sebagian besar pendapat mengenai hukum adat bentuknya tidak
tertulis, hanya sebagian kecil yang tertulis, diantaranya ialah :
a. Bermacam-macam piagam raja (surat pengesahan raja atau
kepala adat);
b. Kitab-kitab hukum misalnya yang dibuat oleh Kasunanan,
Mangkunegara dan Pakualam dahulu antara lain :
“Angger - aru-biru” (tahun 1782);
“Nawolo - Pradoto” (tahun 1771, 1818);
“Peraturan Bekel” (tahun 1884);
c. Peraturan persekutuan hukum adat yang dituliskan seperti :
“Pranatan desa” - “agama desa” - “awig-awig” ( peraturan
subak di Bali).
Sumber hukum adalah hal paling mendasar sehingga manusia mau menaati
hukum dan memiliki keteraturan dalam kehidupan. Ketika terjadi suatu peristiwa dan
dianggap melawan hukum, maka kita akan mencari sumber hukum yang
menyatakan bahwa peristiwa tersebut betul-betul bertentangan dengan hukum.
e. Pepatah adat
f. Yurisprudensi adat
Rangkuman
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah
menganal dan menggunakan istilah tersebut. Istilah “Hukum Adat” dikemukakan
pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang
berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh
Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht
van Nederland Indie”. Dengan adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial
Belanda pada akhir tahun 1929 mulai menggunakan secara resmi dalam peraturan
perundang-undangan Belanda. Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam
masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan.
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.
Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan
dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak
tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu
sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama
suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar
keturunan.
C. PENUTUP
Contoh Soal
1. Jelaskan arti penting mengenal dan mempelajari hukum adat bagi generasi
muda di era globalisasi saat ini ?
2. Apa perbedaan antara adat, adat istiadat, hukum adat dan hukum kebiasaan.
Berikan contoh aplikasinya !
Umpan Balik
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill,
profesional hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas
internasional serta mampu untuk membuka peluang kerja yang
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Ruang Lingkup Hukum Adat
B. PENYAJIAN
A. Unsur – Unsur Hukum Adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Pada permulaannya untuk menyebut hukum adat antara lain digunakan
istilah “godsdienstige wetten” atau hukum agama. Ini suatu bukti adanya kesalah
pahaman, dimana hukum adat itu dianggap sama dengan hukum agama. Menurut
Snock Hurgronye, tidak semua bagian hukum agama diterima, diresepsi dalam
hukum adat. Hanya sebagian tertentu saja dari hukum adat di pengaruhi oleh hukum
agama (terutama bagian hukum keluarga, perkawinan dan hukum waris yang
mendapat pengaruh dari hukum agama).
Ter Haar membantah sebagian pendapat Snock Hurgronye bahwa hukum
waris tidak dipengaruhi oleh hukum islam. Melainkan hukum adat yang asli. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hukum adat :
Menurut soerodjo wignjodipoero, S.H. hukum adat memiliki dua unsur, yaitu:
1. Unsur kenyataan: bahwa adat itu dalam keadaan yang sama
selalu di indahkan oleh rakyat.
2. Unsur psikologis: bahwa terdapat adanya keyakinan pada
rakyat, bahwa adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.
Unsur Kenyataan Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh
rakyat dan secara berulang-ulang serta berkesinambungan dan rakyat mentaati serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Unsur Psikologis Setelah hukum adat ini ajeg atau berulang-ulang yang
dilakukan selanjutnya terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang
dimaksud mempunyai kekuatan hukum, dan menimbulkan kewajiban hukum (opinion
yuris necessitatis). Kedua unsur itulah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum
(opinio yuris necessitatis).
Hukum adat tidak statis, terus menerus tumbuh dan berkembang seperti
kehidupan itu sendiri, Menurut Prof. Dr. Soepomo, S.H. Wujud hukum adat ada 3
bentuk dalam masyarakat yaitu:
1. Hukum yang tidak tertulis (“jus non scriptum”); merupakan bagian yang
terbesar.
a. Maro
b. Kawin lari
2. Hukum yang tertulis (“jus scriptum”); hanya sebagian kecil saja, hukum
yang tumbuh dan hidup di dalam masyarakat yang sudah mengenal
tulis, dapat diketahui keputusan-keputusan para pemimpin persekutuan
dan tidak boleh bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.
misalnya peraturan-peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
oleh raja-raja / sultan-sultan dahulu seperti pranatan-pranatan di Jawa,
peswara-peswara/titiswara-titiswara di Bali, dan sarakata-sarakata di
Aceh.
a. Subak di Bali
b. Piagam-piagam raja
e. Pranata desa
Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia yang
sudah barang tentu berlainan dengan alam pikiran yang menguasai hukum barat.
Dan untuk dapat memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus menyelami
dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Hukum adat
sebagai salah satu tipe hukum bangsa Indonesia mempunyai sistem sendiri yang
berbeda dengan sistem hukum dari tipe hukum bangsa lainnya.
Sistem hukum adat merupakan sistem hukum khas struktur alam pikiran
masyarakat Indonesia, yang bersifat religiomagis, komunal, kontan dan kongkrit.
Berdasarkan struktur alam pikiran tersebut, maka sistem hukum adat tidak
memerlukan kodefikasi, mengatur secara garis besar saja, tidak dibuat aturan
terlebih dahulu, karena yang diatur hal-hal yang umum untuk kepentingan bersama,
tidak dibedakan atas benda tetap dan bergerak, serta hak kebendaan dan
perorangan, juga tidak dibedakan antara hukum privat dan hukum publik, sebab
dalam hukum adat tidak dibedakan kedudukan antara penguasa dan rakyat.
5). Terdapat pembagian hukum dalam hukum privat dan hukum public.
7). Dalam hukum adat tidak ada ketentuan yang harus disertai
syarat yang menjamin terlaksananya ketertiban dengan jalan
mempergunakan sanksi. Hukuman adat tidak merupakan
hukuman, akan tetapi hanyalah upaya adat untuk
mengembalikan keseimbangan.
Rangkuman
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh
dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Didalam hukum adat pun juga
memuat 4 unsur yaitu: nilai budaya, sistem norma, sistem hukum dan aturan khusus.
Pada umunya hukum adat tidak tentulis dalam bentuk perundang undangan
dan tidak dikodifikasikan, jadi tidak tersusun secara sistematis dan tidak dihimpun
dalam kitab perundangan. Bentuk hukum adat tidak teratur, keputusan tidak
memakai konsideran, pasal – pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai
penjelasan, bahkan kebanyakan tidak ditulis atau dicatat.
Hukum adat merupakan Hukum indonesia asli yang tidak tertulis di dalam
perundang-undangan RI yang mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat
yaitu sebagai salah satu sumber penting guna memperoleh bahan-bahan bagi
pembangunan hukum nasional yang menuju pada penyamaan hukum. Sistem
hukum adat inilah yang berlaku di seluruh nusantara sejak orang-orang Belanda
belum dan sesudah menginjakkan kakinya di nusantara. Sebagai suatu sistem,
meskipun berbeda dengan sistem hukum barat sebagaimana perbedaannya antara
lain diungkapkan oleh Soepomo di atas, hukum adat juga memiliki aspek-aspek
hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, bahkan hukum internasional.
Sebagai suatu sistem, hukum adat mempunyai asas-asas yang sama, tetapi
mempunyai perbedaan corak hukum yang bersifat lokal.
C. PENUTUP
Contoh Soal
Umpan Balik
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill,
profesional hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas
internasional serta mampu untuk membuka peluang kerja yang
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Sejarah Hukum Adat
B. PENYAJIAN
A. Sejarah Lahirnya Hukum Adat
Peraturan adat istiadat kita ini, pada hakekatnya sudah terdapat pada zaman
kuno, zaman Pra-Hindu. Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra-Hindu
Polinesia.
Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-
masing mempengaruhi kultur asli tersebut yang sejak lama menguasai tata
kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu hukum adat. Sehingga Hukum Adat
yang kini hidup pada rakyat itu adalah hasil akulturasi antara peraturan-peraturan
adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van
Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat
sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat
Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum
Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933. Perundang-undangan di Hindia
Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische
Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar
Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlaku pada tahun 1929.
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Hilman
Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja.
Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh
para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum yang berlaku dalam masyarakat
Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.
Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law, namun perkembangan
yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat saja, untuk menyebutkan
sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan Hukum Adat. Pendapat ini
diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe
Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura sebagai lanjutan
kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk
sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia
kepada adat.
Para perintis ini tidak hanya melakukan gambaran tentang hukum adat (
kebudayaan) , tetapi juga lebih spesifik lagi misalnya hukum adat tentang tanah, atau
desa dan sebgainya . van vollenhoven menyebutkan periode tahun 1865 sebagai
“westerre verkenning” (Penyelidikan atau penelitian lapangan yang dilakukan oleh
orang-orang barat ) yaitu perintis penyelidikan hukum adat yang dilakukan oleh
orang barat.
a. William marsden
Warren adalah orang yang memiliki kepandain luar biasa . oleh karena itu .
pada tanggal 18 oktober 1811 dengan segera oleh lord minto ia diangkat menjadi
anggota kedua dari dewan. Akan tetapi , iaa sangat malas dan hidupnya tidak
teratur, oleh karena itu tidak satupun buku yang ditulisnya , bahkan terjebak dalam
pekerjaan sebagai spekulan tanah . ia terkenal karena sebagai penulis 5 memorynya
yaitu :
Orang inggris kedua yang menaruh minat pada hukum adat. Daerah
penelititan raffles meliputi Malaya,jawa,Bengkulu di Malaya ia bertindak sebagai
pangreh praja yang bertugas mengumpullkan bahan2 di jawa dan Bengkulu ia
sebagai pembesar pemerintah yang berkusa memerintah untuk mengumpulkan
bahan2 hukum adat diserahkan kepadanya.
d. John Crawford
Orang inggris ketiga yang tertarik pada hukum adat dan dianggap sebagai
pioneer. Pandangan john Crawford tentang hukum adat di Indonesia dalam
hubunganya dengan hukum agama. Dia berpandanga” adakah kemungkinan bahwa
hukum suatu bangsa dengan bermacam-macam kasta seperti hindu awal atau
hukum suatu tanah penggembalaan yang tandus seperti negeri arab dapat berlaku
sebagai hukum yang hidup di Indonesia
e. Dirk Van Hogendorp
Band memahami soal hukum adat, serta ia sangat menyadari arti penting
ilmu ketimuran itu. Band mencoba melakukan penelitian dengan kemauan yang
sungguh2 ia sangat menaruh perhatian pada ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dari
dedikasinya untuk wujudakn “koninlchishe institute” (institute ilmu pengetahuan).
Pengertian tentang hukum adat dinyatakan dalam bentuk diskusi dan pidato yang
dilakuakn sehubungan dengan lahirnya “regerungsrglement 1854”
a. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur
dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
b. Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang
disebut Kitab Gajah Mada.
c. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama.
d. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava.
Disamping bukti kitab - kitab hukum kuno yang ditemukan tersebut dimana
yang mengatur kehidupan didalam lingkungan istana, ada juga kitab-kitab yang
mengatur kehidupan masyarakat sebagai berikut :
1. Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran di Habatohan (kehidupan social di tanah Batak), Patik
Dohot Uhum ni Halak Batak (Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan
Batak).
3. Di Palembang
Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang tanah di
dataran tinggi daerah Palembang).
4. Di Minangkabau
Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang tentang hukum adat
delik di Minangkabau)
5. Di Sulawesi Selatan
Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan pengangkatan laut bagi
orang-orang wajo)
6. Di Bali
Awig-awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa (peraturan
desa) yang ditulis didalam daun lontar.
Sebelum datang VOC belum ada penelitian tentang hukum adat, dan
semasa VOC karena ada kepentingan atas Negara jajahannya (menggunakan politik
opportunity), maka Heren 17 (pejabat di Negeri Belanda yang mengurus Negara-
negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah kepada Jenderal yang memimpin
daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan hukum Belanda di Negara
jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret 1621 yang baru
dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De Carventer yang
sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan bahwa di Indonesia masih ada hukum adat yang hidup. Oleh karena itu,
Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu disesuaikan sehingga perlu 4
kodifikasi hukum adat yaitu :
1. Residen’s court
2. Bupati’s court
3. Division court
5. Zaman Du Bush
Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia
Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau huku yang berlaku di Belanda
menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi.
Pada 31 desember 1799 voc kolaps dan dibubarkan. Kekuasaan diambil alih
oleh Bataafische republice yang dipimpin oleh herman William daendels. Kemudian
berubah menjadi koninkrirsh bataafsch republic kemudian berubah jadi koninkrisc
hollands dengan rajanya Louis napoleon. Daendels terkenal karena kekejamnya
dia dijuluki marsekal besi. Menurut charter aziatische raad yang disahkan 27
september 1804 yang menetukan bahwa semua lembaga yang sudah ada baik akan
tetap dipertahankan kecuali dianggap perlu untuk perubahan
C. PENUTUP
Contoh Soal
Umpan Balik
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill,
profesional hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas
internasional serta mampu untuk membuka peluang kerja yang
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
2 Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Proses Perkembangan
Hukum Adat.
B. PENYAJIAN
A. Pengenalan Teori Dalam Hukum Adat
Secara sadar dan tidak sadar kita hidup denagn dikelilingi oleh hukum yang
berkembang dilingkungan kita. Hukum tersebut biasa kita sebut dengan hukum adat.
Hukum adat ialah serangkaian hukum yang lahir dalam masyarakat adat itu sendiri
karena sebenarnya hukum tersebut telah menjadi dinamika masyarakat dan tidak
dapat untuk dipisahkan.
Di negara kita sedang ramai yang membicarakan hukum adat yang
eksistensinya mulai terlihat kembali dan beragam manfaatnya bagi kehidupan dalam
bermasyarakat. Poin-poin dalam hukum adat dapat dikatakan secara lian atau
abstrak karena tidak semua hukum adat tertulis dan tersurat namun selalu tersirat
dalam suatu pergaluan hidup tertentu.
Dalam studi pengetahuan secara umum, nama Christian Snouck Hurgronje,
Van den Berg dan Snouck Hurgronje dikenal luas sebagai salah seorang sarjana
yang menjadikan Ilmu sebagai satu disiplin tersendiri di Barat. Mereka juga dikenal
sebagai salah seorang tokoh awal yang menjadikan hukum sebagai salah satu
obyek kajian di Eropa dengan pendekatan sejarah. Van Niel juga menggambarkan
Snouck Hurgronje sebagai tokoh penting yang mempunyai pengetahuan cukup luas
tentang Nusantara (Indonesia). Selama lebih dari tujuh belas tahun (1889-1906), ia
menempati posisi penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda yang sebelumnya
dijabat oleh Van den Berg, yang bertugas, antara lain, memberi nasehat terkait
dengan ajaran Islam dan budaya setempat. Hingga kini, para tokoh pengemuka teori
– teori dalam ilmu pengetahuan tersebut tetap dikenal luas di kalangan masyarakat
Indonesia.
Dan selama perkembangan pembentukan hukum adat saat ini di indonesia,
ada beberapa pengenalan teori yang mendasari untuk keberlangsungan hukum adat
di masyrakat, Antara lain :
Receptio in Complexu
2. Tebal dan tipisnya bidang yang dipengaruhi hukum agama juga bervariasi.
Ada pula teori receptie a contrario yang dikembangkan oleh Sayuti Thalib
SH. seara harfiah bererti kebalikan dari teori receptie. Jika teori receptie
mendahulukan hukum adat dari pada hukum Islam, maka teori receptie a contrario
mendahulukan hukum islam daripada hukum adat. dalam teori receptio hukum islam
dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan hukum adat, sementara teori reeptie a
contrario hukum adat dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan hukum islam.
Alam pikiran magis dan animisme pada dasarnya dialami oleh setiap bangsa
di dunia. Di Indonesia faktor magis dan animisme cukup besar pengaruhnya.
Hal ini dapat dilihat dalam upacara-upacara adat yang bersumber pada
kekuasaan-kekuasaan serta kekuatan-kekuatan gaib.
1. Kepercayaan kepada mahkluk-mahkluk halus, roh-roh, dan hantu-
hantu yang menempati seluruh alam semesta dan juga gejala-gejala
alam, semua benda yang ada di alam bernyawa.
Animisme yaitu percaya bahwa segala sesuatu dalam alam semesta ini
bernyawa. Animisme ada dua macam yaitu :
2. Agama Islam :
Tapanuli.
3. Agama Kristen :
Hukum tertulis dibuat ada yang berlaku sebagai the living law tetapi juga ada
yang tidak berlaku sebagai the living law karena tidak ditaati/
dilaksanakan oleh rakyat. Hukum tertulis yang diberlakukan dengan
cara diundangkan dalam lembaran negara kemudian dilaksanakan dan
ditaati oleh rakyat dapat dikatakan sebagai hukum yang hidup (the living law.)
Sedangkan hukum tertulis yang walaupun telah diberlakukan dengan
cara diundangkan dalam lembaran negara tetapi ditinggalkan dan tidak
dilaksanakan oleh rakyat maka tidak dapat dikatakan sebagai the living law. Salah
satu contohnya adalah UU nomor 2 tahun 1960 tentang Bagi hasil. Hukum adat
sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukan prosedur/ upaya seperti hukum
tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh masyarakat dengan
sukarela karena memang itu miliknya. Hukum adat dikatakan sebagai the living law
karena Hukum adat berlaku di masyarakat, dilaksanakan dan ditaati
oleh rakyat tanpa harus melalui prosedur pengundangan dalam lembaran
negara. Berbagai istilah untuk menyebut hukum yang tidak tertulis sebagai the
living law yaitu ( People law, Indegenous law, unwritten law, common law,
customary law dan sebagainya).
Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum
adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan
harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan
Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS
1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke Aturan Peralihan UUd 1945.
Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan
hukum Indonesia asli dan Timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila
kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat
menentukan bagi mereka :
1. Hukum Eropa
Pasal 131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang
menyelesaikan sengketa Eropa dan Bumi Putera.
Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum
terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila
berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku adalah hukum Eropa.
Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa segala
putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu
jug aharus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau
sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. UU No. 19 tahun
1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman karena dalam UU No. 19 tersebut tersirat adanya campur tangan
presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif. Dalam Bagian Penjelasan
Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimansud dengan hukum
yang tidak tertulis itu adalah hukum adat.
Dalam UU No. 14 tahun 1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup di masyarakat.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang menjadi dasar
berlakunya hukum adat di Indonesia adalah :
Rangkuman
Contoh Soal
Umpan Balik
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill,
profesional hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas
internasional serta mampu untuk membuka peluang kerja yang
mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Tata Masyrakat Hukum Adat
B. PENYAJIAN
A. Peresekutuan Hukum
Persekutuan adat merupakan kesatuan-kesatuan yan mempunyai tata
susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri
baik kekayaan materiil maupun imateriil. (Soeroyo W.P.). Pendapat dari Djaren
Saragih mengatakan, persekutuan hukum adalah sekelompok orang-orang sebagai
satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki
pimpinan serta kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam
hidup diatas wilayah tertentu.
Yaitu berdasarkan pada daerah tertentu atau wilayah. Ada tiga macam
persekutuan territorial yang meliputi :
b. Peersekutuan Daerah :
1. Zaman Kerajaan :
- Kerajaan dan familinya menguasai desa
- Penggantian kepala desa oleh keluarga kerajaan
- Tanah diambil oleh keluarga Raja
- Pemungutan pajak yang tinggi
- Batas-batas desa sudah tidak diperhatikan
- Wajib menyerahkan tenaga kerja untuk kepentingan kerajaan.
3. Zaman Republik :
- Pengaruh Modernisasi masyarakat
Dari uraian Van Vollenhoven dan Ter Haar, dapat ditemukan garis-garis
ataupun dasar-dasar umum dalam tata susunan persekutuan hukum, yaitu :
a. Segala badan persekutuan hukum ini dipimpin oleh Kepala rakyat.
b. Sifat dan susunan pimpinan itu erat hubungannya dengan sifat serta
susunan tiap-tiap jenis badan persekutuan hukum yang bersangkutan.
Sifat pimpinan kepala rakyat adalah sangat erat hubungannya dengan sifat,
corak serta suasana masyarakat di dalam badan-badan persekutuan hukum
tersebut. persekutuan hukum adalah bukan persekutuan
kekuasaan(gezagsgemeenschap). Kehidupan dan penghidupan masyarakat di
dalam persekutuan hukum itu bersifat kekeluargaan; badan persekutuan hukum itu
merupakan kesatuan hidup bersama (levensgemeenschap) dari segolongan
manusia yang satu sama lain saling mengenal sejak waktu kanak-kanak hingga
menjadi dewasa dan tua.
Tata susunan serta suasana masyarakat desa pada zaman yang lampau
berdasarkan kepada adat-istiadat itu, kemudian mengalami perubahan-perubahan
karena pengaruh tata administrasi kerajaan-kerajaan di berbagai daerah di
Indonesia, kemudian berhubungan dengan campur tangan administrasi
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dahulu dan akhirnya pun berhubung dengan
proses modernisasi tata administrasi pemerintahan daerah sejak zaman Republik
Indonesia ini.
Hukum adat yang hidup dalam masyarakat ini, sudah barang tentu
dipengaruhi juga oleh perkembangan masyarakat itu sendiri ke arah modernisasi.
Hanya dalam proses modernisasi itu kita tidak perlu membuang segala aliran-aliran
Timur, sebaliknya kita sebagai bangsa Timur yang mempunyai jiwa dan kebudayaan
Timur, kita harus dapat membawa aliran-aliran Timur dan aliran-aliran Barat
bersama-sama ke arah kesatuan yang harmonis.
Inti perumusan Ter Haar tentang masyrakat adat dapat saya kemukakan
sebagai berikut :
1) kesatuan manusia yang teratur,
2) menetap disuatu daerah tertentu,
3) mempunyai penguasa-penguasa dan
4) mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud
Dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam
masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun
diantara para anggota itu mempunyai fikiran atau kecenderungan unutuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti
melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.
Sebagai contoh untuk menjelaskan perumusan saya ini, dapatlah saya sebut
famili di Minangkabau yang memperlihatkan unsur-unsur sebagai berikut:
2. Terhadap suatu kesatuan lain, umpamanya, famili lain, desa (Nagari), orang
asing dari luar, kesatuan sendiri ataupun pemerintahan yang lebih atas,
famili itu selalu bertindak sebagai kesatuan bulat.
3. Tiap famili mempunyai kekayaan berwujud berupa harta pusaka, yaitu harta
yang dimiliki karena didapat dan dipelihara secara turun-temurun dan yang
ditempatkan langsung dibawah pengurusan penghulu andiko; selain
kekayaan berwujud ini ada juga kekayaan tidak berwujud berupa antara lain
gelar-gelar.
4. Tak seorangpun diantara anggota famili itu mempunyai keinginan atau fikiran
untuk membubarkan familinya atau meninggalkannya, melepaskan diri dari
kesatuan famili itu, sebagai anggota,–meninggalkan famili itu hanya terpaksa
dalam hal-hal yang luar biasa (punah, buang sirih atau gadang
menyimpang); famili merupakan suatu kesatuan organis yang tetap.
5. Famili dikuasai dan diikat oleh dan tunduk pada peraturan-peraturan tertentu
yang merupakan suatu sistim (sistim peraturan hukum) yang dipertahankan
oleh kepala masing-masing dan dianut oleh para anggota dengan sepenuh
hati dan kepercayaan.
Dalam hal perkawinan, untuk anggota gezin – yaitu anak-anak – di Jawa dan
Madura tidak ada pembatasan apapun. anggota gezin itu boleh kawin dengan siapa
saja, asal perkawinan yang hendak dilangsungkan itu tidak bertentangan dengan
moral agama – dalam hal ini moral agam islam – dan tidak bertentangan dengan
kesusilaan menurut ukuran tempat. Dalam masyarakat Indonesia yang modern
kelihatanlah pula bahwa justru pemuda dan pemudi Jawa dan Madura adalah paling
bebas untuk kawin dengan orang yang mereka pilih sendiri sebagai bakal-suami atau
bakal isteri. Keberatan dari fihak orang tua, yaitu kalau ada keberatan, biasanya
hanya beralasan pada perbedaan agama – fihak satu beragama islam dan fihak
yang lain beragama kristen – atau beralasan pada sentimen persoonlijk terhadap
bakal-anak mantu atau famili bakal-anak mantu itu, dan keberatan-keberatan yang
beralasan pada berbagai-bagai ikatan-ikatan sosial tidak ada. Hal ini berbeda
dangan hendak dilangsungkannya perkawinan antara pemuda dan pemudi yang
masih diikat oleh ikatan-ikatan clan. Dalam masyarakat Indonesia masih ada lagi dua
jenis landasan mempersatukan orang berdasarkan keturunan, yaitu garis keturunan
yang dalam bahasa Belanda disebut : altenerend, dan garis keturunan yang dalam
bahasa Belanda pula disebut : dubbel-unilateraal. Kedua garis keturunan ini
merupakan bentuk-bentuk istimewa dalam menarik garis keturunan, yang berasal
dari –yaitu yang dalam fase permulaannya terdapat dalam – masyarakat hukum
adat kebapaan.
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial:
Diantara tiga jenis masyarakat hukyum adat yang teritorial yang disebut
diatas tadi, maka yang merupakan pusat pergaulan sehari-hari adalah desa, huta
dan dusun. Hal ini ditinjau dari baik segi organisasi sosial maupun dari perasaaan
perikatan yang bersifat tradisionil. Segala aktivitet masayarakat hukum desa
dipusatkan dalam tangan kepala desa, yang menjadi bapak masyarakat desa dan
yang dianggap mengetahui segala peraturan-peraturan adat dan hukum adat
masyarakat hukum adat yang dipimpinnya itu – oleh sebab itu kepala desa adalah
juga kepala adat (adathoofd).
Aktivitet kepala adat umumnya dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu:
1. Urusan tanah
Tapanuli Selatan :
4. Sumatera Selatan
a. Bengkulu (Rejang)
8. Minahasa (Menado)
14. Irian
17. Bagian Tengah Jawa dan Jawa Timur termasuk Madura ( Jawa
bagian tengah, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur,
Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Solo, Yogyakarta)
4. Tentang pribadi
g. Sistem sanksi
1. Sumatera = 49
2. Jawa = 7
3. Kalimantan = 73
4. Sulawesi = 117
5. Nusa Tenggara = 30
6. Maluku-Ambon = 41
7. Irian Jaya = 49
Sudah tentu bahwa daftar suku bangsa sebagaimana tabel di atas, pada
dewasa ini masih memerlukan penelitian kembali. Ada kemungkinan terdapatnya
penggabungan-penggabungan ataupun adanya pemisahan-pemisahan, sehingga
jumlahnya berkurang atau meningkat. Namun demikian, dari sudut suku bangsa
yang ada, nyatalah bahwa masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat
majemuk (dari sudut sistem sosial dan budayanya).
Menurut kitab Undang Undang Hukum Perdata pasal 1313 berbunyi : “suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketetapan menurut pasal
ini sebenernya kurang memuaskan, karena masih terdapat kelemahan-kelemahan di
dalamnya. Di bawah ini adalah kelemahan-kelemahan yang dapat diuraikan dari
pasal 1331 KUH Perdata, yaitu :
a. Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari kalimat “satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c. Defini perjanjian terlalu luas
d. Tanpa menyebut tujuan
e. Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah
ini:
1. Syarat ada persetujuan kehendak
2. Syarat kecakapan pihak-pihak
3. Ada hal tertentu
4. Ada kuasa yang halal.
Menurut Subekti (2005:1) bahwa, suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa di
mana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal”. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan
anatara orang tersebut yang di namakan perikatan. Pengertian perikatan adalah
hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang pihak atau lebih, yakni pihak yang
satu berhak menuntut suatu hal dan pihak lainnya wajib memenuhi sesuatu hal
tersebut. Dengan demikian, diketahui bahwa perjanjian itu memunculkan perikatan
antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan seseorang baik
diucapakan maupun ditulis.
Suatu perjanjian merupakan juga sebuah persetujuan. Karena di dalamnya
terdapat unsur saling setuju satu dengan yang lainnya, atau keduanya telah setuju
dengan perkataan atau tulisan yang telah mereka sepakati bersama.
1. Perjanjian Kredit
2. Perjanjian Kempitan
3. Perjanjian Tebasan
Perjanjian tebasan terjadi apabila seseorang menjual hasil tanamannya
sesudah tanaman itu berbuah dan sebentar lagi akan dipetik hasilnya. Perjanjian
tebasan ini lazim terjadi pada padi atau tanaman buah-buahan yang sudah tua dan
sedang berada di sawah ataupun di kebun. Di daerah-daerah tertentu (misalnya
beberapa daerah Sumatera Selatan) perjanjian tebasan merupakan perjanjian yang
tidak lazim terjadi dan ada kecenderungan bahwa perikatan dalam bentuk ini
merupakan perjanjian yang dilarang.
Perjanjian tebasan ini mirip dengan jual beli salam dimana dalam hukum
Islam dimana seseorang memesan barang yang belum tampak oleh mata seperti
halnya jual beli buah-buahan yang masih ada di pohon.
4. Perjanjian Perburuhan
Perjanjian perburuhan disini dimaksudkan apabila ada seseorang yang
mempekerjakan seseorang untuk membantunya, yang pada prinsipnya berhak
menerima upah, pada hal ini tiadak diberikan upah sama sekali. Namun, ia
memperoleh imbalan lainnya berupa biaya hidupnya di tanggung oleh pihak yang
memperkerjakannya. Menurut Ter Haar menyatakan bahwa tentang menumpang di
rumah orang lain dan mendapat makan dengan Cuma-Cuma tapi harus bekerja
untuk tuan rumah, merupakan hal yang berulang-ulang dapat diketemukan dan
sering bercampur baur dengan memberikan penumpangan kepada kepada sanak-
saudara yang miskin dengan imbangan tenaga bantuannya di rumah dan di ladang.
5. Perjanjian Pemegangkan
Perjanjian pemegangkan cukup lazim dalam hukum adat, apabila ada
seseorang yang meminjam uang terhadap orang yang meminjamkan barang,
kemudian orang yang meminjam memberikan jaminan barang, maka orang yang
meminjamkan uang berhak menggunakan barang tersebut sampai si peminjam
mengembalikan uang nya. Tetapi apabila peminjaman tersebut di kenakan bunga,
maka pihak yang meminjami uang tersebut tidak berhak menggunakan barang
tersebut. Karena pihak yang memberikan pinjaman menerima bunga hutang
tersebut.
5. Perjanjian Pemeliharaan
Perjanjian ini memiliki kedudukan yang istimewa pada hukum kekayaan
harta adat. Dimana, pihak pemelihara bertanggung jawab atas pihak yang dipelihara.
Maksudnya, hartanya dibawah tanggungan pihak pemelihara. Terlebih apabila usia
lanjut. Pemelihara pula yang menanggung urusan pemakamannya dan pengurusan
harta peninggalannya. Sehingga, apabila si memelihara meninggal maka harta yang
dimiliki pihak yang dipelihara berhak dimiliki oleh hak pemelihara. tidak tanggung-
tanggung bagian yang dimiliki oleh pihak pemelihara sama halnya dengan hak yang
diberikan kepada kerabat atau anak yang dipelihara.
Perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah memberi ijin kepada orang
lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian, bahwa yang mendapat ijin itu
harus memberikan sebagian hasil tanahnya. Ada yang dibagi menjadi dua di Jawa :
maro, Minangkabau : memperduai, Periangan : nengah, Sumatera : Perdua,
Sulawesi Selatan : Tesang, Minahasa: Toyo. Jika hasilnya dibagi menjadi tiga maka
disebut pertiga, di Jawa : mertelu, Periangan : Jejuron.
Dengan demikian, maka ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut:
9. Perjanjian Ternak
a) Apabila hewan ternak itu betina, maka setelah beranak, anaknya itu dibagi
antara pemilik dan pemelihara dengan besaran yang sama, atau dipatut
harga induknya, kemudian anaknya dibagi dua sama banyak, dan
kelebihan harga induknya yang dipatut itu dibagi dua pula. Kelebihan
harga induk adalah dari harga waktu penyerahan dan waktu akan
membagi.
b) Jika ternak itu ternak jantan, maka sewaktu dikembalikan pada pemilik
harus ditentukan harganya, kemudian setelah dijual laba dibagi dua sama
besar antar pemilik dan pemelihara.
Kalau dijual sebelum beranak maka ketentuannya adalah :
1. Jika ternak itu dipatut harganya, maka laba dibagi dua.
2. Jika ternak itu tidak dipatut harganya, maka kepada pemelihara
diberikan sekedar uang jasa selama ia memelihara ternak tersebut,
besarnya tergantung kepada pemilik ternak, sifatnya hanya sosial saja.
3. Kalau ternak itu mandul, maka dijual, biasanya dikeluarkan juga uang
rumput pemeliharaan, dan pemelihara mempunyai hak terdahulu jika ia
ingin membeli atau memeliharanya kembali.
Rangkuman
Masyarakat yang sudah ada sejak lama dan mendiami suatu wilayah tertentu
maka masyarakat tersebut sudah terikat dengan tempat tersebut yang dikenal
dengan masyarakat adat. Masyartakat adat juga dikenal dengan masyarakat
trasisional yang identik dengan masyarakat desa.
2. sifat dan tata susunan itu erat hubungannya dengan sifat, serta susunan tiap-
tiap jenis badan persekutuan yang bersangkutan.
C.PENUTUP
Contoh Soal
1. Sebutkan tatanan dalam masyrakat desa yang berasal dari hukum adat ?
Umpan Balik
A. PENDAHULUAN
1. Kompetensi Inti
(1) Menghasilkan lulusan yang bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak
mulia, membangun karakter, penegakan moral dan kejujuran, terampil
dalam bnidang hukum dengan kualifikasi Sarjana (S1) Ilmu Hukum
dengan gelar S.H.
(2) Memiliki ketrampilan pendukung yakni hardskill dan softskill, profesional
hukum, kewirausahaan, unggul dan memiliki kualitas internasional serta
mampu untuk membuka peluang kerja yang mampu memenuhi tuntutan
kebutuhan masyarakat.
2. Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Hukum Adat Dalam Aspek
Kebudayaan
B. PENYAJIAN
A. SIFAT HUKUM ADAT
Sifat dan corak hukum adat tersebut timbul dan menyatu dalam kehidupan
masyarakatnya, karena hukum hanya akan efektif dengan kultur dan corak
masyarakatnya. Oleh karena itu pola pikir dan paradigma berfikir adat sering masih
mengakar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menurut Ratno Lukito dalam bukunya Tradisi Hukum Indonesia, menyatakan
bahwa hukum adat memiliki karakter fleksibel, simpel, dan supel. Karakter dinamis
dan fleksibel dari hukum adat terletak dalam aturan-aturan detailnya, yang berakar
pada pengalaman dan kebutuhan hidup yang selalu berkembang sejalan dengan
perubahan waktu. Namun tidak berarti bahwa prinsip-prinsip umumnya mudah
berubah, prinsip umumnya tetaplah stabil, karena ia menjadi medium yang
menghubungkan masyarakat hari ini dengan ajaran dan tradisi para leluhur yang
berisi kehidupan duniawi dan elemen-elemen supranatural.
F.D. Holleman di dalam pidato inagurasinya (pidato dalam pengukuhan
menjadi Guru Besar) yang berjudul :”De Comune Trek in het Indonesische
Rechtsleven”(corak gotong royong dalam kehidupan hukum di Indonesia),
menyimpulkan bahwa adanya empat sifat hukum adat Indonesia, yaitu :
1. kebersamaan (komunal/kolektip), artinya orang Indonesia suka hidup
bersama dalam keterikatan kemasyarakatan yang sangat erat. Rasa kebersamaan
(komunal) dari masyarakat Indonesia ini sangat mempengaruhi materi hukum
adatnya.
2. Bersifat religio-magis, masyarakat Indonesia masih mempunyai
kepercayaan yang tinggi terhadap hal-hal gaib, misalnya terhadap adanya mahluk
halus atau roh-roh yang menunggu alam sekitarnya (penghuni gunung, sungai,
lautan, pepohonan besar/tempat-tempat angker), kekuatan gaib, kesaktian. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia itu bagian dari alam raya dan berkewajiban untuk
menjaga keseimbangan antara rohani dan jasmani, antara manusia dan
lingkungannya.
3. Sifat konkrit atau nyata, artinya sifat berpikir bangsa Indonesia serba nyata
(konkrit) tidak abstrak. Cara berpikir konkrit ini juga berpengaruh pada hukum adat,
misal : uang panjar sebagai uang muka pembelian, peningset/ penyancang sebagai
tanda pertunangan atau akan melakukan perkawinan; tetenger untuk menandai
suatu barang (pohon, batas tanah garapan) bahwa barang yang diberi tetenger
(tanda) itu dalam pengelolaannya (haknya);
4. Bersifat kontan atau tunai, artinya bahwa suatu perbuatan simbolis atau
dengan pengucapan bahwa tindakan yang dilakukan selesai, atau terjadi seketika itu
juga dalam waktu yang bersamaan antara ucapan dan perbuatan. Misalnya jual beli
secara tunai, maka pada saat diucapkan jual-beli, maka harus ada uang dan barang
yang diserahkan kepada penjual dan pembeli.
1. Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun
temurun, dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya
masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Misalnya dalam hukum kekerabatan adat orang batak yang menarik garis keturunan
lelaki, sejak dulu sampai sekarang tetap saja mempertahankan hubungan
kekerabatan yang disebut “dalihan na tolu” (bertungku tiga) yaitu hubungan antara
marga hula-hula, dengan tubu (dongan sebutuha) dan bolu. Sehingga dengan
adanya hubungan kekerabatan tersebut tidak terjadi perkawinan antara pria dan
wanita yang satu keturunan (satu marga).
2. Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (magis religius) artinya
perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan
terhadap yang gaib dan atau berdasarkan pada ajaran ketuhanan yang maha esa.
Oleh karena apabila manusia akan memutuskan sesuatu atau mau
melakukan sesuatu biasanya berdoa memohon keridhaan tuhan yang ghaib, dengan
harapan karya itu akan berjalan sesuai dengan yang dikehendaki, dan tidak
melanggar pantangan (pamali) yang dapat berakibat timbulnya kutukan dari yang
maha kuasa.
Corak keagamaan dalam hukum adat ini terangkat pula dalam pembukaan
UUD 1945 alenia yang ketiga yang berbunyi ”atas berkat rahmat Allah yang maha
kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan nya”.
3. Kebersamaan
Corak hukum adat adalah konkrit artinya jelas, nyata, berwujud dan visual
artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi sifat hubungan hukum
yang berlaku dalam hukum adat itu “terang dan tunai”, tidak samar-samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan di dengar orang lain, dan nampak terjadi “ijab
Qobul” (serat terima)nya. Misalnya dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara
pembayaran harga dan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli, tetapi
harga belum dibayar maka itu bukan jual beli melainkan hutang piutang.
Corak hukum adat itu “terbuka” artinya dapat menerima masuknya unsur-
unsur yang datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu
sendiri. Corak dan sifatnya yang sederhana artinya bersahaja, tidak rumit, tidak
banyak administrasi nya bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasar saling percaya mempercayai.
Keterbukaan nya misal dapat dilihat dari masuknya pengaruh hukum hindu,
dalam hukum perkawinan adat yang disebut “kawin anggau”. Jika suami mati maka
istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau masuknya pengaruh hukum islam dalam
hukum waris adat yang disebut bagian “sepikul segendong”, bagian warisan bagi ahli
waris pria dan wanita sebanyak 2:1 untuk penerimaannya.
Hukum adat itu dapat berubah, menurut keadaan, waktu dan tempat. Orang
Minangkabau berkata “sekali aik gadang sakali tapian beranja, sakali raja baganti,
sakali ada berubah”di bawah tangan tidak atau belum dimuka notaris. (begitu air
besar, begitu pula tempat pemandian bergeser, begitu pemerintah berganti, begitu
pula adat lalu berubah). Adat yang nampak pada kita sekarang sudah jauh berbeda
dari adat dimasa Hindia Belanda. Begitu pula apa yang dikatakan di atas
kebanyakan transaksi tidak dibuat dengan bukti tertulis, namun sekarang
dikarenakan kemajuan pendidikan dan banyaknya penipuan yang terjadi dalam
masyarakat, maka sudah banyak pula setiap transaksi itu dibuat dengan surat
menyurat walaupun Kalau ditilik dari batasan hukum adat, maka dapatlah dimengerti
bahwa hukum adat itu merupakan hukum yang hidup dan berlaku dimasyarakat
indonesia sejak dulu hingga sekarang yang dalam pertumbuhannya atau
perkembangannya secara terus menerus mengalami proses perubahan. Oleh karena
itu dalam perkembangannya terdapat isi atau materi yang tidak berlaku lagi.
7. Tidak di kodifikasi
Hukum adat kebanyakan tidak ditulis, walaupun ada juga yang dicatat dalam
aksara daerah, bahkan ada yang dibukukan dengan cara yang tidak sistematis,
namun hanya sekedar sebagai pedoman bukan mutlak yang harus dilaksanakan,
kecuali yang bersifat perintah tuhan. Jadi hukum adat pada umumnya tidak di
kodifikasi seperti hukum adat (Eropa), yang disusun secara teratur dalam kitab yang
disebut kitab perundangan. Oleh karena itu hukum adat mudah berubah dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat seperti yang di uraikan di atas.
Walaupun demikian adanya, juga dikenal hukum adat yang di catat dalam aksara
daerah yang bentuknya tertulis seperti di tapanuli “ruhut parsaoron” di bali dan
lombok “awig awig”, di jawa “pranata desa”, di surakarta dan yogyakarta “angger
angger” dan lain-lain.
Selain itu masih ada peraturan-peraturan hukum adat pada abad XV sampai
XVIII yang tertulis dalam buku (manuskrip) orang orang di sulawesi selatan yang di
sebut “lontara” yang masih berlaku hingga sekarang. jadi berbeda dengan hukum
barat yang corak hukumnya di kodifikasi atau di susun secara teratur dalam kitab
yang di sebut kitab perundang undangan.
Dari uraian di atas maka dapat diambil pengertian bahwa hukum adat
sebagai aspek kebudayaan adalah hukum adat yang dilihat dari sudut pandang nilai,
norma sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur sosial religious yang
didapat seseorang dengan ekstensinya sebagai anggota masyarakat.
Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat
termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang
fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam
berkehidupan dimasyarakat,dengan demikian hukumadat merupakan aspek dalam
kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia. Hukum adat
merupakan hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup
yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum
adat tersebut berlaku. Apabila kita melakukan studi tentang hukum adat maka kita
harus berusaha memahami cara hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan bangsa Indonesia. Maka
jelas dikatakan bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan
budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berpikir bangsa
Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.
6). Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia
sebagai suatu negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (Ashiddiqie, 2003 : 32-33)
Dalam berbagai rumusan peraturan Orde Baru kita dapat membaca bahwa
negara sangat besar kekuasaannya, pandangan seperti mlsalnya ketentuan UUPA
yang mengatur hak atas tanah berdasarkan hukum adat diakui, sepanjang masih
hidup dan tidak bertentangan dengan pembangunan. Disini kita melihat kekuasaan
yang mutlak dari negara, karena berdasarkan interpretasinya hak ulayat yang telah
lama dimiliki oleh masyarakat adat, dapat dihapuskannya.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat
adat suatu daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi
hukum adat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum
mereka. Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata
hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis dan
berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat akan selalu
ada dan hidup di dalam masyarakat
Hukum Adat adalah hukum yang benar-benar hidup dalam kesadaran hati
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan
masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun
keputusan Pengadilan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional
dan upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri
Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim
harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan
putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat. Kerangka
pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka
pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Peraturan ini
dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan
kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian
masalah yang menyangkut tanah ulayat. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang
memperjelas prinsip pengakuan terhadap “hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu
dari masyarakat hukum adat” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA.
Kebijaksanaan tersebut meliputi :
Rangkuman
Memahami Hukum Adat dimulai dari pengetian dan istilah hukum adat itu
sendiri, menurut Snouck Hurgronje Adat Recht atau Hukum Adat adalah adat-adat
yang mempunyai akibat hukum, atau dengan kata lain disebut dengan hukum adat
jika adat tersebut memepunyai akibat hukum. Diantara manfaat mempelajari hukum
adat adalah untuk memahami budaya hukum Indonesia, dengan ini kita akan lebih
mengetahui hukum adat yang mana yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan
zaman dan hukum adat mana yang dapat mendekati keseragaman yang berlaku
sebagai hukum nasional.
Lebih jauh membahas tentang Hukum Adat, suatu adat dikatakan sebagai
hukum adat atau seingkatnya yang merupakan karakteristik hukum adat adalah
hukum yang umumnya tidak ditulis, peraturan-peraturan yang ada kebanyakan
merupakan petuah yang memuat asas perikehidupan dalam bermasyarakat serta
kepatuhan seseorang terhadap hukum adat akan lebih didasarkan pada rasa harga
diri setiap anggota masyarakat. Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan
maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks
dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia
dalam berkehidupan di masyarakat ,dengan demikian hukum adat merupakan aspek
dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia. Hukum adat
merupakan hukum tradisional masyarakat yang merupakanperwujudan dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu arah pandangan hidup
yang keseluruhannya merupakan kebudayaanmasyarakat tempat hukum adat
tersebut berlaku.
Hukum Adat sebagai Aspek Kebudayaan adalah Hukum Adat yang dilihat
dari sudut pandang nilai, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur
sosial religious yang didapat seseorang dengan eksistensinya sebagai anggota
masyarakat. Hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa
Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berfikir bangsa Indonesia tercermin
lewat hukum adat itu sendiri.
Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir, hukum adat juga sebagai hukum
yang berkembang dan hidup di masyarakat, sehingga unsure-unsur yang ada dalam
hukum adat dapat menjadi asumsi atas eksistensi hukum adat , hukum adat tersebut
lahir dan dipelihara oleh putusan-putusan para warga masyarakat hukum terutama
keputusan kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan hukum itu atau
dalam hal bertentangan keperntingan dan keputusan para hakim mengadili sengketa
sepanjang tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, senafas, seirama,
dengan kesadaran tersebut diterima atau ditoleransi.
C. PENUTUP
Contoh Soal
Umpan Balik
Dominikus Rato, 2011. Hukum Adat : Suatu Pengantar Memahami Hukum Adat
Indonesia, Laksbang Presindo : Yogyakarta
Hilman Hadikusuma, 2008. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju :
Bandung
Suriyaman Mustari Pide, 2014. Hukum Adat : Dulu, Kini dan Akan Datang,