Anda di halaman 1dari 1

Budaya “Waja” Orang Bajawa

Pertama –tama, tulisan saya ini tidak berniat untuk menyinggung pihak pihak tertentu, tulisan ini
saya bagikan atas dasar niat berbagi. Sebab, dalam pengetahuan saya (yang masih sempit ini)
budaya “Waja” hanyalah ada dalam budaya orang Bajawa. Kedua, saya hanya ingin berbagi
pendapat juga menguatkan siapapun yang merasa pernah menjadi korban ketidakadilan ini.

Waja ini adalah proses untuk memutuskan hubungan antara pria dan wanita dengan penghantaran
sejumlah hewan yang disepakati sebagai bukti perpisahan antara kedua belah pihak.

Saya, sebagai perempuan orang Bajawa jujur saja sering terluka dengan budaya “Waja” ini. Pertama,
apakah begitu mudah kita menukar kehormatan seorang manusia dengan hewan ataupun benda?
Apabila belis adalah tanda penghormatan maka waja ini tentu saja adalah penghinaan. Kita semua
tentu tahu menjalani masa – masa setelah perpisahan adalah hal yang menyakitkan. Apalagi apabila
dalam hubungan antara pria dan wanita kita sudah melangkah begitu jauh dan mendapat anugerah
dari Tuhan. Tolong, mendapat anak itu anugerah mohon kebijaksanaan kita semua entah anak itu
lahir sebelum maupun sesudah pernikahan anak adalah anugerah Tuhan.

Kedua, tidak peduli apabila sudah mendapat anugerah ataupun belum Waja mestinya hal yang tabu
untuk kita lakukan. Setelah itu apa yang kita dapat? Kita punya kehormatan orang tidak mungkin
kembalikan. Kita hanya akan terjerat dalam bayang – bayang lingkungan kita, terjebak dalam
penghinaan. Terus habis itu ada mama – mama sambil duduk cari kutu seenaknya omong “Eh, sudah
suh. Intinya mereka bawa kerbau.” Eh, mama sayang e kira gampang saja kah? Itu kerbau
memangnya bisa bikin kita punya harga diri kembali ? TIDAK !

Ketiga, budaya waja ini mestinya tabu untuk kita lakukan supaya kita semua paham tentang
tanggung jawab. Ada beberapa orang yang berpikir selagi dia punya banyak kekayaan dia bebas
menabur benih dimanapun entah jadi atau tidak toh dia punya uang untuk menutupi semuanya.
Orang – orang ini tidak paham kalau mereka punya hewan peliharaan, mereka punya kekayaan tidak
bisa beli orang punya kehormatan.

Sebelum sa akhiri, saya tepuk tangan paling keras untuk semua saya punya kaka - kaka yang bersedia
tanamkan bahwa mencintai kita punya budaya itu perlu tetapi tidak bertindak sembarangan lalu
menolak tanggung jawab dengan dalih budaya. Kecup sayang, Tuhan jaga. Selain itu, peluk paling
erat untuk semua pihak yang memutuskan pisah tanpa minta apa – apa karena mereka tahu persis
itu orang – orang pu hewan tuh tidak penting untuk orang berakal macam mereka.

Terakhir, untuk orang – orang yang selalu membaca dan kasih pendapat yang membangun. Tanpa
kamu semua, sa ini butiran debu.

Selamat sore, Tuhan Jaga

Anda mungkin juga menyukai