Anda di halaman 1dari 49

1

M od u l 1
Good Governance dalam Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik I ndonesia ( SANKRI )

Diklat Teknis
Kepemerintahan yang Baik dan Etika
Pemerintah
(Good Governance and Government Ethics)

Eselon IV
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara


senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang
telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di
bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam
pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat,
standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem
informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat,
pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja,
kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.

Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen


Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan
(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan
daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan
SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan,
perencanaan berkelanjutan dan sebagainya.

Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul


diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh
empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based
training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang
cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil
dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah
yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai
media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor,
perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan
tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung
dalam anggota Technical Review Panel (TRP).

Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini
telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para
pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.

Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami


percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta
Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pelatihan di daerah masing-masing.

i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan
modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan
bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang
merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari
diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan
tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai
sumber daya di daerahnya masing-masing.

Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian


cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya
evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih
menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara
berkelanjutan.

Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan


kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik
kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.

ii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH

Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan


Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi
perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih
berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi
seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.

Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara,


salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah
adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang
relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau
kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai.

Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan


desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah
menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas
Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan
individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi
dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup
multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan
masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional.

Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah,


Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program
peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang
Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for
Decentralization/SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan
pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia
(ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan
kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki
tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem,
kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui
penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas
(Capacity Building Action Plan/CBAP).

iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan
SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum
serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat
oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang
dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi
Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS.

Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan
sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya
telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot
test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri.
Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena
merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain
untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di
daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah
melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber.

Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan


peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan
kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan.
Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi
mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada
masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.

iv
DAFTAR ISI

Sambutan Deputi IV - LAN .......................................................................................... i


Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii
Daftar Isi ........................................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Deskripsi Singkat ........................................................................................ 1
B. Hasil Belajar ................................................................................................ 3
C. Indikator Hasil Belajar ................................................................................ 3
D. Pokok Bahasan ............................................................................................ 3

BAB II SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN


REPUBLIK INDONESIA (SANKRI) ........................................................... 4
A. Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Program Pengembangan
Administrasi Negara ................................................................................... 4
B. Arah dari Pengembangan SANKRI ............................................................ 6
C. Latihan......................................................................................................... 8
D. Rangkuman.................................................................................................. 9

BAB III PERUBAHAN DAN IMPLIKASINYA ...................................................... 10


A. Faktor Perubahan ...................................................................................... 11
B. Latihan....................................................................................................... 13
C. Rangkuman................................................................................................ 14

BAB IV ARTI DAN PRINSIP PRINSIP GOOD GOVERNANCE..........................15


A. Pengertian Prinsip-prinsip Good Governance........................................... 15
B. Latihan....................................................................................................... 22
C. Rangkuman................................................................................................ 23

BAB V KEBIJAKAN PENERAPAN GOOD GOVERNANCE .............................. 24


A. Peraturan dan Hukum Pendukung Good governance ............................... 25
B. Latihan....................................................................................................... 30

v
C. Rangkuman................................................................................................ 30

BAB VI ETIKA KEPEMERINTAHAN.................................................................... 30


A. Landasan Hukum ...................................................................................... 31
B. Masalah-masalah Etika yang Berkembang Saat ini ................................. 32
C. Standar Etika Pemerintahan ..................................................................... 34
D. Latihan....................................................................................................... 35
E. Rangkuman................................................................................................ 36

Daftar Pustaka
Lampiran

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) merupakan


suatu sistem untuk mendukung berbagai kegiatan administrasi penyelenggaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana diamanahkan oleh
UUD 1945 dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Republik
Indonesia, yang berlandasan idiil Pancasila. Sampai saat ini SANKRI masih terus
berkembang mencari bentuknya yang sesuai dan dalam rangka memperoleh
pengakuan formal sebagai penyelaras sub-sub sistem lainnya disamping sebagai
kerangka dalam pengelolaan Sistem Penyelenggaraan Negara. Dalam rangka
pembinaan dan pengembangan SANKRI tersebut, seringnya terjadi perubahan
kebijakan negara atau pemerintah dalam berbagai bentuknya sebagai wujud
pemenuhan tuntutan reformasi, perlu selalu dipantau dan dikaji sebagai acuan bagi
penyelenggara negara di pusat dan daerah dalam proses pengelolaan kebijakan
yang diperlukan, termasuk berbagai kebijakan baru dalam upaya mewujudkan
kepemerintahan yang baik/good governance.

Di dalam SANKRI terdapat istilah administrasi negara atau istilah asingnya


governance yang mempunyai konotasi sebagai administrasi publik yang
mengurusi kepentingan masyarakat (penduduk, warga negara dan rakyatnya),
dimana birokrasi pemerintahan menerapkan berbagai disiplin. Dengan
demikian antara publik dan pemerintah dapat diartikan sebagai hubungan yang
diperintah dan yang memerintah dengan penempatan sesuai proporsinya.
Dalam kaitan itu paradigma good governance harus masuk bila administrasi
publik yang tidak berbeda dengan administrasi negara ingin dua-duanya
dikategorikan baik.

Istilah good governance mengemuka sejak 1990-an seiring dengan interaksi antara
pemerintah Indonesia dan negara serta lembaga donor seperti World Bank, ADB,
ataupun Negara pemberi bantuan seperti Ausaid, Usaid, dan banyak lagi lembaga
internasional lainnya yang menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi
dan politik dalam negeri. Dewasa ini istilah tersebut sudah marak disebut di
mana-mana sehingga sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang bahkan istilah
good governance cenderung lebih populer dari pada istilah kepemerintahan yang
baik.

Istilah governance mulai banyak digunakan dalam buku-buku tentang


manajemen pemerintahan sebagai pengganti kepemerintahan. Istilah-istilah
seperti corporate governance, international governance, local governance
dan public governance merupakan perkembangan dari penggunaan istilah
governance tersebut. Namun demikian definisi yang tepat sampai saat ini masih
belum seragam.

1
2

Pengertian good governance, masih bisa berbeda antara berbagai kalangan.


Sebagian mengartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja
pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang
memenuhi prasyarat tertentu; ada pula yang mengkaitkan good governance sebagai
penopang stabilitas demokrasi itu sendiri melalui keharusan adanya civil culture.
Sebagian lagi ada yang mengkaitkan dengan salahnya mengalokasikan dana
investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, atau
tidak menjalankan disiplin anggaran secara benar serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Di lain pihak governance ada yang memahaminya sebagai proses kegiatan


dalam memecahkan masalah bersama dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut pengertian tersebut dengan governance dikandung makna adanya
hubungan kegiatan antara negara, swasta dan masyarakat. Good governance
artinya kepemerintahan/governance yang baik ditandai dengan adanya
hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan
masyarakat yang melibatkan seluruh pelaku (stakeholders) yang
berkepentingan tergantung dari permasalahan yang dihadapi. Para pelaku
tersebut disamping pemerintah dari berbagai tingkatan, dapat pula berasal dari
organisasi politik, LSM/NGO, dunia usaha/swasta bahkan lembaga
international, sehingga governance yang berarti administrasi negara
mempunyai konotasi sebagai administrasi publik yang mengurusi kepentingan
masyarakat (penduduk, warga negara dan rakyatnya), dimana birokrasi
pemerintahan menerapkan berbagai disiplin.

Bank Dunia mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan ma-


najemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab dan sejalan dengan
prinsip demokrasi serta pasar yang efisien.

Dari pegertian-pengertian tersebut diatas nampak bahwa good governance


sebenarnya menyatu dengan sistem administrasi negara, dengan demikian
upaya mewujudkan good governance merupakan pula upaya
menyempurnakan sistem administrasi negara yang berlaku pada negara
secara keseluruhan.

Dalam uraian pada modul ini juga dicoba diangkat, masalah pelaksanaan
desentralisasi di beberapa daerah dan masalah gender awarness, sejauh mana
upaya pewujudan Good Governance dikaitkan dengan kedua hal tersebut,
walaupun untuk masalah gender ada diklat/modul khusus mengenai hal tersebut
dalam rankaian pengembangan kurikulum dari kegiatan SCBD ini.

GOOD GOVERNANCE dan SANKRI


Good governance sebenarnya menyatu dengan sistem administrasi negara,
dengan demikian upaya mewujudkan good governance merupakan pula
upaya menyempurnakan sistem administrasi negara yang berlaku pada
negara secara keseluruhan.
3

B. Hasil Belajar

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta (Eselon IV) diharapkan mampu


memahami dan menjelaskan bagaimana pengembangan prinsip good governanc
dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI)
serta dapat menjelaskan implikasi dari terjadinya perubahan, makna prinsip-
prinsip good governance baik dalam penyelenggaraan pemda good local
governance maupun dalam praktek pelayanan umum berikut upaya-upaya
pewujudan good governance dan etika aparatur publik

C. Indikator Hasil Belajar

1. Peserta dapat memahami dan menjelaskan makna administrasi pemerintahan


dan administrasi publik dalam kaitannya dengan penerapan kepemerintahan
yang baik/good governance, sebagaimana diamanatkan dalam SANKRI,
untuk diupayakan dan diakumulasikan dalam lingkungan pekerjaan yang
menjadi tugasnya.

2. Peserta dapat memahami dan menjelaskan terjadinya perubahan paradigma dan


implikasinya dalam tugas sehari-hari.

3. Peserta dapat memahami dan menjelaskan makna dari prinsip-prinsip good


governance dan upaya penerapannya dalam tugas sehari-hari.

4. Peserta dapat memahami dan menjelaskan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
upaya pewujudan good governance

5. Peserta dapat memahami dan menjelaskan makna dari prinsip – prinsip etika
kepemerintahan dalam melandasi kegiatan pengelolaan berbagai sumber daya
daerah yang jadi tanggungjawabnya dalam rangka penciptaan kepemerintahan
yang baik.

D. Pokok Bahasan

Untuk mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan, modul ini memuat
pokok bahasan sebagai berikut:
1. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI)
2. Perubahan dan Implikasinya.
3. Arti dan Prinsip-prinsip Good governance.
4. Kebijakan Penerapan Good governance.
5. Etika Kepemerintahan
BAB II
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
(SANKRI)

Setelah mengikuti proses pembelajaran ini peserta dapat memahami dan


menjelaskan makna administrasi pemerintahan dan administrasi publik
dalam kaitannya dengan penerapan kepemerintahan yang baik/good
governance, sebagaimana diamanatkan dalam SANKRI, untuk diupayakan
dan diakumulasikan dalam lingkungan pekerjaan yang menjadi tugasnya

A. Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Program Pengembangan Administrasi


Negara

Mengacu pada UUD 1945 yang telah diamandemen, perlu terlebih dahulu
ditentukan arah pengembangan administrasi negara sebelum dirumuskan
Kebijakan Pembangunan Penyelenggaraan Negara yang akan melandasi praktik
penyelenggaraan negara. Kebijakan Pembangunan Penyelenggaraan Negara ini
pada hakekatnya mencakup seluruh perangkat negara, yaitu Lembaga-Lembaga
Negara beserta alat kelengkapannya yang ada dalam melaksanakan dan menunjang
keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan Lembaga-Lembaga Negara
dimaksud, baik lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, maupun lembaga
lainnya yang ada.

Keberhasilan dan kegagalan kebijakan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada


publik agar kredibilitas tetap terjaga baik serta mendapat dukungan publik.
Kejelasan standar yang terukur, serta monitoring dan evaluasi yang terus menerus
tehadap pelayanan publik sangat diperlukan apabila kualitas pelayanan ingin
terjamin dengan baik.

Tujuan utama dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang


berkedaulatan rakyat adalah dalam rangka mensejahterakan seluruh rakyat
Indonesia melalui pekerjaan dan penghidupan yang layak. Penghidupan yang layak
ini dapat tercapai apabila terjadi peningkatan kegiatan ekonomi, terpenuhinya hak
rakyat dalam memperoleh pendidikan, serta hak politik bagi seluruh masyarakat.
Dalam hal ini perhatian husus diberikan kepada masyarakat yang masih hidup di
bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu prioritas pembangunan terletak pada:
Kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata dengan penekanan pada sarana dan
prasarana ekonomi; meningkatkan kualitas SDM; meningkatkan penanggulangan
kemiskinan; menjamin ketahanan pangan; memantapkan pembangunan politik;
memberantas KKN dan menegakkan hukum; memantapkan pembangunan
pertahanan dan keamanan; memantapkan pembangunan daerah; meningkatkan
konservasi dan rahabilitasi SDA dan lingkungan hidup.

Pengembangan Sistem Administrasi Negara dilakukan dalam berbagai langkah dan


upaya untuk menata, atau menata ulang, menyesuaikan, memperbaiki serta

4
5

membangun sistem yang telah ada baik di tingkat pemerintahan pusat maupun
daerah, berdasarkan kebijakan dan arah pengembangan ke depan.

Sasarannya adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna Sistem
Administrasi Negara dalam seluruh dimensi dan prosesnya agar terus berkembang
menyikapi tuntutan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, pada
setiap tingkatan pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota).

Berbagai program seperti Program Pengawasan Aparatur Negara, Program


Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, Program Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, Program Peningkatan Kapasitas SDM dan lain lain, sangat
menentukan tehadap keberhasilan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Dalam hal ini peran penyelenggara negara menjadi sangat penting.

Contoh dari rincian program tersebut diatas yang mulai digalakkan terutama dalam
rangka pelaksanaan prioritas untuk memberantas KKN dan menegakan hukum
antara lain:

1. Program Pengawasan Aparatur

o Sosialisasi, implementasi dan pemantauan kebijakan dan tindak lanjut


pengawasan;
o Audit finansial dengan menerapkan standar audit dan kode etik auditor
internal pemerintah yang telah teruji;
o Peningkatan kerjasama Aparatur Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP)
dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam penanganan kasus Tindak Pidana
Korupsi (TPK) maupun non TPK;
o Mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian kepegawaian
nasional Meningkatkan pengawasan terhadap penerimaan, pengeluaran,
hutang negara pusat maupun daerah;
o Melaksanakan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan lain-lain.

2. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

o Penataan struktur dan disain kelembagaan manajemen pemerintahan di


pusat dan daerah, termasuk pembentukan perwakilan baru BPK-RI di
daerah (kedalam penataan ini termasuk pembentukan baru, penghapusan,
dan penggabungan serta evaluasinya);
o Undang-undang etika aparatur negara;
o Kerjasama yang bermanfaat antar daerah dan internasional; melakukan
penyusunan pedoman teknis aplikasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik dalam manajemen pemerintahan, dengan melakukan identifikasi,
penetapan dan sosialisasi yang wajib dilaksanakan oleh pusat dan daerah;
o Mengembangkan percontohan penerapan budaya kerja yang baik dari
aparatur negara di pusat dan daerah; melakukan kajian mengenai
penerapan sistem pengukuran kinerja dan prinsip-prinsip good governance
di lingkungan pemerintah dan BUMN/BUMD;
6

o Sosialisasi dan implementasi PP No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman


Organisasi Perangkat Daerah, dan lain-lain.

3. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

o Uji materiil RUU pelayanan publik;


o Partisipasi masyarakat dalam pengawasan, perumusan dan
penyelenggaraan pelayanan publik;
o Pemanfaatan teknologi informasi/e’-governance;
o Pengelolaan pengaduan masyarakat;
o Pembinaan/kajian kebijakan investasi; perbaikan pelayanan publik di
kabupaten/kota;
o Perencanaan pembangunan terhadap isu strategis yang bersifat lintas
sektoral, wilayah dan daerah; kebijakan tentang good governance di
semua bidang, dan lain-lain.

4. Program Peningkatan Kapasitas SDM

o Melalui antara lain penyusunan norma-standar-prosedur-manajemen


kepegawaian berbasis kinerja;
o Sosialisasi peraturan pemerintah mengenai etika dan disiplin PNS;
o Melakukan diklat berbagai bidang dan strata untuk meningkatkan
kompetensi aparatur;
o Pengembangan kompetensi pejabat fungsional, melakukan kajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang mendukung program ini, dan lain-
lain.

Kebutuhan untuk mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan


pemerintahan negara yang direfleksikan oleh teraktualisasinya azas-azas umum
penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam UU 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme,
pada hakekatnya hanya akan berhasil bila organisasi pemerintahan negara dibentuk
dan ditata berdasarkan prinsip-prinsip pengorganisasian serta prinsip-prinsip
manajemenn yang baik.

Kebijakan, Sasaran dan Program Pengembangan Sistem Administrasi


Negara dalam SANKRI bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna Sistem Administrasi Negara dalam seluruh dimensi dan
prosesnya dalam rangka mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia
melalui pekerjaan dan penghidupan yang layak

B. Arah dari Pengembangan SANKRI

Arah dari pengembangan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik
Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan strategis yang cepat
7

berubah internal maupun eksternal. Sistem ini harus mampu menghadapi dinamika
dan beradaptasi dengan perubahan sepanjang masih dalam koridor serta
mendukung kelancaran penyelenggaraan bernegara dengan landasan hukum dan
landasan idiil yang telah disepakati, yaitu UUD 1945 dengan perubahannya dan
Pancasila.

Dalam SANKRI disebutkan bahwa arah pengembangannya mempunyai dimensi


organisasi dan dimensi manajemen.

Dimensi organisasi harus mampu mewujudkan format dan desain kelembagaan


pemerintahan negara yang sesuai dengan kebutuhan, sebagai wadah
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang merupakan amanah bangsa melalui
konstitusi, di pusat dan di daerah. Di daerah kelembagaan ini harus mampu
menjamin efektifitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan yang dijiwai semangat bangsa dalam wadah NKRI.

Dimensi manajemen pemerintahan negara merupakan upaya dinamis, tertib dan


teratur dalam mengelola urusan pemerintahan beserta semua sumber daya dan
sistem pendukungnya.

Cakupan dimensi manajemen meliputi: Manajemen Kebijakan Publik, Manajemen


PNS, Manajemen Keuangan Negara, Manajemen Pelayanan, Manajemen Hukum
dan Manajemen Pengawasan dan Akuntabilitas, yang kesemuanya harus
berlandaskan prinsip-prinsip good governance dan dibantu dukungan teknologi
informasi apabila mengharapkan pelayanan prima bagi publik yang dilayaninya.

Kesederhanaan dalam besaran maupun jumlah unit organisasi, keluwesan dan


kejelasan dalam rumusan tugas dan fungsi serta pencegahan likuidasi fungsional
merupakan prinsip-prinsip pokok yang harus diaktualisasikan secara konsisten dan
konsekuen dalam rangka pembentukan, pengubahan maupun pembubaran
unit/instansi pemerintah.

Arah Pengembangan SANKRI mempunyai dimensi


organisasi dan dimensi manajemen.
Di daerah, kelembagaan ini harus mampu menjamin
efektifitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi.
Penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan harus
dijiwai semangat bangsa dalam wadah NKRI.

Untuk setiap dimensi manajemen tersebut diatas, disamping mengelola


subsatansinya, hal penting lainnya selain masalah desentralisasi, yang harus
diakumulasikan sejauh mungkin dalam proses penyusunan kebijakan tersebut
maupun dalam pelaksanaanya adalah masalah yang berkaitan dengan gender.

Pengarusutamaan Jender (gender mainstreaming) dewasa ini merupakan strategi


pembangunan yang bertujuan untuk mendapatkan kesetaraan dan kesamaan.
Artinya masalah jender dipertimbangkan dalam semua aspek organisasi dari
kebijakan kelembagaan. Pendekatan pengarusutamaan jender mempertimbangkan
8

berbagai kebutuhan laki-laki dan wanita pada tingkat program dan pada semua
tahapan dari siklus proyek. Laki dan wanita dilibatkan dalam pembuatan
keputusan dan sama-sama memperoleh manfaatnya. Sebagai salah satu komponen
good governance adanya kesetaraan gender dimaksud akan menciptakan suatu
kondisi dimana terdapat perimbangan antara laki dan wanita dalam menangani hak
azasi manusia, peran politik, ekonomi, masyarakat, budaya, pertahanan dan
keamanan.

Dalam kaitan hal sebagaimana disebutkan diatas, gender equity harus


dipertimbangkan dalam:
a. Pengembangan kebijakan untuk mendapatkan keikutsertaan baik dalam
program maupun dalam pelaksanaan program;
b. Pengembangan prioritas program untuk mendapatkan kesempatan kerja,
kondisi tempat kerja, profesionalisme, dan lain-lain;
c. Pengelolaan proyek mulai dari penyusunan TOR, kontrak, monitoring dan
evaluasi pada gender dirangkum pada setiap tahap dari siklus proyek.

Kementerian Pemberdayaan Wanita dalam merespon Instruksi Presiden no. 9


tahun 2000 tentang Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, untuk
memperoleh kesetaraan gender dalam segala hal antara lain dari pengorganisasian
dalam kebijakan tentang pengembangan kelembagaan baik dalam pelaksanaan
maupun kegiatan lainnya.

C. Latihan

1. Latihan – 1

Pertanyaan untuk latihan:


1. Mengapa Anda sebagai PNS perlu memahami SANKRI ?
...............................................................................................
2. Apakah SANKRI merupakan sistem yang tetap sepanjang masa?
Mengapa?
..............................................................................................
3. Apakah Good Governance sesuatu yang baru dalam SANKRI ?
………………………………………………………………
4. Apa kaitan prinsip Good Governance dengan kewajiban dan tugas
peserta sehari-hari di instansinya ?
...............................................................................................
5. Bagaimana pelaksanaan pewujudan Good governance dalam kaitannya
dengan pelaksanaan desentralisasi di daerah
.................................................................................................
6. Program apa saja yang mulai digalakkan dalam kaitan pewujudan good
governance, khususnya dalam pengentasan praktik KKN
.................................................................................................
7. Apakah pelaksanaan Instruksi Presiden. No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan jender telah direspon dengan baik di daerah?
.................................................................................................
9

8. Saran – saran apa saja yang diperlukan agar kaidah good governance
dalam kaitannya dengan SANKRI bisa diterapkan ?
....................................................................................................

2. Latihan – 2

Latihan melalui diskusi kelompok (Kelompok I, II ):

Pertanyaan:
Bagaimana pendapat kelompok anda tentang pelaksanaan pembangunan
daerah/di instansi pemerintah daerah dengan diberlakukannya otonomi/
desentralisasi yang semestinya didasarkan pada prinsip-prinsip kepemerintahan
yang baik, serta mempertimbangkan masalah pengarusutamaan jender (dalam
lingkup pengembangan SANKRI).
Kasus: Pelayanan Publik)

Sudut pandang diskusi Kelompok I: Dimensi Organisasi/kelembagaan


Sudut pandang diskusi Kelompok II: Dimensi Manajemen

Jawaban kelompok I, II, dibawa ke pleno sebagai rumusan/pendapat kelas.

D. Rangkuman

Pengembangan Sistem Administrasi Negara dilakukan dalam berbagai langkah dan


upaya untuk menata, atau menata ulang, menyesuaikan, memperbaiki serta
membangun sistem yang telah ada baik di tingkat pemerintahan pusat maupun
daerah, berdasarkan kebijakan dan arah pengembangan ke depan. Tujuan
utamanya adalah dalam rangka mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia melalui
pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Penghidupan yang layak tersebut dapat tercapai apabila terjadi peningkatan


kegiatan ekonomi, terpenuhinya hak rakyat dalam memperoleh pendidikan, serta
hak politik bagi seluruh masyarakat. Oleh karena itu prioritas pembangunan
terletak pada: kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan penekanan pada sarana dan
prasarana ekonomi; meningkatkan kualitas SDM; meningkatkan penanggulangan
kemiskinan; menjamin ketahanan pangan; memantapkan pembangunan politik;
memberantas KKN dan menegakkan hukum; memantapkan pembangunan
pertahanan dan keamanan; memantapkan pembangunan daerah; meningkatkan
konservasi dan rahabilitasi SDA dan lingkungan hidup.

Dalam rangka pelaksanaan prioritas untuk memberantas KKN dan menegakan


hukum, empat program kegiatan pokok mulai digalakan yaitu: Program
Pengawasan Aparatur; Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan;
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik; Program Peningkatan Kapasitas
SDM.
10

Untuk setiap dimensi manajemen tersebut diatas, disamping mengelola


subsatansinya, dua hal penting lainnya yang harus diakumulasikan sejauh mungkin
dalam proses penyusunan kebijakan tersebut maupun dalam pelaksanaanya adalah
masalah yang berkaitan dengan desentralisasi dan gender .
BAB III
PERUBAHAN DAN IMPLIKASINYA

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat memahami dan


menjelaskan terjadinya perubahan paradigma dan implikasinya dalam tugas
sehari-hari.

A. Faktor Perubahan

1. Perubahan Peranan Negara dalam Manajemen Pembangunan

Strategi dan kebijakan pembangunan sosial ekonomi sebelum tahun sembilan


puluhan masih didominasi dan dilakukan oleh pemerintah melalui
perencanaan bahkan sering jadi pelaku pasar sendiri. Kemudian terjadi
pergeseran dimana pemanfaatan ekonomi dan mekanisme pasar sebagai dasar
pengambilan kebijakan dilakukan oleh pemerintah sedang keputusan
ekonomi (transaksi) diserahkan kepada masyarakat sendiri. Perkembangan ini
terjadi bersamaan dengan adanya upaya untuk memanfaatkan ekonomi luar
kedalam kegiatan perekonomian nasional. Demikian pula interaksi hubungan
luar negeripun tidak hanya dilakukan oleh pemerintah melainkan juga oleh
sektor swasta dan organisasi masyarakat. Kenyataan ini juga mendorong
berkembangnya kepemerintahan dengan dasar good governance.

Pergeseran tersebut telah dirangkum melalui proses desentralisasi dalam


rangka otonomi daerah melalui undang-undang baru tentang pemerintahan
daerah (UU 32/2004); tentang dana perimbangan keuangan (UU 33/2004),
serta tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
(UU 15/2004), tentang sistem perencanaan nasional (UU 25/2004) serta
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU10/2004).

Peraturan perundang-undangan baru tersebut perlu ditindak lanjuti dengan


peraturan dibawahnya, petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis
pelaksanaannya berdasarkan kejelasan dari tujuannya, kelembagaan atau
organ pembentuk yang tepat, kedayagunaan dan kehasilgunaan, keterbukaan,
pertimbangan agar dapat dilaksanakan dan lain-lain, agar makna desentralisasi
dalam wadah otonomi daerah tersebut betul-betul bisa terwujud dengan baik
sesuai prinsip good governance.

2. Globalisasi Ekonomi

Globalisasi bisa melanda berbagai bidang kehidupan seperti bidang ekonomi,


hak azasi manusia, bidang politik, budaya dan lain-lain. Pengaruh global
tentang pemikiran peradaban-peradaban, sikap hidup, cara penyelenggaraan
pemerintahan, demokrasi, penegakan hukum dan lain-lain mendasari gagasan
good governance, di mana terjadi interaksi luar biasa pada berbagai bidang
antar negara yang batas-batasnya semakin tipis.

11
12

Masyarakat bisnis mempunyai aturan/kekuatan sendiri, kalau kebijakan


pemerintah tidak berkenan dikalangan mereka, maka bisa terjadi reaksi/
gejolak pasar (dalam inflasi, nilai tukar uang dan lain sebagainya), bahkan
mungkin mendapat reaksi dari pasar global. Peranan pemerintah dalam global
economic governance, yang bersaing bukan hanya negara melainkan seluruh
potensi ekonomi masyarakat.

Dari aspek lingkungan internasional permasalahan yang mungkin perlu


perhatian adalah berbagai bentuk kerjasama internasional yang berpengaruh
pada tatanan administrasi negara yang dalam SANKRI sendiri maupun dalam
kebijakan-kebijakan yang telah ada belum mapan dirumuskan dampaknya
bagi kehidupan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Kerjasama yang
jumlahnya banyak baik yang bersifat antar negara (intergovermental
organization) maupun yang bersifat swadaya masyarakat international (non
governmental Organization-NGO) yang kedua-duanya sangat beraneka ragam
baik dalam tujuan, program dan kegiatannya yang jumlahnya menjamur masih
belum terorganisasikan dengan baik dalam Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Urgensinya aspek lingkungan internasional ini
baru terasa bila dihadapkan dengan masalah internasional seperti
ketergantungan dari IMF di mana Indonesia sering berada pada posisi yang
lemah, satu dan lain hal adalah karena berbagai unsur hubungan luar negeri
yang belum teradministrasikan dengan baik.

3. Perkembangan dalam masyarakat bangsa - bangsa

Bintoro Tjokroamidjojo, (Aktualisasi good governance dalam reformasi


Aparatur Negara, Jakarta, 2001), mengemukakan bahwa perkembangan
pemikiran tentang prinsip-prinsip hidup bernegara dan bermasyarakat akan
menghargai :
a. Hak Azasi Manusia, perlindungan hak azasi manusia.
b. Ekonomi pasar yang sehat yang dimulai dari pemanfaatan mekanisme
pasar dalam pengelolaan dan transaksi ekonomi. Hal semacam ini dalam
demokrasi sosial dibenarkan intervensi untuk keadilan dan pemerataan).
c. Demokrasi, kebijakan politik lebih ditentukan oleh rakyat melalui sistem
perwakilan berdasar pemilu yang jujur dan adil.
d. Penegakan hukum atas dasar keadilan hukum.
e. Sadar lingkungan, kebijakan kebijakan yang lebih memperhatikan
keberlanjutan dari lingkungan.
f. Good Governance, kepemerintahan berdasar sinergi/koordinasi yang baik
antara sektor publik, masyarakat dan swasta yang terakuntabilitas.

Kesemuanya ini mengarah pada pembentukan masyarakat madani.


Perkembangan good governance merupakan bagian dari pengembangan
masyarakat madani tersebut, di mana masa depan adalah masa pengembangan
peradaban-peradaban termasuk di Indonesia di mana tidak lagi menonjolkan
gagasan perbenturan melainkan bagaimana peradaban-peradaban itu bisa
13

berinteraksi satu sama lain, bisa secara harmonis, tetapi juga bisa dengan
pergeseran-pergeseran secara bertahap.

Beberapa contoh perubahan perilaku misalnya cara pimpinan instansi yang


tadinya lebih instruktif menjadi lebih konsultatif. Pada bagian lain bisa terjadi
bahwa dengan tambah majunya pendidikan, pimpinan lebih banyak yang
masih muda atau para pegawai lebih banyak yang berpindidikan S2.
Demikian pula kesempatan kaum wanita untuk memperoleh kedudukan yang
setara dengan pria, dan lain-lain.

Di Indonesia sendiri sebagaimana diuraikan diatas, perubahan sudah


diantisipasi dengan berbagai Peraturan Perundang-undangan dan Undang-
Undang terutama perubahan dalam pengelolaan pelayanan kepada masyarakat
melalui Undang Undang Otonomi Daerah.

Konsekuensi dari adanya perubahan perubahan tersebut adalah:


a. Daerah harus menerima tanggung jawab yang baru dalam memberikan
layanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam desentralisasi
dan otonomi daerah, dan sebagainya.
b. Daerah harus dapat mengelola sumberdaya yang tersedia secara efektif,
efisien, transparan, akuntabel, dan sebagainya;
c. Daerah harus menyesuaikan dan mengantisipasi perubahan-perubahan
selanjutnya, misalnya dengan adanya globalisasi, kemajuan teknologi,
demokratisasi, dan sebagainya.

B. Latihan

Latihan-1: Pertanyaan kepada peserta untuk dijawab secara bergilir.


Sebutkan beberapa dampak dari pengaruh berubahnya peranan pemerintah dari
’pelaksana’ kepada ’pengarah’ dalam pengelolaan pembangunan di
pemerintahan daerah!
................................................................................................

Berilah contoh contoh pengelolaan pembangunan di daerah yang juga


mengakomodasi pemikiran global.
..................................................................................................

Beri contoh contoh pengelolaan pelayanan publik yang sangat erat kaitannya
dengan perlindungan Hak Azasi Manusia !
..................................................................................................

Sebutkan unsur unsur pengelolaan pelayanan publik yang berkelanjutan yang


harus diperhatikan dalam penyusunan program dengan dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah !
.................................................................................................
14

Latihan-2: Pertanyaan untuk diskusi kelompok


Kelompok I:
Diskusikan bagaimana mekanisme pasar yang diberlakukan pada salah satu
kasus pengelolaan pelayanan publik dengan dasar demi keadilan dan
pemerataan !
.........................................................................................................
Kelompok II
Diskusikan bagaimana mekanisme pengelolaan pelayanan publik berdasar
sinergi/koordinasi yang baik antara sektor publik, masyarakat dan swasta yang
terakuntabilitas ! Gunakan contoh kasus yang relevan.
.................................................................................................

C. Rangkuman

Faktor yang mendasari terjadinya perubahan bisa diklasifikasikan pada adanya


globalisasi ekonomi; Perkembangan dalam masyarakat bangsa-bangsa serta
perubahan besar peranan negara dalam Manajemen Pembangunan.
Pengaruh global tentang pemikiran peradaban-peradaban, sikap hidup, cara
pemerintahan/penyelenggaraan, demokrasi, penegakan hukum, dan lain-lain
mendasari gagasan good governance, di mana terjadi interaksi luar biasa di
berbagai bidang antar negara yang batas-batasnya semakin tipis.
Sejalan dengan bergulirnya perubahan yang mengglobal, perubahan dalam
birokrasi sebagai satu lembaga yang strategis, disadari akan dapat mempercepat
terwujudnya praktik good governance, oleh karenanya reformasi birokrasi perlu
diprioritaskan.
Pergeseran ke arah good governance memerlukan semacam reinventing
government dimana pemerintah lebih berfungsi mengarahkan tidak lagi sebagai
pelaksana.
Proses lebih lanjut bahwa dengan berkembangnya pemikiran tentang prinsip-
prinsip good governance hal tersebut juga merubah cara pandang serta menghargai
perlindungan hak azasi manusia; ekonomi pasar yang sehat; demokrasi (liberal);
penegakan hukum; sadar lingkungan yang wujud kepemerintahannya berdasar
sinergi/koordinasi yang baik antara sektor publik, masyarakat dan swasta yang
terakuntabilitas.
Kesemuanya ini mengarah pada pembentukan masyarakat madani dimana
perkembangan good governance itu sendiri merupakan bagian dari pengembangan
masyarakat madani tersebut.
Konsekuensi dari adanya perubahan perubahan tersebut adalah daerah harus
menerima tanggung jawab yang baru dalam memberikan layanan kepada
masyarakat; daerah harus dapat mengelola sumberdaya yang tersedia secara
efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan sebagainya; daerah harus menyesuaikan
dan mengantisipasi perubahan-perubahan selanjutnya.
BAB IV
ARTI DAN PRINSIP PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat memahami dan


menjelaskan makna dari prinsip-prinsip good governance dan
upaya penerapannya dalam tugas sehari-hari.

A. Pengertian Prinsip-prinsip Good Governance

Prinsip–prinsip dari kepemerintahan yang baik/good governance sebetulnya


berlaku dan semestinya diterapkan bagi kehidupan internasional, nasional,
provinsi, lokal, maupun pribadi.

Apabila kita menggunakan dan menerapkannya prinsip-prinsip tersebut secara


pribadi dalam pola pikir kehidupan dan dalam pekerjaan kita sehari-hari di
kantor/tempat bekerja maupun di lingkungan kita, maka sebetulnya kita sudah
mempunyai andil bagi dan berkontribusi bagi penerapan good governance secara
luas.

Mulailah dari Diri Pribadi

Penerapan prinsip prinsip good governance yang dimulai


dari diri pribadi, berarti anda telah mempunyai andil
dalam penerapan secara luas.

Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Badan Kerjasama


Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI) serta Asosiasi Dewan Kota Seluruh
Indonesia (Adkasi) dan Asosiasi Dewan Kabupaten Seluruh Indonesia (Adeksi)
telah mengadopsi sepuluh prinsip kedalam governance agar dapat melakukan
pemerintahan yang baik (good governance). Kesepuluh prinsip tersebut adalah:
partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesamaan, ketanggapan, visi
strategis, akuntabilitas dan supervisi, efektivitas dan efisiensi serta
profesionalisme.

UNSUR-1: TRANSPARANSI
Proses kegiatan dalam rangka pelayanan publik, memerlukan mekanisme yang
transparan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek yang tidak adil dan tidak
jujur, termasuk juga perlunya mekanisme terhadap keluhan masyarakat yang tidak
puas/complaints. Mekanisme kerja harus diatur berdasarkan peraturan yang tidak
memihak agar kedua pihak penyelenggara sektor publik maupun yang dilayani
(masyarakat) sama-sama mendapat kepuasan, sehingga terwujud kebijakan dan
mekanisme prosedur tentang pelayanan yang baik karena pihak-pihak terkait
menerapkan prinsip transparansi dalam prosedur kerjanya.

Transparansi dibutuhkan dalam mewujudkan penyelenggaraan kepemerintahan


yang baik dalam berbagai aspeknya termasuk dalam pelayanan kepada publik.

15
16

Prinsip transparansi diperlukan tidak hanya dalam proses pelayanan publik, tapi
juga dalam proses investasi, proses pengambilan keputusan, berbagai macam
kontrak dan persetujuan lainnya. Informasi harus tersedia dan dapat diperoleh
secukupnya. Masyarakat luas harus terinformasi dan ikut ambil bagian dalam
proses politik dan pembangunan perekonomian. Informasi perlu dikembangkan
secara transparan untuk digunakan siapapun yang membutuhkannya, karena dalam
proses good governance transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga manapun, informasinya
harus dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

Transparansi dan Akuntabilitas juga telah ditekankan pada UU 32 Tahun 2004


tentang Pemerintahan Daerah, serta UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Masyarakat luas harus terinformasi dan ikut ambil bagian dalam proses politik
dan pembangunan perekonomian. Informasi perlu didikembangkan secara
transparan untuk digunakan siapapun yang membutuhkannya.

UNSUR-2: PARTISIPASI
Prinsip partisipasi tidak saja penting bagi kerjasama pemerintah, swasta dan
masyarakat, tetapi semua pihak yang semestinya terlibat dalam berbagai kegiatan
yang terkait perlu ikut ambil bagian, termasuk peran lelaki dan wanita. Mekanisme
keterlibatan bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, langsung maupun lewat
berbagai media yang dapat menyalurkan seluruh aspirasinya.

Partisipasi yang luas dan melibatkan berbagai pihak akan menjaring sebagaian
besar kebutuhan masyarakat. Dengan prinsip transparansi dalam rangka partisipasi
tersebut, para penguasa pemerintahan serta para penyelenggara pelayanan publik
dituntut untuk selalu menjalankan tugas dan melaksanakan programnya secara
transparan dan adil. Dengan penerapan prinsip partisipasi, secara tidak langsung
mengarah kepada akuntabilitas yang bisa diterima semua pihak, karena mereka
sudah dilibatkan sejak awal tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Partisipasi
tidak berarti memaksakan kehendak masing-masing pihak tetapi merupakan
pencapaian kesepakatan bersama, semacam konsensus bersama terhadap kebijakan
dan langkah serta keputusan lainnya yang akan diambil.

Memberi kepercayaan kepada pihak lain untuk ikut andil dalam pengelolaan
pelayanan kepada publik, akan memberi peluang pula bagi pihak-pihak yang
berpartisipasi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dalam
bidang yang menjadi obyek kerjasama, dalam hal ini bidang pelayanan publik.
Dengan demikian diharapkan pelayanan akan lebih efisien dan berkualitas.
Pengurangan pengeluaran dari segi pemerintah juga berkurang, malah sebaliknya
mungkin saja pemerintah dapat royalti dari hasil kerjasama tersebut. Di lain pihak
harapannya korupsi bisa dikurangi. Mungkin diawal proses partisipasi dan
kualifikasi, peluang untuk korupsi selalu ada misalnya waktu pemilihan mitra
kerja, proses penawaran, penilaian dan lain-lain. Walaupun sifat resistensinya
sudah membudaya, harapannya dengan penggalakan penerapan prinsip good
governance, kondisi kepemerintahan yang baik dapat terwujud.
17

Biar cepat keluar,


harus pakai pelicin Pak.
Kami nikmat, Bapak puas.
?

Sumber Gambar: Sukirman & Endah Apriani, Potret Kepuasan Konsumen Pelayanan Publik Kota
Bandung, 2002.

Partisipasi menyeluruh dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan


mengungkapkan pendapat serta kapasitasnya untuk berpatisipasi secara
konstruktif.

Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang


berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat maupun dalam penentuan
prosedur yang harus ditetapkan.

Partisipasi tidak berarti memaksakan kehendak masing – masing


pihak tetapi merupakan pencapaian kesepakatan bersama,
semacam konsensus bersama terhadap kebijakan dan langkah
serta keputusan lainnya yang akan diambil.

UNSUR-3: AKUNTABILITAS

Prinsip good governance menuntut pertanggungjawaban dari para penyelenggara


pemerintahan dibidang pelayanan publik maupun bidang lainnya seperti bidang
politik. Ukuran keberhasilan harus ditetapkan untuk bahan perbandingan apakah
kinerja yang bersangkutan layak disebut baik atau memenuhi persyaratan
pertanggungjawaban yang baik dari segi ekonomis maupun keuangan. Prinsip
akuntabilitas apabila dilaksanakan dengan baik akan mencegah terjadinya korupsi
serta menjamin bahwa kinerja organisasi telah sesuai dengan misi yang telah
ditetapkan.
18

AKUNTABILITAS KINERJA

Perwujudan dari Instansi Pemerintah untuk mempertanggung-


jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban yang dilakukan
secara periodik.

UNSUR-4: PREDIKSI (PREDICTION)


Penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik semakin hari semakin banyak
melibatkan investor, mengingat berbagai keterbatasan dari pihak pemerintah
sendiri antara lain di bidang pendanaan, di pihak lain tuntutan kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat. Bagi investor pilihan untuk melalukan
investasi tentu saja adanya jaminan dalam proses pelaksanaan yang lancar dan
stabil. Untuk itu perlu ada ukuran yang bisa dipakai untuk memprediksikan masa
depan yang menjangkau masa investasi.

UNSUR -5: RESPONSIBILITAS


Para penyelenggara pelayanan publik harus tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat yang dapat ditunjukan dalam bentuk kebijakan, penyusunan program
dan pelaksanaannya dengan menggunakan prosedur berdasarkan prinsip-prinsip
good governance. Tingkat ketanggapan terhadap pelayanan publik ini akan
menjadi ukuran baik tidaknya kinerja sekaligus akuntabilitas instansi dan
penyelenggara yang bersangkutan.

Para pengambil keputusan baik yang ada di tingkat pusat, propinsi dan daerah
demikian pula sektor swasta dan organisasi organisasi masyarakat harus
bertanggungjawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut tentu saja berbeda beda
tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan dan apakah keputusan bagi
organisasi tersebut bersifat intern atau ekstern.

UNSUR-6: EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI


Efektivitas dan efisiensi dikatakan tercapai apabila proses maupun prosedur serta
hasilnya dapat memenuhi kebutuhan yang telah ditargetkan melalui penggunaan
sumberdaya yang optimal.

Dalam pelaksanaanya prinsip efektivitas dan efisiensi dapat diterapkan pada


berbagai unsur penyelenggaraan. Misalnya sebuah organisasi yang besar dan tidak
efektif bisa saja diubah menjadi organisasi yang ramping, efisien namun dapat
menghasilkan pelayanan yang diharapkan. Apalagi ketersediaan sumber dana
daerah yang tidak mencukupi, perombakan organisasi menjadi lebih ramping
menuju kondisi yang lebih efektif dan efisien dapat dipertimbangkan. Dalam hal
seperti kondisi tersebut, administrasi dan manajemen organisasi yang kecil dan
birokrasi yang pendek dapat mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada
masyarakat dengan biaya yang lebih murah.
19

UNSUR-7: KESETARAAN/KEADILAN/EQUITY
Tugas dan tanggung jawab para pejabat publik baik yang dipilih secara politis
maupun para pegawai negeri harus melayani masyarakat seluas-luasnya. Tugas ini
meliputi alokasi dana, pengelolaan dan penyediaan keamanan dan ketentraman
para penduduk, serta keadilan dalam pengelolaan perekonomian untuk
kesejahteraan masyarakat. Dilain pihak kesetaraan akan menjamin pria dan wanita
mempunyai kesempatan yang sama dalam memperjuangkan keberadaan mereka
masing-masing dalam rangka memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan
mereka.

UNSUR-8: VISI STRATEGIS


Pendekatan baru dalam menentukan kebijakan pembangunan kearah yang tepat
perlu dikembangkan agar mampu mengalokasikan program-program
pembangunan yang tepat sasaran sesuai aspirasi masyarakat. Program-program
yang tepat sasaran akan menimbulkan dan mendorong terjadinya proses yang
berkesinambungan untuk mewujudkan visi dan misi pemda yang bersangkutan
yang telah digariskan.

Berbagai usaha dewasa ini sedang digalakkan untuk meningkatkan kemampuan


pemda dalam mengelola pemerintahannya yang bernuansakan good governance,
usaha mana disejajarkan dengan usaha pemberdayaan kelembagaannya.

Para pemimpin dan masyarakat harus memiliki perspektif yang luas dan jauh
kedepan atas tata pemerintahan yang baik maupun pembangunan SDM-nya; serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Para pemimpin dan masyarakat harus memiliki pemahaman atas
kompleksitas masa lalu, sosial – budaya yang menjadi dasar bagi perspektif
dimaksud.

UNSUR-9: PROFESIONALISME

Pelayanan dan penyelesaian hambatan membutuhkan kerja manajerial yang lebih


professional, yang meletakkan kepuasan masyarakat atau klien sebagai acuan
utama pada sektor publik. Dengan demikian para penyelenggara pemerintahan
pada berbagai tingkatan dari yang paling atas sampai kepada yang paling bawah
(tingkatan kecamatan atau kelurahan) kinerjanya perlu ditingkatkan kearah yang
lebih profesional, agar pelayanan bisa lebih diterima masyarakat, lebih
menguntungkan semua pihak, lebih bisa dipertanggungjawabkan/terakunkan dan
pada gilirannya bisa lebih berkelanjutan/ustainable.
20

Sumber Gambar: Sukirman & Endah Apriani, Potret Kepuasan Konsumen Pelayanan
Publik Kota Bandung, 2002

PROFESIONALISME
Dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan
dan moral para penyelenggara pemerintahan sedemikian rupa
sehingga mereka dapat melakukan usaha untuk memudahkan para
penggunaan mendapatkan layanan umum yang cepat, tepat dan
terjangkau.

Sebagai ilustrasi berikut ini disajikan contoh acuan muatan pelayanan publik yang
profesional:
Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan dan Titik Perhatiannya
(Sumber Tabel: Lembaga Administrasi Negara, Penyusunan Standar Pelayanan Publik, 2003)

Titik Perhatian
No Prinsip-prinsip
Kebutuhan Publik Kebutuhan Manajemen
1 Persamaan keuntungan Pelanggan merasakan Keputusan terhadap
dan logika usaha kualitas pelayanan efisiensi ke dalam maupun
sehingga memberikan ke luar harus terintegrasi
keuntungan secara hati-hati
2 Kewenangan dalam Pengambilan keputusan Beberapa keputusan
pengambilan keputusan harus didesentralisasikan penting yang strategis
sedapat mungkin antara harus dibuat terpusat
organisasi dan pelanggan
3 Fokus pengorganisasian Organisasi harus Hal ini sering menuntut
terstruktur dan berfungsi kesederhanaan organisasi
sehingga tujuan utama dengan tanpa penempatan
untuk menggerakkan bagian-bagian yang tidak
sumber-sumber dapat terlalu dibutuhkan
mendukung garis depan
operasional
21

Titik Perhatian
No Prinsip-prinsip
Kebutuhan Publik Kebutuhan Manajemen
4 Kontrol pengawasan Pemimpin dan pengawas Prosedur pengawasan
harus memperhatikan pada yang jeli namun tidak
dorongan semangat dan berbelit-belit/rumit
dukungan kepada pegawai
5 Sistem ganjaran (rewards) Wujud kualitas yang Semua bidang yang
dirasakan pelanggan relevan seharusnya
merupakan fokus dari dipertimbangkan
sistem ganjaran
6 Fokus pengukuran Kepuasan pelanggan Untuk memonitor
dengan kualitas pelayanan produktivitas dan efisiensi
harus menjadi fokus dari internal, kriteria
pengukuran kinerja yang pengukuran ke dalam
ingin dicapai perusahaan dapat
digunakan sebaik
mungkin, dengan
mendominasikannya untuk
pencapaian kepuasan
pelanggan

UNSUR-10: PENEGAKAN HUKUM


Kerangka hukum yang adil dan tanpa pilih kasih yang dapat dilaksanakan
merupakan dasar pewujudan good governance. Ketiga prinsip good governance
yaitu akuntabilitas, transparansi serta partisipasi akan mendorong lembaga-
lembaga bersangkutan khususnya di bidang pengembangan perekonomian dan
lembaga legislatif untuk membuat peraturan dan perundang-undangan yang adil
dan berwibawa. Sesuai kebutuhannya, pemerintah harus dapat menjamin bahwa
pelaksanaan hukum dapat diterapkan secara merata, tanpa memilih-milah bulu
serta adanya prasangka tidak bersalah terhadap semua warga yang dicurigai.
Perangkat hukum perlu dilaksanakan secara fair dan dapat dilaksanakan
sebaik-baiknya terutama hukum tentang hak asasi manusia.

Akuntabilitas, transparansi dan partisipasi akan membantu aspek politis dan


kelembagaan perekonomian untuk mengeluarkan peraturan-peraturan yang fair.
aspek peran hukum bertujuan agar produk-produk hukum tersebut dapat
diberlakukan dan dilaksanakan secara merata, tanpa pamrih, kepada seluruh
masyarakat.

Bila akses informasi yang akurat bisa dengan mudah didapat dari dan ke tiga
sektor tersebut, maka prinsip transparansi melalui informasi yang saling memberi
di antara ke tiga sektor tersebut akan terpelihara agar keharmonisan hubungan
tetap terjalin dengan baik. Lebih banyak informasi yang transparan yang bisa
didapat, lebih besar pula partisipasi yang diberikan oleh masing-masing sektor.
Lebih banyak informasi berarti keputusan yang diambil juga bisa lebih baik dan
lebih akurat dan lebih efektif dalam implementasinya. Lebih banyak informasi
saling memberikan, lebih mudah pula bagi proses legalitas diantara ketiganya.
Institusi yang ada diantara ketiga sektor tersebut dengan menggunakan prinsip
tersebut menjadi akan lebih responsif dan kesamaan kedudukan diantara
ketiganyapun akan lebih mudah ditegakan. Dengan cara yang sama prinsip-prinsip
22

lainnya dari good governance akan menghasilkan penyelenggaraan kegiatan


kearah yang dituju, sesuai dengan porsinya masing-masing.

Dalam kegiatan/program peningkatan kualitas pelayanan publik, masyarakat dan


sektor swasta sudah mulai dilibatkan baik dalam perumusan kebijakan publik,
dalam penyelenggaraannya maupun dalam pengawasannya.

Masyarakat dewasa ini sedang menuju pada masyarakat informasi. Kemajuan


teknologi informasi yang demikian pesat dengan potensi pemanfaatan yang begitu
luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan
informasi dalam volume yang besar, cepat dan akurat. Ketidak mampuan
menyesuaikan diri akan menyebabkan semakin terbelakangnya kondisi negara.
Penggalakan e’-goverment perlu segera diarahkan pada terciptanya kondisi
masyarakat terinformasi. Dengan demikian diharapkan kepemerintahan yang baik,
bersih, transparan, akan mampu menjawab perubahan-perubahan secara efektif.

B. Latihan

Latihan-1: Pertanyaan kepada peserta untuk dijawab secara bergilir

Menurut anda unsur mana dari good governance yang cocok dengan pernyataan
bahwa pelanggan menginginkan/merasakan kualitas pelayanan sehingga
memberikan keuntungan bersama.
Jelaskan dan apa alasan anda ……………………………………….

Beri contoh penerapan dari kombinasi 2 atau 3 unsur good governance yang
memberi dampak paling positif bagi masyarakat dalam upaya pewujudan prinsip
good governance oleh pemda
Contoh kombinasi: Partisipasi – transparansi – akuntabilitas
Jawaban peserta-1:.................................................................
Jawaban peserta-2:………………………………………….
Dan seterusnya
Contoh kombinasi: Profesionalisme – transparansi
Jawaban peserta-1:.................................................................
Jawaban peserta-2:………………………………………….
Dan seterusnya
Catatan: Lebih banyak kombinasi unsur akan lebih baik efek dan dampaknya pada
kepentingan bersama dalam pewujudan good governance

Latihan-2: Diskusi kelompok I, II, III

Kelompok I: Diskusikan dan rumuskan ukuran-ukuran atau instrumen apa yang


diperlukan agar ada korelasi antara kepuasan pelanggan dengan kualitas
pelayanan dalam meningkatkan kinerja aparatur
23

Kelompok II: Diskusikan dan rumuskan tentang pelaksanaan kerja yang


efisien ke dalam (organisasi/instansi) maupun ke luar (ke masyarakat atau
antar instansi) harus terintegrasi secara hati-hati

Kelompok III: Diskusikan dan rumuskan dampak positif dan dampak


negatif dari diberlakukannya sistem ganjaran (rewards) baik terhadap staf
aparatur publik maupun terhadap pengguna jasa

C. Rangkuman

Prinsip–prinsip dari kepemerintahan yang baik/good governance sebetulnya


berlaku dan semestinya diterapkan bagi kehidupan internasional, nasional,
provinsi, lokal, maupun pribadi.
Salah satu ciri karakteristik dari good governance adalah adanya ketergantungan
dan saling membutuhkan satu dengan lainnya diantara kegiatan pemerintahan
dengan kegiatan sektor swasta dan masyarakat. Untuk keperluan tersebut prinsip
transparansi melalui informasi yang saling memberi diantara ke tiga sektor tersebut
akan terpelihara agar keharmonisan hubungan tetap terjalin dengan baik.
Unsur unsur yang mendasari prinsip good governance pada umumnya meliputi
transparansi; partisipasi; prediksi (prediction); responsibilitas; efektivitas dan
efisiensi; kesetaraan/keadilan/equity; visi strategis; profesionalisme serta
penegakan hukum. Termasuk kepada upaya good governance/good local
governance, good corporate governance adalah inotivasi dan pengembangannya
dari unsur unsur tersebut.
Secara singkat makna atau pengertian dari unsur unsur tersebut adalah sebagai
berikut:
Transparansi: Proses kegiatan dalam rangka pelayanan publik, memerlukan
mekanisme yang transparan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek yang tidak
adil dan tidak jujur, termasuk juga perlunya mekanisme terhadap keluhan
masyarakat yang tidak puas. Transparansi dibutuhkan dalam mewujudkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dalam berbagai aspeknya termasuk
dalam pelayanan kepada publik.
Partisipasi: Prinsip partisipasi tidak saja penting bagi kerjasama pemerintah,
swasta dan masyarakat, tetapi semua pihak yang semestinya terlibat dalam
berbagai kegiatan yang terkait perlu ikut ambil bagian, termasuk peran lelaki dan
wanita. Mekanisme keterlibatan bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, langsung
maupun lewat berbagai media yang dapat menyalurkan seluruh aspirasinya.
Memberi kepercayaan kepada pihak lain untuk ikut andil dalam pengelolaan
pelayanan kepada publik, akan memberi peluang pula bagi pihak-pihak yang
berpartisipasi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dalam
bidang yang menjadi obyek kerjasama, dalam hal ini bidang pelayanan publik.
Akuntabilitas: Prinsip good governance menuntut pertanggungjawaban dari para
penyelenggara pemerintahan dibidang pelayanan publik maupun bidang lainnya
seperti bidang politik. Ukuran keberhasilan harus ditetapkan untuk bahan
24

perbandingan apakah kinerja yang bersangkutan layak disebut baik atau memenuhi
persyaratan pertanggungjawaban yang baik dari segi ekonomis maupun keuangan.
Prediksi (Prediction): Penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik semakin hari
semakin banyak melibatkan investor, mengingat berbagai keterbatasan dari pihak
pemerintah sendiri antara lain di bidang pendanaan, di pihak lain tuntutan
kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Bagi investor pilihan untuk
melalukan investasi tentu saja adanya jaminan dalam proses pelaksanaan yang
lancar dan stabil. Untuk itu perlu ada ukuran yang bisa dipakai untuk
memprediksikan masa depan yang menjangkau masa investasi.
Responsibilitas: Para penyelenggara pelayanan publik harus tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat yang dapat ditunjukan dalam bentuk kebijakan, penyusunan
program dan pelaksanaannya dengan menggunakan prosedur berdasarkan prinsip-
prinsip good governance. Tingkat ketanggapan terhadap pelayanan publik ini akan
menjadi ukuran baik tidaknya kinerja sekaligus akuntabilitas instansi dan
penyelenggara yang bersangkutan.
Efektivitas dan efisiensi: Efektivitas dan efisiensi dikatakan tercapai apabila
proses maupun prosedur serta hasilnya dapat memenuhi kebutuhan yang telah
ditargetkan melalui penggunaan sumberdaya yang optimal. Dalam pelaksanaanya
prinsip efektivitas dan efisiensi dapat diterapkan pada berbagai unsur
penyelenggaraan.
Kesetaraan/keadilan/equity: Tugas dan taggung jawab para pejabat publik baik
yang dipilih secara politis maupun para pegawai negeri harus melayani masyarakat
seluas-luasnya. Tugas ini meliputi alokasi dana, pengelolaan dan penyediaan
keamanan dan ketentraman para penduduk, serta keadilan dalam pengelolaan
perekonomian untuk kesejahteraan masyarakat.
Visi strategis: Para pemimpin dan masyarakat harus memiliki perspektif yang
luas dan jauh kedepan atas tata pemerintahan yang baik maupun pembangunan
SDM-nya; serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan
perkembangan tersebut. Para pemimpin dan masyarakat harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas masa lalu, sosial – budaya yang menjadi dasar bagi
perspektif dimaksud.
Profesionalisme: Pelayanan dan penyelesaian hambatan membutuhkan kerja
manajerial yang lebih professional, yang meletakkan kepuasan masyarakat atau
klien sebagai acuan utama pada sektor publik yang harus dilakukan penyelenggara
pemerintahan pada berbagai tingkatan dari yang paling atas sampai kepada yang
paling bawah
Penegakan hukum: Kerangka hukum yang adil dan tanpa pilih kasih yang dapat
dilaksanakan merupakan dasar pewujudan good governance. Ketiga prinsip good
governance yaitu akuntabilitas, transparansi serta partisipasi akan mendorong
lembaga-lembaga bersangkutan khususnya di bidang pengembangan
perekonomian dan lembaga legislatif untuk membuat peraturan dan perundang-
undangan yang adil dan berwibawa
BAB V
KEBIJAKAN PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat mengakumulasikan


makna dari berbagai peraturan perundang-undangan yang melandasi
kegiatan pengelolaan berbagai sumber daya daerah yang jadi
tanggungjawabnya dalam rangka penciptaan kepemerintahan yang baik.

Lemahnya penerapan prinsip good governance juga terlihat dengan adanya kelambanan
dalam menindaklanjuti keluhan dan pengaduan dari masyarakat.

Pada prinsipnya, penerapan good governance sesungguhnya adalah jawaban terhadap


tantangan masa depan. Jika hingga sekarang ini masyarakat masih merasakan sulitnya
membangun good governance, karena KKN nampaknya sudah menjadi budaya.

Upaya yang sudah dilakukan selama ini harus lebih ditingkatkan lagi dengan meli-
batkan lebih banyak pihak, baik di pemerintahan maupun non pemerintah. Selain itu,
upaya tersebut perlu dilengkapi dengan berbagai kajian ilmiah yang mendasari setiap
kegiatan pemberantasan korupsi tersebut, sejalan dengan konsistensi dalam
penegakan hukum.

Prioritas transparansi dan keadilan bermasyarakat, korupsi, penghamburan dana


yang dihimpun dari masyarakat untuk hal-hal yang tidak prioritas, kurangnya
akuntabiitas, ketimpangan hak-hak azasi manusia, demikian pula birokrasi yang
berlebihan, kesemuanya merupakan hal yang menghambat pembangunan yang
efektif.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun


2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
telah mengatur kerangka kerja serta struktur yang strategis untuk semua kegiatan
sektor-sektor publik. Demikian pula telah banyak Peraturan Perundang-undangan
yang dimaksudkan untuk mendukung percepatan pelayanan masyarakat kearah
yang efektif.

A. Peraturan dan Hukum Pendukung Good governance

Implementasi untuk terciptanya kondisi pemerintahan yang baik/good governance


meliputi bidang yang luas dan boleh dikatakan melibatkan seluruh aspek
kehidupan masyarakat. Untuk pelaksanaan semua kegiatan tersebut tentu perlu
adanya acuan yang jelas dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
mendukungnya. Disadari bahwa belum semua kegiatan telah dilatar belakangi oleh
aturan yang memadai, namun demikian disisi lain telah banyak peraturan per-
undang-undangan yang dapat mendukung terciptanya kondisi good governance,
walau dalam kenyataannya pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
tersebut masih banyak kendala dan tantangannya, salah satunya adalah lemahnya
penegakan hukum serta pengawasan yang diperlukan.

25
26

Sebagaimana telah dibahas dalam butir A.1 dari Bab 1, Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), terbitan LAN cetakan pertama
tahun 2004) meliputi sembilan nilai yang menjadi ciri good governance atau
Kepemerintahan yang baik. Ke-sembilan tersebut adalah: Partisipasi, Aturan
Hukum, Transparansi, Ketanggapan, Orientasi kepada Konsensus,
Kesetaraan, Efektivitas dan Efisiensi, Akuntabilitas dan Visi Stratejik.

Kesembilan azas tersebut tidak berdiri sendiri, sehingga seyogyanya peraturan


perundang-undangan yang ada maupun yang masih perlu diadakan harus sudah
mempertimbangkan azas-azas tersebut bila good governance ingin direalisasikan.
Mengingat masalah utama adalah pelaksanaan yang lemah dari aturan yang telah
ada, maka dalam uraian ini fokus bahasan lebih kepada aturan dan hukum yang
ada dewasa ini yang andilnya cukup besar dalam mendukung terciptanya
kepemerintahan yang baik/good governance, khususnya yang berkaitan dengan
dimensi manajemen yang bermuara pada realisasi dari pelayanan publik yang
menjadi hajat hidup masyarakat. Dimensi manajemen merupakan bagian dari
bahasan administrasi negara yang tidak berbeda dengan administrasi publik yang
semestinya terkandung paradigma good governance.

UUD 1945 yang diamandemen


TAP MPR No XI/MPR/1998, tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
UU No 32 Thn 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Instruksi Presiden No 9 Th 2000, tentang Pengarusutamaan
jender dalam Pembangunan Nasional
Peraturan Perundang-undangan lainnya termasuk
kemungkinan akan adanya peraturan baru

Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya tentu saja harus menjadi acuan
utama Peraturan Perundang-undangan NKRI.

Dua istilah digunakan dalam UUD 1945, Sistem Penyelenggaraan Negara dan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara merupakan bagian terintegrasi dari Sistem Penyelenggaraan
Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara merupakan bagian yang
dominan dari Sistem Penyelenggaraan Negara yang pada umumnya terlibat dalam
kegiatan yang berkaitan dengan dimensi manajemen. Dari 37 pasalnya, terdapat
pasal-pasal yang diantaranya menjadi acuan dari peraturan perundang-undangan di
bawahnya yang mengatur pelaksanaan pelayanan publik. Pasal-pasal tersebut
antara lain pasal 33 dan 34 yang mengatur tentang perekonomian dan
kesejahteraan sosial; pasal 31 dan 32 mengenai pendidikan dan kebudayaan; pasal
23 mengenai keuangan.
27

TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggara Negara yang Bersih, dan


Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, mengamanatkan tentang perlunya
penyelenggaraan Negara yang menggunakan paradigma good governance,
siapapun pelakunya pejabat publik, swasta maupun masyarakat.

UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan wujud hukum dalam menampung
paradigma tentang good governance dalam penyelengaraan negara dan
pemerintahan oleh aparatur negara. Dalam undang-undang tersebut para
penyelenggara negara dan pemerintahan diwajibkan menerapkan berbagai azas
yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan kewajiban dan tugasnya
terutama dalam memutuskan suatu kebijakan baik yang berdimensi organisasi
maupun yang berdimensi manajemen. Azas tersebut meliputi: Azas Kepastian
Hukum; Azas Kepentingan Umum; Azas Keterbukaan; Azas Proporsionalitas;
Azas Profesionalitas dan Azas Akuntabilitas.

Azas Akuntabilitas ini merupakan azas pokok dalam pencapaian good governance.
Dengan azas akuntabilitas setiap hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara
harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan rakyat tertinggi negara. Sistem pertanggungjawaban yang
jelas, tepat dan legal akan menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan
yang baik/good governance. Media pertanggungjawaban kepala pemerintahan
telah dikembangkan system pertanggungjawaban dalam bentuk LAKIP (Laporan
Akhir Kinerja Institusi Pemerintahan), yaitu laporan pertanggungjawaban setiap
akhir jabatan (biasanya lima tahunan) berdasarkan Inpres No 7 Tahun 1999.
Dengan kewajiban pembuatan laporan ini, juga dikandung maksud untuk
terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Masih banyak lagi peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk


adanya tertib penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, sebagaimana tertera
pada daftar peraturan perundang-undangan yang dicantumkan pada Lampiran.
Namun demikian good governance dewasa ini masih nerupakan tantangan masa
depan; malahan apabila tidak hati-hati dan waspada ada kecenderungan reformasi
yang kebablasan ini bisa mengarah kepada krisis konstitusi. Untuk itu perlu ada
pemantauan terhadap berbagai bentuk kebijakan yang mengawasi aspek yang
secara yuridis legal bertentangan dengan ketentuan hukum yang sejajar, maupun
terhadap hukum yang berlaku diatasnya. Sebagai contoh dewasa ini masih terlihat
adanya kecenderungan penghimpunan kekuatan sumber daya strategis pada satu
tangan, hal mana tidak mengarah kepada terwujudnya good governance; demikian
pula kecenderungan adanya kebiasaan melakukan balas jasa secara berlebihan;
kesulitan menyampaikan dan mengontrol aspirasi; hasil-hasl berbagai pemilu
selama ini yang belum menempatkan struktur organisasi dan skema kekuasaan
dalam system yang jelas; kemiskinan; kebodohan; pengawasan dan penganggaran
yang syarat transaksi; dan lain-lain merupakan indikator-indikator masih jauhya
pewujudan kepemerintahan yang baik. Hanya dengan kesungguhan menjalankan
amanat rakyat, kondisi di Indonesia akan mengarah kepada kepemerintahan yang
baik/good governance dan good local governance.
28

Dalam Undang–Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang


merupakan perubahan dari UU 22 tahun 1999, Pemerintah Daerah diberi
keleluasaan untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya dalam rangka
desentralisasi pemerintahan, dimana Pemerintah Daerah menjalankan dan
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan azas otonomi
dan perbantuan yang dalam pelaksanaanya tetap berdasarkan externalitas,
akuntabilitas dan efisiensi yang serasi sebagai salah satu upaya mewujudkan
kepemerintahan daerah yang baik/good local governance.

Undang–Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagai perubahan atas Undang–
Undang No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, juga mencerminkan penerapan prinsip–prinsip
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang dirasa lebih memadai dan
lebih adil, suatu prinsip yang antara lain merupakan prinsip good governance.

PP 30 Tahun 1980, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan masih banyak lagi
Peraturan Perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan good governance
baik yang berkaitan dengan usaha dalam meningkatkan keadaran hukum dan
pemahaman para pengambil kebijakan publik dan berbagai kelompok masyarakat
lainnya.

Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa


pada Bab II TAP MPR ini, yaitu tentang Pokok-pokok Etika Kehidupan
Berbangsa, pada bagian 2 perihal Etika Politik dan Pemerintahan, secara eksplisit
dinyatahan bahwa "etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara
memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap
mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atau pun dianggap
tidak mampu memenuhi amanat masyarakat, bangsa dan negara".

Sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintahan yang


bersih dan demokratis, juga hendaknya dimulai dari daerah, dengan inisiatif dari
pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, DPRD dan Masyarakat, mengingat
pengertian asal dari demokrasi yang dimulai dari bawah.

Ketaatan semua pihak terhadap hukum, akan berimplikasi pada kuatnya DPRD
dan Masyarakat dalam fungsinya sebagai pengawas eksekutif, yang berdampak
pada lahirnya PERDA dan APBD yang aspiratif, akuntabel dan transparan.

Instruksi Presiden No. 9 Th 2000 Tentang Pengarusutamaam gender dalam


Pembangunan Nasional, dalam rangka mewujudkan UU 7/1984 dan UU 43/1999
yang berkaitan dengan pengembangan ketenagakerjaan berbasis prinsip merit
sistim.

Berbagai paradigma baru yang digunakan dalam pembangunan berbagai sektor di


Indonesia seperti penggunaan prinsip demokrasi (sebagai pengganti otokrasi);
prinsip pluralisme (sebagaimana pengganti monolitik); prinsip desentralisasi
(sebagai pengganti sentralisasi); prinsip interaksi (sebagai pengganti
29

unilateralistik); dan perubahan paradigma lainnya, kesemuanya hal tersebut telah


mendorong dan menjadi dukungan untuk pewujudan good governance baik di
pusat, propinsi maupun di daerah, dimana salah satu komponennya adalah
kesetaraan jender sebagai suatu upaya penyeimbang kondisi peranan wanita dan
pria baik dalam hal hak azasi manusia, peran dalm politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan. Pengarusutamaan jender dengan demikian
merupakan salah satu strategi dalam kebijakan pengelolaan sektor publik untuk
menegakan kesetaraan dan keadilan antara pria dan wanita.

Perjuangan untuk menegakkan masalah gender sampai saat ini masih menghadapi
banyak tantangan baik dalam kehidupan secara pribadi, kehidupan bermasyarakat,
dalam berorganisasi, baik di daerah, propinsi maupun di tingkat pusat.

Di Indonesia, perjuangan kesetaraan sebenarnya telah lama diperjuangkan. Di abad


XIX, perjuangan Kartini dalam merintis revolusi kebudayaan dan peran wanita
serta kepemimpinan Cut Nyak Din dalam melawan penjajahan di Aceh merupakan
beberapa contoh dalam usaha kesetaraan gender. Semangatnya adalah perempuan
harus memiliki pilihan yang bebas, tidak terbelenggu oleh struktur sosial maupun
budaya. Jika pilihan mengurus rumah tangga, itu semata mata karena opsi yang
merdeka. Namun demikian sampai saat ini, emansipasi masih sekedar retorika
politik para pemegang kekuasaan di mana hegemoni pria masih tampak jelas.
Dunia politik sebenarnya telah kian terbuka bagi perempuan. Undang-Undang
pemilihan umum telah memberi ruang untuk perempuan berkiprah. Partai politik
mencalonkan anggota legislatif sekurang-kurangnya 30 % dan quota itu terpenuhi,
tetapi hanya sekitar 11 % saja yang duduk dalam parlemen. Demikian juga di
bidang lain peran perempuan dilihat dari jumlah, umumnya masih lebih rendah.

Rupanya tanpa jabatan publik, tanpa kekuasaan, tanpa power, sulit dibayangkan
terjadi perubahan yang menempatkan perempuan setara dengan pria. Di lain
pihak perempuan sendiri harus berusaha merebut setiap momentum untuk
memperjuangkan terciptanya kesetaraan ini, dengan jalan misalnya saling
mendukung, soliditas dan solidaritas diantara sesama perempuan dengan
kesadaran bersama untuk mengikis segala kendala dan menggalakan segala
dukungan.

Penerapan prinsip good governance ini diharapkan mampu menciptakan fungsi


pengawasan yang lebih luas dari masyarakat umum. Peran masyarakat itu pulalah
yang juga diharapkan mampu mengeliminasi terjadinya kecurangan dan mani-
pulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok tertentu.

Namun demikian, berbagai kendala dalam usaha mewujudkan good governance


dirasakan masih sangat besar. Kelemahan dan kekurangan dalam penerapan prinsip
good governance masih terdapat di semua tingkatan pemerintahan.
30

B. Latihan

Latihan -1: Pertanyaan kepada peserta.


Menurut anda dari beberapa Peraturan Perundang-undangan yang mendukung
Good Governance, aturan mana yang paling sering digunakan sebagai acuan
dalam pengelolaan pembangunan daerah ? Mengapa ?
...........................................................................................................………

Latihan -2: Diskusi kelompok


Kelompok I:
Diskusikan dalam kelompok tentang masih banyaknya berbagai indikator yang
merupakan kendala bagi terwujudnya good governance dikaitkan dengan
maksud/tujuan PP 30/1980 tentang disiplin Pegawai Negeri!
................................................................................................................................

Latihan -3: Diskusi kelompok


Kelompok II:
Menurut anda hambatan apa saja yang dihadapi dalam penggunaan
komponen pengarusutamaan jender sebagai acuan dalam pengelolaan
pembangunan daerah ? Mengapa ?
............................................................................................................................
..............

C. Rangkuman

Azas-azas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam UU 28


tahun 1999 (Azas Kepastian Hukum; Azas Kepentingan Umum; Azas
Keterbukaan; Azas Proporsionalitas; Azas Profesionalitas dan Azas Akuntabilitas)
tidak berdiri sendiri, sehingga seyogyanya peraturan perundang-undangan yang
ada maupun yang masih perlu diadakan harus sudah mempertimbangkan azas-azas
tersebut bila good governance ingin direalisasikan.

Untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya dalam rangka desentralisasi


pemerintahan, pemerintah daerah menjalankan dan mengatur serta mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan azas otonomi dan perbantuannya tetap
berdasarkan externalitas, akuntabilitas dan efisiensi yang serasi (UU 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah dan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah).

Adanya perubahan berbagai paradigma dalam pelaksanaan pengembangan sektor


publik seperti digunakannya prinsip demokrasi, pluralistik, desentralisasi dan lain-
lain mendorong upaya pewujudan good governance serta pengarus utamaan
jender, walaupun masih banyak tantangan yang dihadapi.
BAB VI
ETIKA KEPEMERINTAHAN

Peserta dapat memahami dan menjelaskan makna dari prinsip –


prinsip Etika Kepemerintahan dalam melandasi kegiatan pengelolaan
berbagai sumber daya daerah yang jadi tanggungjawabnya dalam
rangka penciptaan kepemerintahan yang baik.

A. Landasan Hukum

Dari berbagai literatur dan pendapat para ahli yang kompeten di bidangnya,
ETIKA didefinisikan sebagai: Aturan, sistem atau standar yang memuat prinsip-
prinsip dalam mengelola moralitas dan tingkah laku, yang diterima dalam suatu
lingkungan masyarakat. Etika dimaksud meliputi Etika Sosial Budaya, Etika
Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum
yang Berkeadilan, Etika Keilmuan dan Etika Lingkungan.

Pada bab ini bahasan lebih dititik beratkan pada etika tentang pemerintahan. Etika
pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien
dan efektif serta menumbuhkan suasana potitik yang demokratis bercirikan
keterbukaan, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam
kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara
negara memiliki kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik,
siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai
ataupun dianggap tidak marnpu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara
serta moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.

Etika pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar


pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lainnya
untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan. Etika politik dan
pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki
keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan publik apabila terbukti
melakukan kesalahan.

Etika kehidupan berbangsa bersama dengan ajaran agama yang bersifat universal
serta nilai-nilai luhur budaya bangsa sebagaimana tercermin dalam Pancasila
menjadi acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan berbangsa (Ketetapan MPR Republik Indonesia No. VI/MPR/2000,
Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001, Undang-Undang
Dasar 1945, Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas

31
32

Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang


memuat kode etik Pegawai Negeri Sipil).

Kondisi berbangsa dan bernegara dewasa ini yang cenderung tidak terkendali
sejalan pula dengan adanya amanah dari TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999
khususnya bidang penyelenggara negara butir (d) tentang meningkatkan fungsi dan
keprofesionalan birokrasi dan akuntabilitasnya dalam pengelolaan hekayaan negara
secara transparan, bersih, dan bebas KKN, dan Undang-Undang Dasar 1945,
maka menata kembali pengembangan etika dalam pemerintahan sudah merupakan
hal yang mendesak, serta memerlukan usaha yang keras untuk penerapannya.
Identifikasi permasalahan etika yang disesuaikan dengan fakta yang terjadi serta
berkaitan dengan berbagai kebijakan terutama yang menyangkut pelayanan publik
perlu dirumuskan secara jelas dan gamblang. Komunikasi yang intensif diantara
para penyelenggara negara dan pemerintahan bersama masyarakat perlu dilakukan
sebaik mungkin. Walaupun sukar dipenuhi, namun semua pihak harus betul-betul
memegang teguh nilai-nilai luhur sebagai dasar etika bila pemerintahan yang baik
ingin terwujud.

Kalau etika sudah tertata, maka pada tahapan ini seseorang tidak hanya cukup
mengetahui bahwa tindakannya sudah sesuai dan benar menurut hukum tapi
juga harus diaplikasikan secara konsekuen dan konsisten dalam kenyataan
hidupnya, baik dalam organisasi/institusi tempat bekerja maupun di lingkungan
masyarakat. Tanpa aplikasi atau realisasi di lapangan aturan-aturan moral dalam
etika hanya sekedar standar-standar norma sebatas formalitas, artinya tidak
ada perubahan hasil penataan. Semestinya setelah ditata birokrat harus
mempunyai integritas moral yang dapat dijadikan panutan dalam menjalankan
tugas kepemerintahannya.

Prinsip Prinsip Etika


Jujur, Saling Menghargai, Saling Mencintai, Saling
Menolong, Budaya Malu, Peduli, Kerja Keras, Sadar
Lingkungan.

B. Masalah-masalah Etika yang Berkembang Saat ini

Masalah yang belum ada solusi yang paling tepat sampai saat ini adalah
bagaimana pelaksanaan etika pemerintahan selama ini; bagaimanakah strategi
membangun etika pemerintahan yang wajar serta bagaimana mengintegrasikan
dan mengembangkan etika pemerintahan dalam sistem hukum dan
administrasi negara yang berlaku di Indonesia?

Unsur-unsur etika seperti bersikap jujur, sifat tanpa pamrih dalam saling
menghargai, saling mencintai, dan saling menolong, budaya malu, kepedulian
tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, kerja keras, kesadaran
menghargai dan melestarikan lingkungan hidup, dan lain-lain selalu muncul
dalam uraian mengenai etika pemerintahan. Sebagaimana pelaksanaan dari
33

prinsip-prinsip good governance, pelaksanaan unsur etika pemerintahan ini


nampaknya masih sulit untuk diterapkan, mengingat resistensi para penyelenggara
negara dan pemerintahan dewasa ini boleh dikatakan sudah membudaya.
Dikatakan membudaya, karena sudah bukan merupakan barang baru lagi apabila
”pungli” sebagai salah satu contoh perilaku etika diluar prinsip etika, masih
merebak dan dianggap biasa oleh masyarakat.

SUMBER
DAYA

Rp

PROYEK

Hal bahwa ”pungli” dianggap biasa oleh masyarakat dikuatkan oleh hasil survey
yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah
Mada (PSKK UGM), dimana kebanyakan pengguna layanan publik justru merasa
lega ketika diminta membayar ”pungli” dan mereka kebanyakannya (lebih dari 80
%) membayar sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini:

Prosentase (%)
Reaksi masyarakat
Desa Kota Total
Menganggap ”pungli” sebagai hal yang wajar tetapi tidak
4,5 4,9 4,7
mau bayar
Marah dan menolak utk membayar 12,1 15,7 13,9
Merasa lega karena dengan demikian pekerjaan akan cepat
15,7 15,3 15,5
selesai
Merasa keberatan tetapi tetap membayar 21 18,7 19,9
Menganggap “pungli” sebagai hal yang wajar sehingga
46,8 46,5 46,1
membayarnya
Sumber: Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Public,
Gajah Mada University Press, 2006

Gambaran diatas menunjukan bahwa prinsip-prinsip etika seperti budaya malu


sudah dikesampingkan; kepedulian dalam kewajiban melayani publik diabaikan;
baru mau kerja ”keras” bila ada pamrih; tidak adanya keseimbangan dalam
pelaksanaan kewajiban warga (yang cenderung transparan) dengan pelaksanaan
hak warga (yang cenderung tidak transparan); dan begitu seterusnya yang
kesemuanya merupakan potret ”budaya kerja” yang menyimpang dari prinsip-
prinsip etika pemerintahan yang secara normatif telah disepakati bersama.

Secara konsep, etika pemerintahan, demokrasi dan good governance sangat erat
kaitannya dengan ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral. Sedangkan
moral itu sendiri adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma dan sebagai
sarana untuk mengukur benar tidaknya tindakan manusia.
34

Ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral juga berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya serta
nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia.

Moral (yang artinya cara hidup atau kebiasaan) dalam pengertiannya yang umum
menaruh penekanan pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus di luar
ketaatan pada peraturan, maka moral merujuk pada tingkah laku yang bersifat
spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan lain-lain.

Etika berkenaan dengan moralitas yang mengandung pertimbangan-


pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang kebenaran dan keharusan yang
mempunyai sanksi-sanksi hukum yang bersifat internal seperti isyarat-isyarat
verbal, rasa bersalah, sentimen atau rasa malu.

Etika tidak berhenti pada tataran konsep-konsep dasar moral tetapi juga berlanjut
pada bagaimana kita mengimplementasikannya. Implementasi dalam sistem politik
atau organisasi publik selalu berhubungan dengan apa yang menurut mereka benar
atau salah sehingga moral dalam mengekspresikan nilai-nilai tertentu yang
mengekspresikan komitmen mereka terhadap mana yang benar dan mana yang
salah.

Dengan demikian etika adalah suatu usaha untuk menjadikan pengalaman moral
individu dan masyarakat tertentu dengan cara tertentu untuk menentukan
aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia.

Lembaga eksekutif sebagai institusi administrasi negara merupakan lembaga


pelaksana salah satu fungsi administrasi negara. Dengan demikian
pelaksanaan etika dalam pemerintahan sangat ditentuhan oleh adanya niat
baik pemerintah untuk melaksanakan amanat undang-undang dan menciptakan
kondisi good governance, yang diwujudkan melalui berbagai tindakan hukum di
bidang administrasi negara.

C. Standar Etika Pemerintahan

Untuk memberikan bobot moral pada pelaksanaan hukum perlu dibarengi


dengan strategi pengembangan etika pemerintahan dalam kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan antara lain melalui:
1. Penyusunan standar etika pemerintahan yang jelas dimana para aparat
pemerintahan perlu mengetahui standar dan prinsip dasar yang harus mereka
terapkan dalam pelaksanaan tugas mereka.
2. Pencantuman standar etika dalam peraturan perundang- undangan.
3. Pensosialisasian etika pemerintahan secara teratur oleh tenaga-tenaga
profesional untuk membantu aparat pemerintah menerapkannya dalam
situasi konkrit.
4. Perlindungan kepada aparat pemerintah atas hak dan hewajibannya
Adanya komitmen politik akan memperkuat pelaksanaan etika di
kalangan aparat pemerintah.
35

5. Pengambilan keputusan berdasar prinsip transparansi yang sejalan dengan


hak publik untuk mengetahui bagaimana lembaga-lembaga publik
melaksanakan kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka. Selain itu
harus difasilitasi proses-proses demokratis untuk terlaksananya sosial
kontrol dan pengawasan legislatif.
6. Penyediaan pedoman yang jelas untuk interaksi antara sektor publik dengan
sektor swasta.
7. Pelaksanaan keteladanan dari para pernimpin dalam melaksanakan etika
pemerintahan.
8. Pelaksanaan komitmen dari instansi pemerintah untuk menegakkan etika
dan sanksi, baik dalam kebijakan,prosedur dan tindakan.
9. Pelaksanaan mekanisme akuntabilitas yang memadai yang difokuskan kepada
kepatuhan pada peraturan dan prinsip-prinsip etika serta pada pencapaian
hasil.

D. Latihan

Latihan -1: Pertanyaan kepada peserta

1. Sebutkan contoh contoh standar etika dan prinsip dasar pemerintahan untuk
diterapkan para aparat pemerintahan dalam pelaksanaan tugas mereka !
2. Menurut anda apakah secara etika pemerintahan perlu ada perlindungan
atau sebaliknya sanksi tegas bagi aparat pemerintah yang melakukan
kesalahan padahal mereka mengetahui apa yang menjadi kewajibannya?
3. Apa saja contoh bentuk komitmen para pimpinan instansi pemerintah
dalam menegakkan etika ?

Latihan - 2: Diskusi Kelompok

1. Kelompok I
Apakah perlu peraturan perundang-undangan untuk lebih efektifnya
penerapan standar etka pemerintahan? Apa bentuk legalitasnya? Undang-
Undang – Peraturan Pemerintah – Keputusan Presiden – Keputusan Menteri
– Peraturan Daerah – dan sebagainya. Jelaskan saran anda !

2. Kelompok II
Bagaimana menurut anda sosialisasi etika perlu dilakukan agar ada dampak
yang nyata?

3. Kelompok III
Diskusikan bagaimana cara mengintegrasikan dan mengembangkan etika
pemerintahan dalam sistem hukum dan administrasi negara yang berlaku di
Indonesia ? Apa dampaknya bagi kinerja pemerintahan ?
36

E. Rangkuman

Pada hahekatnya etika merupakan suatu susunan prinsip-prinsip moral dan nilai.
Prinsip-prinsip tersebut kemudian diakui dan diterima oleh individu atau suatu
kelompok sosial sebagai sesuatu yang mengatur dan mengendalikan tingkah
laku serta menentukan tentang mana hal baik dan mana hal vang buruk untuk
dilakukan yang biasanya diwujudkan dalam bentuk kode etik, yaitu suatu aturan,
sistem atau standar yang memuat prinsip-prinsip mengelola moralitas dan
tingkah laku yang diterima dalam suatu lingkungan masyarakat.

Pengkajian mengenai etika, khususnya yang menyangkut isu-isu etika dalam


pelayan publik oleh pemerintah, seyogyanya tidak hanya berhenti pada tataran
penentuan materi etika pemerintahan yang mengatur perilaku aparat
pemerintah. Pengkajian mengenai etika perlu juga menyentuh dimensi hukum,
agar formulasi etika pemerintahan tersebut dapat berlaku efektif, mempunyai
mekanisme pengaturan yang jelas, kekuatan dalam penerapan sanksi yang tegas.

Penegakan hukum, transparasi, akuntabilitas dan partisipasi publik sebagai indihator


kepemerintahan yang baik yang selalu didengung-dengungkan oleh para pakar
administrasi publik, tidak akan pernah terwujud, apabila tidak diiikuti oleh
pembangunan dan pengembangan sebuah sistem etika pemerintahan yang tepat.

Tipe masyarakat Indonesia adalah masyarakat paternalistik yang sangat


bergantung pada dimensi panutan dari pemimpin (atasannya), khususnya dalam
lingkup penyelenggaraan negara. Fakta pada umumnya yang terjadi dalam suasana
birokrasi publik menunjukkan bahwa para aparatur publik di tingkat bawah
relatif akan bertindak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh para birokrat di
tingkat atasnya. Dengan demikian peran para pimpinan publik harus dapat
mencontohkan perilaku yang baik, agar dapat ditiru para bawahannya.

Dari berbagai kekuatan, hambatan dan kendala upaya reformasi masalah etika
pemerintahan kearah yang lebih baik, masih terdapat kendala internal yang
melekat pada diri para aktor penyelenggara kekuasaan pemerintahan maupun
penyelenggara negara, yakni resistensi dan inkompetensi yang justru bertolak
belakang dengan perlunya inovasi dalam reformasi.

"It is within your power as an administrator to undertake programs


to encourage and facilitate a more ethical climate within your
organization through developing a statement of organizational
philosophy or a code of ethics, conducting an ethics audit and
establishing training program to deal with ethical issues will help
your organization’s ethics".
(Robert B Denhardt, 1995)
DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Daftar referensi khusus, Sumber – Sumber Pendalaman Materi (Acuan


Utama) :
1. Building and Social Housing Research Institute, Urban Good
Governance,Coalville, Leicestershire, UK, 2000
2. Depdagri, Petunjuk Pelaksanaan SCBD-P, ADB Loan 1964-INO, 2004
3. IASTP, Indonesian Australia Spesialized Training Project Phase III Ausaid,
May 2005.
4. LAN, Fokus dan Solusi Menuju Terwujudnya Good Ggovernance, 2003
5. Lembaga Penelitian Smeru, Publikasi No. 12, 2004.
6. SANKRI, Buku I, II, III, dan IV, LAN tahun 2004.
7. UNDP, Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2000.
8. UNDP, Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2000.
9. UNDP, Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2000. UNDP,
Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2000.

B. Beberapa Peraturan Perundang–undangan pendukung Etika


1. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999, tentang penyelenggara negara yang bersih
dan KKN.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang bersih
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
3. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001, Etika Kehidupan Berbangsa
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
5. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
yang Memuat Etika Pegawai Negeri Sipil yang bertanggung jawab dan
profesional.
6. Peraturan Pemerintah 30/1980 tentang Panca Prasetya Korpri dan Sumpah
Jabatan

37
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara


senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang
telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di
bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam
pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat,
standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem
informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat,
pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja,
kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.

Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen


Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan
(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan
daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan
SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan,
perencanaan berkelanjutan dan sebagainya.

Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul


diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh
empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based
training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang
cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil
dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah
yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai
media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor,
perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan
tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung
dalam anggota Technical Review Panel (TRP).

Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini
telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para
pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.

Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami


percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta
Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pelatihan di daerah masing-masing.

i
ii

Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan


modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan
bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang
merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari
diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan
tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai
sumber daya di daerahnya masing-masing.

Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian


cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya
evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih
menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara
berkelanjutan.

Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan


kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik
kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.

Noorsyamsa Djumara
Penantar dari Ditjen Otonomi Daerah - Depdagri

iii
v
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Anda mungkin juga menyukai