Anda di halaman 1dari 164

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN

TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI UNIT PENGELOLA


PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA

TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Magister Administrasi (M.A.) Pada Program Pascasarjana
Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Disusun Oleh:
MUHAMMAD ALI MASSYHURY
BC191110083
Konsentrasi : Administrasi Manajemen Publik

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI
JAKARTA
2021
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN
TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI UNIT PENGELOLA
PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA

MUHAMMAD ALI MASSYHURY


BC191110083

TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Melakukan
Penelitian Dalam Rangka Penulisan Tesis Pascasarjana
Program Studi Ilmu Administrasi, Telah Disetujui oleh
Dosen Pembimbing dan Ketua Program Studi
Pada Tanggal Seperti Tertera Di Bawah Ini

Jakarta, Maret 2021

Menyetujui,

Dr. Ir. A.H Rahadian, M.Si.


Pembimbing

Menyetujui,

Dr. Mary Ismowati, M.Si.


Ketua Program Studi

ii
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN
TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI UNIT PENGELOLA
PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA

TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Magister Administrasi (M.A.)
Program Studi Ilmu Administrasi
Telah Disetujui oleh Tim Penguji dan Disahkan oleh Rektor
Pada Tanggal Seperti Tertera Di Bawah Ini

Jakarta, Maret 2021

1. Dr. Pandoyo, S.E., M.M. ...........................................


Ketua Penguji

2. Dr. Hasyim A. Abdullah, M.M ...........................................


Penguji Ahli

3. Dr. Ir. A.H Rahadian, M.Si ...........................................


Dosen Pembimbing

Mengesahkan,
Rektor Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen STIAMI

Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, M.M.


NIK. 200831253

iii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :


1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau
doktor), baik di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Dosen Pembimbing
dan masukan dari Tim Penelaah/Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya tulis atau pendapat yang
telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis
dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di
kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh, serta sanksi lainnya
sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Jakarta, Maret 2021


Yang membuat pernyataan,

Muhammad Ali Massyhury


BC 191110083

iv
MOTTO

ْ ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم‬


‫سلِ ٍم‬ َ ‫ب ا ْل ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
ُ َ‫طَل‬
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”
[HR Ibnu Majah No. 224]

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb seru semesta alam, akhirnya

tesis ini dapat selesai. Penulisan Proposal Tesis ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister

Administrasi Publik (M.A.) pada Program Pascasarjana Institut Ilmu Sosial

dan Manajemen STIAMI Jakarta. Adapun judul tesis yang penulis susun

adalah Analisa Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara.

Tentunya ada berbagai pihak yang memberi andil bantuan dan

bimbingan sehingga proposal Tesis ini dapat selesai. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, M.M., selaku Rektor

Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI Jakarta;

2. Yth. Bapak Dr. Pandoyo, S.E., M.M., selaku Direktur Program

Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Institut Ilmu Sosial dan

Manajemen STIAMI Jakarta;

3. Yth. Bapak Dian Wahyudin, S.Sos., M.Si Selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Administrasi Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Jakarta;

4. Yth. Bapak Dr. Ir. A.H Rahadian, M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Tesis, atas segala bimbingan dan arahannya.

vi
5. Yth. Ibu Dr. Mary Ismowati, M.Si. selaku motivator, yang selama ini

selalu memberikan semangat yang membangun.

6. Yth. Bapak drg. Lamhot Tambunan, MKM. selaku Kepala Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi Jakarta Utara atas kesediaannya menjadi informan dan

mengijinkan tempat bekerjanya menjadi tempat penelitian.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Administrasi Publik Institut

Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI Jakarta.

8. Kedua orang tua tercinta Bapak Supartono, SH dan Ibu Alfiyah serta

adik-adik saya Ramdani Hidayat, S.Kom, Isti Rachmawati, S.E dan

Arief Rachman Hakim, S.Ds atas doa dan dukungannya.

9. Istri tercinta Lintang Pusvitaningasih serta Anak tercinta Ratu Ayu

Untari Massyhury dan Praboe Samadiwangsa Massyhury atas doa,

dukungan dan semangatnya.

10. Rekan-rekan Kelas AA86 Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Jakarta atas semangat dan sumbangsinya baik berupa kritik dan saran

yang membangun selama perkuliahan.

11. Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Administrasi Jakarta Utara yang memberikan dukungan dan data

yang diperlukan untuk tesis ini.

12. Rekan-Rekan Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kelurahan Sunter Agung atas doa dan

dukungannya.

vii
Tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan dalam

penyusunannya maupun penulisannya. Untuk itu dengan senang hati

penulis menerima segala kritik, saran maupun komentar untuk

menyempurnakannya, dengan tetap menyatakan secara keseluruhan

tesis ini menjadi tanggung jawab penulis. Semoga tesis ini membawa

manfaat bagi perkembangan ilmu.

Jakarta, 27 Februari 2021


Yang membuat pernyataan,

Muhammad Ali Massyhury


BC 191110083

viii
ABSTRAK

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN TERPADU


SATU PINTU (PTSP) DI UNIT PENGELOLA PENANAMAN MODAL
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA

MUHAMMAD ALI MASSYHURY

Tujuan Penelitian ini untuk menganalisa dan mengevaluasi


bagaimana Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara serta hambatan dan upaya
dalam mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun metode pengumpulan data yang
digunakan yaitu Wawancara, Observasi dan Studi Pustaka dengan 5 orang
informan kunci, 1 orang informan ahli dan 3 orang informan biasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta
Utara terlaksana dengan baik. Namun dalam beberapa proses pelayanan
masih melibatkan instansi lain untuk memproses perizinian, hal tersebut
diakibatkan oleh kekurangan komposisi Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam memberikan pelayanan dan belum memahami secara teknis proses
pelayanan dikarenakan terjadinya rotasi pegawai, hambatan lainnya yaitu
belum tersedianya sinkronisasi dalam proses pelayanan perizinan secara
daring (online) antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Upaya
dalam mengatasi hambatan yaitu melakukan pelaksanaan bimbingan
dengan metode transfer knowledge. Memberlakukan subsidi Sumber Daya
Manusia (SDM) antar Satuan Pelaksana di Unit Pengelola Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jakarta Utara demi menutupi
kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dari sisi kuantiti.

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Pelayanan Terpadu Satu Pintu

ix
ABSTRACT

ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF THE ONE STOP SERVICE


(PTSP) IN THE MANAGEMENT UNIT OF INVESTMENT AND
INTEGRATED ONE STOP SERVICES IN THE ADMINISTRATIVE CITY
OF NORTH JAKARTA

MUHAMMAD ALI MASSYHURY

The purpose of this study is to analyze and evaluate how the


Implementation of One Stop Services Policy (PTSP) in the Investment
Management Unit and One Stop Services (UP PMPTSP) North Jakarta
Administrative City and the obstacles and efforts to overcome these
obstacles. This research use desciptive qualitative approach. The data
collection methods used were interviews, observation and literature study
with 5 key informants, 1 expert informant and 3 regular informants. The
results showed that the implementation of One Stop Services Policy
(PTSP) in the Investment Management Unit and One Stop Services (UP
PMPTSP) North Jakarta Administrative City was carried out well.
However, some service processes still involve other agencies to process
licensing, this is caused by a lack of composition of Human Resources
(HR) in providing services and not yet understanding technically the
service process due to employee rotation, another obstacle is the
unavailability of synchronization in the licensing service process. online
(online) between the local government and the central government. Efforts
to overcome barriers are implementing guidance with the knowledge
transfer method. Implementing subsidies for Human Resources (SDM)
between the Implementing Units in the North Jakarta Investment
Management Unit and One Stop Integrated Services in order to cover the
shortage of Human Resources (HR) in terms of quantity.

Keywords: Implementation Policy, One Stop Integrated Service

x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL .................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iv
LEMBAR MOTTO ................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................. ix
ABSTRACT .......................................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................... 9
C. Pembatasan Masalah .................................................... 10
D. Pertanyaan Penelitian ................................................... 10
E. Tujuan Penelitian ........................................................... 11
F. Manfaat Penelitian ......................................................... 12
BAB II KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Literatur ............................................................... 14
1. Kebijakan Publilk ...................................................... 14
2. Implementasi Kebijakan Publik ................................. 27
3. Pelayanan Publik ...................................................... 31
4. Desentralisasi Pelayanan Publik .............................. 43
5. Kualitas Pelayanan Publik ........................................ 44
6. Teknologi Informasi .................................................. 50
7. Electronic Government ............................................. 51

xi
B. Penelitian Terdahulu ...................................................... 57
C. Kerangka Pemikiran ....................................................... 64
D. Model Penelitian ............................................................. 67
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ................................................... 66
B. Paradigma Penelitian ..................................................... 67
C. Fokus Penelitian ............................................................. 68
D. Penentuan Informan ....................................................... 70
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 71
F. Teknik Analisis Data ....................................................... 73
G. Uji Keabsahan Data ....................................................... 74
H. Lokasi dan Jadwal Penelitian ......................................... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ............................................. 76
1. Gambaran Umum Unit Pengelola PMPTSP Kota
Administrasi Jakarta Utara ........................................ 76
2. Tugas Pokok Dan Fungsi Unit Pengelola PMPTSP
Kota Administrasi Jakarta Utara ............................... 77
3. Visi Misi, Budaya/Tata Nilai Dan Struktrur
Organisasi Unit Pengelola PMPTSP Kota
Administrasi Jakarta Utara ........................................ 79
4. Jenis Perizinan dan Non Perizinan Yang Menjadi
Kewenangan Unit Pengelola Penanaman Modal
Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota
Administrasi Jakarta Utara ........................................ 82
B. Strategi Analisis .............................................................. 84
C. Hasil Penelitian ............................................................... 86
1. Implementasi Kebijakan ............................................ 86
2. Kualitas Pelayanan ................................................... 91
3. Hambatan dalam Implementasi ................................ 92
4. Solusi Mengatasi Hambatan ..................................... 95

xii
D. Pembahasan .................................................................. 99
1. Implementasi Kebijakan ............................................ 99
2. Kualitas Pelayanan ................................................... 101
3. Hambatan dan Implementasi .................................... 102
4. Solusi Mengatasi Hambatan ..................................... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................... 105
B. Saran ............................................................................. 106
DAFTAR PUSTAKA
PEDOMAN WAWANCARA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat 2019 ................................ 8
Gambar 2.1 Diagram Alur Proses Penelitian ...................................... 69
Gambar 2.2 Model Penelitian .............................................................. 70
Gambar 4.1 Struktrur Organisasi DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta .... 88

xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Informan Penelitian ......................................................... 76
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ............................................................ 80
Tabel 4.1 Daftar Jenis Perizinan Dan Non Perizinan ...................... 89
Tabel 4.2 Hasil Kemudahan Berusaha 2019 Dan 2020 .................. 116

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tugas pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat, karena hakekatnya pemerintah merupakan

“pelayan publik’’. Pemerintah dibentuk sebagai pelayan masyarakat.

Sehingga pelayanan publik merupakan suatu hal yang sangat penting

bagi pemerintah.

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 63 tahun 2003, pelayanan umum adalah :

“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi


Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk
barang dan jasa baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan menurut Bab 1 Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun

2009, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah :

“Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan


kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa, barang dan
atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh
penyelenggara pelayanan publik”.

Ada 3 (tiga) unsur penting dalam pelayanan publik, unsur

pertama adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu

pemerintah pusat/pemerintah daerah, unsur kedua adalah penerima

1
layanan yaitu masyarakat atau organisasi yang berkepentingan dan

unsur ketiga adalah kepuasan yang diberikan atau diterima oleh

penerima layanan.

Unsur kepuasan pelanggan inilah yang menjadi perhatian

penting bagi penyelenggara layanan, guna menetapkan arah

kebijakan pelayanan publik yang berorientasi kepada kepuasaan

masyarakat dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang

diberikan.

Kualitas pelayanan publik sangat menentukan terhadap

kepuasan masyarakat. Kualitas pelayanan publik akan berpengaruh

terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Pelayanan publik menjadi suatu tolak ukur kinerja pemerintahan yang

paling nyata, karena masyarakat dapat langsung menilai kinerja

pemerintah berdasarkan kualitas dari layanan publik yang

diterimanya. Dalam konteks yang lebih luas peningkatan kualitas

pelayanan publik akan berpengaruh kepada peningkatan investasi

dan pembangunan.

Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan pemerintah

umumnya masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat

antara lain dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat

kepada Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi (Kemen PAN-RB) seperti menyangkut prosedur dan

mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan,

2
kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya

fasilitas, sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin

kepastian (hukum, waktu, dan biaya) serta masih banyak dijumpai

praktek pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasi

penyimpangan dan KKN.

Buruknya kualitas pelayanan publik ini antara lain dikarenakan

belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas (prinsip good

governance) dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena

itu, pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparan dan

akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena

kualitas pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam

mencapai kesejahteraan masyarakat.

Hampir di semua negara saat ini terjadi peningkatan kebutuhan

akan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan infrastruktur.

Reformasi bidang sektor publik banyak dilakukan dengan

menerapkan konsep New Public Management. Tuntutan masyarakat

untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik harus disikapi sebagai

upaya untuk menciptakan kepuasan dalam pemberian pelayanan

kepada masyarakat.

Oleh karena itu, salah satu cara yang lebih efektif guna

mempersempit jarak penyedia layanan terhadap penerima layanan

adalah dengan melakukan desentralisasi pelayanan publik (public

services decentralization) melalui internaldecentralization dengan

3
tujuan empowering front line staff (Pollitt, Birchall, dan Putman, 1998 :

5-13).

Demikian juga dengan pelayanan publik di pemerintah DKI

Jakarta yang berupaya untuk memberikan pelayanan dengan kualitas

yang baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4

tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu

Kecamatan (PATEN) dengan target pada tanggal 15 Januari 2015

seluruh Indonesia wajib terselenggaranya PATEN, selanjutnya

berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah, dimana kebijakan kelembagaan Pelayanan

Publik diselenggarakan oleh kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP). Maka dibentuklah Satuan Perangkat Kerja Daerah

(SKPD) dengan nama Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP)

yang diresmikan pada 2 Januari 2015 melalui Peraturan Daerah

Propinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang

diselenggarakan mulai dari tingkat Propinsi, Kota/Kabupaten, hingga

tingkat Kecamatan dan tingkat Kelurahan.

Adapun jumlah unit PTSP di Propinsi DKI Jakarta meliputi 318

service point dengan komposisi ditingkat Kelurahan 267, Kecamatan

44, Kabupaten/Kota 6 dan Propinsi 1.

Dalam perkembangannya terjadi perubahan kelembagaan

pengelola yang semula Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

4
(BPTSP) menjadi Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (DPMPTSP), yaitu berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan

Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Peraturan

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 281 tahun

2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Penanaman Modal

Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Dan telah di

perbaharui berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019

tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016

tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Peraturan Gubernur Propinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 160 tahun 2019 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta.

Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) dibentuk dengan tujuan meningkatkan kualitas

pelayanan perizinan dan non perizinan, memberi kemudahan kepada

masyarakat untuk memperoleh pelayanan perizinan dan non

perizinan, serta meningkatkan kepastian pelayanan perizinan dan non

perizinan. Sasaran penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) adalah mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah,

mudah, transparan, pasti, terjangkau dan akuntabel, serta tetap

menjaga nilai-nilai budaya organisasi yaitu; SETIA (Solusi, Empati,

5
Tegas, Inovasi dan Andal). Dan meningkatkan hak-hak masyarakat

terhadap pelayanan publik.

Saat ini implementasi kebijakan penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah

berjalan 5 (lima) tahun. Berbagai inovasi pelayanan telah dirancang

untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di Jakarta. Salah

satunya dengan mengadakan pelayanan secara daring agar lebih

memudahkan komunikasi antara pegawai/petugas dengan

masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain

untuk mengurangi biaya transportasi, mengurangi waktu antrian, dan

membatasi temu tatap muka fisik sehingga dapat menghilangkan

potensi praktek kolusi dan pungli, salah satunya dengan meluncurkan

pelayanan daring melalui akses internet.

Teknologi informasi menjadi sangat dibutuhkan dan penting

saat ini, dimana akses internet yang sangat luas dan mudah.

Seharusnya dengan kemudahan teknologi informasi saat ini dapat

dikatakan sebagai solusi yang tepat untuk mengatasi masalah

pelayanan publik. Karena teknologi dapat dimanfaatkan agar

pelayanan dapat berjalan dengan cepat, transparan, efektif dan

efisien. Sebagai salah satu unit di Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta,

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara berkewajiban pula

6
untuk memberikan pelayanan publik yang maksimal. Dengan

memberikan pelayanan publik yang baik maka akan menghasilkan

kepuasan masyarakat yang tinggi.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor

205 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan

Non Perizinan Secara Elektronik, dan Surat Edaran Kepala Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor

21/SE/2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Secara Elektronik Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2017

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,

DPMPTSP telah menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non

perizinan secara daring sejak bulan Desember 2015 dan berkembang

bertambah banyak jenis perizinan dan non perizinan yang diproses

secara daring sampai saat ini.

Dengan demikian, maka hubungan interaktif dengan

masyarakat untuk kemudahan layanan dan reformasi perizinan mulai

terbentuk. Pelaksanaan pelayanan daring ini dapat mengurangi

kontak antara pegawai/petugas dengan masyarakat sehingga proses

perizinan dan non perizinan yang transparan, cepat, tepat, murah,

mudah, dan akuntabel dapat diwujudkan oleh DPMPTSP. Dari hasil

observasi, fenomena masalah di Unit Pengelola Penanaman Modal

Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

yang dijumpai yaitu :

7
1. Tingkat kepatuhan implementor belum sesuai harapan, hal ini

ditandai oleh pelaksanaan proses pelayanan perizinan yang tidak

sesuai standar operasional prosedur.

2. Kualitas pelayanan belum sesuai harapan, hal ini ditunjukkan

dengan masih ditemukannya beberapa aduan masyarakat terkait

proses pelayanan.

3. Rutinitas pelayanan masih menghadapi kendala berupa kendala

jaringan untuk keperluan pelayanan daring yang disebabkan oleh

keterbatasan bandwidth, server yang kurang besar serta koneksi

jaringan yang kurang cepat.

4. Capaian kinerja tahun sebelumnya (2019) belum mencapai target

yang ditetapkan didalam Rencana Kinerja.

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT 2019


DI UP PMPTSP KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
88
86
84
82
86.8
80 83.05 83.89
82.04
78 79.63
76
TRIWULAN 1 TRIWULAN 2 TRIWULAN 3 TRIWULAN 4 TOTAL
FINAL

Sumber : Biro Organisasi dan Tata Laksana Pemprov DKI Jakarta

Gambar 1.1 : Indeks Kepuasan Masyarakat 2019

8
Salah satu penyebab implementasi kebijakan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) belum berjalan sesuai harapan, karena

sosialisasi terhadap masyarakat penguna jasa pelayanan belum

efektif dilakukan.

Disisi lain perkembangan teknologi informasi harus diikuti oleh

perkembangan masyarakat dalam menggunakan/memanfaatkan

teknologi. Dimana saat ini masih banyak masyarakat yang gagap

teknologi. Hal ini merupakan masalah yang kerap muncul sehingga

terkadang penerapan pelayanan daring tidak memiliki manfaat besar

bagi masyarakat.

Permasalahan diatas dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan

implementasi kebijakan penyelenggaraan PTSP di Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP)

Kota Administrasi Jakarta Utara belum sepenuhnya berjalan dengan

baik. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk melakukam penelitian

dengan judul, “Analisis Implementasi Kebijakan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta

Utara”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut :

9
1. Tingkat kepatuhan terhadap penerapan peraturan masih lemah

2. Masyarakat ada yang merasa kurang puas terhadap pelayanan

daring yang diberikan.

3. Tingkat kepatuhan terhadap penerapan peraturan masih lemah

4. Pelayanan daring yang diberikan belum optimal.

5. Masih ditemukan pegawai/petugas yang kurang paham akan

pemanfaatan teknologi seperti yang dialami masyarakat.

6. Pelayanan daring kurang responsif.

7. Masyarakat menganggap proses perizinan dan non perizinan

masih lambat.

8. Adanya indikasi proses pelayanan yang tidak sesuai peraturan

Standar Operasional Prosedur (SOP).

9. Kurang informatif, informasi yang diberikan pegawai/petugas

terkait mekanisme pelayanan daring masih dinilai kurang.

10.Kurangnya koordinasi antar pegawai/petugas dalam memberikan

pelayanan daring kepada masyarakat.

11.Kurangnya peralatan teknologi yang memadai untuk mendukung

pelayanan daring terlaksana dengan baik.

12.Belum terlaksananya sosialisasi dan publikasi dengan baik dalam

penyelenggaraan pelayanan.

13.Masih diperlukan penilaian teknis dari SKPD Teknis lainnya dalam

proses pelayanan, karena belum dapat dilaksanakan secara

mandiri.

10
C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih terfokusnya penelitian ini maka peneliti membatasi

penelitian ini mengenai implementasi kebijakan penyelengaraan

pelayanan PTSP dan untuk menganalisis pelaksanaan pelayanan

publik pada tahun 2019, di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi

Jakarta Utara. Pembatasan masalah ini dilakukan agar ruang lingkup

penelitian lebih fokus dan diharapkan dapat lebih tajam dalam

penelitian.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan

masalah, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta

Utara.

2. Bagaimana kualitas pelayanan dalam Implementasi Kebijakan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP

PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

11
3. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Kebijakan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP

PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

4. Upaya atau solusi apa untuk mengatasi hambatan Implementasi

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka

tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk menganalisa dan mengevaluasi bagaimana Implementasi

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

2. Untuk menganalisa dan mengevaluasi Kualitas Pelayanan dalam

Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

3. Untuk menganalisa dan mengevaluasi Hambatan dalam

Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di

12
Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara.

4. Untuk menganalisa dan mengevaluasi Upaya untuk mengatasi

hambatan Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta

Utara.

F. Manfaat Penelitian

Dengan disusunnya penelitian ini diharapkan dapat

mempunyai manfaat atau kegunaan antara lain :

1. Aspek Teoritis

Menambah pengetahuan penulis, khususnya bidang ilmu

administrasi publik. Di samping itu, diharapkan dapat sebagai

dasar penelitian lanjutan bagi peneliti yang mengkaji masalah

yang sama dengan lokasi penelitian yang berbeda. Serta

memaparkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk karya ilmiah.

2. Aspek Kebijakan

Memberikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi

penyelenggara di bidang teknis dan administrasi khususnya di

lingkungan pelayan publik sehingga diharapkan menjadi bahan

masukan dapat membantu peningkatan kepuasan masyarakat.

13
3. Aspek Praktis

Memberikan sumbangan pikiran dan memberi masukan kepada

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) atau pihak

terkait lainnya, dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan

pelayanan public yang dapat meningkatkan kepuasan masyarakat

di masa yang akan datang.

14
BAB II

KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kajian Literatur

1. Kebijakan Publilk

Latunreng Wahyuddin (2018:16-23) mengemukakan :

“Kebijakan adalah sebagai seperangkat tindakan yang


memiliki tujuan tertentu, diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku
atau sekelompok pelaku, untuk memecahkan masalah
tertentu.”

Kemudian Maulamin Taufan (2017:5) mengemukakan

bahwa :

“Kebijakan merupakan tindakan pemerintah untuk


menyelesaikan yang sedang dihadapi masyarakat. Urusan
yang menjadi masalah pada umumnya adalah yang terkait
dengan kepentingan publik.”

Ismowati Mary (2016:8) mengemukakan pendapat bahwa :

“Public Private Partnership adalah salah satu jenis Privatisasi


yang diartikan pengaturan di mana pemerintah memerlukan
insentif modal, kebutuhan akan infrastruktur dengan masa
pakai jangka panjang, dan kombinasi pembiayaan
pembangunan fasilitas yang diinginkan antara pemerintah
dengan swasta (sebagian besar biaya biasanya dibiayai oleh
swasta).”

Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt (2003:41) mengungkapkan

bahwa :

“Kebijakan publik sebagai suatu keputusan yang siap


dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan perilaku dan
berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya
maupun oleh mereka yang harus mematuhinya.”

15
Dalam teori ini lebih kepada pengambilan keputusan yang

bersifat rutin. Dalam hal ini pemerintah selaku pengambil kebijakan

melihat bagaimana kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap

suatu permasalahan. Kebijakan publik menurut Leo Agustino

(2016:6) yaitu :

“Serangkaian tidakan yang diusulkan oleh seseorang


kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dimana terdapat hambatan-hambatan dan kemungkinan-
kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang
dimaksud.”

Sementara W. I. Jenkins dalam Solichin Abdul Wahab

(2012:15) mengatakan :

“Keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang


aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan
tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk
mencapainya dalam situasi. Keputusan-keputusan itu pada
prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan
kekuasaan dari pada aktor tersebut.”

Chief J.O. Udoji (1981) Mendefinisikan kebijakan publik

sebagai :

“An sanctioned course of action addressed to a particular


problem or group of related problems that affect society at
large”. Maksudnya ialah suatu tindakan bersanksi yang
mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada
suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang
saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga
masyarakat.

Pada sudut pandang lain, Hakim (2011) mengemukakan

bahwa :

“Studi Kebijakan Publik mempelajari keputusan-keputusan


pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi

16
perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi
oleh Pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan
birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan
persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah information
failures, complex side effects, motivation failures,
rentseeking, second best theory, implementation failures
(Hakim, 2011).”

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat

dirangkum bahwa Kebijakan publik adalah suatu perencanaan

strategis yang dilakukan pemerintah dalam menggunakan sumber

daya yang dimiliki untuk memecahkan permasalahan atau isu-isu

publik dengan tetap mengedepankan nilai-nilai yang ada

dimasyarakat.

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang

kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang

harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh

minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses

penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan

pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam

mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli

mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah

sebagai berikut :

a. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah

pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi

17
terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan.

Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan

para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah

tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain

ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah

karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Maslaah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian

dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi

didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah

terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy

options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing

alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang

diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-

masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan

pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh

para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan

peradilan.

18
d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan

elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni

dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-

agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil

dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang

memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada

tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling

bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat

dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa

yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap evaluasi kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai

atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang

dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu

memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena

itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yamh menjadi

dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang telah

dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang

diinginkan atau belum.

Menurut Suharno (2013:238) proses pembuatan kebijakan

merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah

yang dibayangkan. Walaupun demikian, para adsministrator

19
sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung

jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga

dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan

(intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal

pemting yang turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi

adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari

luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh

Nigro disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan

investasi modal yang hingga saat ini belum professional dan

terkadang amat birikratik, cenderung akan diikuti kebiasaan itu

oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang

berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu

yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering

secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu

kebijakan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

20
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat

keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat

pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar

dalam penentuan keputusan/kebijakan.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga

berperan besar.

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan

pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh

pada pembuatan kebijakan/keputusan. Misalnya,orang

mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya

kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan (Suharno:

2013:238).

Menurut Suharno (2013:238) kerangka kebijakan publik

akan ditentukan oleh beberapa variabel dibawah ini, yaitu:

a. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan

yang akanm dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin

kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja kebijakan.

Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka

untuk mencapainya juga semakin mudah.

21
b. Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu

kabijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh

lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang

hanya mengejar satu nilai.

c. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu

kebijakan akan ditentukan oleh sumber daya finansial, material,

dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.

Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas

aktor kebijakan yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan.

Kualitas tersebut ditentukan oleh tingkat pendidikan, kompetensi

dalam bidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya.

e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik,

dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi

oleh konteks sosial, ekonomi, maupun politik tempat kebijakan

tersebut diimplementasikan.

f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang

digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan

mempengaruhi kinerja suatu kebijakan. Stretegi yang digunakan

dapat bersifat top/down approach atau bottom approach, otoriter

atau demokratis (Suharno: 2013:238).

22
Menurut Suharno (2013:238), ciri-ciri khusus yang melekat

pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan

itu dirumuskan. Ciri-ciri kebijakan publik antara lain:

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah

pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba

acak dan kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik dalam system

politik modern merupakan suatu tindakan yang direncanakan.

b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang

saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu

yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan

merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Kebijakan tidak

cukup mencakup keputusan untuk membuat undang-undang

dalam bidang tertentu, melainkan diikuti pula dengan

keputusan-keputusan yang bersangkut paut dengan

implementasi dan pemaksaan pemberlakuan.

c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya

dilakukan pemerintah dalam bidang tertentu.

d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif,

kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah

untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun

dalam masalah-masalah dimana justru campur tangan

pemerintah diperlukan.

23
Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik

berdasarkan sudut pandang masing-masing. James Anderson

menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

a. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang

akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan

prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut

dapat dijalankan.

b. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan

redistributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau

kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan

regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau

pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok

masyarakat. Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan

kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan,

pemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam

masyarakat.

c. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik

Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan

keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran.

Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang

memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

24
d. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public

goods) dan barang privat (privat goods)

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur

pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan

privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan

barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno

(2013:25-27) mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik

terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah

pada tujuan, ketika kita dapat memerinci kebijakan tersebut

kedalam beberapa kategori, yaitu:

a. Tuntutan kebijakan (policy demands) yaitu tuntutan atau

desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang

dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan

pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan

tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan

tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat

bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah berbuat

sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret

tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam

masyarakat.

b. Keputusan kebijakan (policy decisions) adalah keputusan yang

dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk

25
memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk

menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-

ketetapan, ataupun membuat penafsiran terhadap undang-

undang.

c. Pernyataan kebijakan (policy statements) ialah pernyataan

resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu.

Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit

Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato

pejabat pemerintah yang menunjukkan hasrat, tujuan

pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan

tersebut.

d. Keluaran kebijakan (policy outputs) merupakan wujud dari

kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan, karena

menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna

merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan

pernyataan kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini

menyangkut apa yang ingin dikerjakan oleh pemerintah.

e. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes) adalah akibat-akibat

atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat,

baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai

konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan

26
pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah

tertentu yang ada dalam masyarakat.

William N. Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan

menjadi lima bagian, yaitu:

a. Masalah kebijakan (policy public) adalah nilai, kebutuhan dan

kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat diidentifikasi

dan dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa yang

hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-

kondisi yang mendahului adanya problem maupun informasi

mengenai nilai yang pencapaiannya menuntut pemecahan

masalah.

b. Alternative kebijakan (policy alternatives) yaitu arah tindakan

yang secara potensial tersedia yang dapat member sumbangan

kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan.

Informasi mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada

dasarnya juga mengandung identifikasi terhadap kemungkinan

pemecahannya.

c. Tindakan kebijakan (policy actions) adalah suatu gerakan atau

serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan yang

dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

d. Hasil kebijakan (policy outcomes) adalah akibat-akibat yang

terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang telah

dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil

27
atau diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua

dari hasil tersebut terjadi seperti yang diharapkan atau dapat

diduga sebelumnya.

e. Hasil guna kebijakan adalah tingkat seberapa jauh hasil

kebijakan memberiakn sumbangan pada pencapaian nilai. Pada

kenyataanya jarang ada problem yang dapat dipecahkan secara

tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu problem dapat

menumbuhkan problem sehingga perlu pemecahan kembali

atau perumusan kembali.

Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya

membagi: 1) kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan,

kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri); 2)

kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan eksekutif,

kebijakan yudikatif, kebijakan departemen); 3) kebijakan menurut

kurun waktu tertentu (misalnya kebijakan masa reformasi,

kebijakan masa orde baru).

2. Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Pressman dan Wildavsky dalam Purwanto dan

Sulistyastuti (2012:20), menyatakan bahwa :

“Implementasi dimaknai dengan beberapa kata kunci, yaitu:


untuk menjalankan kebijakan, untuk memenuhi janji-janji
sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan, untuk
menghasilkan output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan
kebijakan, untuk menyelesaikan misi yang harus diwujudkan
dalam tujuan kebijakan”.

28
Sementara itu Howlett dan Ramesh (Agustino, 2016:128)

mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai “The process

whereby programs or policies are carried out; it denoted the

translation or plans into practice.” Di mana definisi keduanya ini

sejalan dengan tulisan Barret (Agustino, 2016:128) yang

menyatakan implemenasi sebagai “translating policy into action”

atau bila diterjemahkan secara sederhana berarti menerjemahkan

keijakan ke dalam tindakan, jadi implementasi kebijakan adalah

menjalankan konten atau isi kebijakan ke dalam aplikasi yang

diamanatkan oleh kebijakan itu sendiri.

Mazmanian dan Sabatier (Agustino, 2016:128) mendefinisikan

implemengasi kebijakan sebagai :

“Pelaksanaan keputusannya biasanya dalam bentuk undang-


undang, tapi dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau pun
keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses
implementasinya”

Dalam Policy Implementasi and Bureacracy, Randall B.

Ripley and Grace A. Franklin (1986 : 232-33), menulis tentang three

conceptions relating to successful implementation dan

mengemukakan sebagai berikut :

“The notion of success in implementation has no single widly


accepted definition. Different analists and different actors
have very different meanings in mind when they talk about or
think about successful implementation. There are three
dominant ways of thinking about successful implementation”

29
Berkaitan dengan three dominant ways of thinking about

successful implementation tersebut, analist and actors Randall B.

Ripley and Grace A. Franklin berpendapat bahwa implementasi

kebijakan yang berhasil dinilai, pertama memakai ukuran tingkat

kepatuhan (degree of compliance).

Kemudian yang kedua, mengukur kelancaran rutinitas

fungsi. Oleh karena itu Randall B. Ripley and Grace A. Franklin

menganggap kedua parameter tersebut “is too narrow and have

limites political interest”, berikutnya mengajukan perspective yang

ketiga, yaitu dampak yang diinginkan.

Mengutarakan ini dengan mengatakan “we advance a third

persepective, which is that successful implementation leads to

desired impact from whatever program is being analyzed.” Dengan

demikian ada 3 perspektif untuk mengukur keberhasilan

Impelementasi Kebijakan.

Dalam penelitian ini, ketiga perspektif itu dipakai sebagai

pedoman untuk mengukur keberhasilan dari Implementasi

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), karena ketiga

persepektif tersebut tidak kontradiksi satu dengan yang lainnya,

bahkan saling melengkapi sehingga ketiga persepektif tersebut

lebih holistic, sehingga sesuai dan tepat dengan penelitian ini.

Adapun ketiga measurement tersebut yaitu sebagai berikut :

30
a. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku.

Perspektif pertama (compliance perspective) memahami

keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai

kepatuhan para implementor dalam melaksanakan kebijakan

yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-

undang, peraturan pemerintah, atau program.

b. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi

Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya

rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah- masalah yang

dihadapi.

c. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.

Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan

mengarah pada implementasi/pelaksanaan dan dampaknya

(manfaat) yang dikehendaki dari semua program-program yang

dikehendaki.

Pendapat Ripley dan Franklin diatas menunjukkan bahwa

keberhasilan suatu implementasi akan ditentukan bagaimana

tingkat kepatuhan, lancarnya rutinitas fungsi lembaga, dan hasil

kebijakan yang sesuai dengan rencana dari kebijakan tersebut.

3. Pelayanan Publik

Pemerintah berkepentingan dengan upaya perbaikan

pelayanan publik karena jika berhasil memperbaiki pelayanan

publik, akan dapat memperbaiki legitimasi. Membaiknya pelayanan

31
publik juga akan dapat memperkecil biaya birokrasi, yang pada

gilirannya dapat memperbaiki kesejahteraan warga pengguna

dan efisiensi mekanisme pasar.

Pelayanan publik/umum merupakan salah satu fungsi utama

dari swasta/pemerintah, berkedudukan sebagai lembaga yang

wajib memberikan atau memenuhi kebutuhan masyarakat. Hayat

(2017:22) mengemukakan tenteng pelayanan yaitu :

“Pelayanan adalah pemberian hak dasar kepada warga


negara atau masyarakat susuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya yang di atur oleh perundang- undangan.”

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik adalah kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan

pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,

jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik.

Sedangkan menurut Mahmudi (2013:223), pelayanan publik

yaitu :

“Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh


penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”

Menurut Mukarom (2015:44) pelayanan mempunyai lima

sifat dasar yaitu :

32
a. Tidak berwujud (intangible)

b. Tidak dapat dipisah-pisahkan (inseperability)

c. Berubah-ubah / beragam (variability)

d. Tidak tahan lama (perishability)

e. Tidak ada kepemilikan (unowwership).

Dalam kaitannya dengan pelayanan umum Sedarmayanti

(2013:21) mengungkapkan bahwa :

“Pelayanan umum adalah melayani suatu jasa yang


dibutuhkan oleh masyarakat dalam segala bidang.”

Pelayanan publik dapat diartikan suatu kegiatan yang

dilakukan baik oleh pemerintah atau swasta yang bersifat tak kasat

mata yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan permasalah

oleh masyarakat. Pada dasarnya, pelayanan publik adalah

pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan

perwujudan kewajiban aparatur pemerintahsebagai abdi Negara

dan pelayan masyarakat.

Standar pelayanan publik harus memiliki tolok ukur yang

kuat dengan partisipasi masyarakat dan komitmen kepemimpinan.

Yulianto, (2020:36)

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah

kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi aparat

negara, agar terciptanya suatu keseragaman pola dan langkah

pelayanan umum oleh aparatur pemerintah perlu adanya suatu

33
landasan yang bersifat umum dalam bentuk pedoman tata laksana

pelayanan umum. Pedoman ini merupakan penjabaran dari hal-hal

yang perlu mendapatkan perhatian dalam prosedur

operasionalisasi pelayanan umum yang diberikan oleh instansi

pemerintah baik di pusat maupun di daerah secara terbuka dan

transparan.

Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala hal

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga

negara dan penduduk atau suatu barang, jasa dan atau pelayanan

administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan terkait

pelayanan publik. A.H Rahadian, (2019:68-75)

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah

segala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik

maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab

dan dilaksanakan oleh Instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan

di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik

Daerah, serta milik swasta dalam rangka pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dari seluruh tingkat pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat adalah tuntutan profesionalisme dari staf pelayanan.

Tuntutan profesionalisme dalam pelayanan publik dimaksudkan

untuk memberikan bekal keterampilan kepada petugas pelayanan

yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat dengan sebaik-

34
baiknya. Memberikan pelayanan dengan baik menjadikan tuntutan

organisasi dalam mempersiapkan anggotanya agar mampu bekerja

secara profesional.

Menurut Kirom (2014:39), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pelayanan, yaitu berikut ini :

a. Nilai Kerja (Work Value)

1) Kejujuran. Nilai-nilai kejujuran menjadikan nilai dasar bagi

seseorang dalam meniti kehidupan, ditengah-tengah

hubungan yang semakin mengglobal, nilai-nilai kejujuran

menjadi semakin dibutuhkan dalam persaingan usaha yang

semakin kompetitif. Akan tetapi nilai-nilai tersebut bukan saja

dibutuhkan dalam menopang jalannya usaha yang semakin

bersaing, nilai-nilai tersebut juga nampaknya menjadi

semakin ditinggalkan.

2) Tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan nilai-nilai

luhur yang melekat pada diri seseorang, pada lapangan

pekerjaan, tanggung jawab sangat begitu dibutuhkan terkait

dengan penyelesaian suatu pekerjaan. Tanggung jawab

menjadi semakin lebih penting, mengingat suatu pekerjaan

tidak akan pernah terwujud tanpa tanggung jawab untuk

menyelesaikannya. Bentuk tanggung jawab dalam banyak

hal dapat dilihat dari cara seseorang menyelesaikan

pekerjaan. Tanggung jawab tidak akan muncul dari dari

35
seseorang yang tidak memiliki kejujuran dalam

menyelesaikan pekerjaan, sebaliknya tingkat kejujuran yang

rendah tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan

penuh tanggung jawab.

3) Dedikasi. Bagian penting pada diri seseorang dalam

kaitanya dengan pekerjaan adalah dedikasi. Dedikasi

menjadi ukuran bagi seseorang dalam pelaksanaan

pekerjaannya. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari

seseorang yang tidak memiliki dedikasi dalam pekerjaannya.

Dedikasi merupakan nilai-nilai kerja yang sangat dibutuhkan

pada diri seseorang, ia merupakan bagian yang melekat

pada seseorang yang memiliki kejujuran dan tanggung

jawab. Pada bidang pelaksanaan pekerjaan, dedikasi

merupakan bagian dari sikap menerima seseorang terhadap

tugas yang dibebankan kepadanya.

4) Komitmen. Bagian lain yang tidak kalah pentingnya dalam

nilai-nilai kerja adalah komitmen, dimana komitmen

merupakan janji seseorang untuk selalu mampu berbuat

sesuai apa yang telah disepakati. Dalam kaitanya dengan

individu, komitmen menjadikan seseorang memiliki

pengakuan atas pekerjaannya dan diakui keberadaaanya,

seseorang dengan komitmen yang sangat kuat akan mampu

merubah gambaran yang kurang baik yang melekat pada

36
dirinya. Kemampuan seorang pegawai dalam menjaga

komitmen pekerjaannya, menjadikan pegawai tersebut tidak

akan mudah dipengaruhi orang lain. Sebaliknya, pegawai

dengan komitmen rendah akan mudah diombang-ambingkan

lingkungan, mudah dipengaruhi orang lain serta tidak memiliki

tanggung jawab yang diharapkan dalam pekerjaannya.

b. Semangat Kerja (Work Spirit)

Faktor lain yang sangat mempengaruhi seseorang melakukan

pekerjaan dengan baik adalah semangat kerja, seseorang

dengan semangat kerja yang rendah akan menghasilkan kinerja

yang rendah juga, sebaliknya seseorang dengan semangat

kerja tinggi akan mampu menghasilkan kinerja yang tinggi juga.

Semangat kerja yang tinggi dari para pelaksana pekerjaan akan

mampu mendongkrak kinerja organisasi dan akan mampu

mendongkrak kinerja organisasi lebih baik.

c. Keterampilan Berkomunikasi dengan Konsumen

Unsur yang lain yang tak kalah penting dalam unsur pelayanan

adalah keterampilan dan kemampuan staf dalam berkomunikasi

dengan konsumen. Bahasa komunikasi ini menjadi jembatan

antara organisasi dengan para konsumenya dalam menjalankan

usaha. Kemampuan staf dalam berkomunikasi juga merupakan

bagian dari keberhasilan pelayanan, ketidak mampuan staf

dalam berkomunikasi dengan konsumen berpengaruh terhadap

37
tingkat komplain dan keluhan terhadap jasa pelayanan yang

diberikan.

d. Penguasaan Teknologi Informasi (Technological Skills)

Dalam penguasaan kemampuan berkomunikasi, para staf

pelayanan juga harus mampu menguasai teknologi praktis,

dalam pemberian pelayanan, penguasaan teknologi informasi

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kemampuan

staf pelayanan.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, bentuk pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu berikut ini

a. Pelayanan barang publik meliputi :

1) Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan

oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh

dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja

negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;

2) Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan

oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian

atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau

kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

3) Pengadaan dan penyaluran barang publik yang

pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan

38
dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja

daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya

sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara

dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi

ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam

peraturan perundang- undangan.

b. Pelayanan atas jasa publik meliputi :

1) Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang

sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran

pendapatan dan belanja daerah;

2) Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal

pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari

kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang

dipisahkan; dan

3) Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara

atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan

usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya

bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah

yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi

negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan.

39
c. Pelayanan administratif meliputi :

1) Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh

negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan

dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.

2) Tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang

diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan

perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan

perjanjian dengan penerima pelayanan

Bharata (2004:11), menjelaskan terdapat empat unsur

penting dalam proses pelayanan publik, yaitu berikut ini :

a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu

layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam

bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa-

jasa (services).

b. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai

konsumen (customer) atau customer yang menerima berbagai

layanan dari penyedia layanan.

c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh

penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

40
d. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia

layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu

kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena

tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya

sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau

jasa yang mereka nikmati.

Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik

yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari

pemberi layanan, dengan ciri berikut ini :

a. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang

menjadi tujuan dan sasaran.

b. Sederhana, mengandung arti prosedur atau tata cara pelayanan

diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit,

mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat

yang meminta pelayanan.

c. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti

adanya kejelasan dan kepastian mengenai: Prosedur/tata cara

pelayanan; Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis

maupun persyaratan administratif; Unit kerja dan atau pejabat

yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan

pelayanan; Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara

pembayarannya; Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

41
d. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan,

satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan,

waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang

berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara

terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat,

baik diminta maupun tidak diminta.

e. Efisiensi, mengandung arti : 1) Persyaratan pelayanan hanya

dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian

sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan

antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;

dan 2) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan,

dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan

mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan

kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

f. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan

pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan;

g. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat

menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan

aspirasi masyarakat yang dilayani.

h. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi

tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang

senantiasa mengalami tumbuh kembang.

42
Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis, birokrasi

publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran dalam

memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan

memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka

menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka

menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis

dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang

realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001:45). Dengan

revitalitas birokrasi publik ini, pelayanan publik yang lebih baik dan

profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan

kewenangan yang diberikan kepadanya dapat terwujud. Secara

teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh

pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi

pelayanan masyarakat, fungsi pembangunan dan fungsi

perlindungan.

4. Desentralisasi Pelayanan Publik

Perlu dipahami bahwa Fesler menyatakan Decentralization

cannot take place centralization, artinya sentralisasi dan

desentralisasi bukanlah dikotomis melainkan suatu kontinum

(Smith, 1985). Menurut Rondinelli, Nellis dan Cheema,(1984)

desentralisasi adalah :

“Transfer of responsibility for planning, management, and the


raising and allocation of resource from the central
government to fields of units of government, subordinate

43
units or levels of government, semi autonomous publics
authorities or corporations, area wide, regional or functional
activities, or non-governmental private or voluntary
organization” (Smith, 1985).

Menurut mereka, desentralisasi mencakup fenomena yang

luas berkaitan dengan organisasi, termasuk didalamnya

pendelegasian wewenang untuk merencanakan, pengambilan

keputusan, dan pengelolaan urusan publik dari tingkat

pemerintahan yang lebih tinggi kepada individu, organisasi, atau

lembaga pada tingkatan yang lebih rendah.

Pengklasifikasian desentralisasi yang lazim di Indonesia

adalah Deconsentration, Devolution, Delegation, dan Madebewind.

Terdapat dua tujuan utama dari desentralisasi, yaitu tujuan politis

yang arahnya adalah untuk penguatan demokrasi lokal dan

partisipasi masyarakat, serta tujuan administratif yang diarahkan

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan.

Konsep desentralisasi yang digunakan dalam konteks ini

adalah delegation, yaitu pendelegasian kewenangan untuk

menyelenggarakan pelayanan publik dari struktur pemerintahan

yang lebih tinggi kepada struktur pemerintahan yang lebih rendah,

utamanya kepada struktur yang bersifat frontline.

Pendelegasian kewenangan model seperti ini menjadi

penting, karena mereka yang berada pada di frontline berhubungan

langsung serta lebih sering berinteraksi dengan masyarakat,

44
sehingga diasumsikan bahwa mereka lebih memahami apa yang

seharusnya mereka lakukan.

Artinya, desentralisasi pelayanan publik perlu dilakukan agar

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah pelayanan

dapat segera diputuskan, lebih cepat dan tepat.

5. Kualitas Pelayanan Publik

a. Pengertian Kualitas

Pemberian pelayanan yang baik merupakan salah satu

upaya penyedia pelayanan untuk menciptakan kepuasan bagi para

penerima pelayanan..Kualitas pelayanan sangat tergantung pada

harapan atau ekspektasi dari orang-rang yang menerima

pelayanan. Dengan kata lain bahwa pelayanan yang berkualitas

adalah pelayanan yang mampu memenuhi harapan orang-orang

yang menerima pelayanan.

A.S. Moenir mengemukakan pendapat mengenai konsep

pelayanan yang efektif sebagai suatu pelayanan yang berkualitas

menurut A. S. Moenir (2006:204) adalah :

“Layanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung


kesalahan, mengikuti proses dan menyenangkan, tidak
mengandung kesalahan, mengikuti proses dan prosedur
yang telah ditetapkan lebih dahulu.”

Teori yang dikemukakan diatas terkait dengan konsep

pelayanan yang cepat lebih melihat dari unsur-unsur pelayanan

45
yang diberikan seperti kesesuaian prosedur menyenangkan,

kecepatan waktu, dan tingkat kesalahan

Kualitas pelayanan publik merupakan komponen penting

yang harus diperhatikan dalam pelayanan publik. Istilah kualitas

pelayanan publik tentunya tidak dapat dipisahkan dari persepsi

tentang kualitas. Beberapa contoh pengertian kualitas menurut

Tjiptono (1995) yang dikutip dalam Hardiyansyah (2011:40)

adalah : (1) Kesesuaian dengan persyaratan; (2) Kecocokan

untuk pemakaian; (3) Perbaikan Bekelanjutan; (4) Bebas dari

kerusakan/cacat; (5) Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal

dan setiap saat; (6) Melakukan segala sesuatu secara benar;

(7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Hardiyansyah (2011:35), mengemukakan bahwa kualitas

pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan

sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan dalam

memberikan layanan sebagai pembakuan pelayanan yang baik.

Sementara itu menurut Ibrahim (2008:22) dalam Hardiyansyah

(2011:40), kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,

proses, dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan

pada saat terjadi pemberian pelayanan publik tersebut.

Menurut Goetsch dan Davis (2011:36), menyatakan

bahwa: Kualitas pelayanan adalah sesuatu yang berhubungan

46
dengan terpenuhinya harapan/kebutuhan pelanggan, dimana

pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan

produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan

harapan pelanggan. Dalamhal ini, kualitas pada dasarnya terkait

dengan pelayanan yang baik, yaitu sikap atau cara karyawan

dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Trigono (2011:94) bahwa

pelayanan yang terbaik yaitu melayani setiap saat, secara tepat

dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta

profesional, bahwa kualitas ialah standar yang harus dicapai

oleh seseorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas

sumber daya manusia, kualitas cara kerja atau produk yang

berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti

memuaskan pada yang dilayani, baik internal maupun eksternal

dalam arti optimal atas pemenuhan atas tuntutan/persyaratan

pelanggan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian dan penjelasan mengenai

kualitas pelayanan tersebut dapat disimpulkan bahwa Kualitas

pelayanan publik merupakan usaha untuk memenuhi segala

sesuatu yang berhubungan kebutuhan serta keinginan konsumen

baik itu berupa barang dan jasa yang diharapkan dapat memenuhi

harapan dan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan.

b. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik

47
Berbagai pakar dalam menentukan dimensi kualitas sangat

beragam sesuai dengan sudut pandangnya, hal ini dapat

ditunjukkan beberapa dimensi kualitas, menurut Parasuraman,

Zeithaml, dan Berry (1985), yang telah mengidentifikasi 10

(sepuluh) kriteria untuk mengukur kualitas jasa pelayanan yaitu :

1) Reliability, mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kinerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).

Hal ini berarti lembaga memberikan jasanya secara tepat

semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga

berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi

janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang

disepakati;

2) Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai

untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan;

3) Competence, artinya setiap orang dalam suatu lembaga

memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar

dapat memberikan jasa tertentu;

4) Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini

berati lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu

menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi mudah

dihibingi, dan lain-lain;

48
5) Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan

keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti

resepsionis, operator telepon, dan sebagainya);

6) Communication, artinya memberikan informasi kepada

pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta

selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan;

7) Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas

mencakup nama lembaga, reputasi lembaga, karakteristik

pribadi contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan;

8) Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.

Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (physical safety),

kemamanan finansial (financial security), dan kerahasiaan

(confidentiality);

9) Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk

memahami kebutuhan pelanggan;

10)Tangibless, yaitu penampilan atau bukti fisik dari jasa, bisa

berupa fasilitas fisik bangunan atau peralatan yang

dipergunakan. memahami kebutuhan pelanggan;

Dalam perkembangan selanjutnya, kesepuluh dimensi

tersebut, oleh Parasuraman (2004:65) dirangkum menjadi hanya 5

(lima) dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :

1) Bukti fisik/nyata (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai dan sarana komunikasi.

49
2) Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan

memuaskan.

3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang

tanggap.

4) Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kemampuan,

kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf;

bebas dari bahaya, resiko atau keraguraguan.

5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan,komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan

memahami kebutuhan para pelanggan.

6. Teknologi Informasi

Definisi teknologi informasi menurut Sutabri (2014: 3) yaitu

sebagai berikut :

“Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan


untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai
cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu
informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang
digunakan keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan
merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan.”

Kadir dan Triwahyuni (2013: 10) mengemukaan bahwa :

“Teknologi informasi adalah studi penggunaan peralatan


elektronika, terutama komputer, untuk menyimpan,

50
menganalisis, dan mendistribusikan informasi apa saja,
termasuk kata-kata, bilangan, dan gambar.”

Lebih lanjut teknologi informasi menurut Darmawan (2012:

17) yaitu :

“Teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia


terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke
penerima sehingga lebih cepat, lebih luas sebarannya, lebih
lama penyimpannya.”

Richardus Eko Indrajit (2011:2) mengemukakan bahwa

Teknologi informasi adalah :

“Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang


berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi
dan proses penyaluran data/ informasi tersebut dalam batas-
batas ruang dan waktu.”

Secara sederhana, pengertian teknologi informasi adalah

fasilitas-fasilitas yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat

lunak dalam mendukung dan meningkatkan kualitas informasi

untuk setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas.

7. Electronic Government

Electronic Government yang lebih dikenal dengan sebutan e-

Government atau e-gov merupakan konsep yang sering

dideskripsikan secara beragam oleh beberapa pihak. Hal ini terjadi

karena penerapan e-gov di beberapa negara dan daerah memiliki

perbedaan, sesuai dengan keadaan negara atau daerah yang

bersangkutan.

51
Dengan adanya e-gov pemerintah berupaya merubah

kemampuan relasinya dengan pihak lain seperti masyarakat dan

swasta dengan menggunakan teknologi informasi.

Di sisi lain, untuk lebih detailnya Hardiansyah (2011:107-

108), menjelaskan mengenai definisi e-gov sebagai berikut :

”E-gov diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua


tindakan dalam sektor publik yang melibatkan teknologi
informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalkan
proses pelayanan publik yang lebih efisien, efektif, dan
transparan. E-gov merupakan elektronisasi pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat atau warga negara,
dengan adanya e-gov berarti juga dapat memangkas alur
birokrasi yang ada, yang bertujuan untuk meningkatkan
akses warga negara terhadap jasa pelayanan publik
pemerintah, meningkatkan akses masyarakat ke sumber-
sumber informasi yang dimiliki oleh pemerintah, menangani
keluhan masyarakat dan juga persamaan kualitas layanan
yang bisa dinikmati oleh seluruh warga negara.”

Dari beberapa pengertian mengenai e-gov yang telah

dipaparkan di atas, ada beberapa kesamaan dari setiap definisi e-

gov, antara lain :

a. Sebagai mekanisme baru dalam interaksi antara pemerintah

dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya yang

berkepentingan.

b. Melibatkan penggunaan teknologi informasi dan internet.

c. Bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Secara singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa e-gov secara

umum merupakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

berbasis internet yang dikelola oleh lembaga pemerintah. Upaya ini

52
untuk menjembatani relasi atau hubungan antara pemerintah dan

masyarakat serta para stakeholder lainnya seperti sektor bisnis

dengan tujuan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Electronic government atau E-government sebagai suatu

proses sistem pemerintahan dengan ICT (information,

communication and technology) sebagai alat untuk memberikan

kemudahan proses komunikasi dan transaksi kepada masyarakat,

organisasi bisnis dan antara lembaga pemerintah serta sifatnya.

Sehingga dapat dicapai efisiensi, efektivitas, transparansi dan

pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakatnya. Indrajit

(2011:83-86), menjabarkan penggunaan teknologi informasi ini

kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru, yaitu :

a. Government to Citizens (G-to-C)

Model pertama dari penerapan E-government yakni

relasi government to citizen’s atau (G-to-C). Model ini memuat

pelaksanaan E-government yang memuat relasi pemerintah dan

masyarakat. Indrajit, menjelaskan :

“Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi E-government yang


paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan
menerapkan berbagai potofolio teknologi informasi
dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan
interaksi dengan masyarakat. Tujuan utama dibangunnya
aplikasi E-government bertipe G-to-C adalah untuk untuk
mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui
kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat
dengan mudah menjangkau pemerintahannya utnuk
pemenuhan kebutuhan pelayanan sehari-hari.”

53
Model G-to-C merupakan sektor pelayanan yang fokus

pada kemampuan pemerintah dan warga negara untuk bertukar

informasi satu sama lain dalam sebuah bentuk elektronik yang

efisien. Model ini berusaha untuk memperbaiki dengan semakin

mendekatkan pemerintah dengan masyarakat melalui

pelayanan yang dibangun dengan basis teknologi dan informasi.

Hal ini menjadikan akses pemerintah terhadap pelayanan publik

menjadi lebih mudah dan terjangkau bagi masyarakat.

b. Government to Business (G-to-B)

Model E-government selanjutnya yaitu model

government to business (G-to-B). Model E-government ini

menyediakan pelayanan dan membuka relasi pemerintah

dengan pihak bisnis. Hal ini sesuai dengan penjelasan Indrajit

(2011:43), berikut ini :

“Salah satu tugas utama dari pemerintah adalah


membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar
roda perekonomian sebuah negara dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Diperlukan relasi yang baik
antara pemerintah dengan kalangan bisnis tidak saja
bertujuan untuk memperlancar para praktisi bisnis dalam
menjalankan roda perusahaannya, namun lebih jauh lagi
banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah jika
terjadi relasi interaksi yang baik dan efektif dengan
industri swasta.”

Dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, perusahaan

swasta membutuhkan banyak sekali data dan informasi yang

dimiliki oleh pemerintah. Di samping itu, yang bersangkutan

54
juga harus berinteraksi dengan berbagai lembaga kenegaraan

karena berkaitan dengan hak dan kewajiban organisasinya.

Penerapan E-government akan memberikan keuntungan baik

bagi pemerintah dan pihak bisnis. Misalnya melalui penerimaan

pajak dan pengembangan ekonomi dengan adanya perusahaan

dan sektor bisnis.

c. Government to Government (G-to-G)

Model E-government selanjutnya yaitu model

Government to Government (G-to-G). Model ini memuat

penerapan E-government pada hubungan antara instansi

pemerintah dan internal instansi pemerintah. Indrajit (2011:44),

menjabarkan :

“Kebutuhan untuk berinteraksi antar satu pemerintah


dengan pemerintah setiap harinya tidak hanya berkisar
pada hal-hal yang berbau diplomasi semata, namun lebih
jauh lagi yakni untuk memperlancar kerjasama antar
negara dan kerjasama antar entiti-entiti negara
(masyarakat, industri, perusahaan, dan lain-lain) dalam
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi
perdagangan, proses-proses politik, mekanisme
hubungan sosial dan budaya, dan lain sebagainya.”

Model G-to-G memberikan fasilitas relasi, komunikasi,

dan koordinasi internal suatu instansi pemerintahan. Selain itu,

model ini juga dapat dipergunakan untuk kordinasi antara satu

instansi pemerintahan dengan instansi pemerintah yang lainnya.

Bahkan untuk lebih jauhnya model ini dapat bermanfaat untuk

memperlancar kerjasama pemerintah dengan stakeholder-

55
stakeholder lain seperti masyarakat dan perusahaan atau sektor

bisnis.

d. Government to Employees (G-to-E)

Model E-government juga dapat dipergunakan untuk

mengatur dan mengelola pegawai di suatu instansi

pemerintahan. Model ini disebut model government to employee

(G-to-G). Indrajit (2011:45), menambahkan bahwa: “Aplikasi E-

government juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan

kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan

pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai

pelayan masyarakat.”

Penerapan model G-to-E merupakan suatu

pengembangan yang dilakukan pemerintah dalam rangka

perbaikan kualitas-kualitas sumber daya manusia atau pegawai

di intansi pemerintahan. Model G-to-E juga dapat dipergunakan

sebagai bentuk fasilitas tunjangan asuransi kesehatan,

pendidikan, dan kesejahteraan lain dari para pegawai dan

keluarganya. Namun sepertinya model ini masih minim

dilaksanakan di Indonesia. Selain itu. model ini juga membantu

pemerintah dalam hal melaksanakan perencanaan instansi

pemerintahan tersebut.

B. Penelitian Terdahulu

56
Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebagai

referensi dalam penelitian ini di antaranya :

1. Raden Dewi Setiani (2018) judul penelitian “Implementasi

Kebijakan Pembentukan Kabupaten/Kota Layak Anak Pada Bidang

Pendidikan dan Kesehatan Di Kabupaten Pandeglang”. Latar

belakang penelitian adalah terdapat hambatan pemenuhan hak

anak untuk mewujudkan KLA di Kabupaten Pandeglang Bidang

pendidikan dan kesehatan, Tujuan penelitian untuk menganalisa

implementasi kebijakan pembentukan KLA, menganalisa faktor

yang mendukung dan menghambat pelaksanaan kebijakan

pembentukan KLA Bidang Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten

Pandeglang. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

dengan teknik pengumpulan data melalui Wawancara, Observasi

dan Studi Dokumen. Sebagai narasumber ada 8 informan

Stakeholder KLA Pandeglang. Teknik analisis data dilakukan

dengan memahami dan menyusun data yang telah diperoleh

secara sistematis menggunakan Open Coding (Pengodean

Terbuka), Axial Coding (Pengodean Berporos), Selective Coding

(Pengodean Selektif). Berdasarkan dimensi implementasi yang

dikemukakan oleh Van Metter & Van Horn yang mencakup aspek

ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen

pelaksana, sikap dan kecenderungan para pelaksana, komunikasi

antar organisasi dan aktivitas pelaksana, serta lingkungan ekonomi,

57
sosial dan politik dalam implementasi Kebijakan Pembentukan KLA

pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pandeglang.

Hasil penelitian secara umum sudah cukup baik dilihat dari

keseriusan Pemkab Pandeglang dengan mengeluarkan kebijakan

melalui Keputusan Bupati tentang Gugus Tugas sebagai upaya

untuk membentuk KLA di Kabupaten Pandeglang dalam rangka

pemenuhan hak-hak anak, walaupun pemenuhan hak anak masih

belum maksimal dengan tidak adanya alokasi anggaran khusus,

terbatasnya ruang tempat anak serta kurangnya pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang KLA.

2. Yayat Rukayat (2017) judul penelitiannya “Kualitas Pelayanan

Publik Bidang Administrasi Kependudukan Di Kecamatan Pasir

Jambu”. Pemerintah sebagai penyedia layanan publik yang

dibutuhkan oleh masyarakat harus bertanggung jawab dan terus

berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik demi

peningkatan pelayanan publik. Disisi lain kepuasan masyarakat

adalah tolak ukur dari keberhasilan pelayanan publik yang diberikan

oleh penyedia layanan publik. Penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk

mengetahui kualitas pelayanan publik bidang administrasi

kependudukan di Kecamatan Pasir Jambu. Teknik analisis data

yang digunakan adalah model interaktif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik bidang administrasi

58
kependudukan di Kecamatan Pasir Jambu dilihat dari aspek

fasilitas fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati yaitu

bagian Pelayanan Umum di Kecamatan Pasir Jambu belum

memenuhi fasilitas pelayanan yang memadai untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat merasa puas dengan

pelayanan yang di berikan Kecamatan Pasir Jambu dalam aspek

reliability mengenai kehandalan dalam menangani setiap keluhan

masyarakat. Pegawai dalam hal membantu masyarakat yang

membutuhkan pelayanan khususnya masyarakat yang bingung

dengan pelayanan sudah terlihat antara petugas dan pengunjung

yang saling berkomunikasi. Keamanan di Kecamatan Pasir Jambu

sudah menunjukan upaya meningkatkan kualitas pelayanannya

terkait memberikan rasa aman bagi masyarakat. Empati yang

diberikan pihak Kecamatan Pasir Jambu yaitu dengan memberikan

kesan yang menyenangkan.

3. Said Fahrin (2020) dengan judul penelitian “Implementasi Kebijakan

Pengurusan Perizinan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)

Pada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Medan”. Perizinan merupakan segala bentuk persetujuan

yang dikeluarkan pemerintah yang memiliki kewenangan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan. Perizinan merupakan

salah satu bentuk dari pelayanan publik dalam hal perizinan

kegiatan kepariwisataan. Izin adalah perangkat hukum administrasi

59
yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan warganya agar

berjalan dengan teratur dan untuktujuan ini diperlukan perangkat

administrasi. Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Medan. Tujuan

penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan implementasi Kebijakan

Proses Pengurusan Perizinan terkait Tanda Daftar Usaha

Pariwisata (TDUP) Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan

Rekreasi pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu metode deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini

yaitu pegawai di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh hasil bahwa sosialisasi informasi yang dilakukan oleh

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

tergolong baik. Pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Medan memiliki kompetensi dan

kemampuan yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Sikap dan respon pegawai dalam memberikan

pelayanan cukup baik dan pegawai melayani dengan baik keluhan

dan kritik yang muncul dari masyarakat. hambatan dan kendala

yang menganggu pelaksanaan pengurusan perizinan antara lain

koneksi internet yang kurang baik, fasilitas pendukung seperti

komputer dan ruang tunggu perlu ditambah ke depannya serta

60
masyarakat yang belum paham tentang mekanisme dan prosedur

pengurusan perizinan Tanda Daftar Usaha Pariwisata.

4. Syamsul Bahri, dkk (2020) “Public Policy Implementation in Efforts

to Improve Public Service Quality in Tangerang City”. Public service

is the most critical task for the Tangerang City government

bureaucracy. The Tangerang City Government is the government

organ closest to the people it serves to empower. This study seeks

to describe the implementation of public policies to improve the

quality of public services to improve people's welfare in the city of

Tangerang. This research uses a qualitative approach with

descriptive methods. The results show that public services to

improve welfare can be seen from 5 dimensions, namely: (1)

Tangibles are something that is visible and directly proven,

generally aimed at the form of office appearance, the comfort of the

room where it provides public services, the completeness of the

facilities provided, the presence of officers who serve to support

implementation of public services; (2) Reliability, which is the ability

to deliver promised public services in a timely manner, according to

procedures, equality / equal treatment of officers with simplicity, and

speed, is a reliable, accurate and consistent capability in providing

public services as desired by consumers (3) Responsiveness is a

high sensitivity towards consumers followed by acting appropriately

in accordance with the needs as seen by the desires of public

61
service providers to help consumers; (4) Assurance as a guarantee

of security in obtaining public services so that there are no doubts

about the emergence of errors in the provision of public services;

(5) Emphaty, namely feeling what other people think and trying to

understand and understand what the wants, wants and needs of

customers include; understanding customer needs, desires

(motivation) to help customers (society), conformity of service to

customer needs (community), concern for customers (community),

and the desire to follow up on criticism and suggestions with

problems managing the needs of service users.

5. Wisber Wiryanto (2020) “Initiative and Implementation of The Public

Service Innovation by Regional Government in Indonesia”. Based

on the Government Regulation No. 38/2017 Concerning Regional

Innovation, the government of Indonesia has established an

innovation policy for the regional government to improve public

services. Therefore, it is the need a study to answer the question,

how steps are needed by regional government agencies to carry

out initiative and implementation of public service innovation? The

purpose of this study, to find out about steps, problems, and

solutions for regional government agencies in implementing public

service innovation. The research method through the library

research method uses a qualitative descriptive method. Data

collection techniques using printed and electronic media

62
instruments, websites to collect secondary data which is relevant for

this study. Furthermore, a qualitative analysis technique was used

to analyze data. The locus of this study was selected through a

purposive sampling technique, so the regional government

agencies with implemented public service innovation can be

selected. This study was conducted in 2019. The results of this

study shown, there are variations among regional government

agencies in implementing public service innovation. On the one

hand, some regional government agencies have implemented both

initiative and implementation of public service innovation. While on

the other hand, some regional government agencies have not yet

implemented initiatives and implementation of public service

innovation. Therefore, some regional government agencies need to

be made as an innovation laboratory to encourage public service

innovation.

6. Gurmeet Singh dan Neale J Slack (2020) “New Public Management

and Customer Perceptions of Service Quality”. The purpose of this

study is to explore the impact of New Public Management (NPM)

reform on customers’ perceptions of service quality. This study uses

a mixed methods research design. For quantitative data, we use a

structured questionnaire and for qualitative data a single,

longitudinal, explanatory case study. The case study and survey

research findings integrate well and suggest that NPM reform under

63
the right circumstances can result in tangible improvements in

service quality, even in the short term. However, NPM reform

should not be perceived as a silver bullet that can overcome

overnight all inculcated Weberian bureaucratic weaknesses of the

public sector that have built up over many years. This research

provides significant contribution to new knowledge relating to the

impact of NPM on customer perception of service quality, and in

particular relating to a Small Island Developing states (SIDs).

Dari beberapa penelitian tersebut diatas terdapat beberapa

hal persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun

persamaannya yaitu :

1. Memiliki tujuan yang berkaitan dengan implentasi kebijakan,

dimana menganalisa sejauh mana implementasi kebijakan

tersebut berjalan sejauh ini.

2. Menganalisa tingkat kualitas pelayanan publik yang berjalan

selama ini dengan kondisi kebijakan yang diterapkan atau

menjadi dasar regulasi dalam melaksanakan pelayanan

publik.

3. Menggali hambatan yang terjadi dan mencari solusi atau

upaya dalam menghadapi hambatan – hambatan tersebut.

Sementara perbedaan antara penelitian terdahulu diatas

dengan penelitian ini hanya terdapat pada locus penelitian, dimana

tempat lokasi yang menjadi fokus penelitian berbeda.

64
C. Kerangka Pemikiran

Pemerintah memiliki tugas dan fungsi untuk berperan sebagai

penyelenggara pelayanan publik, karena hakikatnya pemerintah hadir

sebagai pelayan untuk memenuhi kebutuhan publik. Mewujudkan

pelayanan publik yang berkualitas, menjadi tujuan dan cita-cita

pemerintah dalam kehidupan bernegara.

Dengan hadirnya kebijakan penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, dimana

sebelumnya persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik

umumnya masih belum seperti yang diharapkan.

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara sebagai salah satu unit Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

Provinsi DKI Jakarta yang berperan pula untuk meningkatkan kualitas

pelayanan publik khususnya di wilayah Kota Administrasi Jakarta

Utara.

Untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan

penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dalam

mewujudkan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi Jakarta Utara maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut.

65
Maka penulis mengambil teori Randall B. Ripley and Grace A.

Franklin (1986 : 232-33) dalam mengukur keberhasilan implementasi

kebijakan. Dengan demikian ada 3 (tiga) perspektif untuk mengukur

keberhasilan impelementasi kebijakan. Ketiga pengukuran tersebut

yaitu adalah :

1. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku.

Perspektif pertama (compliance perspective) memahami

keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai

kepatuhan para implementor dalam melaksanakan kebijakan yang

tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-undang,

peraturan pemerintah, atau program. (dalam Purwanto dan

Sulistyastuti, 2012:69).

2. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi

Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya

rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah- masalah yang dihadapi;

(dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik: Volume 1 ( Nomor

1) tahun 2010).

3. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.

Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah

pada implementasi/pelaksanaan dan dampaknya (manfaat) yang

dikehendaki dari semua program-program yang dikehendaki.

66
(dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik : Volume 1 ( Nomor

1) tahun 2010).

Sedangkan untuk mengetahui kualitas pelayanan penulis

mengambil teori yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry (1985) yang telah dirangkum oleh Parasuraman (2004:65)

menjadi hanya 5 (lima) dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :

1. Bukti fisik/nyata (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang

tanggap.

4. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari

bahaya, resiko atau keraguraguan.

5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan,komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami

kebutuhan para pelanggan.

67
D. Diagram Alur Proses Penelitian

Landasan Kebijakan Fenomena Masalah Pertanyaan Penelitian


Permendagri No. 24 tahun 2006 Tingkat kepatuhan Bagaimana Implementasi Kebijakan
tentang Pedoman implementor belum sesuai Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Penyelenggaraan PTSP harapan (PTSP) Kota Administrasi Jakarta
UU 23 tahun 2014 tentang Kulitas pelayanan pada Utara. (Teori Ripley & Franklin,
Pemerintahan Daerah beberapa dimensi belum 1986:12)
Permendagri No. 138 tahun sesuai harapan Bagaimana kualitas pelayanan dalam
2017 tentang Penyelenggaraan Pelaksanaan rutinitas Implementasi Kebijakan Pelayanan
PTSP fungsi masih menghadapi Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kota
Pergub DKI Jakarta No. 160 berbagai kendala Administrasi Jakarta Utara. (Teori
Tahun 2019 tentang Organisasi Capaian kinerja, beberapa Parasuraman at.al, 1988:23)
dan Tata Kerja Dinas PMPTSP belum sesuai dengan Hambatan dalam Implementasi
DKI Jakarta target kinerja Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu
Pergub DKI Jakarta No.47 Pintu (PTSP) Kota Administrasi
Tahun 2017 tentang Petunjuk Jakarta Utara.
Pelaksanaan PTSP Upaya atau solusi untuk mengatasi
Peraturan Kepala Dinas PM- hambatan Implementasi Kebijakan
PTSP DKI Jakarta No. 23 tahun Pelayanan Terpadu Satu Pintu
2017 tentang Peningkatan (PTSP) Kota Administrasi Jakarta
Pelayanan pada Dinas PM- Utara.
PTSP dalam rangka
Kemudahan Berusaha

Saran Kesimpulan Hasil Penelitian


Implementasi kebijakan PTSP Implementasi kebijakan PTSP
Pre Memory Kualitas Pelayanan Kualitas Pelayanan
Hambatan Hambatan
Solusi mengatasi hambatan Solusi mengatasi hambatan

Gambar 2.1 : Diagram Alur Proses Penelitian

68
E. Model Penelitian

Landasan Kebijakan Diantaranya :


Permendagri No. 138 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Pergub DKI Jakarta No. 160 Tahun 2019 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas PMPTSP DKI Jakarta

Keberhasilan Implementasi Kualitas Pelayanan :


Kebijakan : Bukti Fisik (tangible)
Tingkat Kepatuhan Keandalan (reliability)
Kelancaran Rutinitas Fungsi Daya tanggap
Kinerja / Dampak Yang (responsiveness)
Dikehendaki Jaminan (assurance)
Empati (emphaty)

Randall B. Ripley and Grace A. Parasuraman,at.al, (1988:23)


Franklin (1986:12)

Terwujudnya Pelayanan Publik Yang Ideal di UP PMPTSP Kota


Administrasi Jakarta Utara

Gambar 2.2 : Model Penelitian

69
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Penelitian dengan pendekatan kualitatif, (McMillan

& Schumacher, 2003). Analisisnya bersifat kualitatif yang lebih

mengutamakan makna dari pada generalisasi atas suatu obyek yang

diteliti.

Jenis data yang digunakan dalam studi ini meliputi data primer

dan sekunder. Data sekunder berupa profil, visi-misi, tugas pokok dan

fungsi serta jenis-jenis perizinan dan non perizinan yang menjadi

kewenangan Unit Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara. Selain data

sekunder, studi ini terutama menggunakan data primer untuk

keperluan analisis studi. Data primer tersebut meliputi berbagai

informasi mengenai PTSP di Unit Pengelola Penanaman Modal Dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara yang

70
diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan berbagai

narasumber (in-depth interview).

Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis

yang dilakukan dengan memahami dan menyusun data yang telah

diperoleh secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai

masalah atau keadaan yang akan diteliti. Setelah dilakukan analisis

data, akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir

deduktif, yaitu suatu pola berpikir yang mendasarkan pada hal-hal

yang bersifat umum, untuk kemudian ditarik suatu generalisasi atau

kesimpulan yang bersifat khusus (Moleong, 2011:187).

B. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan

untuk mencari jawaban atas pertanyan apa itu hakikat realitas, apa

hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara

peneliti mengetahui realitas. Paradigma adalah kumpulan tata nilai

yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak

pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang

mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana

seseorang menanggapi realita tersebut (Fuad dan Nugroho, 2014:2).

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah

paradigma konstruktivis. Paradigma ini memandang bahwa kenyataan

itu hasil konstruksi atau bentukan manusia itu sendiri. Kenyataan itu

bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan.

71
Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir

seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat

tetap akan tetapi berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan

paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan

itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi

juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti.

Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek

dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan

hasil pengalaman semata, tetapi juga merupakan hasil konstruksi oleh

pemikiran. (Arifin, 2012:140).

C. Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:209), “penentuan fokus dalam

penelitian lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan

diperoleh dari situasi sosial di lapangan”. Kebaruan informasi tersebut

dapat berupa upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam

tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan untuk menghasilkan

asumsi dasar dari situasi sosial yang diteliti.

Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) perspektif sebagai pedoman

untuk mengukur keberhasilan impelementasi kebijakan menurut

Randall B. Ripley and Grace A. Franklin (1986 : 232-33). Ketiga

pengukuran tersebut adalah :

1. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku.

72
Perspektif pertama (compliance perspective) memahami

keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai

kepatuhan para implementor dalam melaksanakan kebijakan yang

tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-undang,

peraturan pemerintah, atau program. (dalam Purwanto dan

Sulistyastuti, 2012:69).

73
2. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi

Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya

rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah-masalah yang dihadapi;

(dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik: Volume 1 ( Nomor

1) tahun 2010).

3. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.

Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah

pada implementasi/pelaksanaan dan dampaknya (manfaat) yang

dikehendaki dari semua program-program yang dikehendaki.

(dalam Akib, Haedar. Jurnal Administrasi Publik : Volume 1 ( Nomor

1) tahun 2010).

Sedangkan untuk mengetahui kualitas pelayanan penulis

mengambil teori yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry (1985) (dalam Tjiptono (1997:76) yang telah dirangkum oleh

Parasuraman (2004:65) menjadi hanya 5 (lima) dimensi pokok, yaitu

sebagai berikut :

1. Bukti fisik/nyata (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan

yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang

tanggap.

74
4. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari

bahaya, resiko atau keraguraguan.

5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami

kebutuhan para pelanggan.

D. Penentuan Informan

Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik

Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2014:218) teknik Purposive

Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

berbagai pertimbangan tertenu, maksudnya adalah memilih sampel

atau informan yang mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti.

Wawancara mendalam secara intensif dilakukan untuk menggali

perspektif narasumber tentang PTSP di Unit Pengelola Penanaman

Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta

Utara. Metode ini dipilih karena paling sesuai untuk menggali informasi

dari masing-masing narasumber secara lebih mendalam serta fleksibel

dalam pelaksanaanya. Wawancara ini dilakukan terhadap narasumber

di Unit Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara.

75
Tabel 3.1 : Informan Penelitian

Jenis Informan Informan Jumlah Kode


drg. Lamhot Tambunan, MKM
Informan Kunci Kepala Unit Pengelola PMPTSP 1 orang IF1
Jakarta Utara
Aminatun Rodiyah
Informan Kunci 1 orang IF2
Kasubbag Tata Usaha
Etty Sulistiati
Informan Kunci Satuan Pelaksana Penanaman 1 orang IF3
Modal
Nandia Tri Pangestika
Informan Kunci 1 orang IF4
Satuan Pelaksana Pelayanan 1

Dwi James
Informan Kunci 1 orang IF5
Satuan Pelaksana Pelayanan 2

Informan Ahli Dr. Mary Ismowati, M.Si 1 orang IF6

Informan Umum Penerima Pelayanan 3 orang IF7-9

Jumlah 9 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Sumber data primer menurut Sugiyono (2014:156) adalah

“sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul

data”. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah :

a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara

mengadakan tanya jawab baik secara langsung maupun tidak

langsung secara bertatap muka dengan sumber data (informan)

76
untuk memperoleh informasi dari permasalahan yang diteliti.

Dalam penelitian kualitatif wawancara yang digunakan adalah

bersifat mendalam, dengan teknik wawancara tidak terstruktur

dimana pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan keadaan

dan ciri yang unik dari informan dan pelaksanaan wawancara

mengalir seperti percakapan sehari-hari.

b. Teknik Observasi

Teknik Observasi menurut Sutrisno Hadi (sugiyono, 2014:166)

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Observasi

dilakukan dengan mengamati langsung berbagai fenomena

yang sedang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder menurut Sugiyono (2014:156) adalah

“sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data”. Sumber data sekunder misalnya melalui buku-

buku referensi, catatan-catatan, dari hasil perkuliahan, dokumen-

dokumen, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

bacaan lain dari berbagai disiplin ilmu yang ada hubungannya

dengan penelitian yang dilakukan. Langkah-langkah ini meliputi,

membuat kategori-kategori atas informasi yang diperoleh (open

coding), memilih salah satu katagori dan menempatkannya dalam

satu teoritis (axial coding), lalu merangkai sebuah cerita dari

77
hubungan antar kategori ini (selective coding) (Corbin & Strauss,

2007; Strauss & Corbin, 1990 dalam John W. Creswell, 2010:275).

F. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2008:91) terdapat tiga tahapan dalam menganalisis

data pada penelitian kualitatif. Ketiga tahapan tersebut adalah :

1. Data Reduction

Setelah melakukan pengambilan data, maka data yang didapatkan

tentunya akan sangat banyak. Melalui reduksi data, maka data

yang besar diolah menjadi lebih spesifik dengan cara

menghilangkan atau mereduksi data-data yang berada diluar tujuan

penelitian serta mencari data-data pokok. Dengan begitu maka data

yang dihasilkan akan lebih focus dan sesuai dengan kebutuhan

peneliti.

2. Data Display

Data display berarti menyajikan data yang telah direduksi. Dalam

hal ini, penyajian data dapat dilakukan dengan menggunakan

bagan ataupun naratif. Tujuannya adalah memudahkan pembaca

dalam memahami hasil data yang didapatkan.

3. Conclusion

Kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah dalam sebuah

penelitian.

78
G. Uji Keabsahan Data

Semua data yang diperoleh dari lapangan yang telah dipisahkan

kemudian disusun untuk mencari pola, hubungan dan kecenderungan

hingga sampai pada tahap kesimpulan. Untuk memperkuat kesimpulan

dari penelitian diperlukan verifikasi ulang atau menambahkan data

baru yang mendukung kesimpulan tersebut sehingga kesimpulan akan

menjadi data yang valid. Dalam proses ini peran bahan bacaan atau

literature review dapat membantu peneliti untuk memperoleh

kesimpulan yang valid berkaitan dengan hasil data yang diperoleh darl

lapangan dengan triangulasi data.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu. Terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber,

triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada

sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, dan triangulasi waktu

dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

Penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan

teknik imana peneliti mengecek data yang telah diperoleh dari

beberapa sumber (informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan

79
benar (valid) dan juga melakukan observasi serta dokumentasi

diberbagai sumber.

H. Lokasi dan Jadwal Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Unit Pengelola Penanaman Modal

Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

yang beralamat di Komplek Kantor Walikota Administrasi Jakarta

Utara Jl. Yos Sudarso No.27-29 RT.19 RW.05 Kelurahan Kebon

Bawang Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara – 14320.

2. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Desember tahun 2020 sampai

bulan April tahun 2021 seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

2020 2021
No Kegiatan
Desember Januari Februari Maret
1 Penyusunan Proposal
2 Pengajuan Proposal
Pengumpulan
3
Referensi
4 Wawancara Informan
5 Penulisan Bab 4-5
6 Pengajuan Tesis
7 Bimbingan Tesis
8 Ujian Proposal
9 Prasidang
10 Sidang Tesis

80
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Unit Pengelola PMPTSP Kota Administrasi

Jakarta Utara

Berdasarkan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor 160 tahun 2019 tentang Organisasi Dan

Tata Kerja Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (DPMPTSP), Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

merupakan unit kerja atau subordinat dari Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Provinsi DKI Jakarta pada tingkat

Kota. Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan

pendataan dan pengawasan penanaman modal serta

penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai

kewenangan.

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota yang

berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala

81
Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP).

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi dibantu dengan 1 (satu) orang Kepala Subbagian Tata

Usaha, 1 (satu) orang Satuan Pelaksana Penanaman Modal, 1

(satu) Satuan Pelaksana Pelayanan 1 dan 1 (satu) orang Satuan

Pelaksana Pelayanan 2.

2. Gambaran Kinerja Unit Pengelola PMPTSP Kota Administrasi

Jakarta Utara Tahun 2019

Pada dokumen Realisasi Rencana Kinerja Tahun 2019 ada

2 (dua) unsur yang dinilai dari keberhasilan Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) yaitu Perjanjian Kinerja dan Anggaran.

Berdasarkan hasil Realisasi Rencana Kinerja Tahun 2019 pada

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Jakarta Utara di unsur Perjanjian Kinerja mayoritas

tercapai 100% (seratus persen) yang terdiri dari beberapa aktivitas

kinerja diantaranya :

a. Koordinasi pelaksanaan kegiatan melalui Goes To Sarana

Publik, dengan target 4 (empat) laporan dan dicapai dengan

100% (seratus persen).

82
b. Penyampaian Laporan Fungsional Bendahara Pengeluaran

SKPD sesuai dengan SAP secara tepat waktu, dicapai

dengan 100% (seratus persen).

c. Prosentase Penyampaian Pelaporan Perizinan dan Non

Perizinan pada Sistem Aplikasi Pelaporan secara Tepat

Waktu, dicapai dengan 100% (seratus persen).

d. Prosentase updating data kepegawaian, dicapai dengan

100% (seratus persen).

e. Prosentase Pengiriman Laporan Retribusi Tepat Waktu ke

DPMPTSP, dicapai dengan 100% (seratus persen).

f. Persentase progres sensus aset/barang inventaris OPD,

dicapai dengan 100% (seratus persen).

Jika dilihat pada dokumen Realisasi Rencana Kinerja Tahun

2019 dalam unsur Perjanjian Kinerja, Unit Pengelola Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Jakarta Utara dapat

melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan sesuai target.

Ini terbukti pada capaian triwulan pertama hingga triwulan ke empat

capaian yang diraih selalu sesuai target.

Sementara pada unsur Anggaran tidak ada satu pun target

yang tercapai 100% (seratus persen). Adapun kegiatan anggaran

tersebut yaitu :

a. Penyediaan Jasa Petugas Penunjang Kegiatan

Kantor/Lapangan, hingga triwulan ke empat realisasi hanya

83
mencapai 99,09% (sembilan puluh sembilan koma nol

sembilan persen).

b. Pemeliharaan peralatan dan perlengkapan kerja, capaian

realisasinya 0% (nol persen). Artinya tidak ada anggaran

yang diserap pada kegiatan anggaran ini.

c. Penyediaan barang cetakan dan penggandaan, pada

kegiatan anggaran ini realisasi yang dicapai sebesar 73,52%

(tujuh puluh tiga koma lima puluh dua persen).

d. Penyediaan alat tulis kantor, realisasi anggaran yang dicapai

sebesar 76,84% (tujuh puluh enam koma delapan puluh

empat persen).

e. Penyediaan makanan dan minuman, capaian anggaran

hanya sebesar 45,72% (empat puluh lima koma tujuh puluh

dua persen).

Pada unsur Anggaran inilah yang mengakibatkan kinerja

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Jakarta Utara pada tahun 2019 tidak mencapai target.

3. Tugas Pokok Dan Fungsi Unit Pengelola PMPTSP Kota

Administrasi Jakarta Utara

Mengacu pada Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor 160 tahun 2019 tentang Organisasi Dan

Tata Kerja Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

84
Pintu (DPMPTSP), Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

mempunyai tugas menyelenggarakan pendataan dan pengawasan

penanaman modal serta penyelenggaraan pelayanan perizinan dan

non perizinan sesuai kewenangan. Dalam melaksanakan tugas

tesebut Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara mempunyai fungsi

diantaranya sebagai berikut :

a. Penyusunan Rencana Strategis, Rencana Kerja, Rencana Kerja

dan Anggaran Dinas sesuai dengan lingkup tugas dan

fungsingya

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Angaran Dinas sesuai

dengan lingkup tugas dan fungsinya

c. Perumusan kebijakan, proses bisnis, standar dan prosedur Unit

Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota

d. Pelaksanaan kebijakan, proses bisnis, standar dan prosedur

Unit Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota

e. Penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan

lingkup tugas dan fungsinya

f. Pendistribusian berkas izin dan non izin yang bukan

kewenangan

85
g. Pengarsipan dokumen yang terkait dengan izin dan non izin

yang diterbitkan

h. Penetapan dan pemberian sanksi terhadap penyalahgunaan

izin dan non izin yang diterbitkan oleh Unit Pengelola

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

i. Pelaksanaan penyelesaian pengaduan/keluhan atas pelayanan

Unit Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kecamatan yang tidak dapat diselesaikan

j. Pelaksanaan pendataan dan pengawasan penanaman modal

sesuai kewenangan sesuai lingkup tugas dan fungsinya

k. Pelaksanaan kordinasi penyusunan bahan dan pelaksanaan

sosialisasi kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan

pelayanan Perizinan dan Non Perizinan seauai lingkup tugas

dan fungsi

l. Pelaksanaan sosialisasi kebijakan dan regulasi terkait

penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu

m. Pelaksanaan kesekretariatan Unit Pengelola Penanaman Modal

Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

n. Pelaksanaan kordinasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan

pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas

sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya

o. Pelaksanaan tugas dan fungsi kedinasan lain yang diberikan

oleh Kepala Dinas

86
4. Visi Misi, Budaya/Tata Nilai Dan Struktrur Organisasi Unit

Pengelola PMPTSP Kota Administrasi Jakarta Utara

Melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12

Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu, Visi Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Provinsi DKI Jakarta adalah “Solusi Investasi Dan Perizinan

di Jakarta”. Sedangkan Misi Dinas Penanaman Modal Dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta yaitu terdiri

dari :

a. Meningkatkan nilai investasi melalui promosi, penyempurnaan

peraturan dan pengendalian pelaksanaan penanaman modal

dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi

b. Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan melalui penciptaan

inovasi layanan berbasis sistem teknologi informasi

c. Mengelola pengaduan masyarakat dengan berbasis quick

response

d. Melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas aparatur

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) sesuai kompetensi

e. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai dan handal

Adapun budaya atau tata nilai organisasi Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta

87
yaitu, SETIA (Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal). Berikut

adalah struktrur organisasi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta.

88
Gambar 4.1
Struktrur Organisasi DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta
5. Jenis Perizinan dan Non Perizinan Yang Menjadi Kewenangan

Unit Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

Tabel 4.1 : Daftar Jenis Perizinan Dan Non Perizinan

No Nama Izin dan Non Izin


1 Izin Operasional Rumah Sakit Tipe C dan Tipe D
2 Izin Pendirian Rumah Sakit Tipe C dan Tipe D
3 Izin Pendirian Penyelenggaraan Bank Sel Punca Darah Tali Pusat
4 Izin Penyelenggaraan Unit Pelayanan Dialis di Rumah Sakit
5 Izin Penambahan Jenis Produksi Alat Kesehatan
6 Izin Cabang Pedagang Besar Farmasi
7 Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan
8 Izin Ambulans
9 Izin Pelaksanaan Penempatan Bangunan Pelengkap
10 Izin Usaha Pengelolaan Sampah
11 Peta Situasi Ukur/Pengukuran Lahan
12 Ketetapan Rencana Kota Tingkat Sedang
13 Pengesahan Gambar Perencanaan Arsitektur
14 Izin Penyelenggaraan Reklame
15 Izin Usaha Jasa Konstruksi
16 Tata Letak Bangunan Untuk Bangunan Menara
17 Tata Letak Bangunan Untuk Bangunan Reklame
18 Izin Usaha Jasa Konsultan
19 Izin Mendirikan Bangunan Non Rumah Tinggal < 8 Lantai
20 Surat Kelayakan Konstruksi Menara
21 Sertifikat Layak Fungsi Bangunan Non Rumah Tinggal < 8 Lantai
22 Izin Pelaku Teknis Bangunan
23 Sertifikat Keselamatan Kebakaran Bangunan < 8 Lantai
24 Rekomendasi Keselamatan Kebakaran Bangunan < 8 Lantai
25 Tanda Daftar Keahlian Keselamatan Kebakaran
26 Izin Gangguan Industri Kelas A dan Kelas B

89
No Nama Izin dan Non Izin
Izin Kantor Cabang Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
27
Indonesia Swasta
28 Izin Lingkungan (UKL-UPL) dan (DPLH) Kelas B
29 Izin Pengumbul Limbah B3
30 Izin Usaha Pengeboran Air Bawah Tanah
31 Izin Operasional Concrete Batching Plant
32 Izin Pengumpul Limbah Minyak Goreng
33 Izin Kegiatan Penunjang Dalam Terminal
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan
34
Bermotor Umum Dalam Trayek
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan
35
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek
35 Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang
Penetapan Status, Perubahan Status, Peremajaan dan Balik
36
Nama Kendaraan Angkutan Umum
37 Izin Usaha Bongkar Muat Barang
38 Izin Usaha Depo Peti Kemas
39 Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi
40 Izin Usaha Pelayaran Rakyat
41 Pas Kecil dan Sertifikat Kesempurnaan
42 Izin Pool
43 Izin Usaha Angkutan Penyebrangan
44 Izin Penyelenggaraan Kegiatan Keolahragaan dan Kepemudaan
45 Izin Penangkapan Ikan 5-30GT
46 Izin Kapal Pengangkut Ikan 5-10GT
47 Izin Penangkapan Ikan Andon 5-10GT
48 Izin Usaha Penangkapan Ikan 5-10GT
49 Tanda Pencatatan Kapal Penagkap Ikan < 5GT
50 Izin Distributor Obat Hewan
51 Izin Pemasukan Ternak
Izin Pemasukan/Pengeluaran Hewan dan Produk Hewan
52
(Domestik)
53 Izin Distributor Daging
54 Izin Pengangkutan Daging
55 Izin Usaha Pemotongan Ternak

90
No Nama Izin dan Non Izin

56 Izin Distributor Pakan Hewan Kesayangan


57 Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan
58 Industri Pengolahan Kayu
Izin Pengedar/Penampung Tumbuhan dan Satwa Liar Yang Tidak
59
Dilindungi dan Non Appendix CITES
60 Izin Operasional Penyediaan Tenaga Listrik
61 Tanda Daftar Penyediaan Tenaga Listrik
62 Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
63 Surat Izin Usaha Perdagangan Kelas Besar Dan Menengah
64 Tanda Daftar Perusahaan Kelas Besar Dan Menengah
65 Surat Tanda Pendaftaran Waralaba Untuk Pemberi Waralaba
66 Izin Usaha Pusat Perbelanjaan
67 Izin Usaha Industri Kelas Menengah
68 Rekomendasi Penelitian Dalam Satu Wilayah Kota Administrasi

B. Strategi Analisis

Analisis data kualitatif menurut Sari Wahyuni (2012, 119-133)

dengan mengutip berbagai sumber menyajikan sembilan jenis

pendekatan strategi analisis data yakni, narrative analysis, semiotic,

content analysis, conversation analysis, discourse analysis, grounded

theory, hermeneutic, phenomology/heuristic analysis dan literary

analysis.

Conversation analysis atau analisis percakapan adalah analisis

yang didasarkan pada data hasil percakapan dengan informan. Melalui

analisis percakapan ini, peneliti akan berupaya mengungkapkan

semua teori serta pendapat yang telah diungkapkan oleh para

informan melalui proses in depth interview yang dilakukan. Dalam hal

91
ini, peneliti berupaya menafsirkan maksud yang telah diungkapkan

oleh para infroman.

Content analysis atau analisis isi adalah analisis yang

didasarkan pada isi dokumen tertulis, baik berupa peraturan, surat

kabar maupun catatan harian. Dalam hal ini, peneliti akan berupaya

melakukan analisis terhadap aturan-aturan serta peraturan pelaksana

dan teknis dari penerapan analisis terhadap aturan-aturan serta

peraturan pelaksana dan teknis dari implementasi kebijakan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara. Hal ini,

tentu saja menjadi bagian penting bagi peneliti untuk melakukan kajian

atas implementasi kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Administrasi Jakarta Utara.

Narrative analysis, merupakan sebuah pendekatan strategi

analisis data penelitian dimana peneliti berupaya menarasikan hasil

penelitiannya. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh peneliti,

akan dibuatkan sebuah narasi tentang implementasi kebijakan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta

Utara. Pada penelitian ini, maka peneliti akan berupaya menceritakan

tengtang fakta-fakta atas hasil observasi serta in depth interview

dengan para narasumber atau informan sebagai bagian dari

92
penjabaran atas narasi itu akan dimulai melalui hasil implementasi

kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi Jakarta Utara. Selain itu, peneliti juga akan berupaya

menarasikan hasil observasi atas fakta-fakta mengenai kendala-

kendala yang dihadapi oleh Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara dalam

melaksanakan implementasi kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara. Setiap strategi analisis

data yang digunakan, akan memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.

Sehingga, strategi analisis data yang digunakan oleh peneliti

merupakan satu kesatuan yang terintegerasi guna mendapatkan hasil

penelitian yang valid.

C. Hasil Penelitian

Hasil penelitian pada di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara,

melalui wawancara terhadap beberapa informan dapat dikemukakan

sebagai berikut :

1. Implementasi Kebijakan

a. Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku

Dalam perspektif pertama ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Dari hasil wawancara, informan memberikan

93
penilaian. Dengan Informan1 (IF1) Lamhot Tambunan menyatakan

bahwa :

“Ya kita harus mengimplementasikan karena memang PTSP


ini hadir untuk mereformasi pelayanan publik, reformasi
pelayanan publik. Jadi sebenarnya implementasinya dari
tahun 2014 itu kita sudah mengimplementasikannya dengan
baik. Kurang lebih sudah hampir 6 tahun
mengimplementasikan kebijakan tersebut.”

Kemudian Informan2 (IF2) Aminatun Rodiyah telah

mengutarakan :

“Kalau untuk Tupoksi semua sudah dilaksanakan hanya


mungkin ada beberapa kerjaan yang memang perlu minta
tolong sama bagian lain yang tidak sesuai sama Tupoksinya.
Seperti misalkan ada temen-temen yang SK-nya Satpel
Pelayanan 1 tapi di Satpel Pelayanan 2 masih perlu SDM
tersebut . Ada juga mungkin di masalah anggaran kita juga
tidak ada orang tidak ada pegawainya jadi kita minta tolong
dari tim. teknis ada yang membantu. Jadi penyebabnya SDM
kurang. Jadi cara mengatasinnya tadi istilahnya subsidi
SDM.”

Lalu Informan3 (IF3) Etty Sulistiati menyampaikan terkait

dimesnsi indikator pertama sebagai berikut :

“Kalau yang untuk secara general yang di tingkat kota kalau


untuk pembagian tugas dan kewenangan itu kan sudah jelas
yah ,sudah pasti, kalau untuk secara perizinan ya sudah
otomatis sudah ada di pergub 47 tahun 2017 tapi kalau untuk
dalam hal pelaksanaan tugas keseharian karena memang
sudah dari Dinas turun ke kota itu sudah jelas tupoksinya itu
untuk pembagian kebawah pun itu kalau yang saya rasakan
untuk tingkat walikota itu sudah berjalan dengan baik.
Sampai hal-hal istilahnya yang menjadi arahan tugas
pimpinan ya memang tidak ada didalam pembagian tetapi itu
harus dilaksanakan karena kita kan memang ada koordinasi
secara administrasi ke walikota itu tetap kita laksanakan.
Nah disinilah peran yang namanya komunikasi bagaimana
pimpinan sendiri mengarahkan bahwa kota jangan terlampau
kaku hanya untuk menyelesaikan hal-hal administrasi
perizinan. Tapi kita disinikan menjadi satu UKPD yang

94
secara holistik kita bisa bekerja sama dengan aparat yang
ada dijajaran pemerintah kota administrasi Jakarta Utara.
Jadi peran pimpinan itulah yang memang yang sangat
penting sekali.”

Sementara Informan4 (IF4) Nandia Tri Pangestika

menyampaikan dengan singkat bahwa :

“Sejauh ini sudah dilaksanakan dengan baik. Tetapi jika di


dalam perjalanan kerjanya ada terkendala karena perbedaan
pendapat, namun masih bisa di musyawarahkan kembali.”

Selanjutnya Informan5 (IF5) Dwi James memberikan

jawaban seperti berikut :

“Seiring dengan adanya Pergub 160 tahun 2019 tentang


SOTK pelayanan disini sudah melaksanakan tugasnya dari
hirarki dari tugas pokok masing-masing dan saat ini sudah
ada satpel dan diberdayakan dan sudah di verifikasi dan
melaksanakan tugas pelayanannya khususnya di bidang
pelayanan tata ruang maupun perizinan dibidang industri,
izin lingkungan dll sudah di lakukan.”

Dan yang terakhir Informan6 (IF6) Mary Ismowati

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Kebijakan publik itu dibuat memang untuk mengatur supaya


semua kegiatan itu berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
dan untuk itu maka diperlukan tahapan tentunya
implementasi kebijakan publik yang menurut van meter dan
van horn adalah kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan
yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijakan. Dalam implementasi Pergub
DKI Jakarta Nomor 160 tahun 2019 tentang OTK DPMPTSP
maka tentu harus dilihat menurut Ripley bagaimana
kepatuhan implementor khususnya. Kepatuhan implementor
ini kalau dikaitkan dengan teori implementasi kebijakan
publik menurut Edward III, maka ada banyak hal yang
mendukung untuk kepatuhan implementor. Yang pertama
tentunya dalam komunikasi apakah memang komunikasi itu
sudah dilakukan dengan baik, media cara berkomunikasinya,
kejelasan dalam setiap komunikasinya dan konsistensi
dalam hal komunikasi. Dan implementor juga kepatuhannya

95
itu tentu didukung oleh kondisi sumber daya manusianya
sendiri, baik jumlah, kemampuan ataupun input yang dimiliki
misalnya diantaranya anggaran sarana prasarana dan lain
sebagainya. Bahkan Edward III pun mengatakan dengan
jelas dalam implementasi itu wajib adanya SOP (Standar
Operasional Prosedur) dan Fragmentasi. SOP (Standar
Operasional Prosedur) tentunya adalah Standar Operasional
Prosedur kegiatan rutin yang bisa memungkinkan para
pegawai atau imolementor bekerja sesuai standar yang
ditetapkan. Dalam implementasi tuh memang ada banyak
faktor yang menjadi penentu berhasil atau tidaknya suatu
proses implementasi kebijakan termasuk tadi Pergub Nomor
160 Tahun 2019 tadi, dilihat sendiri apakah kualitas
kebijakannya itu sudah baik atau tidak. Tapi saya yakin
kebijakan Pergub itu sudah dibuat sebaik mungkin.
Kemudian menurut R.One berhasil tidaknya juga suatu
implementasi yah dilihat dari kecukupan inputnya, apakah
ada anggaran, SDM dan lain-lain. Nah itu juga harus dilihat
dimana Dinas Penanaman Modal dan PTSP Jakarta Utara
ini. Hal lain yang penting menurut R.One bagaimana juga
ketepatan instrumen yang dipakai dalam Pergub itu. Apakah
memang sosialisasinya cukup, kemudian ada IT seperti OSS
dan Jakevo atau apapun itu yang memang memadai
mendudkung dalam implementasi. Kesimpulannya,
kepatuhan implementor itu memang juga dipengaruhi oleh
berbagai faktor.”

b. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi

Pada perspektif kedua ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama, Informan1 (IF1) Lamhot

Tambunan menyampaikan :

“Yang pasti tugas itu dari pergub itu ya tidak ada yang sulit
ya menurut saya. Sebenarnya kalau kepala unit/ kepala
kecamatan/ kepala dinas juga bukan piur masalah teknis ya.
Karena ada beberapa ijin yang masih terkait dengan SKPD
lain. Contoh untuk izin tertentu, masalahnya kalau di Jakarta
Utara selama ini hanya mungkin koordinasi dengan sedikit
SKPD. Alhamdulillah masalah koordinasi saya seorang yang
sangat terbuka untuk koordinasi bagaimana pelayanan izin
ini bisa memuaskan masyarakat. Dulu sebelum saya disini
perikanan tangkap termasuk SIPI ,SIUP boleh dilihat media
yang mengatakan urus 1 izin SIPI izin ini, izin perikanan

96
tangkap karena yang punya laut di Jakarta Utara. Itu
Seafood satu sistem dan memang sampai saat ini ya buat
saya karena tadinya itu pelayanan sesuai dengan peraturan
Permendag itu bahwasanya pelayanan PTSP disitu
pelayanan dimulai harus berakhir disitu kan. Masyarakat
hanya tau menunggu. Kalau ada pelayanan 2 pintu artinya
sebelum ke PTSP harus ada rekomtek dulu ke SKPD.
Masyarakat tidak bisa bahwasanya lamanya itu apakah
simpulnya lama di SKPD rekomtek atau di kita. Nah ini yang
menurut saya kalau dibilang prestasi buat saya. Ciri khas
yang ada disini. Dan selama di Muara Angke yang pemilik
kapal/nelayan mungkin kalau mau dibilang hampir tidak ada
keluhan. Kalau itu dulu tabloid bahasanya yang sangat
berlebihan, saya tidak tau.”

Kemudian Informan2 (IF2) Aminatun Rodiyah

menyampaikan sebagai berikut :

“Jadi secara keseluruhan sudah sesuai fungsinya PTSP ini.


Dan untuk pelayanan saya mengira sudah sesuai. Karena
memang harus sesuai SOP. SOP nya sudah jelas memang
detail ada.”

Disamping itu Informan3 (IF3) Etty Sulistiati memberikan

pernyataanya yaitu :

“Dari satpel penanaman modal dari tupoksi itu sudah


berjalan baik. Kalau untuk kelancaran pelaksanaan
peraturan tersebut ini dalam hal ini khusunya apalagi terkait
dengan keorganisasian tentu kita semua itu adalah
mendukung atas pelaksanaan peraturan SOTK tersebut.
Dalam prakteknya ini kan karna selisihnya memang tidak
ada ya hanya sedikit, paling kita hanya kepada aparat yang
memang mendapatkan kelimpahan tugas itu saja. Itu apalagi
ada yang baru yah. Hanya itu saja. Memang kadang kita
tetap harus memperhatikan ataupun mengingatkan kepada
temen ini peraturan kita sudah berubah.”

Selenjutnya Informan4 (IF4) Nandia Tri Pangestika

menyampaikan bahwa :

“Ada sop yang baru dan ada sop untuk manual, dan sop
online. Untuk sop sotk sudah ada, dan untuk sop saat ini

97
lebih detail dan pembaharuan. Untuk sop online ini bukan
karena pandemi tapi karena target yang ingin dicapai.”

Selanjutnya Informan5 (IF5) Dwi James memberikan

jawaban seperti berikut :

“Memang perlu perbaikan perbaikan salah satunya di bidang


pelayanan perizinan dilingkungan hidup, kendalanya harus
ada rapat dan melibatkan semua yang berhubungan
misalnya satpol pp dan juga cipta karya, damkar, dan juga
dephub kendalanya adalah koordinasi apalagi pada saat
pandemi ini susah untuk bertemu dan akhirnya
menggunakan via zoom, dan ada kendala jika memakai
zoom, harapannya adalah agar bisa lebih bersinergi atau
modelnya tidak harus berkumpul semua nya tetapi hanya
memberikan saran -saran kepada mereka dan syaratnya apa
melalui Email.”

Kemudian yang terakhir Informan6 (IF6) Mary Ismowati

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan kelancaran tugas sebagai turunan


lebih lanjut dari implementasi. Yah seperti yang sudah
disampaikan diatas, kalau memang implementasi itu
dilakukan dengan baik dari semua sisi tadi yaitu; kepatuhan
implementor, kecukupan input, dukungan pihak lain misalnya
masyarakat sendiri yang menerima pelayanan di DPMPTSP
dan lain-lain. Saya yakin pasti kegiatan pelayanan di
DPMPTSP pasti akan lancar.”

c. Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki

Pada perspektif kedua ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama, Informan1 (IF1) Lamhot

Tambunan menyampaikan :

“Renja itukan rencana kerja. Itu berhubungan dengan renja


itu dengan penganggaran sebenarnya lebih tepat ya. Jadi
mau mengarah kemana ini biroksasi arah kebijakan PTSP.
Jadi renja itu ya memang harus dibuat. Nah rencana kerja itu
evaluasi untuk diakhir atau evaluasi kedepan sejauh mana
rencana kerja yang kita buat itu dapat terlaksana dengan

98
baik. Ada Renkin ,ada Renja sebenarnya sama aja. Buat
saya sama. Hanya pengucapannya aja yang beda. Pertahun
biasanya diawal tahun untuk sekarang 2021, 2020 inikan
Renja 2021, jadi kan pemikirannya harus kalau dalam
ekonomi istilahnya memikirkan kedepan bukan memikirkan
ke belakang apa yang mau dikerjakan begitu. Salah satunya
renja ini gini, persyaratan untuk izin A. Itu mungkin kedepan
tidak begitu dipentingkan lagi. Tahapan-tahapan seperti itu
terus arah dari Dinas ini mau kemana. Seperti apa,. kalo
namanya Kantor ya memang pelayanan publik itu melekat
dengan kepala wilayah. Kayak PTSP kelurahan harus ke
kelurahan ,PTSP kecamatan harus kecamatan. Karena
sebenarnya pelayanan publik kecamatan ini juga yang
tadinya kan ini dihandle oleh beberapa instansi ya. Jadi
kedepan seperti apa itu sebenarnya udah ditentukan seperti
apa tahun 2021 apa si yang mau diraih. Terus kepuasan
masyarakat mana yang harus diperbaiki, rencananya
kedepan seperti apa. Itu sudah jelas sebenarnya di Renja
tahunan. Di Renja tahunan ya semua ijin dari kepala Dinas
mengatakan online. Itu bagian dari Renja yang harus
rencanakan dan kita dibayangkan. Jadi kalo kita terus
seperti belum online 100% ya belum seperti yang dikatakan.”

Kemudian Informan2 (IF2) Aminatun Rodiyah

menyampaikan sebagai berikut :

“Rencana kinerja diketahui seluruh pegawai karena kan


nanti rangkaian sama input kinerjanya tiap hari ya harus
sesuai dengan apa yang ada di rencana kerja.”

Lalu berikutnya Infoman3 (IF3) Etty Sulistiati

menyampaikan :

“Alhamdulillah sih sudah berjalan dengan baik dan efektif.


Memang dari awal kita sudah sosialisasikan memang sudah
tau.”

Selanjutnya Informan5 (IF5) Dwi James memberikan

jawaban seperti berikut :

“Kita sudah membuat renkin dan akan di validasi oleh


pimpinan, yang kita buat rencananya dan sudah dikerjakan
untuk triwulan ke 3, semua pegawai sudah tahu karena

99
bersifat kolektif dan di sosialisasikan oleh pimpinan. Dan
berjalan lancar. ada 1 yang berkaitan dengan perizinan, dan
karena memang belum ada perizinan kehutanan dan
pertanian, dan ada perizinan prioritas, namun karena semua
perizinan adalah prioritas, maka dianggap semua perizinan
adalah perizinan priotitas. Jika bisa tercapai dan juga sampai
pada saat ini ada laporan masih bisa di lakukan dan juga
perizinan tata ruang masih bisa di lakukan yang belum
adalah bidang perizinan yang belum ada (belum ada
permohonan) karena output yang berbentuk persentase.”

Kemudian yang terakhir Informan6 (IF6) Mary Ismowati

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Dalam kinerja tentu harus ada standar dan target. Kalau di


organisasi lain di swasta ataupun sektor publik juga ada
yang disebut Key Performance Indeks atau terjemahannya
IKU (Indikator Kinerja Utama). Nah bagaimana di Dinas
Penanaman Modal dan PTSP Jakarta Utara apakah
memang dibuat standar kinerja tadi dan apakah semua
pegawai ASN disana mengetahuinya, menandatanganinya
sebagai integritas bahwa mereka berjanji. Dan harusnya
memang selalu ada peninjauan berkala untuk pencapaian
kinerja ini. Bisa bulanan, tiga bulanan atau setengah tahun
dan yang pasti harus ada satu tahun. Bagaimana
pencapaian realisasi, kalaupun ada yang tidak tercapai yah
kenapa dan apa hambatannya.”

Dari hasil wawancara yang dikemukakan oleh informan,

dapat dilihat bahwa implementasi kebijakan PM-PTSP di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Jakarta Utara secara keseluruhan sudah melaksanakan dengan

baik peraturan-peraturan yang menjadi landasan kebijakan

penyelenggaraan pelayanaan PTSP. Karena masing-masing para

implementor sudah mengetahui dan menyadari betul

kedudukannya dalam organisasi, dimana secara detail tugas dan

fungsi terurai dengan jelas. Namun dalam hal kelancaran rutinitas

100
dan kinerja masih ditemukan kendala seperti masih melibatkan

instansi lain untuk memproses perizinian dalam pelayanan. Disisi

lain kekurangan komposisi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

melaksanakan rutinitas ini menjadi hal yang paling mempengaruhi

hasil dari rutinitas pelayanan. Pada Rencana Kerja (Renja) target

pelayanan harus melaksanakan pelayanan dengan sistem daring

(online) 100% (seratus persen), sementara saat ini masih belum

terlaksana sesuai target.

2. Kualitas Pelayanan

a. Aspek Bukti Fisik (Tangible)

Ukuran kualitas pelayanan berdasarkan teori servqual dari

Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985), pada dimensi indikator

pertama ini peneliti telah mewawancara beberapa informan. Yang

pertama yaitu Informan6 (IF6) Ibu Dr.Mary Ismowati, M.Si

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Kalau saya amati, kualitas pelayanan di DPMPTSP secara


bukti fisik cukup baik yah. Karena memang sudah standar
pelayanan di Jakarta itu secara fisik yah harus memenuhi,
misalnya ruangan penerima tamu dan ruang pelayanan.”

Kemudian yang berikutnya Informan7 (IF7) Bapak Dilah

menyampaikan sebagai berikut :

“Untuk fasilitas yang di sediakan cukup memenuhi sarana


dan prasarana, ruang pelayanan ya rapih, bersih dan ada
pembatas untuk di masa pandemi ini, sangat nyaman
walaupun di tengah pandemi.”

101
Berikutnya Informan8 (IF8) Anto memberikan pernyataan

sebagai berikut :

“Kalau saya lihat sih saya rasa sudah cukup yah sudah
lumayan cukup, cukup baiklah intinya. Sudah nyaman, enak
suasananya. Fasilitasnya sudah banyak, disini juga
kebetulan ada ATM Bank DKI juga diwilayah sini terus kalau
jadi apapa terus ada untuk tempat jual minum juga disini box,
box minum yah ada disini kebetulan jadi sambil nunggu
lumayan lah yah. Suasanya juga lega, luas kok jadi nyaman
sih.”

Kemudian yang terakhir Informan9 (IF9) Rahmat

menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

“Kalau menurut saya yah fasilitasnya yah apalagi


ruangannya, ibaratnya kalau ruangannya ini memadailah
luas yakan, apalagi tataannya bersih, rapih apalagi untuk
kenyamanannya dingin AC nya jadi sejuk. Kalau menurut
saya sudah cupuplah. Kalau untuk minum ada mereka
menyediain Aqua gelas lah gitu. ATM ada ATM DKI nya ada,
apalagi disitukan dekat kantor walikota jadi fasilitasnya
lengkaplah mau ke ATM ada. Apalagi parkirannya cukup
luas.”

b. Aspek Keandalan (Reliability)

Pada indikator kedua ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama yaitu Informan6 (IF6) Mary

Ismowati memberikan pendapat sebagai berikut :

“Dalam hal realiability, kemampuan saya tidak begitu paham.


Tapi dari beberapa pendapat yang pernah saya dengar
cukup baik, cukup handal DPMPTSP tetapi mungkin
kekurangan waktu dan orang jadi tidak bisa melayani dengan
detai satu persatu.”

Kemudian berikutnya Informan7 (IF7) Dilah menyampaikan

sebagai berikut :

102
“Penilaian pelayanan baik, bagus dan terpenuhi, pelayanan
nya cukup. Informasi dari petugas sudah cukup jelas dan
sudah terpenuhi apa yang kita butuhkan. Petugas
memberikan pelayanan sesuai yang di harapkan. Perlakuan
yang di berikan oleh petugas sama rata dengan semua
pemohon.”

Berikutnya Informan8 (IF8) Anto memberikan pernyataan

sebagai berikut :

“Kalau dari segi mampu saya rasa sih cukup, dari segi
knowledge cukup bagus juga yah karena kan mereka juga
lebih ke pengarah. Mengarahkan ke kita kalau misalkan
ada kekurangan dokumen atau apalah dijelaskan
berdasarkan apasih yang perlu dilengkapi kalau memang
ada kekurangan, gak pasif gitu maksudnya. Ini ko sangat
inilah membantu kita juga. Awalnya saya tau dari temen
terkait SOP pelayanan Izin Penagkapan Ikan ini, tapi saya
pengen lebih mastiin aja sih. Saya pengen coba ah
makanya saya diawal sering kesini buat konsultasi sih,
karenakan namanya kita masyarakat awam pasti butuh
bertanya oh...ini apa sih maksudnya gitu. Tapi cukup baik
kok, sudah sesuai SOP sudah beberapa banyak izin
penangkapan ikan yang selesai. Mereka ramah-ramah juga
kok, maksudnya gak ada maaf yah dalam tanda kutip kan
ada yang kurang respect. Tapi gak kalau disini respect
semua kok orangnya. Petegus memberikan penjelasan
pelayanan dengan jelas, tapi kadang gini memang kan kalo
ada beberapa yang lebih bersifat ke ya mungkin dari pasal-
pasal yah kalo kaya entah peraturan apa. Mereka kan lebih
ke front office yah mungkin mereka itu namanya atau saya
gak taulah kalau di Bank kan namanya CS yah, mereka
bisa nanya ke tim teknis perizinannya langsung jadi saya
kebantu juga. Sejauh yang saya beberapa kali kesini sama
aja sih pemberlakuan petugas terhadap pemohon. Sampai
saat ini menurut penilaian saya pribadi sih sudah sesuai
harapan, menurut saya pribadi saya sangat puas.”

Kemudian yang terakhir Informan9 (IF9) Rahmat

menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

“Kalau SOP nya kan memang kalau untuk IMB ini kan
sudah memang ada baku SOP nya. Jadi kalau untuk
persyaratannya ya sudah cukuplah karena diakan baku

103
memang harus sesuai list jadi memang sudah cukup. Kalau
dari ketepatan waktu sudah cukup apalagi penjelasannya
inikan terkait IMB inikan, mereka menjelaskannya sejelas-
jelasnya karenakan harus detail masalah IMB ini bangunan
tata ruang. Gak ada perlakuan yang berbeda, karenakan
sesuai dengan memang urutan antriannya. Kan merekakan
pelayan masyarakat, gak mandang bulu mau direktur mana
mau apa gitu gak dibedakan.”

c. Aspek Ketanggapan (Responsiveness)

Pada indikator ketiga ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama yaitu Informan6 (IF6) Mary

Ismowati memberikan pendapat sebagai berikut :

“Untuk responsif juga terkait dengan tadi, mungkin


kekurangan jumlah SDM maka daya tanggapnya ingin
cepat tetapi mungkin tidak bisa melayani semuanya dengan
sangat cepat.”

Kemudian selanjutnya Informan7 (IF7) Dilah menyampaikan

sebagai berikut :

“Dan pegawai memberikan detail yang di butuhkan dan


memberikan persyaratan berkas yang dibutuhkan dan
lamanya proses pengerjaan. Petugas sangat tanggap dan
sigap jika ada pemohon yang menanyakan masalah yang
terkait. Petugas tidak berkeberatan sama sekali.”

Berikutnya Informan8 (IF8) Anto memberikan pernyataan

sebagai berikut :

“Kalau dari segi terlalu cepat itu yah karenakan kalau


perizinan kaya ginkan pasti mungkin saya juga butuh
banyak, malah justru saya yang banyak nanya ke mereka
karenakan saya konsultasi. Tapi mereka menjawabnya pun
dengan sesuai yang dia tau dalam arti peraturan, maksudnya
tanggaplah gitu. Kalau mereka tidak tau pun, mereka nanya
ke bagian yang didalam yah. Dan mereka pun responnya
cepet gitu. Sejauh ini yah apa yang saya butuhkan sudah
tepat, sejauh ini yah. Karenakan saya gak bisa bilang,
takutnya kan saya sekarang, Trus tiga minggu atau empat

104
bulan lagi kita gak tau yah, semoga sih stabil. Gini dulu saya
pernah mengalami sesekali kesulitan tapi mereka
memberikan solusi. Karenakan mereka juga dalam arti harus
konsultasi dulu dengan pihak teknis yah kalau mereka bilang
yah, kadang terkadangkan karena dengan waktunya apalagi
WFO-WFH gini yah terkadang ada tim teknisnya yang
sedang WFH. Nah mereka minta butuh waktu. mereka kasih
solusi sih.”

Kemudian yang terakhir Informan9 (IF9) Rahmat

menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

“Pasti mereka membantu apalagi saya yang kurang paham,


tanya apa ini? pasti dibantu mereka. Sangat responsif lah
mereka. Konsultasi pun direspon dengan baik, dan mampu
menjelaskannya. Saya pun menangkaplah apa yang mereka
jelaskan.”

d. Aspek Jaminan Dan Kepastian (Assurance)

Pada indikator keempat ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama yaitu Informan6 (IF6) Mary

Ismowati memberikan pendapat sebagai berikut :

“Nah itu saya karna tidak memegang data persis ya saya


harapkan memang DPMPTSP harus memenuhi janji dalam
proses pelayanan terutama waktu, apapun itu ya sesuai
kemampuan. Artinya kalau memang mampunya tiga hari
yah janjikan saja targetnya tiga hari.”

Lalu selanjutnya Informan7 (IF7) Bapak Dilah

menyampaikan sebagai berikut :

“Pelayanan yang dilakukan sesuai sop.untuk proses


pengerjaan dibutuhkan estimasi 3 hari . petugas sangat
sopan dan santun, ramah dan senyum ketika bertemu.”

Berikutnya Informan8 (IF8) Anto memberikan pernyataan

sebagai berikut :

105
“Kalau ketepatan sih sudah sesuai dengan waktu proses,
gak pernah telat sih. Dalam artian yah memang misalnya
dikasih waktu segitu, jadinya ya segitu. Ya mungkin kalo
untuk dari hari sabtu minggu kan kita gak dihitung, ya tapi
kan kita sebagai masyarakat merasanya sih pas sih gak
lewat jauh kadang seminggu dua minggu itu gak yah. Udah
pas kok. ETA untuk pembuatan Izin Penangkapan Ikan 3
hari kerja dan sejauh ini sudah tepat dan cepat yah. Dan
hampir semua pegawai sudah santun yah, bahasanya jutek
yah gak ada disini gak ada baik-baik semualah selama saya
kesini.”

Kemudian yang terakhir Informan9 (IF9) Rahmat

menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

“Kalau untuk SOP nya memang tepat waktu, apalagi kan


kalau IMB inikan bukan saya juga yang bangun IMB kan
pasti banyak apa IMB ini. Apalagi kalau IMB ditingkat
walikota kan IMB nya tuh, IMB yang lumayan lah untuk
bangunan yang lumayanlah besar kaya kantor. Pelayanan
mereka lumayan cepatlah, kalau proses pelayanannya tidak
menunggu lama dan tepat waktu. Petugas santun, perilaku
mereka bagus.”

e. Aspek Kepedulian (Empathy)

Pada indikator keempat ini peneliti telah mewawancara

beberapa informan. Yang pertama yaitu Informan6 (IF6) Mary

Ismowati memberikan pendapat sebagai berikut :

“Tentang empati artinya para petugas di PTSP harus


bersikap lebih memahami kesulitan dari masyarakat yang
mengajukan perizinan yah, misalnya masyarakat kan
terutama yang kelas menengah kebawah itu tidak paham
dengan teknologi internet misalnya. Maka bagaimana sikap
PTSP harusnya mungkin bisa lebih mendampingi
memberikan langsung mengajari.”

Selanjutnya Informan7 (IF7) Dilah menyampaikan sebagai

berikut :

106
“Jika ada hambatan terkait perizinan yang dia ajukan,
petugas sangat baik dan empati.”

Berikutnya Informan8 (IF8) Anto memberikan pernyataan

sebagai berikut :

“Sangat memahami, karena dengan saya orang masyarakat


biasa kesini gak tau apa-apa kalau memang pengen ditanya
apa-apa gak dicuekin atau dijawabnya yah seadanya aja. Itu
gak, mereka jawab dengan jelaslah dalam artian jelas sesuai
dengan mereka lihat diperaturan, tapi pas memang bener itu
yang di inginkan. Mereka lebih koperatif juga sih dalam hal
menangani masyarakat. Ini kok antusias. Sikap petugas
terbukalah, karenakan kan mereka membantunya dengan
sesuai dengan koperetif itu berertikan tandanya mereka
udah siap menghadapi kita yang gak tau perizinan tiba-tiba
dateng gitu.”

Kemudian yang terakhir Informan9 (IF9) Rahmat

menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

“Kalau menurut saya yah empati mereka cukup besar.


Contohkan saya sering bolak-balik nih ada berkas yang
kekurangan fotocopy, mereka mau membantu fotocopy kan
walaupun kesulitan kecil. Kalau kesulitan skala besar gak
ada sih, karenakan ibaratnya kalau untuk dokumen yang
saya lengkapi kan sudah lengkap nih hanya kekurangan-
kekurangan kecil aja. Kan seperti simbol yang PTSP, SETIA
itu taglinenya solusi, empati, tegas inovasi, andal yang
dipajang diruang pelayanan. Kalau koperetif sih ya mereka
koperatif, terbuka seperti itu. Contohkan terbuka kaya gini,
pak ini ada yang kekurangannya mohon maaf yah pak kan
gitu. Pastikan kita lengkapi, dengan penyampaian mereka itu
aja kita sudah enak ibaratnya dan memaklumi karena bagian
dari SOP.”

Dari hasil wawancara yang dikemukakan oleh informan,

bahwa kualitas pelayanan di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jakarta Utara sudah cukup baik.

Memiliki tingkat tanggap dan empati yang baik dalam melayani

107
masyarakat atau penerima layanan. Pelaksanaan pelayanan juga

dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang

ada.

3. Hambatan dalam Implementasi

Dalam implementasi kebijakan PM-PTSP di Unit Pelaksana

Jakarta Utara ada hambatan yang dialami dapat dilihat dari hasil

wawancara terhadap sejumlah informan mengemukakan sebagai

berikut. Menurut Informan1 (IF1) Lamhot Tambunan mengatakan:

“Hambatan pasti ada lah. Hambatan analisa SWOT nya kalo


saya pikir mudah sekali. Karena menganalisa di PTSP ini
kalau masalah anggaran kita sebenarnya tidak terlalu Dinas
yang berorientasi anggaran itu sudah pasti. Beda dengan
pelayanan tidak langsung yang mungkin di dinas lain. Kalau
kita orientasinya penilaian evaluasi itu gampang sekali
sangat gampang. Ya kepuasan masyarakat terhadap apa
yang kita berikan ya diinformasi terakhir dari data di Dinas itu
kita masih memuaskanlah. Kalau mau dibilang sangat-
sangat memuaskan atau sudah perfect kayaknya tidak
mungkin. Jadi ini yang saya bilang tadi untuk anggaran saya
piikir udah pasti karna banyak anggaran yang potong, yang
di program-program yang tidak dihapuskan untuk dinas yang
lain. Kalau yang kita karena kebanyakan di pelayanan
sejauh ini masih bagus.”

Kemudian Informan2 (IF2) Aminatun Rodiyah

mengemukakan :

“Hambatan yang di hadapi Ada, kalau secara pribadi saya


memang belum pintar banget masalah perizinan karena
memang basic saya bukan dari PTSP juga. Jadi untuk
pribadi saya memang untuk pengetahuan perizinan memang
masih perlu bimbingan lagi. Tapi saya juga tidak menutup
diri saya untuk belajar walaupun dengan anak-anak dibawah
kita terutama temen-temen teknis. Terlebih dari pimpinan
kita saya selalu berusaha untuk belajar. Namun untuk
kepegawaian inshaAllah karena saya juga sudah memang
dari bagian umun juga inshaAllah sudah semaksimal saya.

108
Secara keseluruhan ya saya kira bagus. Cuma akhir-akhir ini
CRO (Custumer Relation Officer) banyak yang hamil jadi
banyak yang wfh jadi agak kurang di CRO. Lagi-lagi
hambatannya di SDM selama pandemi harus diwajibkan ada
sistem wfo wfh. Dan ada kebijakan yang mungkin bisa di
pakai seperti contohnya kemarin di Dinas ada reklame yang
lokasinya kurang sesuai, itu sebetulnya kita bisa
melaksanakan tanpa harus diambil alih oleh dinas kalo
Dinas misalkan membuat memo atau semacam kebijakan
tapi yang melaksanakan tetap kita itu tidak harus di dinas. Itu
kadang di Dinas itu masih diambil Dinas padahal sebetulnya
kita juga bisa. Solusinya kalau untuk itu si kita mungkin
kembalikan ke Dinas lagi. Karena memang semuanya Dinas
yang berwenang. Kalau untuk masalah SDM kita lebih
mengarahkan ke pemohon. Jadi hambatannya kita tidak bisa
tatap muka dan SDM kurang. Jadi antara lain membatasi
antrian online karna SDM kurang dan jam kerja juga
berkurang. Jadi antrian online kita stop di nomer 7 tiap hari
untuk selama wfh ini. Dari dinas juga aturannya 50% dari
kapasitas. Memamg waktu itu kita mengajukan kapasitas 20,
tapi ditentukan 10 karena SDM nya kurang jadi kita batesin 7
itupun terkadang 1 apalagi kan yang diDrobox itu satu orang
tidak 1 biasanya apalagi yang perikanan itu kalau tidak
distop dengan itu kita tambah kasian mereka sampai
malam.”

Selanjutnya Informan3 (IF3) Etty Sulistiati menyatakan

sebagai berikut :

“Kalau hambatan ini karena kita memang ada keterbatasan


SDM itu yang pertama. Tetapi itu tidak menjadi sebuah
kendala karena memang disini kita udah saling tanggung
renteng ya. Jadi kita ketika memang keterbatasan SDM
terus sementara kita ada deadline harus segara inilah peran
kita yang punya ada beberapa tenaga PJLP juga nah itu kita
manfaatkan. Alhamdulillah mereka sudah bisa mengikuti
ritme pekerjaan yang ASN. Malah peran mereka lebih besar
karena mereka masih muda, trus tingkat kemampuan
intelektual ataupun secara elektroniknya itu mereka lebih
handal jadi mereka mudah ya. Sebenarnya peran
komunikasi kita dengan dia gitu akhirnya kita bisa tepat
waktu. Dan ada peraturan yang memang perlukan Ya
karena kalau yang untuk khusus yang PM karena itu
merupakan terbaru memang ini kan ada sinkronisasi terkait
dengan kebijakan di pusat. Nah inilah memang yang selama

109
ini harus ada peraturan terhadap sistem pelayanan online.
Disatu sisi kita memiliki undang-undang otonomi daerah.
Disatu sisi mereka mengejar target dengan adanya undang-
undang cipta kerja. Inikan baru. Sama-sama baru nih. Nah
cuma secara online ada peraturan yang memang harus
sinkron dengan cipta kerja ini ada kemudahan izinnya itu kita
punya RDTR. Sementara yang pusat ini harus segera itu
yang memang kita agak deadlock disitu. Mudah-mudahan
dengan adanya kebijakan yang undang-undang cipta kerja
terus dengan adanya keberadaan PTSP itu tidak menjadi
hambatan bagaimana masyarakat mendapatkan pelayanan
tetap dengan mudah sesuai dengan peraturan.”

Lebih lanjut Informan4 (IF4) Nandia Tri Pangestika

menyatakan bahwa :

“Kendalanya adalah rotasi pegawai dan menyesuaikan


berkas berkas yang lama. Kebijakan yang masih di perlukan
untuk mendukung tugas pelayanan, tetapi peraturanya
belum dibuat jika bisa semua pelayanan online bisa mudah
di akses dan lebih jelas.”

Setelah itu Informan5 (IF5) Dwi James memberikan jawaban

wawancaranya sebagai berikut :

“Seharusnya semua perizinan sudah berbasis daring. Tetapi


harus support juga dengan IT. Dan juga dukungan
perangkat. Sementara hal tersebut masih menjadi hambatan
buat kita.”

Kemudian yang terakhir Informan6 (IF6) Mary Ismowati

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Hambatan-hambatan yang tadi saya sampaikan tentunya


menjadi masukkan untuk langkah kedepan dan diharapkan
ada upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Misalnya
hambatan masyarakat tidak begitu paham sepenuhnya
dengan proses misalnya, maka sosialisasi harus lebih rajin
lagi dilaksanakan. Kemudian kalaupun ada tumpang tindih
misalnya dalam sistem OSS dan Jakevo misalnya, maka
memang perlu di sinkronkan ditingkat pusat pemerintah
Provinsi DKI bagaimana sebaiknya harmonisasi kebijakan
OSS dan Jakevo dilaksanakan.”

110
Dari hasil wawancara yang dikemukakan oleh informan,

bahwa hambatan dalam implementasi kebijakan PTSP di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Jakarta Utara adalah masih terdapat Sumber Daya Manusia (SDM)

yang belum memahami secara teknis proses pelayanan

dikarenakan terjadinya rotasi pegawai, dimana masih perlu

adaptasi. Serta keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) secara

kuantiti. Belum adanya sinkronisasi dalam proses pelayanan

perizinan secara daring (online) antara pemerintah daerah dan

pemerintah pusat, dirasa perlu adanya regulasi yang mengatur hal

tersebut. Karena sesuai Rencana Kerja (Renja) seharusnya semua

layanan perizinan sudah berbasis daring (online), namun saat ini

masih ditemukan kendala teknis pada perangkat teknologi

informasi yang belum mutakhir. Disisi lain tenaga ahli teknogi

informasi masih terbatas hanya pada tingkat unit Dinas di Provinsi.

4. Solusi Mengatasi Hambatan

Untuk mengatasi hambatan dalam implementasi kebijakan

PTSP di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Jakarta Utara hasil wawancara terhadap informan

mengemukakan sebagai berikut. Menurut Informan1 (IF1) Lamhot

Tambunan yaitu :

“Saya masih melihat itu yang tadi saya bilang karena PTSP
sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri. Ya dalam hal ini belum

111
piur untuk penilaian teknis itu. Jadi kan PTSP gini,
pendaftaran sebenarnya mudah sekali. Di pendaftaran ada
di front office, Teknis ,terus finalisasi atau izin keluar. Ini 3
step ini aja. Sekarang pendaftaran oke. Ada online, ada
ajib ,ada segala macem itu it's ok lah kalau disini. Nah yang
mungkin ada masalah pada saat penilaian teknis. Nah
penilaian teknis kalau semua sudah mandiri saya bisa
interpensi. Tapi pada saat ini harus kesana kesini ya saya
tidak bisa punya kewenangan yang tinggi untuk mengakses
interpensi mereka. Tapi itu yang saya bilang salah 1 kendala
itu komunikasi yang berhubungan dipenilaian teknis tadi.
salah 1 yang saya bilang tadi yang memang benar2 prestasi
buat saya, walaupun mungkin buat orang tidak yaitu
perikanan tangkap. Saya bisa interpensi karna
bagaimanapun penilaian teknis tim penilaian tidak ada yang
mumpuni dalam penilaian teknis perikanan tangkap. Tapi
kita buat untuk penilaian bersama. Yang handle kita, yang
menentukan kita, yang membuat jadwal kita. Pemilik kapal
tidak perlu tau yang penting mereka itu masuk dan keluar
dibuat. Untuk beberapa izin mungkin saya sebut 1. Izin
kesehatan atau dinas kesehatan ini memang yang sangat
penting untuk hal-hal yang seperti itu. Dan sampai sekarang
saya juga orang kesehatan. Ini jadi penilaian buat mereka.
Contoh ini ada beberapa, ini yang saya bilang tadi. Ini kan
masalah komunikasi. Kalau anak buah saya kalau staff saya
tidak seperti yang mereka harapkan mungkin tapi transfer
knowledge ada sebenarnya. Oh harus seperti ini kalau untuk
rumah sakit tipe C. Harus seperti ini segala macam. Saya
bukan tipikal untuk menunggui rekomtek mereka dan sampai
saat ini mereka hanya ingin ketergantungan PTSP sama
mereka. Tapi disisi lain mereka tidak bisa konsisten bila
sudah survei bersama dengan mereka berapa hari harus
saya terima apa rekomteknya Yes or No. Sampai detik ini
mereka tidak pernah. Dia hanya mengatakan oh ini gin gini
gini itu pembelajaran buat saya. Karena sebenarnya SKPD
itu tidak semua aware. Saya tidak tau ada apa disana. Kalo
mau saya bilang 1 perikanan tangkap dengan 1 rumah sakit
di muara angke disana mungkin dari segi pemilik modal tidak
ada apa-apanya. Itu masalah bagaimana kita. Begini, jangan
pernah katakan disaat sekarang, kesehatan perlu tapi
ekonomi perlu juga. Nah kalo kamu tanya masalah
kesehatan dengan sekarang kalo mau mereka itu lockdown.
Itu bedanya kaya mahasiswa. Yang memang membuka
mindset kita. Tapi itu yang saya bilang tadi. Solusi yang
selama ini seperti apa. Masalahnya saya masih melihat
komunikasi antar SKPD. Dalam pelayanan pasti ada

112
diskresi. Contoh salah satunya untuk IMB mendirikan
bangunan itu salah satunya harus ada KRK sekarang contoh
itu adalah proyek strateginya walikota. Membangun A dan B.
Proyek strategis disana sudah harus ada berarti melibatkan
dampaknya kemasayarakat yang lebih besar. Pada saat itu
saya kan kembali lagi tidak bisa menginterprensi 1 Dinas
atau punya lain. Pada saat itu belum keluar. Sementara itu
harus keluar ya saya, Keluarkan. Dengan persyaratan yang
lain. Yang bisa nanti yang kita takutkan akan bermasalah.
Saya juga tidak mau bermasalah. Tapi kembali lagi melihat
urgensinya untuk masyarakat atau untuk pribadi.”

Kemudian Informan2 (IF2) Aminatun Rodiyah mengatakan

bahwa :

“Ya kalau dampaknya sebetulnya begitu jadi lebih baik.


Masalah SDM bisa teratasi. Kebetulan memang yang agak
banyak itu di Jakarta Utara itu pelayanan izin SIPI. SDM
untuk itu kebetulan memang bagus banget dia all out banget
jadi tidak terlalu bermasalah.”

Selanjutnya Informan3 (IF3) Etty Sulistiati menyampaikan :

“Kalau untuk sementara karena kita baru triwulan 3 kan itu


nah kayaknya kalau saya lihat input kemarin kayaknya itu
udah. Karena memang kita untuk penetapan dari pada
targetnya sendiri kita memang menyesuaikan saja dengan
kemampuan. Jadi kita memang tidak terlampau tinggi gitu.
Tapi kita berupaya untuk bisa melebihi daya. 2019 pun
tercapai kita. Kalau untuk solusinya ya kita harus duduk
bareng. Duduk bareng antara pemerintah daerah dengan
pusat ayo. Disini apalagi yang hal-hal terbaru ini cipta kerja
itu yang saat ini lagi panas-panasnya itu mengenai ijin
perindustrian. Karena disatu sisi di undang-undang cipta
kerja bahwa industri itu sudah menjadi ranahnya pusat.
Sementara yang mengetahui zonasi itu ada di PEMDA. Kita
duduk bareng. Ini kita dialog bersama. Akhirnya jadi fokus di
FGD itulah kita ayolah duduk bersama apa yang menjadi
hambatan tersebut ya ini terkait masalah zona memang. Ya
satu sisi kan BKPM harus mengejar target, satu sisi kita
punya peraturan daerah yang harus disinkronkan. Kalau di
PTSP kota itu kita pelaksana, kebijakannya ada di provinsi.
Jadi antara provinsi ya kita disini khususnya dengan pusat.
Pusat bisa mengundang kami beserta dengan kementrian
yang terkait.”

113
Lebih lanjut Informan4 (IF4) Nandia Tri Pangestika

menyatakan bahwa :

“Dampak semua pelayanan berbasis online karena pandemi,


dan selama ini ada pelayanan timestand untuk meminimalisir
pelayanan langsung. Dan jika ada kebijakan seperti itu akan
mempermudah dan mempercepat semua nya, namun
memang masih kurang jelas oleh si pemohonnya.”

Lalu selanjutnya Informan5 (IF5) Dwi James menyampaikan

jawabannya yaitu :

“Solusinya melalui transfer knowledge dengan mentor dari


pegawai-pegawai PTSP unit lain. Dampak negative tidak
ada, semua positif dan teman teman dengan cepat
belajarnya. Langkah untuk evaluasi untuk saat ini belum
ada.”

Kemudian yang terakhir Informan6 (IF6) Mary Ismowati

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Untuk solusi bagaimanapun juga OSS ataupun semua


kebijakan dari DPMPTSP begitu adalah baik, yang harus
lebih ditingkatkan tentu sosialisasi yang lebih intensif. Dan
kalau memang jumlah petugas kurang misalnya,
bagaimanalah harus ditambah atau bagaimana itu memang
agak sulit tapi ini hanya usulan solusi. Yang tentu lagi adalah
kekuatan jaringan internet. Yang keempat adalah karena
terkadang pelayanan ada yang di Jakevo, ada yang di OSS
mungkin itu levelnya kebijakan ditingkat pusat untuk
sinkronisasi.”

Dari hasil wawancara yang dikemukakan oleh informan,

bahwa solusi dalam hambatan implementasi kebijakan PTSP di

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Jakarta Utara adalah dengan dilakukannya pelaksanaan

bimbingan dengan metode transfer knowledge. Memberlakukan

114
subsidi Sumber Daya Manusia (SDM) antar Satuan Pelaksana di

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Jakarta Utara demi menutupi kekurangan Sumber Daya

Manusia (SDM) dari sisi kuantiti.

Selain itu dirasa masih perlu untuk terus melakukan

sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat terkait

pelayanan yang diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta pada umumnya.

Dengan semakin banyaknya pelayanan yang dilaksanakan melalui

daring (online), maka salah satunya perlu dilakukan peningkatan

kekuatan jaringan internet dan peningkatan perangkat teknologi

informasi.

Dilain hal dengan adanya perbedaan regulasi terkait proses

pelayanan daring (online) maka perlu menjalin komunikasi dan

kordinasi untuk berdiskusi mencari solusi, agar terciptanya

keseragaman asumsi antara kebijakan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

D. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian tentang Analisa Implementasi

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi Jakarta Utara dijelaskan dibawah ini :

115
1. Implementasi Kebijakan

Dalam hal pelaksanaan implementasi kebijakan, Unit

Pengelola Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Jakarta Utara terlihat jelas tingkat kepatuhannya cukup tinggi

terhadap dasar hukum atau peraturan dan perundang-undangan

yang ada dalam penyelenggaraan pelayanan PTSP. Hal ini dapat

dilihat dari kesadaran implementor dalam melaksanakan tugas

pokok dan fungsi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur

Nomor 160 Tahun 2019 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas

Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP) DKI Jakarta. Dan melaksanakan penyelenggaraan

pelayanan dengan baik sesuai Standar Operasional Prosesdur

(SOP) yang ada pada Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2017

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Dan dapat dilihat juga keberhasilannya dalam pencapaian

tingkat kemudahan dalam berusaha (ease of doing business),

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan seperti

dibawah ini :

Tabel 4.2 : Hasil Kemudahan Berusaha 2019 dan 2020

N Nama 2019 2020 Peringkat 2020


o
1 Indonesia 68,2 69,6 73
2 Jakarta 68,4 69,8 8
3 Surabaya 67,4 68,8 14

116
Namun ditemukan kekurangan dalam sisi kelancaran

rutinitas dan fungsi yang menyebabkan tersendatnya proses

pelayanan, dimana beberapa proses pelayanan masih melibatkan

instansi lain untuk memproses perizinian dalam pelayanan. Disisi

lain kekurangan komposisi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

melaksanakan rutinitas ini menjadi hal yang paling mempengaruhi

hasil dari rutinitas pelayanan.

Pada Rencana Kerja (Renja) target pelayanan harus

melaksanakan pelayanan dengan sistem daring (online) 100 %,

sementara saat ini masih belum terlaksana sesuai target. Artinya

dari sisi kinerja masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan,

walaupun masih berproses lebih lanjut. Dari beberapa hal diatas

menunjukkan kesesuaian dengan teori impelementasi kebijakan

menurut Randall B. Ripley and Grace A. Franklin (1986 : 232-33)

(dalam Alfatih, 2010:51-52). Bahwa untuk mengukur keberhasilan

impelementasi kebijakan dapat dilihat dari 3 (tiga) perspektif yaitu :

a. Tingkat kepatuhan para implementor dalam melaksanakan

kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan seperti

peraturan perundang-undangan.

b. Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi yang ditandai dengan

lancarnya rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah- masalah

yang dihadapi.

117
c. Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan

mengarah pada kinerja dan dampaknya (manfaat) yang

dikehendaki dari semua program-program yang direncanakan.

2. Kualitas Pelayanan

Pelayanan publik yang baik dan ideal dapat dilihat dari

kualitas pelayanannya. Kualitas pelayanan pada Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Administrasi Jakarta Utara secara langsung maupun tidak langsung

sudah banyak dirasakan oleh masyarakat atau pemohon sebagai

pengguna jasa pelayanan publik. Beragam tanggapan masyarakat

atau pemohon terkait kualitas pelayanan telah diterima juga

hasilnya oleh Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara.

Respon masyarakat atau pemohon terkait kualitas

pelayanan cenderung dirasakan baik dan memuaskan. Fasilitas

yang memadai baik prasarana maupun sarana pelayanan. Petugas

yang handal, tanggap dan empati dengan sigap memberikan

pelayanan kepada masyarakat atau pemohon. Masyarakat atau

pemohon pun merasakan proses pelayanan yang sesuai dengan

Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada dan berlaku. Hal ini

dirasa sesuai dan sejalan dengan 5 (lima) aspek pengukuran

kualitas pelayanan seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman,

118
Zeithaml, dan Berry (1985) yang telah dirangkum oleh

Parasuraman (2004:65) yaitu sebagai berikut :

a. Bukti fisik/nyata (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,

pegawai dan sarana komunikasi.

b. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan

memuaskan.

c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang

tanggap.

d. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kemampuan,

kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf;

bebas dari bahaya, resiko atau keraguraguan.

e. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan

memahami kebutuhan para pelanggan.

3. Hambatan dan Implementasi

Hambatan yang dialami Unit Pengelola Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu cukup beragam, seperti Sumber

Daya Manusia (SDM) yang belum memahami secara teknis proses

pelayanan dikarenakan terjadinya rotasi pegawai, dimana masih

perlu adaptasi. Serta keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)

secara kuantiti. Hambatan lainnya yaitu belum tersedianya

119
sinkronisasi dalam proses pelayanan perizinan secara daring

(online) antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Disisi lain target pada Rencana Kerja (Renja) seharusnya

semua layanan perizinan sudah berbasis daring (online), namun

saat ini masih ditemukan kendala teknis pada perangkat teknologi

informasi yang belum mutakhir dan ketersediaan tenaga ahli

teknogi informasi masih yang mumpuni. Secara umum hambatan

yang dihadapi Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara lebih kepada

kurangnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM).

4. Solusi Mengatasi Hambatan

Demi keberlangsungan pelayanan publik yang berkualitas

tinggi dan untuk menciptakan kelancaran rutinitas fungsi yang

efektif, maka Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara perlu

melakukan beberapa langkah upaya dalam mencari solusi terhadap

hambatan yang dialami. Seperti yang dijelaskan pada hasil

penelitian Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara mengambil

langkah solusi seperti pelaksanaan bimbingan dengan metode

transfer knowledge. Memberlakukan subsidi Sumber Daya Manusia

(SDM) antar Satuan Pelaksana di Unit Pengelola Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jakarta Utara demi

120
menutupi kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dari sisi

kuantiti.

Dilain hal dengan adanya perbedaan regulasi terkait proses

pelayanan daring (online) maka Unit Pengelola Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

perlu menjalin komunikasi dan kordinasi untuk berdiskusi mencari

solusi, agar terciptanya keseragaman asumsi. Dengan langkah-

langkah yang diambil tersebut diatas dapat dikatakan bahwa solusi

yang diambil sudah dapat mengatasi atas hambatan yang dihadapi.

121
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data pada bab

sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di

Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara terlaksana

dengan baik sesuai Standar Operasional Prosesdur (SOP) yang

ada pada Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2017 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Namun

dalam beberapa proses pelayanan masih melibatkan instansi lain

untuk memproses perizinian, hal tersebut diakibatkan oleh

kekurangan komposisi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

memberikan pelayanan.

2. Kualitas pelayanan dalam Implementasi Kebijakan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota

Administrasi Jakarta Utara cenderung baik hal tersebut terlihat dari

adanya fasilitas prasarana maupun sarana pelayanan yang

memadai, selain itu petugas tanggap dan bersikap empati dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

122
3. Hambatan dalam implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi

Jakarta Utara yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum

memahami secara teknis proses pelayanan dikarenakan terjadinya

rotasi pegawai, hambatan lainnya yaitu belum tersedianya

sinkronisasi dalam proses pelayanan perizinan secara daring

(online) antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

4. Upaya atau solusi untuk mengatasi hambatan Implementasi

Kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit

Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta Utara perlu melakukan

pelaksanaan bimbingan dengan metode transfer knowledge.

Memberlakukan subsidi Sumber Daya Manusia (SDM) antar

Satuan Pelaksana di Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jakarta Utara demi menutupi

kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) dari sisi kuantiti.

B. Saran

Megacu pada kesimpulan di atas, maka saran yang dapat

penulis sampaikan yaitu sebagai berikut:

1. Guna mencapai keberhasilan dalam implementasi Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota

123
Administrasi Jakarta Utara, diharapkan menambah sumber daya

manusia yang berkompeten, hal tersebut bertujuan agar dalam

pelaksanaanya dapat berjalan dengan baik tanpa

mengikutsertakan instansi lain.

2. Dalam hal menigkatkan kualitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) di Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (UP PMPTSP) Kota Administrasi Jakarta

Utara diharapkan lebih meningkatkan kecakapan dalam

memberikan pelayanan melalui system e-government, hal tersebut

bertujuan agar dalam pemberian pelayanan lebih efektif.

3. Untuk menghindari hambatan dalam melaksanakan pelayanan

secara daring, diharapkan Unit Pengelola Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Utara

menjalin komunikasi dan kordinasi dengan instansi lintas sektor

diatasnya untuk berdiskusi mencari solusi, agar terciptanya

keseragaman asumsi. Sehingga proses pelayanan secara daring

tidak lagi terhambat.

124
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Agustino, Leo, 2016, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta
Arifin, Zainal, 2012, Penenlitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru,
Bandung : Remaja Rosda Karya.
Darmawan, D. 2012, Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Fuad, Anis dan Kandung Sapto Nugroho, 2014, Panduan praktis
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Goetsch, David L.  dan Stanley B. Davis, 2011, Pengantar Manajemen
Mutu 2,. Ed. Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Prenhalindo.
Hakim, Abdul Aziz, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hardiansyah, 2011, Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator
dan Implementasinya, Yogyakarta : Gava Media
Hayat, 2017, Manajemen Pelayanan Publik, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persad.
Indrajit, Richardus Eko, 2011, Peranan Teknologi Informasi dan Internet,
Yogyakarta: Andi Offest.
Kadir, Abdul  dan Terra Ch. Triwahyuni, 2013, Pengantar Teknologi
Informasi, EdisiRevisi. Yogyakarta : Andi Press.
Kirom, Bahrul, 2014, Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan
Konsumen, Bandung : Pustaka Reka Cipta.
Mahmudi, 2013, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Kedua
Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Moleong, L.J., 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mukarom, Zaenal dan Muhibudin Wijaya Laksana. 2015, Manajemen
Pelayanan Publik, Bandung: CV Pustaka Setia.
Pasolong, Harbani, 2010, Teori Administrasi Publik, Bandung : Alfabeta.
Purwanto, Agus Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2012, Implementasi
Kebijakan Publik. Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta
: Gava Media
Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia : Reformasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT
Refika Aditama.
Solichin, Abdul Wahab, 2012. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Suharno, 2013, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Yogyakarta: UNY Press
Sutabri, Tata, 2014, Analisis Sistem Informasi, Yokyakarta : Andi Offest.

1
Jurnal :
Ismowati Mary. 2016. Kajian Urgensi Public Private Partnerships Di Kota
Bandung. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi ISSN 2085-1162 Volume
VIII, Nomor 02.
Maulamin Taufan. 2017. Kebijakan Transportasi Online Dan Konflik
Sosial. Diambil dari Jurnal Ilmu Adminitrasi Negara – ASIAN,
Volume 5 Nomor 2
Yayat Rukayat, 2017. Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi
Kependudukan Di Kecamatan Pasir Jambu.
Latunreng Wahyuddin. 2018. Tourism Policy for Encouraging the
Development of SMEs in Belitong, Indonesia. Dalam : Journal of
Management and Marketing Review J. Mgt. Mkt. Review 3(1) 16–
23 (2018).
Raden Dewi Setiani, 2018. Implementasi Kebijakan Pembentukan
Kabupaten/Kota Layak Anak Pada Bidang Pendidikan dan
Kesehatan Di Kabupaten Pandeglang.
Rahadian, AH. 2019, Implementasi Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok, Jurnal
Reformasi Administrasi Vol. 6, No. 1, Maret 2019, pp. 68-75.
Said Fahrin, 2020. Implementasi Kebijakan Pengurusan Perizinan Tanda
Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Pada Dinas Penanaman Modal
Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Medan.
Syamsul Bahri, dkk 2020. Public Policy Implementation in Efforts to
Improve Public Service Quality in Tangerang City.
Wisber Wiryanto, 2020. Initiative and Implementation of The Public
Service Innovation by Regional Government in Indonesia.
Gurmeet Singh dan Neale J Slack, 2020 New Public Management and
Customer Perceptions of Service Quality.
Yulianto, 2020. Meningkatkan Kompetensi Aparatur Sipil Negara Dalam
Pelayanan Publik Menuju Era New Normal. Prosiding Seminar
Stiami P- ISSN 2355-2883 Volume 7, No. 2, Oktober 2020.

Perundang-undangan :
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2010 tentang Pedoman
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)
Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI
Jakarta
Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 281
tahun 2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Penanaman
Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

2
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta
Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 160
tahun 2019 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Penanaman
Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI
Jakarta
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 205 tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Secara
Elektronik
Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2017 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

PEDOMAN WAWANCARA

I. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PTSP

1. Kepatuhan Implementor terhadap kebijakan PTSP

a. Tentang Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 160 tahun 2019

tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

3
1) Apakah pelaksana (implementor) dalam pelayanan telah

memperhatikan dan melaksanakan peraturan tersebut?

2) Dalam hal terdapat yang belum menyelenggarakan tugas dan

fungsinya, mohon dapat dijelaskan :

a) Dalam pekerjaan apa?

b) Apa penyebabnya?

c) Bagaimana mengatasinya?

3) Untuk operasional pelayanan, apakah Pergub No. 47 tahun

2017, untuk setiap kegiatan pelayanan apakah dilengkapi

dengan Standar Operasi Prosedur (SOP)?. Apabila belum ada

SOP, kebijakan apa yang dilakukan sebagai solusi agar semua

kegiatan pelayanan urut-urutan langkahnya (Sequence)

terdapat keseragaman agar diperoleh efisiensi pelayanan.

2. Kelancaran Pelaksanaan Kebijakan PTSP

a. Apakah pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan PTSP

sudah sesuai fungsinya ?, jika tidak apa penyebabnya.

b. Apakah rutinitas pelaksanaan PTSP sudah sesuai fungsinya ?

c. Dalam kelancaran fungsi, sejauh mana lancarnya pelaksanaan

PTSP dalam menjalankan fungsinya ?

3. Rencana kinerja dan realisasi rencana kinerja (tahun 2019)

4
a. Tentang rencana kinerja, apakah telah dibuat perjanjian kinerja

antara Kepala Unit dengan atasan langsungnya?

b. Apakah rencana kinerja tahunan tersebut diketahui dan

disosialisasikan keseluruh pegawai?

c. Kegiatan apa yang tidak dapat dilaksanakan dan apa penyebabnya

serta bagaimana mengatasinya?

d. Dari realisasi rencana kinerja, apakah ada kegiatan yang tidak

mencapai target dan apa penyebabnya?

II. KUALITAS PELAYANAN

1. Aspek Bukti Fisik (Tangible)

a. Apakah fasilitas sarana dan prasarana yang ada sudah memenuhi

kebutuhan masyarakat ?

b. Apakah ruang pelayanan tertata dengan bersih, rapi, sejuk dan

nyaman ?

c. Apakah ketersedian fasilitas umum yang ada sudah cukup dan

bersih?

d. Apakah peralatan dan perlengkapan yang digunakan sudah

memadai dan mengikuti perkembangan teknologi ?

2. Aspek Keandalan (Reliability)

a. Apakah petugas mampu memberikan pelayanan sesuai SOP?

5
b. Apakah petugas memberikan pelayanan sesuai harapan

pelanggan?, baik dari ketepatan waktu dan perlakuan yang sama

bagi semua pelangan.

c. Pegawai dapat memberikan penjelasan terkait semua proses

pelayanan?

3. Aspek Ketanggapan (Responsiveness)

a. Petugas membantu pelanggan apabila menghadapi masalah

proses pelayanan?

b. Tersedianya fasilitas dan waktu untuk pelanggan berkonsultasi ?

c. Memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan?

4. Aspek Jaminan dan Kepastian (Assurance)

a. Apakah pelayanan dilaksanakan tepat waktu sesuai SOP?

b. Apakah pelayanan sudah dilaksanakan dengan cepat? (cepat

dilayani dan cepat selesai) tidak menunggu lama.

c. Apakah petugas santun dalam melaksanakan pelayanan?

5. Aspek Kepedulian (Empathy)

a. Apakah petugas memahami kepentingan dan kesulitan pelanggan?

seberapa besar rasa empati petugas.

b. Apakah petugas menunjukan sikap terbuka dan kooperatif kepada

pelangan?

6
c. Petugas memahami kebutuhan pelangan secara spesifik?

III. HAMBATAN DAN MASALAH DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Dalam implementasi kebijakan pelaksanaan PTSP, sesuai Peraturan

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 tahun 2017 tentang Petunjuk

Pelaksanaan PTSP dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 160

tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Penenaman

Modal dan PTSP, ditingkat Unit Pengelola Penanaman Modal dan

PTSP Kota Administrasi Jakarta Utara.

1. Apa saja hambatan dan masalah yang dihadapi, baik pada tahun

2019 maupun pada tahun 2020?

2. Bagaimana kebijakan Kepala Unit Pengelola mengatasi hambatan

dan masalah tersebut?

3. Kebijakan (Peraturan) apa saja yang masih diperlukan untuk

mendukung tugas pelayanan, namun peraturan tersebut belum

ada?

IV. SOLUSI

1. Solusi apa yang diambil dalam mengatasi hambatan dan masalah

yang dihadapi selama ini ? mohon di uraikan.

2. Apa dampak dari solusi yang diambil tersebut ?

7
3. Setelah mengambil langkah solusi tersebut, apakah ada langkah

lanjutan untuk mengevaluasinya ?

LAMPIRAN

No Unsur Indikator Pertanyaan Jawaban

1 Implementasi 1. Dalam Peraturan Ya kita harus


Kebijakan Gubernur DKI mengimplementasikan

8
Jakarta Nomor 160 karena memang PTSP ini
tahun 2019 hadir untuk mereformasi
tentang Organisasi pelayanan publik,
dan Tata Kerja reformasi pelayanan
Dinas Penanaman publik. Jadi sebenarnya
Modal dan implementasinya dari
Pelayanan tahun 2014 itu kita sudah
Terpadu Satu mengimplementasikannya
Pintu. Apakah dengan baik. Kurang
pelaksana lebih sudah hampir 6
(implementor) tahun
dalam pelayanan mengimplementasikan
telah kebijakan tersebut
memperhatikan
dan melaksanakan
peraturan
tersebut?

2. Apakah Yang pasti tugas itu dari


pelaksanaan pergub itu ya gada yang
kebijakan sulit ya menurut saya.
penyelenggaraan Sebenarnya kalo kepala
pelayanan PTSP unit/ kepala kecamatan/
sudah sesuai kepala dinas juga bukan
fungsinya ?, jika piur masalah teknis ya.
tidak apa Karna ada beberapa ijin
penyebabnya. Dan yang masih terkait
sejauh mana dengan SKPD lain.
lancarnya Contoh untuk ijin aj
pelaksanaan PTSP tertentu. nah masalahnya
dalam kalo di Jakarta Utara si
menjalankan selama ini hanya mungkin
fungsinya ? koordinais dengan sedikit
SKPD kalo yang lain yang
artinya saya bilang ini
lebih tepat saya selama 4
tahun mungkin disini pak
hamid yang paling lama
di PTSP Jakarta Timur
ya. Alhamdulillah masalah
koordinasi saya seorang
yang sangat terbuka
untuk koordinasi
bagaimana pelayanan ijin
ini bisa memuaskan
maayarakat. Dulu

9
sebelum saya disini
perikanan pengkat
termasuk CV ,SIUP boleh
diliat media yang
mengatakan ngurus 1 ijin
CV ijin ini, ijin perikanan
tangkap karena yang
punya laut di Jakarta
Utara. Nah itu Seafood
satu sistem dan memang
sampai saat ini ya buat
saya karena tadinya itu
pelayanan sesuai dengan
peraturan Permendag itu
bahwasanya pelayanan
PTSP disitu pelayanan
dimulai harus berakhir
disitu kan. Masyarakat
hanya tau menunggu.
Nah kalo ada pelayanan
2 pintu artinya sebelum
ke PTSP harus ada
rekomtek dulu ke SKPD .
Si masyarakat tidak bisa
bahwasanya lamanya itu
apakah simpulnya lama di
SKPD rekomtek atau di
kita. Nah ini yang menurut
saya kalo dibilang
prestasi buat saya. Ciri
khas yang ada disini. Dan
selama di Muara Angke
yang pemilik
kapal/nelayan mungkin
kalo mau dibilang hampir
tidak ada keluhan. Kalo
itu dulu tabloid
bahasanya yang sangat
lebay atau dilebaykan
saya ga tau.

3. Tentang rencana Renja itukan rencana


kinerja, apakah kerja. Itu berhubungan
telah dibuat dengan renja itu dengan
perjanjian kinerja, penganggahan
Apakah rencana sebenarnya lebih tepat

10
kinerja tahunan ya. Jadi mau mengarah
tersebut diketahui kemana nih biroksasi
dan di arah kebijakan PTSP.
sosialisasikan Jadi renja itu ya memang
keseluruh harus memang dibuat.
pegawai? Lalu Nah rencana kerja itu kan
Kegiatan apa yang soalnya evaluasi untuk
tidak dapat diakhir atau evaluasi
dilaksanakan dan kedepan sejauh mana
apa penyebabnya rencana kerja yang kita
serta bagaimana buat itu dapat terlaksana
mengatasinya? dengan baik. Ada
Renkin ,ada Renja
sebenarnya sama aja.
Buat saya sama. Hanya
pengucapannya aja yang
beda. Pertahun biasanya
diawal tahun untuk
sekarang 2021, 2020
inikan Renja 2021
dong ,jadi kan
pemikirannya harus kalo
dalam ekonomi istilahnya
memikirkan kedepan
bukan memikirkan ke
belakang apa yang mau
dikerjakan begitu. Salah
satunya renja ini gini,
persyaratan untuk izin A.
Itu mungkin kedepan
tidak begitu dipentingkan
lagi. Tahapan-tahapan
seperti itu terus arah dari
Dinas ini mau kemana.
Seperti apa si gitu. kalo
namanya Kantor ya
memang pelayanan
publik itu melekat dengan
kepala wilayah. Kayak
PTSP kelurahan harus ke
kelurahan ,PTSP
kecamatan harus
kecamatan. Karena
sebenarnya pelayanan
publik kecamatan ini juga
yang tadinya kan ini

11
dihandle oleh beberapa
instansi ya. Nah jadi
kedepan seperti apa itu
sebenarnya udah
ditentukan seperti apa
tahun 2021 apa si yang
mau diraih. Terus
kepuasan masyarakat
mana yang harus
diperbaiki, rencananya
kedepan seperti apa. Itu
sudah jelas sebenarnya di
Renja tahunan. Di Renja
tahunan ya semua ijin
dari kepala Dinas
mengatakan online. Itu
bagian dari Renja yang
harus rencanakan dan
kita dibayangkan. Jadi
kalo kita terus seperti
belum online 100% ya
belum seperti yang
dikatakan

2 Kualitas 1. Apakah fasilitas Kalau saya lihat sih saya


Pelayanan sarana dan rasa sudah cukup yah
prasarana yang sudah lumayan cukup,
ada sudah cukup baiklah intinya.
memenuhi Sudah nyaman, enak kok
kebutuhan suasananya. Fasilitasnya
masyarakat sudah banyak, disini juga
secara tertata kebetulan ada ATM Bank
dengan bersih, DKI juga diwilayah sini
rapi, sejuk dan terus kalau jadi apapa
nyaman?. Lalu terus ada untuk tempat
jual minum juga disini
box, box minum yah ada
disini kebetulan jadi
sambil nunggu lumayan
lah yah. Suasanya juga
lega, luas kok jadi
nyaman sih.

2. Apakah petugas Kalau dari segi mampu


mampu saya rasa sih cukup, dari
memberikan segi knowledge cukup

12
pelayanan sesuai bagus juga yah karena
SOP dan petugas kan mereka juga lebih ke
memberikan pengarah. Mengarahkan
pelayanan sesuai ke kita kalau misalkan
harapan ada kekurangan dokumen
pelanggan?, baik atau apalah dijelaskan
dari ketepatan berdasarkan apasih yang
waktu dan perlu dilengkapi kalau
perlakuan yang memang ada kekurangan,
sama bagi semua gak pasif gitu maksudnya.
pelangan. Ini ko sangat inilah
membantu kita juga.
Awalnya saya tau dari
temen terkait SOP
pelayanan Izin
Penagkapan Ikan ini, tapi
saya pengen lebih mastiin
aja sih. Saya pengen
coba ah makanya saya
diawal sering kesini buat
konsultasi sih, karenakan
namanya kita masyarakat
awam pasti butuh
bertanya oh...ini apa sih
maksudnya gitu. Tapi
cukup baik kok, sudah
sesuai SOP sudah
beberapa banyak izin
penangkapan ikan yang
selesai. Mereka ramah-
ramah juga kok,
maksudnya gak ada maaf
yah dalam tanda kutip
kan ada yang kurang
respect. Tapi gak kalau
disini respect semua kok
orangnya. Petegus
memberikan penjelasan
pelayanan dengan jelas,
tapi kadang gini memang
kan kalo ada beberapa
yang lebih bersifat ke ya
mungkin dari pasal-pasal
yah kalo kaya entah
peraturan apa. Mereka
kan lebih ke front office

13
yah mungkin mereka itu
namanya atau saya gak
taulah kalau di Bank kan
namanya CS yah, mereka
bisa nanya ke tim teknis
perizinannya langsung
jadi saya kebantu juga.
Sejauh yang saya
beberapa kali kesini sama
aja sih pemberlakuan
petugas terhadap
pemohon. Sampai saat ini
menurut penilaian saya
pribadi sih sudah sesuai
harapan, menurut saya
pribadi saya sangat puas

3. Petugas Kalau dari segi terlalu


membantu cepat itu yah karenakan
pelanggan apabila kalau perizinan kaya
menghadapi ginkan pasti mungkin
masalah proses saya juga butuh banyak,
pelayanan? malah justru saya yang
banyak nanya ke mereka
karenakan saya
konsultasi. Tapi mereka
menjawabnya pun
dengan sesuai yang dia
tau dalam arti peraturan,
maksudnya tanggaplah
gitu. Kalau mereka tidak
tau pun, mereka nanya ke
bagian yang didalam yah.
Dan mereka pun
responnya cepet gitu.
Sejauh ini yah apa yang
saya butuhkan sudah
tepat, sejauh ini yah.
Karenakan saya gak bisa
bilang, takutnya kan saya
sekarang, Trus tiga
minggu atau empat bulan
lagi kita gak tau yah,
semoga sih stabil. Gini
dulu saya pernah
mengalami sesekali

14
kesulitan tapi mereka
memberikan solusi.
Karenakan mereka juga
dalam arti harus
konsultasi dulu dengan
puhak teknis yah kalau
mereka bilang yah,
kadang terkadangkan
karena dengan waktunya
apalagi WFO-WFH gini
yah terkadang ada tim
teknisnya yang sedang
WFH. Nah mereka minta
butuh waktu. mereka
kasih solusi sih.

4. Apakah pelayanan Kalau ketepatan sih


sudah sudah sesuai dengan
dilaksanakan waktu proses, gak pernah
dengan cepat? telat sih. Dalam artian yah
(cepat dilayani dan memang misalnya dikasih
cepat selesai) waktu segitu, jadinya ya
tidak menunggu segitu. Ya mungkin kalo
lama. Dan Apakah untuk dari hari sabtu
petugas santun minggu kan kita gak
dalam dihitung, ya tapi kan kita
melaksanakan sebagai masyarakat
pelayanan? merasanya sih pas sih
gak lewat jauh kadang
seminggu dua minggu itu
gak yah. Udah pas kok.
ETA untuk pembuatan
Izin Penangkapan Ikan 3
hari kerja dan sejauh ini
sudah tepat dan cepat
yah. Dan hampir semua
pegawai sudah santun
yah, bahasanya jutek yah
gak ada disini gak ada
baik-baik semualah
selama saya kesini.

5. Apakah petugas Sangat memahami,


memahami karena dengan saya
kepentingan dan orang masyarakat biasa
kesulitan kesini gak tau apa-apa

15
pelanggan? kalau memang pengen
seberapa besar ditanya apa-apa gak
rasa empati dicuekin atau dijawabnya
petugas.Lalu yah seadanya aja. Itu
Apakah petugas gak, mereka jawab
menunjukan sikap dengan jelaslah dalam
terbuka dan artian jelas sesuai dengan
kooperatif kepada mereka lihat diperaturan,
pelangan? tapi pas memang bener
itu yang di inginkan.
Mereka lebih koperatif
juga sih dalam hal
menangani masyarakat.
Ini kok antusias. Sikap
petugas terbukalah,
karenakan kan mereka
membantunya dengan
sesuai dengan koperetif
itu berertikan tandanya
mereka udah siap
menghadapi kita yang
gak tau perizinan tiba-tiba
dateng gitu

3 HAMBATAN Apa saja hambatan Hambatan pasti ada lah.


DAN MASALAH dan masalah yang Hambatan analisa SWOT
DALAM dihadapi, baik pada nya kalo saya pikir
IMPLEMENTASI tahun 2019 maupun gampang sekali. Karena
KEBIJAKAN pada tahun 2020? menganalisa di PTSP ini
Lalu Bagaimana kalo masalah anggaran
kebijakan Kepala kita sebenarnya gak
Unit Pengelola terlalu Dinas yang
mengatasi hambatan berorientasi anggaran itu
dan masalah sudah pasti. Beda
tersebut? dengan pelayanan tidak
langsung yang mungkin di
dinas lain. Kalo kita si
orientasinya penilaian
evaluasi itu gampang
sekali sangat gampang.
Ya kepuasan masyarakat
terhadap apa yang kita
berikan ya diinformasi
terakhir dari data di Dinas
itu kita masih
memuaskanlah. Kalo mau

16
dibilang sangat-sangat
memuaskan atau sudah
perfect kayaknya
gamungkin. Jadi ini yang
saya bilang tadi untuk
anggaran saya piikir udah
pasti karna banyak
anggaran yang potong,
yang di program-program
yang tidak dihapuskan
untuk dinas yang lain.
Kalo yang kita karna pyur
kebanyakan di pelayanan
sejauh ini masih bagus.

4 Solusi Solusi apa yang Saya masih melihat itu


Mengatasi diambil dalam yang tadi saya bilang
Hambatan mengatasi hambatan karena PTSP sebenarnya
dan masalah yang tidak bisa berdiri sendiri.
dihadapi selama ini? Ya dalam hal ini belum
mohon di uraikan. piur untuk penilaian teknis
Dan Apa dampak itu. Jadi kan PTSP gini,
dari solusi yang pendaftaran sebenarnya
diambil tersebut ? gampang sekali. Di
pendaftaran ada di front
office, Teknis ,trus
finalisasi atau ijin keluar.
Ini 3 step ini aja.
Sekarang pendaftaran
oke. Ada online, ada
ajib ,ada segala macem
itu it's ok lah kalo disini.
Nah yang mungkin ada
masalah pada saat
penilaian teknis. Nah
penilaian teknis kalo
semua sudah mandiri
saya bisa interpensi. Tapi
pada saat ini harus
kesana kesini ya saya
gak bisa punya
kewenangan yang tinggi
untuk mengakses
interpensi mereka. Tapi
itu yang saya bilang salah
1 kendala itu komunikasi

17
yang berhubungan
dipenilaian teknis tadi.
Nah salah 1 yang saya
bilang tadi yang memang
benar2 prestasi buat
saya, walaupun mungkin
buat orang ngga yaitu
perikanan tangkap. Saya
bisa interpensi karna
bagaimanapun penilaian
tehnis tim penilaian gada
yang mumpuni dalam
penilaian teknis perikanan
tangkap. Tapi kita buat
untuk penilaian bersama.
Yang handle kita, yang
menetukan kita, yang
membuat jadwal kita. Si
pemilik kapal tidak perlu
tau yang penting mereka
itu masuk dan keluar
dibuat. Nah untuk
beberapa ijin mungkin
saya sebut 1. Ijin
kesehatan atau dinas
kesehatan ini memang
yang sanagt penting
bangat untuk hal-hal yang
seperti itu. Dan sampai
sekarang saya juga orang
kesehatan. Ini jadi
penilaian buat mereka.
Contoh ini ada beberapa,
ini yang saya bilang tadi.
Ini kan maslaah
komunikasi. Kalo anak
buah saya kalo staff saya
gak seperti yang mereka
harapkan mungkin tapi
transfer knowledge ada
sebenarnya. Oh harus
seperti ini kalo untuk
rumah sakit tipe C. Harus
seperti ini segala macam.
Saya bukan tipikal untuk
menunggui rekomtek

18
mereka dan sampai saat
ini mereka hanya ingin
ketergantungan PTSP
sama mereka. Tapi disisi
lain mereka tidak bisa
konsisten bila sudah
survei bersama dengan
mereka berapa hari harus
saya terima apa
rekomteknya Yes or No.
Sampai detik ini mereka
tidak pernah. Dia hanya
mengatakan oh ini gin gini
gini nah itu pembelajaran
buat saya. Karena
sebenarnya SKPD itu gak
semua aware. Saya gak
tau apa disana. Kalo mau
saya bilang 1 perikanan
tangkap dengan 1 rumah
sakit di muara angke
sana mungkin dari segi
pemilik modal gada apa-
apanya. Itu masalah
bagaimana kita. Gini,
jangan pernah katakan
disaat sekarang,
kesehatan perlu tp
ekonomi perlu juga. Nah
kalo kamu tanya masalah
kesehatan dengan
sekarang kalo mau
mereka itu lockdown. Itu
bedanya kaya
mahasiswa. Yang
memang membuka
mindset kita. Tapi itu yg
saya bilang tadi. Solusi
yang selama ini seperti
apa. Masalahnya saya
masih melihat komunikasi
antar SKPD. Dalam
pelayanan pasti ada
diskresi. Contoh salah
satunya untuk IMB
mendirikan bangunan itu

19
salah satunya harus ada
KRK sekarang contoh itu
adalah proyek strateginya
walikota. Membangun A
dan B. Proyek strategis
disana sudah harus ada
berarti melibatkan
dampaknya
kemasayarakat yang lebih
besar. Pada saat itu saya
kan kembali lagi gak bisa
menginterprensi 1 Dinas
atau punya lain. Pada
saat itu belum keluar.
Sementara itu harus
keluar ya saya,
Keluarkan. Dengan
persyaratan yang lain.
Yang bisa nanti yang kita
takutkan akan
bermasalah. Saya juga
gamau bermaslaah. Tapi
kembali lagi melihat
urgensinya untuk
masayarakat atau untuk
pribadi.

1. Wawancara dengan Informan 1 (IF1)

2. Wawancara dengan Informan 2 (IF2)

20
3. Wawancara dengan Informan 3 (IF3)

4. Wawancara dengan Informan 4 (IF4)

5. Wawancara dengan Informan 5 (IF5)

6. Wawancara dengan Informan 6 (IF6)

21
7. Wawancara dengan Informan 7 (IF7)

8. Wawancara dengan Informan 8 (IF8)

9. Wawancara dengan Informan 9 (IF9)

22
23
24
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. BIODATA
Nama : Muhammad Ali Massyhury, S.Kom
Tempat, Tangal Lahir
: Jakarta, 01 Januari 1989
Agama : Islam
Alamat : Jl. Papanggo 1B No.29B RT.05 RW.01
Jakarta Utara – 14340
Email dan Handphone : alinzgtl3@gmail.com / 0856 9140 9346

II. RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL


1. SD : SD Negeri 01 PG Papanggo Lulus Tahun 2000
2. SMP : SMP Negeri 65 Jakarta Lulus Tahun 2003
3. SMA : SMA Negeri 18 Jakarta Lulus Tahun 2006
4. D3 : Universitas Gunadarma Lulus Tahun 2009
5. S1 : Universitas Gunadarma Lulus Tahun 2011

III. RIWAYAT PEKERJAAN


1. Staf Kelurahan Pulau Tidung Kec.Kepulauan Seribu Selatan sejak
2010 – 2015;
2. Staf Teknis Tingkat Ahli Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi DKI Jakarta sejak 2015 – 2016;
3. Kepala Seksi Satuan Pelaksana PTSP Kel. Jembatan Besi sejak
2016 – 2017;
4. Kepala Unit Pelaksana PTSP Kel. Warakas sejak 2017 – 2020;
5. Kepala Unit Pengelola Penanaman Modal Dan PTSP Kel. Sunter
Agung sejak 2020 sampai dengan saat ini.

25

Anda mungkin juga menyukai