Salah satu teori analisis kebijakan adalah lay-theory. Menurut schererhorn (1993)
teoriadalah kumpulan konsep dan id yang menjelaskan dan memprediksi terkait
fenomena sosial. Teori sendiri dibagi menjadi dua pemahaman yaitu lay theory dan
scientific theory.
Analisis kebijakan adalah teori yang berasal dari pengalaman terbaik, bukan dari
temuan, kajian akademik, atau penelitian ilmiah. Artinya teori ini termasuk lay theory.
Artinya pengembangan teori ini ditentukan oleh keberhasilan/kegagalan kebijakan
publik yang terjadi di lingkungan administrasi publik.
Menurut dunn, analis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis yang
ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan
pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Analis kebijakan adalah disiplin
ilmu sosial.
Metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai
dalam pemecahan masalah manusia
1) Definisi = menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan
masalah kebijakan
2) Prediksi = menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang
dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika tidak melakukan sesuatu.
3) Preskripsi = menyediakan informasi mengenai nilai dari konsekuensi alternatif
kebijakan di masa mendatang
4) Deskripsi = menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu
dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5) Evaluasi = kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan masalah
UNSUR KEBIJAKAN
MODEL EVALUASI
1. Efektivitas = apakah hasil yang ingin dicapai?
2. Efisiensi = berapa banyak dipergunakan sumberdaya?
3. Kecukupan = seberapajauh pencapaian hasil yang diinginkan telah
meemcahkan masalah?
4. Pemerataan = apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada
kelompok target yang berbeda?
5. Responsivitas = apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok tertentuu?
6. Ketepatan = apakah hasil yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Riset kebijakan adalah sebuah upaya untuk melihat hubungan antara variabel “
jika pemerintah melakukan X” dengan variabel “akan terjadi Y”. Pemahaman
mengenai analisis kebijakan oleh Weimar dan Vining adalah sebagai sebuah kegiatan
yang mengandung tiga nilai, yaitu pragmatis (client-oriented), mengacu pada
keputusan publik, dan tujuannya meleibhi kepentingan atau nilai-nilai klien,
melainkan kepentingan atau nilai-nilai sosial. Weimer dan Vining membahas
mengenai perbedaan dan persamaan kebijakan publik dengan riset akademik, riset
kebijakan, perencanaan strategis, administrasi publik, dan jurnalistk. Kebijakan publik
ini sering rancu dengan riset akdemik, dimana fokusnya kepada uaya menemukan
atau mengembangkan teori-teori yang memberikan kontribusi kepada kemajuan
masyarakat. Riset kebijakan merupakan sebuah upaya untuk melihat hubungan antara
variable. Perencanaan strategis atau classical planning adalah upaya untuk
menemukan tujuan dan sasaran yang dikehendaki akan dicapai oleh masyarakan dan
menentukan cara yang paling efesien untuk mencapainya. Diantara ketiga hal
tersebut, administrasi publik merupakan yang paling sering diidentikan dengan
analisis kebijakan. Analisis kebijakan dilakukan dengan mengingat dua alasan
(Rationale) pokok setiap analisis kebijakan publik, yaitu bahwa terjadi (1) Kegagalan
pasar (market failures), (2) Kegagalan pemerintah (government failure). Weimar dan
Vining melihat bahwa empat kegagalan pasar yang banyak diidentifikasi adalah
berkenaan dengan barang publik, eksternalitas, monopoli natural, dan informasi yang
asimetris. Seorang analis kebijakan harus menguasai beberapa hal ini, yaitu
1) mempunyai kompetensi untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan
mengkomunikasikan infromasi di bawah tekanan tenggat waktu.
2) mampu meletakkan masalah sosial di dalam konteksnya.
3) memerlukan keterampilan teknis yang memungkinkannya untuk membuat
prediksi dengan lebih akurat dan membuat evaluasi konsekuensi kebijakan yang lebih
meyakinkan
4) mempunyai pemahaman yang kuat tentang perilaku politik dan organisasi
untuk memprediksi bahkan mempengaruhi sebuah kebijakan.
5) mempunyai etika dalam bekerja melayani klien.
Weimar dan Vining menekankan efesiensi ekonomi sebagai tujuan penting dalam
evaluasi alternatif kebijakan.
Isu kebijakan tidak dapat dengan mudah didefinisikan dengan baik, seringkali
cenderung merupakan isu politis murni ataupun isu teknis murni, solusinya adalah
pernah dibuktikan sebelumnya, tidak ada jaminan bagi keberhasilan solusi kebijakan,
tingkat kecukupan dari kebijakan sulit disetarakan dengan pemahaman tentang public
goods, dan seringkali unsur fairness dari solusi kebijakan sulit. Analisis kebijakan
lebih dari sekadar proses teknis-kuantitatif, tapi juga bersifat politis. Dalam analisis
kebijakan hal yang paling sulit dilakukan adalah mencari metode analisis dan
perencanaan kebijakan yang sederhana, karena proses pemecahan masalah tidak
sesuai dengan kondisi kebutuhan analisis kebijakan. Patton dan Savicky
memperkenalkan model klasik dalam proses kebijakan, yaitu mendefinisikan masalah,
menentukan kriteria evaluasi, mengidentifikasi kebijakan alternatif, mengevaluasi
kebijakan alternatif, memilih kebijakan yang disukai, menerapkan kebijakan yang
disukai, dan kembali lagi ke langkah awal.
Berkaitan dengan hal itu, Patton dan Savicky memperkenalkan modelnya
sebagai “the basic methods of policy analysist and planning”. Konsep basic methods
ini diartikan sebagai bagian dari metode analisis kebijakan, yang terdiri dari cara-cara
yang diterapkan dengan cepat tetapi secara teoritis masuk akal untuk membantu
dalam membuat keputusan kebijakan yang baik. Patton dan Savicky juga menjelaskan
sebelas kriteria untuk menjadi analis kebijakan yang unggul, mulai dari belajar untuk
fokus dengan cepat pada kriteria keputusan sentral dari masalah, sampai dengan
menyadari bahwa tidak ada yang namanya "benar-benar benar", "rasional" dan
"analisis lengkap". Analisis kebijakan yang baik mengintegrasikan informasi
kualitatif dan kuantitatif, mendekati permasalahan dari berbagai perspektif dan
menggunakan metode yang sesuai untuk menguji fisibilitas dari opsi-opsi yang
ditawarkan. Seorang analis kebijakan harus bekerja dengan mempertimbangkan unsur
etik. Patton dan Savicky menjelaskan mengenai pemahaman dengan teori etik,
pendekatan teologis lebih mengedepankan etik dari sisi hasil. Sedangkan, pendekatan
deontologis berkenaan dengan etik dari sisi proses. Dari segi hasil, dapat dilihat
berdasarkan pendekatan benefit-cost. Dari segi proses, analis kebijakan harus melalui
proses yang benar dalam melakukan analisis kebijakan, seperti melibatkan
konstituen.Analisis kebijakan harus dapat mengangkat masalah yang penting dengan
menggunakan cara yang kogis, valid, dan dapat direplikasi, serta mempresentasikan
informasi berupa produk analisis kebijakan yang dapat digunakan oleh pengambil
keputusan. Analisis kebijakan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah-masalah publik.
Patton dan Savicky menjelaskan secara detail mengenai enam langkah dalam
proses analisis kebijakan tersebut, mulai dari mendefinisikan, verifikasi, dan
mendetailkan permasalahan kebijakan sampai dengan pemantauan dan evaluasi
kebijakan yang diimplementasikan Berdasarkan tiga pemahaman mengenail analisis
kebijakan yang disampaikan oleh Dunn, Weimar dan Vining, serta Patton dan
Savicky, dapat dilihat bahwa ketiganya memiliki kesamaan dalam beberapa aspek.
Misalnya, mengenai langkah dalam proses analisis kebijakan yang pasti diawali
dengan mendefinisikan atau mengidentifikasi permasalahan yang sedang dihadapi,
kemudian penyediaan alternatif kebijakan, dan di akhiri dengan evaluasi kebijakan