Anda di halaman 1dari 8

POWER AND POLITICS IN SCHOOL

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi Pendidikan: Strategi
dan Aplikasi yang diampu oleh Prof. Dr.H. Johar Permana, M.A. dan Dr. Cepi
Triatna, M.Pd.

Oleh:
PARAMITHA
HENNI SIDABUNGKE -NIM: 2012952

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCA SARJANA UPI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur, kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan berkatNya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
tugas makalah ini yang berjudul “Power and Politics in School.”

Dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para


pembaca tentang apa itu Konsep politik dan Konsep kekuasaan di sekolah.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Administrasi Pendidikan: Strategi dan Aplikasi yang diamanatkan oleh Prof. Dr.
H. Johar Permana, M.A., dan Dr. Cepi Triatna, M.Pd. Saya berterimakasih kepada
Bapak dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan kami terhadap bidang studi yang sedang saya pelajari.

Makalah ini ditulis berdasarkan buku dan jurnal penunjang yang dimiliki
dan untuk mempermudahnya juga menyertai beberapa refleksi pengalaman atas
beberapa sekolah selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali


kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi. Oleh karena itu, saya
mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya bagi yang
membaca makalah ini. Amin

Bandung, April 2021


Paramitha dan Henni Sidabungke
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengajukan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dalam Sekolah?
2.      Apa saja yang menjadi karakteristik kekuasaan?
3.      Apa yang dimaksud dengan Politik dalam Sekolah?

1.3 Tujuan Pembahasan Masalah


Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1.      Konsep Kekuasaan dalam Sekolah.
2.      Karakteristik kekuasaan.
3.      Konsep Politik dalam Sekolah.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kekuasaan Dalam Sekolah

2.2 Karakteristik Kekuasaan


2.3 Konsep Politik Dalam Sekolah

Menurut Lunenberg dan Ornstein (2000) terdapat lima sumber yang berbeda dari
pengaruh yang ada pads pimimpin. a. Legitimate Power (Kekuasaan berdasarkan
hukum) Kekuasaan jenis ini tertanam pads kedudukan pemimpin, atau peranannya
sesuai dengan tingkatan dalam organisasi. Kekuasaan inipun pads prinsipnya
dapat diterima oleh dug belch pihak antara yang memimpin dan yang dipimpin,
sehingga pemimpin mempunyai hak untuk mempengaruhi bawahan. Dalam
praktek di sekolah, maka kepala dinas mengharapkan kepala sekolah dapat
menyelesaikan tugas-tugasnya. Betigu pula kepala sekolah mengharapkan guru-
guru agar menyelesaikan tugas-tugas mereka. b. Reward Power (Kekuasaan
berdasarkan penghargaan) Para pemimpin organisasi biasanya memiliki
wewenang memberikan penghargaan kepada bawahan/pengikut/ anggota. Hal ini
mungkin dilakukan kalau pemimpin itu memiliki sesuatu yang akan diberikan
sebagai penghargaan dan juga pihak bawahan cukup wajar mengharapkan yang
diinginkannya. Contohnya, pemimpin punya wewenang menaikkan gaji, promosi
atau memberikan tugas baru. c. Coercive Power (Kekuasaan berdasarkan paksaan)
Kekuasaan berdasarkan paksaan ini berbeda atau berlawanan dengan kekuasaan
berdasarkan penghargaan. Dalam hal ini kemampuan pemimpin untuk mengawasi
dan mengatur hukuman kepada bawahan yang tidak patuh atau menurunkan
pangkat, menahan kenaikan gaji, menolak perbaikan nasib, memberikan tugas
yang kurang disukai dan ancaman untuk dihukum. d. Expert Power (kekuasaan
berdasarkan keahlian) Dalam hal ini pemimpin itu memang mampu menganalisis,
menerapkan dan mengawasi tugas-tugas bagian-bagian. Pemimpin dengan
memiliki keahlian khusus seperti ini memang diperlukan oleh kelompok.
Kekuasaan jenis ini tergantung pada pendidikan, latihan dan pengalaman, yang
sangat diperlukan dalam organisasi modern seperti pada sekolah. Fungsi-fungsi
Administrasi/Manajemen Pendidikan LainnyaRisnawati 74 e. Referent Power
(kekuasaan berdasarkan rujukan) Kekuasaan jenis ini menyangkut kemampuan
pemimpin untuk mengembangkan para pengikut atas dasar kepribadian mereka.
Ini merupakan salah satu karisma yang membuat para pengikut tertarik dan
menghormati pemimpin. Banyak pemimpin di dunia ini seperti Mahatma Gandhi.
Kekuasaan Rujukan ini bisa terjadi/ berasal dari seorang yang disegani atau jadi
rujukan selama ini atau dari seseorang pada organisasi dengan kedudukan yang
tinggi. Contohnya, penggunaan istilah pembantu dari seorang yang berwibawa
dengan kedudukan yang tinggi, seperti: pembantu gubernur, pembantu rektor,
yang dalam bahasa Inggris disebut: assistant to. Namun begitu, asisten itu tidak
tergolong legitimate, reward atau coercive power, karena sifatnya individual dan
selama ini bertindak atas nama orang/pejabat lain. Hubungan antara power
(kekuasaan), influence (pengaruh) dan leadership (kepemimpinan) dapat dilihat
pada gambar berikut: Sumber : Gary A. Yuki (1981) yang dikutip oleh Lunenburg
dan Ornstein (2000)

2.1.3. Tipe-Tipe Kekuasaan


Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu:
a. Reward Power. Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada
kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan
atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud
melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain
menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah jika anda
dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan akan
meningkat, maka dapat menggunakan reward power. Bahwa
seseorang dapat melakukan reward power karena ia mampu memberi
kepuasan kepada orang lain.
b. Coercive Power. Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih
memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman
kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan
bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum
dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya
memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe
kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa
kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas
perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat
mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Referent Power. Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan
‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi
orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang
diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan
akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu
melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang
diberikan atasannya.
d. Expert Power. Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini,
memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian
dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang
atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan
suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi
dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
e. Legitimate Power. Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang
sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu
persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan
menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. merupakan
kekuasaan yang berasal dari kedudukan seseorang dalam hirarki
organisasi. Seseorang mampu mempengaruhi orang lain karena ia
memiliki posisi atau jabatan tertentu dalam organisasi. Karena
jabatan tersebutlah bawahanya patuh padanya. Tipe kekuasaan ini
bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada
nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang
dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka
orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan
kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut. Kekuasaan hampir
selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan
rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan
tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-
orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit
menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang
paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan
patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara
mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih
mahal, dibanding jika karyawan secara spontan termotivasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari
Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan
perorangan untuk menentukan atau membatasi hasil-hasil.
Kekuasaan dalam pendidikan adalah sebuah bentuk legalitas
terhadap kepemimpinan yang dijalankannya, legalitas artinya
kebermaknaan kepemimpinan dalam organisasi pendidikan adalah
kekuasaan individual ataupun kolektivitas. Kekuasaan dan pendidikan
sebenarnya memiliki dua makna, makna pertama kekuasaan adalah
bentuk kewenangan dalam kelembagaan pendidikan, dan makna kedua
adalah pendidikan melahirkan kekuasaan yang baik.
Wewenang dan perilaku administrasi di sekolah meliputi:
a. Otoritas Fomal, didukung oleh sanksi formal, memiliki
cakupan yang agak terbatas. Chester Barnard (1938) menyebut
sebagai "zona ketidakpedulian" birokrasi. Yang mana bawahan
termasuk para profesional administrator dan guru, menerima pesan
tanpa pertanyaan. Hal ini sangat dapat memunculkan tingkat kinerja
minimum tertentu, tetapi perilaku administrasi yang demikian tidak
mengarah pada operasi yang efisien.
b. Organisasi informal merupakan sumber penting dari
otoritas yang sering masih belum dimanfaatkan. Dimana kontrak
hukum dan jabatan melegitimasi kekuasaan formal. Nilai-nilai
umum dan sentimen yang muncul dalam kelompok kerja
melegitimasi otoritas informal. Secara khusus, wewenang informal
yang muncul dari kesetiaan kepada perintah yang unggul dari
anggota kelompok (Blau dan Scott, 1962, 2003).
Dengan demikian, Jika administrator mampu memerintah
dengan loyal, memperluas pengaruh mereka, dan menjadi sukses,
maka mereka harus:
• Menjadi perhatian dan mendukung para guru, misalnyamembantu
guru menjadi sukses.
• Menjadi otentik, lurus, dan berbagi kesalahan, dan menghindari
memanipulasi orang lain.
• Tidak merasa terkekang oleh birokrasi, karena akan menjadi
substansi penilaian yang baik dalam penerimaan aturan yang kaku.
• Menunjukkan otonomi dengan menjadi diri sendiri.
• Menunjukkan pengaruh dengan menjadi perantara untuk guru
dengan atasan.
• Tetap tenang dan sejuk, terutama dalam situasi sulit.
• Hindari penggunaan perilaku otoriter.

Anda mungkin juga menyukai