Anda di halaman 1dari 18

1&2 TEORI ADMINISTRASI

1&2
TEORI ADMINISTRASI
Hal. 1 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

Chapter 1
Sejarah Perkembangan Studi Administrasi Publik

Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti sesi modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memahami
sejarah perkembangan studi administrasi publik.

Ilmu Administrasi Negara sebagai suatu kajian yang multidisipliner berada dalam kondisi
transisi. Ilmu ini senantiasa berada dalam suatu proses perkembangan yang tidak menuju ke
satu arah saja, melainkan menuju ke berbagai arah. Perubahan terjadi semenjak awal tahun
1990- an, membuat ilmu administrasi Negara berada dalam proses perubahan yang dinamis.
Bahkan Waldo (1968) dalam Toha, (2008) mencatat, bahwa perubahan yang sedang
berlangsung saat itu sebenarnya merefleksi suatu identitas krisis dalam pembentukan suatu
disiplin ilmu pengetahuan termasuk ilmu administrasi Negara ini. Menurut Lynn (1966). Waldo
juga memberikan sinyal bahwa perjuangan administrasi Negara untuk memperoleh rekognisi
dan legitimasi sebagai suatu seni (an art), ilmu pengetahuan (a body of knowledge) dan suatu
profesi (a profession) sudah amat dikenal semenjak lahirnya disiplin ini.

Pada dasawarsa terakhir ini perjuangan untuk menunjukan keunikan dan keaslian adinistrasi
Negara terus berlangsung, bahkan beberapa akademisi mengatakan semakin intensif. Dimuali
dari awal lahirnya, kajian administrasi Negara memusatkan pada locus dan boundary pada on
going state senantiasa mengundang banyak perdebatan. Membahas arti “public” pada
“administration” dan integrasi dari dua konstruksi itu kedalam suatu bangunan kajian ilmu
pengetahuan senantiasa memberikan harapan dan persoalan (Vigoda, 2002)

Di Indonesia dilihat dari perspektif akademis kelihatan ilmu administrasi Negara masih banyak
mengkopi perkembangan yang terjadi di Negara-negara maju. Sementara dilihat dari program
kegiatan dari pemerintahan dan reformasi administrasi pemerintahan sudah ada kemajuan dan
perkembangan semenjak Bung Karno dan Soeharto. Adapun sekarang ini tampaknya masih

Hal. 2 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

berada dalam kondsi transisi belum menunjukan arah yang jelas kemana reformasi administrasi
akan diarahkan.

A. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara


Overview singkat terhadap perkembangan sejarah adminsitrasi Negara modern modern perlu
disinggung disini guna memahami tingkat perkembangannya hingga saat ini. Ilmu administrasi
Negara dilahirkan pada abad ke-19, ketika perhatian masyarakat akademisi mulai tertarik
mengamati kegiatan-kegiatan suatu Negara (the bussines of the state). Revolusi yang
mengubah administrasi negara menjadi suatu ilmu dan profesi yang independen, aslina tidak
bisa dipisahkan dari upaya dan visi yang amat berpengaruh dari tokoh Woodrow Wilson (1887)
dan Frank J. Goodnoe (1900). Dua pemikir ini yang pertama kali diantara tokoh-tokoh lain yang
mempertahankan kemandirian ilmu ini. Ditekankan bahwa ilmu ini mempunyai karakteristik
bidang kajian keilmuan yang subtansinya bisa berawal dari berbagai disiplin ilmu lain. Pada
awal perkembangannya sebagai bidang kajian keilmuan, ilmu-ilmu hokum, politik, dan
beberapa ilmu lain yang tergolong “hard science” seperti engineering dan hubungan industrial
yang menarik perhatian ilmu aministrasi Negara sebagai domain kajiannya. Untuk waktu yang
cukup panjang ilmu-ilmu tersebut memberikan pengaruh kuat terhadap masa transisi dan
terbentuknya ilmu administrasi Negara. Namun keluasan dan kedalaman pengaruh itu tidaklah
bisa berlangsung secara linier dan konsisten.

Perhatian adminsitrasi Negara tradisional sebagaimana yang dikemukakan oleh pelopor


pendahulu senantiasa tidak bisa dipisahkan dengan kekuasaan hukum (the power of low) wakil-
wakil rakyat dilembaga perwakilan membuat hukum dan didelegasikan responsibilitasnya itu
kepada birokrat yang professional untuk melaksanakan hukum tersebut. Menurut Rosembloom
(1998) pendekatan legal memandang administrasi Negara sebagai upaya untuk mengamalkan
dan memaksa hukum ke tataran lingkungan yang nyata (as applying and enforcing the low in
concrete circumstances). Pendekatan kekuasaan hukum ini bersumber pada tiga hal utama
yakni : (1) administrative law, dimana hukum sebagai body of law and regulation
mengendalikan proses administrasi; (2) peradilan administrasi Negara, adanya kecenderungan

Hal. 3 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

bahwa setiap persoalan dalam proses administrasi diselesaikan menurut prosedur peradilan;
dan (3) hukum konstitusional, bahwa semua dan macam- macam warga Negara dirumuskan
kembali hak dan kemerdekaanya. Dengan demikian, adminsitrasi Negara adalah hukum in
action dan suatu system yang teregulasi. Dengan kata lain “pemerintah mengatakan kepada
warganya baik sipil maupun pengusaha apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan”

Seperti dketahui bersama bahwa bertahun-tahun hukum itu sendiri tidak mampu memelihara
kondisi yang bisa memuaskan timbulnya kinerja pengelolaan sector public. Memang diakui
bahwa system konstitusional bisa memberikan kinerja yang sehat terhadap administrasi
Negara, akan tetapi jika ditinjau dari prinsip efisiensi efektivitas maka hasilnya akan jauh dari
harapan. Hukum yang baik adalah amat diperlukan, tetapi ia bisa juga melahirkan kondisi
inefisien untuk menciptakan kinerja pelayanan public yang baik. Administrasi Negara concern
tentang bagaimana sesuatu itu bisa segera diselesaikan sebaik-baiknya, hukum
mengutamakan prosedur kebsahan menurut konstitusinya. Inilah sebabnya administrasi Negara
berangsur-angsur memalingkan pandangannya ke disiplin lain.

Salah satu disiplin yang kemudian memberikan kontribusi terhadap ilmu administrasi Negara
seperti disinggung diatas adalah ilmu-ilmu keras klasik, yakni engineering dan industrial
relations. Revolusi industry yang terjadi tahun 1900-an yang disertai dengan reformasi politik
demokratisasi berkualitas (higer democratization) dan keprihatinan terhadap kesejahteraan
hidup rakyat, semuanya ini memerlukan navigator yang sangat unGgul dan kualified.
Kebutuhan tersedianya para insinyur, entrepreneur industri, dan tekhnisi dan professional yang
bisa mengendalikan baik pasar maupun pemerintahan amat diperlukan. Berbagai bidang dan
metode keinsinyuran dan studi industrial mulai dipergunakan oleh ilmu administrasi Negara.
Metode statistic mulai popular dikalangan sarjana administrasi. Saat itu statistic dijadikan
sebagai ukuran untuk menilai penelitian administrasi Negara baik atau tidak. Management
science yang banyak menggunakan ilmu keinsinyuran mulai menular dipakai dalam ilmu
Administrasi Negara. Hubungan yang telah terjalin lebih dulu antara manajemen umum dengan
administrasi yang berakar pada nupaya memahami terhadap kompleks dan rumitnya
persoalan-persoalan organisasi menganut kesamaan dalam membangun feature ilmu

Hal. 4 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

administrasi Negara ke depan. Mulai saat itu terjadi perubahan yang dramatis dari sifat,
orientasi, dan aplikasi teori umum organisasi sabagai salah satu unsure pokok ilmu administrasi
Negara.

Penelitian Elton Mayo pakar psikologi industri dari Harvard Business School yang dilakukan
tahun 1920 dan tahun 1930 yang dikenal dengan studin Howthorn membuktikan bahwa
pengaruh kuat industri relations terhadap administrasinegara tidak lagi bisa diabaikan.
Pendekatan industrial yang lebih banyak mengemukakan ilmu perilaku (behavior science) mulai
mewarnai ilmu administrasi Negara, sehinGga pada waktu itu banyak diterbitkan tulisan dalam
jurnal dan buku-buku literature tentang perilaku organisasi. Diantara jurnal yang terbit saat itu
antara lain Journal of Applied Behavior Science, Quartely, 1965, diterbitkan oleh national
Institute for Applied Behavior Science: organization Behavior and Human Performance,
Bimontly, 1966.

Buku Fred Luthan, Organization Behavior yang diterbitkan tahun 1981, merupakan bukubuku
wajib yang harus oleh mahasiswa pascasarjana Amerika saat itu, sekarang ilmu perilaku
organisasi banyak diajarkan pada program-program master dan doctoral disekolah-sekolah
business administration. Buku-buku terbitan McGraw-Hill, seperti karangan Robert Kreitner dan
engelo Kinicki (2004) dari Arizona State University Organization Behavior dan karangan lainnya
masih banyak dikembangkan.

Perubahan-perubahan ilmu administrasi belum berhenti sampai pada tataran statistic dan ilmu
perilaku. Waktu berjalan terus seiring dengan berjalannya perubahan. Konflik internasional
yang terjadi tahun 1930-an dan tahun 1940-an mendorong kuat timbulnya perubahan ideology
nasional dan perspektif paham demokrasi di masyarakat Negaranegara barat. Konsekuensinya
kejadian ini berpengaruh terhadap perkembangan ilmu administrasi Negara dan teori kebijakan
public (public policy). Perang dunia kedua memfasilitasi pemimpin politik (political leader) dan
gerakan- gerakan sosial masyarakat demokratis untuk melakukan reformasi manajemen
Negara-negara barat.

Hal. 5 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

Hubungan kondisi sosial dan ekonomi dengan stabilitas politik yang berupa semakin massive-
nya program-program pembangunan ekonomi pemerintah dan administrasi Negara ikut
berperan secara aktif. Perhatian pemerintah mulai diperlihatkan dengan menciptakan kinerja
pelayanan public yang semakin baik dan berkualitas, perencanaan jangka panjang, dan kinerja
jasa penyampaian barang-barang public (public goods) kepada penduduk semakin
berkembang. Menciptakan kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan targetnya,
dan alat untuk mewujudkan itu adalah membangun sector public yang besar dan produktif.
Disini ilmu administrasi Negara memberikan kontribusi dan memainkan peran yang amat besar.
Diantara publikasi yang terkena; saat itu antara lain; Yehezkel Dror (1968) menulis Public
making Reexamined, Thomas R. Dye, (1981), Understanding Public Policy, William Dunn,
(1981) Public Policy, Carl Bellone (1980) menulis tentang Organization Theory and the New
Public Administration.

Keinginan untuk memahami ilmu administrasi Negara secara komprehensif tidak bisa dilakukan
kalau tidak ditelusuri suatu proses akumulasi dari disiplin ilmu-ilmu lain. Akan tetapi, banyak
juga tulisan- tulisan para pemikir “public system” mengadopsi “unidimension viewpoint” ilmu
administrasi Negara oleh karena itu, tidak jarang kita jumpai tulisan tulisan yang memandang
ilmu administrasi Negara dari satu perpektif, seperti misalnya kebijakan public, manajemen
science, atau juga hanya dilihat dari domain kajian tentang organisasi, manakala ilmu
administrasi Negara hanya dilihat dari satu dimensi saja, misalnya dibatasi pada ilmu politik
atau manajemen, maka tidak bisa kita memotret boundary dan sifat dari ilmu ini. Itulah
sebabnya banyak pemikiran yang mengajukan pandangan “multidimensi” untuk memahami
keaslian dimensi ini. Pendapat Eran Vigoda (2002) ada tiga disiplin ilmu sebagai “core Sources”
dari ilmu administrasi Negara, tiga disiplin itu adalah : (1) political science and Policy analysis;
(2) sosiologi dan cultural studies; (3) manajemen organisasi dan business science, termasuk
didalamnya ilmu perilaku organisasi dan human resources, dapat juga disebut istilah the human
side of public system. Walaupun tiga disiplin ini sebagai sumber inti akan tetapi ilmu hukum
masih kuat juga berpengaruh terhadap eksistensi ilmu administrasi sekarang dan dimasa akan
datang. Sebenarnya sekitar tahun 1980 Dwight Waldo bersamaan dengan gejolak

Hal. 6 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

perkembangan ilmu ini Waldo menulis The Enterprise of public Administration. Buku ini
merupakan tulisan yang memberikan summary dari locus, focus dan bahkan pandangan
pandangan Waldo terhadap ilmu ini sampai tahun 2000. Waldo menguraikan sedikit lebih
lengkap identitas ilmu administrasi public.

Pada dasawarsa terakhir perkembangan ilmu administrasi Negara mengalami banyak


kemajuan. Upaya untuk mencari new ideas dan solusi mengatasi persoalan-persoalan
identitasnya, dapat kita jumpai dalam tulisan-tulisan tentang ilmu administrasi Negara. Salah
satu diantaraya membahas Reengineering Bureaucracy oleh Hammer dan Champy (1994),
yang mengemukakan pendekatan “strategy benchmarking” ditulis oleh Champ R.
(1998), yang membahas tentang “Reinfenting Government” David Osborne dan Ted
Geabler (1992), dan tulisan yang amat berpengaruh sampai sekarang ini mengenai “New
Public Management” (Lynn, 1998 dan juga Steward dan Ranson, 1994). Sementara itu, tulisan
yang memberikan warna teknologi dalam organisasi yakni “T-Form Organization” oleh Henry
and Lucas (1966).

B. Ilmu Administrasi Negara di Indonesia


(a) Secara teoritis perkembangan ilmu administrasi Negara di Indonesia tidak ada yang
istimewa, bahkan mengikuti perkembangan di Negara naju lainnya. Apa yang terjadi
di Amerika misalnya, diimport oleh para pakar di Indonesia diintroduksi sebagai
barang baru. Penelitian dibidang ilmu ini belum banyak yang mengenalkan temuan
baru. Entah karena para peneliti, pengajar, dan pemerhati atau karena pemerintah
(pengasaa) yang tidak mempunyai perhatian terhadap perkembangan ilmu ini atau
entah karena penyebab lainnya, sehinGga perkembangan ilmu ini tidak banyak yang
bisa diceritakan.

(b) Perkembangan ilmu administrasi Negara di Indonesia tampaknya terpengaruh


dengan apa yang sekarang dikembangkan di Amerika Serikat atau di negaranegara
lain. Amerika Serikat (AS) tampaknya masih dipandang sebagai barometer dari

Hal. 7 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

perkembangan ilmu administrasi Negara. Perubahan paradigm manajemen


pemerintahan yang berlangsung di AS dengan mudah ditransfer menjadi perubahan
paradigma di Indonesia, perubahan renventing government di AS dengan mudah
pula dikembangkan dalam administrasi pemerintahan.
Demikian pula perubahan paradigma dari government ke governance yang

(c) dikenalkan UNDP dikopi dengan mudah menjadi program pengembangan tata
kepemerintahan yang baik (Good Governance). Banyak tulisan-tulisan dan program
pendidikan dan perubahan paradigma didalam manajemen pemerintahan dan ilmu
administrasi Negara.

(d) Jika diamati dari program kegiatan pemerintah dalam melakukan perbaikan,
pengembangan dan perubahan dibidang administrasi pemerintahan ada kemajuan.
Program diklat (pendidikan pelatihan) bagi aparat pemerintah dari hari kehari
semakin banyak. Diklat structural untuk pendidikan pejabat yang akan dan telah
menduduki jabatan structural semenjak pelaksanaan otonomi daerah senantiasa
meningkat. Dalam 5 tahun terakhir ini diklat structural (diklat pimpinan
II) untuk eselon II dipusat maupun didaerah lebih dari 10 ibu pejabat. Data yang
diperoleh dari lembaga administrasi Negara sebagai lembaga penyelenGgara diklat
nasional untuk semua pejabat eselon (terutama eselon II dan I) mulai tahun 2001
sampai dengan tahun 2004 telah mendiklat pejabat eselon II sebanyak
12.186 pejabat, dan eselon I sebanyak 228 pejabat.

C. Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik


Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya
mendefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintahan
sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika lingkungan
administrasi negara yang sangat tinGgi kemudian menimbulkan banyak pertanyaan tentang

Hal. 8 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administrasi pemerintahan. Gugatan


tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administrasi Negara yang dirasa tidak memadai
lagi.

Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu
Administrasi Negara. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan tidak
lagi memonopoli peran yang selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat ini
semakin mudah ditemui berbagai lembaga nonpemerintahyang menjalankan misi dan fungsi
yang dulu menjadi monopoli pemerintah saja. Disisi yang lain, organisasi birokrasi juga tidak
semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno
(2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-
pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negara, terutama pelayanan publik, secara lebih
efektif. Selain pelayanan publik, dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga
harus menegosiasikan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan
kalangan civil society (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan
mengatakan telah terjadi perubahan paradigma “ dari orientasi manajemen pemerintahan yang
serba negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Menurut Thoha, pasar di sini secara
politik bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (public).

Fenomena menurunnya peran negara ini merupakan arus balik dari apa yang disebut
Grindlesebagai too much state, di mana Negara pada pertengahan 1980-an terlalu banyak
melakukan intervensi yang berujung pada jeratan hutang luar negeri, krisis fiskal, dan
pemerintah yang terlalu sentralistis dan otoriter.

Dwiyanto (2007) menyebut setidaknya ada empat faktor yang menjadi sebab semakin
menurunnya dominasi peran negara, yaitu:

i. Dinamika ekonomi, politik dan budaya yang membuat kemampuan pemerintah


semakin terbatas untuk dapat memenuhi semua tuntutan masyarakat;
ii. Globalisasi yang membutuhkan daya saing yang tinGgi di berbagai sektor menuntut
makin dikuranginya peran negara melalui debirokratisasi dan deregulasi;

Hal. 9 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

iii. Tuntutan demokratisasi mendorong semakin banyak munculnya organisasi


kemasyarakatan yang menuntut untuk dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan
dan implementasinya;
iv. munculnya fenomena hybrid organization yang merupakan perpaduan antara
pemerintah dan bisnis.

Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun ilmuwan
Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah sebagai lokus studi
Ilmu Administrasi Negara?

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara‟ dalam Ilmu Administrasi Negara
menjadi terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Administrasi
Negara di awal abad ke 21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007) menyebutkan
bahwa dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah terjadi pergeseran titik
tekan dari negara yang semula diposisikan sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas untuk
mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi
masyarakat.

Dengan demikian istilah public administration tidak tepat lagi untuk diterjemahkan sebagai
administrasi negara, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi publik.
Sebab, makna kata ‟publik‟ di sini jauh lebih luas daripada kata ‟negara‟ (Majelis Guru
Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara UGM, 2007: x). Publik di sini menunjukkan
keterlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun civil society di dalam
pengadministrasian pemerintahan.

Konsekuensi dari perubahan makna public administration sebagai administrasi publik di sini
adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus
pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu

Hal. 10 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

birokrasi pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan


fungsi pemerintahan, baik dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik maupun pembangunan
ekonomi, sosial maupun bidang- bidang pembangunan yang lain.

Dengan adanya pergeseran makna ‟publik‟ sebagaimana dijelaskan di atas, maka ilmu
administrasi publik telah menemukan lokusnya secara lebih jelas. Intinya, semua aktivitas yang
terjadi pada birokrasi pemerintah dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang menjalankan
fungsi pemerintah menjadi bidang perhatian ilmuwan administrasi publik. Apabila lokus ilmu
administrasi publik menjadi semakin jelas, pertanyaan berikutnya adalah apa yang seharusnya
menjadi fokus perhatian ilmuwan administrasi publik. Kegelisahan tersebut kemudian dijawab
dengan munculnya studi kebijakan publik sebagai pokok perhatian ilmuwan administrasi publik.
Hal ini merupakan implikasi yang sangat logis karena kebijakan publik merupakan output utama
dari pemerintah (Dwiyanto, 2007). Bagi pemerintah, kebijakan merupakan instrumen pokok
yang dapat dipakai untuk mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya memecahkan
berbagai persoalan publik (public affairs). Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
menGgunakan kebijakan domestik yang bersifat: distributive policy, protectiveregulatory policy,
competitive regulatory policy, dan redistributive policy (Ripley, 1985: 60).

Dwiyanto (2007) dengan mengutip pendapat Denhardt mengatakan bahwa tinGginya minat
ilmuwan administrasi publik untuk memusatkan perhatian pada studi kebijakan semakin
meningkatkan keyakinan bahwa para administrator memiliki intensitas yang tinggi dalam proses
perumusan kebijakan publik. Hal ini juga semakin menguatkan argumen bahwa ilmu
administrasi publik memang tidak dapat dipisahkan dari induknya Ilmu Politik, sebab proses
perumusan kebijakan itu sendiri tidak hanya dilakukan melalui tahapan yang bersifat teknokratis
akan tetapi juga melampaui tahapan yang bersifat politis. Tahapan teknokratis dalam proses
perumusan kebijakan memiliki posisi sentral. Sebab, pada tahapan ini berbagai solusi cerdas
sebagai upaya memecahkan persoalan masyarakat digodok agar dapat dirumuskan
serangkaian alternatif kebijakan yang dapat dipilih oleh para policy maker melalui proses politik.
Pentingnya proses teknokratis dalam pembuatan kebijakan semakin membuat analisis
kebijakan publik menjadi keahlian yang sangat vital yang dibutuhkan oleh para praktisi
administrasi publik.

Hal. 11 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

Berbagai tokoh seperti William N. Dunn (1981), Carl Patton dan David Sawicki (1983),
Arnold J. Meltsner (1986), dan lain-lain telah menghasilkan berbagai buku penting sebagai
acuan para ilmuwan dan praktisi administrasi publik dalam melakukan kegiatan analisis
kebijakan publik. Selain itu, kenyataan bahwa kebijakan yang telah dirumuskan tidak selalu
menjamin implementasinya akan berjalan mulus juga memicu munculnya studi implementasi
kebijakan publik di dalam ilmu administrasi publik. Para ilmuwan seperti Jeffrey Pressman dan
Aaron Wildavsky (1984), Merilee Grindle (1980), Malcolm Goggin et.al (1990) merupakan
sebagian ilmuwan yang menjadi pelopor pengembangan studi implementasi dalam disiplin Ilmu
Administrasi Publik.

Dengan adanya perkembangan terakhir tersebut menjadikan Ilmu Administrasi Publik memiliki
lokus dan fokus yang lebih jelas. Lokus studi ini adalah organisasi publik, sementara fokus
perhatiannya adalah persoalan publik (public affairs) dan bagaimana persoalan tersebut
dipecahkan dengan instrumen kebijakan publik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu,
kegelisahan ilmuwan administrasi publik tidak hanya berhenti sampai di sini. Buku Owen E.
Hughes (1998) yang berjudul Public Management and Administration merupakan pemikiran
yang memicu perlunya perubahan dalam mendefinisikan Ilmu Administrasi Publik.

Jika di masa-masa sebelumnya yang dipersoalkan adalah makna public pada public
administration yang kemudian bergeser dari administrasi negara menjadi administrasi public.

Hughes memulai diskusi dengan menganjurkan untuk menggunakan istilah manajemen publik
daripada administrasi publik. Pemikiran Hughes tersebut memang tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan paradigma Ilmu Administrasi Publik yang terjadi pada eram 1990an yang
mencoba memperbarui mekanisme pengelolaan birokrasi public yang dikenal sangat hirarkis,
lamban, dan tidak efisien dengan mengadopsi prinsip- prinsip yang diterapkan pada
manajemen bisnis. Keluhan tentang tidak relevannya prinsip-prinsip birokrasi Weberian sudah
sering disampaikan.

Apa yang disampaikan oleh Al Gore sebagaimana dikutip oleh Hughes (1998: 3) tentang
buruknya sistem birokrasi yang bekerja atas dasar prinsip Old Public Administration barangkali
mewakili pemimpin negara yang lain:

Hal. 12 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

in today‘s world of rapid change, lightning-quick information technologies, tough global


competition, and demanding customers, large, top-down bureaucracies –public or private—
don‘t work very well

Merespon persoalan tersebut, beberapa pemikir kemudian mengajukan gagasan mereka,


seperti: managerialism (Pollit, 1993), new public management (Hood, 1991), market-based
public administration (Lan, Zhioying & Rosenbloom, 1992), dan post-bureaucratic paradigm
(Barzelay, 1992). Namun yang paling fenomenal tentu saja pemikiran Osborne dan Gaebler
(1992) tentang entrepreneurial government yang ditulis dalam buku mereka yang menjadi best
seller, yaitu Reinventing Government.

Gagasan mereka kemudian diadopsi secara luas di berbagai Negara setelah pemerintahan
Clinton-Gore di Amerika Serikat mengadopsinya secara sukses. Selain di Amerika, gagasan
untuk mengembangkan paradigma public managerialism dalam disiplin Ilmu Administrasi Publik
juga terjadi di Eropa, terutama di Inggris ketika tekanan terhadap keterbatasan anGgaran bagi
penyediaan layanan publik telah memaksa pemerintahan Margaret Thacher untuk menerapkan
berbagai upaya guna lebih mengefisienkan pelayanan publik di Inggris. Rhodes (1991)
menyerukan perlunya diterapkan semboyan “3Es” atau economy, efficiency dan effectiveness
agar pelayanan publik di Inggris menjadi lebih efisien.

Berbagai realitas sebagaimana digambarkan di atas membawa pada suatu cakrawala baru di
antara para ilmuwan administrasi negara untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa
administrasi publik yang berkonotasi sempit perlu diubah menjadi manajemen publik yang lebih
memiliki jangkauan yang lebih luas sebagaimana dikatakan oleh Hughes (1998: 4): It is argued
here that administration is a narrower and more limited function than management.

Dalam argumentasinya lebih lanjut, Hughes mengatakan bahwa menurut definisi kamus, kata
"manajemen‟ memiliki makna yang lebih luas dibandingkan "administrasi‟. Dari berbagai
definisi kamus yang ada (Oxford English Dictionary,Webster Dictionary dan Latin
Dictionary) dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa administrasi lebih dimaknai sebagai proses
dan prosedur yang harus dipatuhi oleh seorang administrator dalam menjalankan tugasnya
untuk memberikan pelayanan publik. Sedangkan manajemen memiliki arti lebih luas, yaitu tidak

Hal. 13 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

hanya sekedar mengikuti prosedur, melainkan berkaitan juga dengan: pencapaian target dan
tanggung jawab bagi manajer untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan.

Selain alasan tersebut, Hughes (1998: 6) juga menyebut semakin meluasnya penggunaan
istilah "manajemen‟ dan "manajer‟ di sektor publik. Sementara di sisi yang lain,
penggunaan istilah ‟administrasi‟ justru mengalami penurunan. Di Indonesia sendiri, sejak
pemerintahan Kolonial Belanda berakhir, penggunaan istilah ‟administrasi‟ di dalam
birokrasi pemerintah semakin jarang digunakan. Kalaupun digunakan, istilah
‟administrasi‟ telah mengalami kemerosotan makna sebagai konsep untuk menggambarkan
pekerjaan ketik-mengetik atau sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan prosedur
suratmenyurat (cf. Utomo, 2007: 131). Apa yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa istilah
‟manajemen‟ memiliki makna lebih superior dibandingkan istilah "administrasi‟. Oleh karena
itu Hughes (1998: 6) kemudian mengatakan bahwa:

As part of the general process public administration‘ has clearly lost favor as a description of the
work carried out; the term manager‘ is more common, where once administrators‘ was used.

Dukungan terhadap pendapat Hughes juga diberikan oleh Pollitt (1993: vii) yang menyebutkan:
formerly they were called administrators‘, principal officers‘, finance officers‘ atau assistant
directors‘. Now, they are managers‘. Tentu saja, pentingnya perubahan dari administrasi
menjadi manajemen bukan hanya sekedar sebuah pergantian istilah.
Perubahan tersebut akan berimplikasi pada bangun teoritis yang perlu dikembangkan untuk
mendukung perubahan nama dari administrasi menjadi manajemen, misalnya menyangkut
bagaimana akuntabilitas disampaikan, hubungan eksternal, dan konsepsi tentang
pemerintahan sendiri yang juga akan turut berubah. Konsekuensi dari perubahan nama
"administrasi publik‟ ke "manajemen publik‟ secara epistimologis juga berpengaruh
terhadap cara bagaimana ilmuwan administrasi publik ke depan mengembangkan ilmu ini.
Jika selama ini ilmuwan administrasi publik lebih berkutat pada diskusi yang bersifat filosofis
tentang administrasi, standar etika dan norma bagi manajer publik dalam menjalankan
tugasnya, maka ke depan jika administrasi publik berubah menjadi manajemen publik, orientasi
keilmuan dari disiplin ini juga akan bergeser pada hal-hal yang lebih empirikal tentang
bagaimana mengembangkan keilmuan untuk membantu manajer publik mencapai tujuan

Hal. 14 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

organisasi, bagaimana meningkatkan kemampuan manajerial mereka dan bagaimana


meningkatkan akuntabilitas para manajer publik tersebut di depan masyarakat. Untuk itu di
masa depan ilmuwan administrasi publik harus memahami:

1) Semakin meningkatnya tekanan terhadap sektor publik untuk melakukan restrukturisasi


dan menyerahkan urusan kepada sektor swasta;
2) bagaimana membuat keputusan yang secara ekonomis menguntungkan dengan
mempelajari public choice theory, principal/agent theory dan transaction cost theory;
3) perubahan-perubahan lingkungan di sektor swasta seperti kompetisi yang semakin
meningkat dan globalisasi;
terjadinya perubahan teknologi informasi yang dapat membantu manajer publik untuk
menyelesaikan berbagai persoalan mereka sehingga ilmuwan manajemen publik ke depan harus
belajar perkembangan teknologi informasi untuk diadopsi menjadi e- government Pemikiran
untuk mengubah nama "administrasi‟ menjadi "manajemen‟ sebenarnya bukan
sesuatu yang aneh jika kita merujuk kembali pada gagasan awal yang dikembangkan oleh
Wilson (1887: 16) tentang Ilmu Administrasi yang Ia katakan sebagai berikut: This is why

4) there should be a science of administration which shall seek to straighten the paths of
government, to make it business less unbusinesslike. Namun demikian, tentu saja
manajemen publik yang dikembangkan oleh ilmuwan administrasi publik di masa
mendatang jelas akan berbeda dengan manajemen bisnis sebagaimana dikembangkan
oleh ilmuwan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Hal. 15 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam., 2009, Dasar-dasar ilmu politik (Edisi Revisi), PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dimock, Marshal E., dan Dimock, Gladys O., 1992, Administrasi Negara (Terjemahan: Husni
Thamrin Pane) Rineka Cipta, Jakarta.

Dunn, W.N. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall.

Dwiyanto, Agus., 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, UGM Yogyakatya.

Dwiyanto, A. 2007. "Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: dari Government ke Governance‟,


dalam Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada
(Eds.), Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: GadjahMada University
Press.

Denhard, B. Robert., 1984, Theories Of Public Organization, Brooks/Cole Publishing Company,


Pacific Grove, California.

Farazmand A., Sound Governance in the Age of the Age of Globalization, in Ali Farazmand, ed.,
Sound Governance: Policy and Administrative Innovations (Westport, CT: Praeger, 2004)

Fayol, H. 1916. General and Industrial Management. London: Pitman and Sons, Ltd.

Fredricson, H. George., and K. Smith., 2004, Public Adminiatration, Theory Primer, Kumarin
Press, USA.

Goodnow, F.J. 1900. "Politics and Administration‟, dalam Shafritz, J.M & Hyde,
A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College
Publishers.

Grindle, M.S. 1980. Politic and Policy Implementation in the Third World.
Princenton: Princenton University Press

Hal. 16 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

Grindle, M.S. 1997. "The Good Government Imperative”, dalam Grindle, M.S. (Ed.). Getting Good
Government: Capacity Building in the Public Sectors of Developing Countries. Harvard University
Press.

Gullick. L. 1937. "Notes on the Theory of Organization‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.).
1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.

Henry, Nicholas., 1975, Public Adminidtration and Public Affairs, Prentice-Hall, Englewood Cliffs,
New Jersey.

Islamy, Irfan, 1997, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Keban Yeremias, T., 2008, Enam Dimensi Staregi Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu,
Penerbit Gava Media, Yogyakarta.
Farazmand A., Sound Governance in the Age of the Age of Globalization,in Ali Farazmand, ed.,
Sound Governance: Policy and Administrative Innovations (Westport, CT: Praeger, 2004)

Hal. 17 dari 18
1&2
TEORI ADMINISTRASI

Hal. 18 dari 18

Anda mungkin juga menyukai