BAB II
2.1 Pengantar
Falsafah mengelola Negara secara efektif dan efisiensi dalam perspektif
umum tidak dapat dilepaskan dari kesepakatan dan kebijakan yang mencakup
bagaimana pilihan politik terhadap bentuk Negara, sistem pemerinahan,
sistem politik, maupun mekanisme penyelanggaraan pemerintahan yang
dianggap paling efektif. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, selalu ada
dua pilihan. Untuk dapat mengambil jalan tengah dilakukan suatu proses
politik. Yakni suatu proses untuk memformulasikan dan mengdministrasikan
kebijakan public yangnumumnya dilakukan melalui interkasi antara kelompok
sosisal dan institusi politik atau dianta kepemimpinan politik dan pendapat
public. Melalui proses politik, keinginan, tuntutan, pandangan dari public
dapat didengar dan diakomodasikan dalam kebijakn public, baik berupa UU
atau peraturan turunannya.
Hal pertama yang perlu dibedah adalah defines politik itu sendiri.
Beragam pemahaman tentangpolitik dirangkum dalam konsep yang dapat
digunakan sebagai analisis. Disisi lain kejelasan ruang lingkup politik dapat
menggambarkan perbedaan antara ilmu politik dengan ilmu lainnya, agar
tidak terjadi tumpang tindih pemahaman.
a. Desentralisasi teritoral
b. Desentralisasi fungsional
a. Territoriale decentralisatie
b. Functionele decentralisatie
1) Desentralisasi politik
2) Desentralisasi administratif meliputi :
a) Dekonsentrasi
b) Delegasi
c) Delovusi
3) Desentralisasi fiscal
4) Desentralisasi ekonomi dan pasar
Tipe pemerintahan wilaya menurut Rondinelli dan Cheema dibagi lagi kedalam
dua bentuk yaitu integrated dan unintegrated.
BAB 3
4.1 Pendahuluan
Dampak yang terjadi setelanya adanya pergolakan pada saat itu adalah
eek perubahan kondisi ekonomi, social dan budaya Indonesia. Sementara itu
kenyataan yang teradi di daerah terjadi variasi penyimpangan praktik
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dualistis, yang menimbulkan
konflik anta relit local seingga tidak menciptakan tata kelolal pemerintaan
daerah yang baik.
7).Model pertanggungjawaban
UU ini mengingakn pengisian jabatan dilakukan dengan cara pemilihan
langsung oleh rakyat, yang diatur denganundang-undang tenyang pemilihan
kepala daerah. UU inintidak secara tegas mengatur mekanisme
pertanggungjawaban kepala daerah. Mekanisme pengisian jabatannya melalui
pemilihan oleh DPRD, maka kepala daerah secara prinsip bertanggungjawab
kepada DPRD.
8). Model Hubungan Antar Asas
Pada masa UU ini, keinginan politik yang tertuang dalam pasal-pasal
sesungguhnya lebih menyeimbangkan penerapan asaa desentralisasi dengan
penguatan otonomi riil dan implementasi medewind ( tugas pembantuan) serta
penerapan dekosentrasi.
BAB 5
POLITIK DESENTRALISASI MASA ORDE BARU
5.1 Pendahuluan
BAB 6
POLITIK DESENTRALISASI MASA REFORMASI
6.1.Pendahuluan
7).Model Pertanggungjawaban
Mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah yang diatur menurut UU
ini yakni bagwa Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban
kepada DPRD pada setiap akhir tahunanggaran. Selainmekainisme itu, Kepala
Daerah juga wajib menyampaikan laporan atas penyelanggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Presiden. Laporan tersebut disampaikan secara
berjenjang melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan Gubernur bagi
Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah Kota.
6.5. Penutup
Politik desentralisasi pada era Orde Reformasi bersifat sangat dinamis,
ditandai dengan adanya tiga buah UU tentang pemerintahan daerah yang
usianya relative pendek, serta berbagai UU yang mengubah secra minor ketiga
UU tersebut.
BAB 7
PROSPEK DESENTRALISASI DI INDONESIA