Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan adalah salah satu pilar pembangunan bangsa, selain sandang, pangan , papan, dan
pendidikan. Setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kesehatan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu.

Sebagai tenaga kesehatan perlu mengetahui serta memahami tentang sistem kesehatan baik
yang berlaku di Negara Indonesia maupun yang berlaku di Negara lain. Dengan adanya
pemahaman mengenai sistem kesehatan tersebut seorang tenaga kesehatan akan lebih siap
untuk masuk ke dalam sistem tersebut.

Sistem kesehatan menurut WHO (2000) merupakan aktifitas yang memiliki tujuan utama untuk
meningkatkan, memperbaiki, atau merawat kesehatan. Jadi, sistem kesehatan yang baik tidak
hanya perawatan kesehatan, tapi juga meningkatkan dan memperbaiki kesehatan itu sendiri.

Setiap negara mempunyai sistem kesehatan yang tidak sama. Perbedaan ini mulai dari
landasan, sasaran, dasar hukum, prinsip dasar, pelaku serta subsistem dari sistem kesehatan
yang digunakan. Adanya perbedaan sistem kesehatan ini dapat menjadi perbandingan atau
sebagai acuan sehingga bisa mengevaluasi sistem kesehatan yang ada dinegara sendiri.

Negara Jepang adalah salah satu Negara Asia yang cukup maju dalam sistem pelayanan
kesehatannya. Jepang adalah Negara yang memiliki sistem kesehatan universal yang
menyediakan layanan kesehatan untuk semua warganya termasuk warga Negara asing yang
menetap di Jepang. Bagaimanakah perbandingan antara sistem kesehatan Negara Indonesia
dengan Negara Jepang dapat dilihat melalui pemaparan di bawah ini.

Berikut adalah ringkasan tentang sistem kesehatan di Negara Indonesia dan negara Jepang :

1. Sistem kesehatan di Negara Indonesia


Jumlah Penduduk Indonesia adalah dengan jumlah nomor 4 terbesar di dunia.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 265 juta lebih Negara Indonesia memiliki beban
yang berat dalam menyediakan pelayanan kesehatan untuk warganya sesuai amanat
dalam Undang-Undang dasar khususnya pasal 28 dan 34.
Pemerintah Indonesia telah mulai memberikan perlindungan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan rentan sejak sebagai bentuk respon terhadap krisis ekonomi
pada tahun 1998 melalui program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK).
Lalu dilanjutkan dengan program Penanggulangan Dampak Subsidi Bahan Bakar
Minyak Kesehatan (PDPSE Bidkes) pada tahun 2001- 2002 untuk memberikan
pelayanan rujukan rumah sakit bagi keluarga miskin. Selanjutnya program tersebut
berubah menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
Bidang Kesehatan (PKPS BBM Bidkes) (TNP2K, 2014).
Pada tahun 2004 pemerintah meluncurkan program jaminan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat miskin dan rentan miskin dengan menggunakan prinsip
asuransi kesehatan (Askeskin). Askeskin ini diselenggarakan oleh kementrian
kesehatan melalui penugasan kepada PT. Askes Persero berdasarkan SK Nomor
1241/Menkes/SK/XI/2004. Program ini dibiayai penuh dari APBN dan diharapkan dapat
meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dan rentan agar terus bekerja
produktif, keluar dari kemiskinan dan tidak masuk dalam kemiskinan yang lebih dalam
akibat penyakit parah yang dideritanya (TNP2K, UI Consulting, 2012).
Setelah empat tahun berjalan, pada tahun 2008 Program ini kemudian berganti
nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Peserta Jamkesmas
adalah setiap orang miskin dan rentan yang terdaftar dan memiliki kartu Jamkesmas.
Pada awal tahun 2008, penetapan jumlah sasaran nasional peserta Jamkesmas adalah
76,4 juta individu (Depkes, RI, 2008). Perubahan program ini dilakukan atas
pertimbangan pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparasi
dan akuntabilitas,
Masing masing Kabupaten Kota menetapkan peserta berdasarkan sasaran kuota
yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Bupati/walikota menetapkan peserta
Jamkesmas dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk
surat ketetapan bupati/walikota. Apabila jumlah peserta yang ditetapkan melebihi dari
jumlah kuota yang ditentukan KemenKes, maka sisanya menjadi tanggung jawab
Pemda setempat.
Penetapan sasaran peserta menggunakan metodologi yang berbeda antar
Kabupaten/ Kota dan tidak diperbaharuhi sampai dengan tahun 2012. Paket manfat
yang diberikan oleh program Jamkesmas dinilai cukup komprehensif, walau hanya
menggunakan Puskesmas untuk layanan primer dan fasilitas ruang rawat inap kelas III
di kebanyakan RS pemerintah. Pengelolaan program Jamkesmas sampai akhir tahun
2013 tetap dikelola oleh Kemenkes dengan biaya premi sebesar Rp6.500/orang/bulan
(DJSN, 2012).
Untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan
kesehatan semesta sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang
no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pemerintah
meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada awal tahun 2014
dengan target bahwa kepesertaan semesta akan tercapai dalam jangka waktu lima
tahun. Artinya, setiap individu wajib menjadi peserta dan terlindungi dalam program
asuransi kesehatan sosial nasional.
Pemerintah Indonesia meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sejak 1 Januari 2014 hingga sekarang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan
kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia
merencanakan JKN sebagai jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage)
bagi seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019.
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip- prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasio nal (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa
pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- royong jaminan sosial
dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Pe nyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan
utama adalah untuk memenuhi sebesar -be sarnya kepentingan peserta. Dana
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar -besarnya untuk kepentingan
peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh
rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan
bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan
dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada
akhirnya Sistem Jaminan So sial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat.
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan -badan penyelenggara untuk dikelola sebaik -baik nya dalam
rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-
besar kepentingan peserta.
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Pembayar Iuran
1. bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan
Pekerja.
3. bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan
di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan per kembangan sosial, ekonomi, dan
kebutuhan dasar hidup yang layak
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu
(bukan pene rima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari
pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (pa
ling lambat tanggal 10 setiap bulan).

2. Sistem kesehatan di Negara Jepang


Di Jepang, asuransi kesehatan sudah dimulai sejak tahun 1961. Dalam proses
perkembangannya terjadi beberapa kali perubahan kebijakan. Tahun 1982 pemerintah
mengesahkan Undang-Undang tentang Penduduk Usia Lanjut dimana dimana negara
wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada warganya yang memasuki masa usia
lanjut (69 tahun) lebih.
Dalam sistem asuransi Jepang, biaya pengobatan dan perawatan tidak
ditanggung sepenuhnya oleh Pihak Asuransi tetapi ditanggung bersama antara Pihak
Asuransi dan pasien. Tahun 1984 pemerintah mengeluarkan kebijakan pasien wajib
membayar 10 % dari seluruh biaya pengobatan dan perawatan. Namun tahun 1997
berubah menjadi 20 % dan di tahun 2003 sampai sekarang berubah menjadi 30 %.
Namun sharing cost 30 % tidak diberlakukan untuk seluruh pasien. Ketentuan sharing
cost untuk asuransi saat ini adalah :
1. Umur 75 tahun atau lebih
Peserta membayar 10 % dari biaya tetapi bila dia memiliki penghasilan
sebesar income yang diperoleh oleh angkatan kerja maka dia wajib
membayar 30 %.
2. Umur 70 sampai 75 tahun
Peserta membayar 20 % dari biaya tetapi bila dia memiliki penghasilan
sebesar income yang diperoleh oleh angkatan kerja maka dia wajib
membayar 30 %.
3. Mulai wajib belajar sampai umur 70 tahun
Peserta membayar 30 % dari biaya
4. Anak belum sekolah
Peserta membayar 30 % dari biaya
Di Jepang ada beberapa Asuransi Kesehatan yaitu :
1. National Health insurance
Asuransi ini dikelola oleh pemerintah. Asuransi ini dikhususkan untuk orang yang
sudah pension, orang usia lanjut < 75 tahun, orang yang tidak mampu, orang yang
menganggur atau orang yang bekerja sendiri
Besarnya asuransi : 9.7 % dari gaji bila punya penghasilan. Setiap Pemda wajib
membayar 50 % dari premi asuransi. Rata-rata besarnya asuransi ¥ 81.000 per
tahun
2. Japan Health Insurance
Asuransi ini dikelola oleh pemerintah. Asuransi ini diperuntukkan untuk karyawan
yang bekerja pada perusahaan kecil (karyawan < 7000 orang). Besarnya asuransi
7.2% dari gaji karyawan. Setiap Pemda wajib membayar 16.4 % dari premi asuransi.
Rata-rata besarnya asuransi ¥ 175.000 –¥ 350.000 per tahun
3. Association/Union Administered Health Insurance
Asuransi ini dikelola oleh swasta. Asuransi ini diperuntukkan untuk karyawan yang
bekerja pada perusahaan besar (karyawan > 7000 orang). Besarnya asuransi 5%
dari gaji karyawan.Pemda memberikan subsidi bila ada kesulitan finansial. Rata-rata
besarnya asuransi ¥ 188.000 –¥ 417.000 per tahun
4. Mutual Aid Insurance
Asuransi ini dikelola oleh pemerintah. Asuransi ini diperuntukkan untuk pegawai
negeri. Besarnya asuransi 4.9% dari gaji karyawan.Tidak ada subsisdi dari
pemerintah daerah.
5. Advanced Eldery Medical Service System
Asuransi ini diperuntukkan bagi orang usia lanjut> 75 tahun. Besarnya asuransi 7.9
% dari penghasilan. Pemda memberikan subsidi sebesar 50 % dari besarnya premi
asuransi.Karena asuransi dikelola oleh asuransi yang berbeda maka bila seorang
pegawai negeri berhenti dan pindah bekerja ke perusahaan swasta maka dia juga
harus pindah ke asuransi yang mengelola pegawai swasta. Demikian juga saat
seseorang umurnya menjadi 75 tahun maka asuransinya akan dikelola oleh
Advanced Eldery Medical Service System
Setiap fasilitas kesehatan di Jepang harus ikut asuransi. Setiap orang dapat
memilih fasilitas kesehatan dimanapun baik pemerintah maupun swasta hanya dengan
menunjukkan kartu peserta asuransi. Peserta dapat memilih berobat ke klinik atau ke
rumah sakit dimanapun bahkan di luarwilayah tempat tinggal karena pemerintah
berprinsip saat seseorang sudah mau berobat ke pelayanan kesehatan kenapa harus
ditolak. Besarnya biaya pengobatan dan perawatan sama saja baik di fasilitas
pemerintah ataupun swasta
Pihak asuransi dan pemda akan melakukan audit secara ketat untuk setiap
klaim asuransi karena mereka harus memastikan bahwa peserta asuransi menerima
pelayanan sesuai standar nasional yang tercantum juga dalam pedoman asuransi
kesehatan. Standar tersebut mencakup tenaga kesehatan, alat-alat kesehatan dan obat-
obatan. Biaya yang tidak tercantum dalam kalaim asuransi akan ditanggung oleh pasien.
Bila pasien tidak mampu menanggung biaya tersebut maka pemerintah wajib
menanggung biaya tersebut. Seorang dokter yang ingin meresepkan obat di luar yang
tercantum dalam pedoman asuransi harus mendapat persetujuan dari komite medik
karena semua alat dan obat yang masuk di pedoman asuransi Jepang merupakan alat
dan obat yang berkualitas tinggi.
Pembayaran premi asuransi dilakukan melalui pemotongan gaji bagi pegawai
pemerintah atau perusahaan swasta, sedangkan bagi pensiunan atau bekerja mandiri
dilakukan melalui pemotongan rekening tabungan atau pembayaran langsung.
Pembayaran cost sharing yang harus dibayar pasien dibayarkan langsung ke rumah
sakit melalui ATM yang tersedia di rumah sakit.
Namun tidak semua biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh asuransi.
Beberapa jasa pelayanan yang tidak ditanggung oleh asuransi adalah :
1. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan kesehatan seperti ANC, PNC, pemeriksaan anak bayi, usia
sekolah, dewasa dan orang tua tidak ditanggung oleh asuransi namun
pemerintah daerah memberikan voucher untuk pemeriksaan kesehatan satu
kali selama satu tahun. Sedangkan untuk ANC, pemerintah daerah
memberikan voucher sebanyak 14 buah untuk ibu hamil. Di sampin itu, bila
ibu bersalin dan segera lapor ke pemerintah daerah maka pemerintah daerah
akan memberikan uang sebagai ucapan selamat sebesar ¥400.000.
Imunisasi tidak ditanggung oleh pemerintah daerah tetapi ditanggung oleh
pemerintah daerah kecuali untuk imunisasi di luar standar nasional.
2. Persalinan Normal
Persalinan Normal tidak ditanggung oleh asuransi karena bukan merupakan
penyakit. Bila ibu lapor ke pemerintah daerah segera setelah melahirkan
maka biaya persalinan akan dibayarkan langsung ke rumah sakit yang
berkisar ¥350.000 –400.000. Bila biayanya kurang dari ¥400.000 maka
sisanya akan dikembalikan ke ibu.
3. Pelayanan Kosmetik
4. Kecelakaan di sekolah
Biaya pengobatan dan perawatan akibat kecelakaan yang terjadi di sekolah
ditanggung oleh asuransi kesehatan sekolah dengan premi ¥ 250 per bulan
yang dibayar oleh orang tua murid.
5. Kecelakaan lalu lintas
Biaya pengobatan dan perawatan akibat kecelakaan lalu lintas ditanggung
oleh pihak yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
6. Inseminasi Buatan
Program untuk memperoleh atau menambah anak tidak ditanggung oleh
asuransi namun bagi pasangan yang kesulitan untuk memperoleh anak
pemerintah menawarkan bantuan biaya untuk mengikuti program tersebut
dengan dibiayai oleh pemerintah daerah. Setiap pasangan diberikan
kesempatan 3 kali untuk mengikuti program tersebut.
Setiap peserta asuransi akan memperoleh kartu asuransi yang dapat digunakan di
seluruh Jepang. Di kartu yang diberikan terdapat voucer untuk pemeriksaan kesehatan
lengkap yang dibiayai oleh pemerintah daerah. Di samping itu, terdapat juga voucher
bagi peserta asuransi yang ingin mendonasikan bagian tubuhnya bila mereka
meninggal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait untuk
mencapai tujuan.

2. Pengertian Kesehatan

Menurut WHO (1946) Kesehatan adalah sejahtera dari aspek fisik, mental, dan social
dan tidak adanya penyakit atau kecacatan. Selanjutnya, menurut pasal 1 poin 1 UU No
23/1992 tentang Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.
Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun kesehatan adalah keadaan sehat fisik, jasmani
(mental) dan spiritual serta social, yang memungkinkan setiap individu dapat hidup
secara produktif secara social dan ekonomi.

3. Pengertian Sistem Kesehatan


Menurut Kepmenkes Nomor 131/ Menkes/SK/II/2004 sistem kesehatan adalah suatu
tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.

Menurut Kepmenkes Nomor 99a/Menkes/SK/III/1982 sistem kesehatan adalah suatu


tatanan yang mencerminkan upaya Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
dan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan
umum seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.

4. Pelaku sistem Kesehatan


Pelaku system kesehatan nasional adalah
a. Pemerintah
b. Masyarakat
c. Badan legislative
d. Badan Yudikatif

5. Tujuan dan Indikator Sistem Kesehatan


Menurut Roberts dkk (2007), antara lain
a. Kesehatan;
b. Perlindungan Resiko;
c. Kepuasan Publik
d. Status Kesehatan
6. Fungsi Sistem Kesehatan
Berbagai fungsi dalam Sistem Kesehatan (WHO 2000) :
a. Regulasi/stewardship
b. Pembiayaan
c. Pelaksanaan kegiatan kesehatan
d. Pengembangan SDM dan sumber daya lain
e. Kebijakan Kesehatan
f. Kebijakan (Policy): Sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang
bertanggung
jawab dalam bidang kebijakan tertentu
g. Kebijakan Publik (Public Policy): kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah atau Negara.
h. Kebijakan Kesehatan (Health Policy): Segala sesuatu untuk mempengaruhi
faktor – faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat; dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya system kesehatan di
Indonesia maupun Jepang sama- sama baik. Namun, ada beberapa perbedaan dalam
penyelenggaraan system kesehatan nya.
1. System pelayanan kesehatan di Negara Indonesia dan Negara Jepang ada beberapa
perbedaan salah satunya dalam masalah kepesertaan. Negara Jepang telah mengcover
seluruh warga negaranya, sedangkan Negara Indonesia masih dalam program menuju
tercovernya seluruh warga Negara oleh system kesehatan.

2. Semua fasilitas kesehatan di jepang telah melayani asuransi kesehatan, tidak dibedakan
berdasarkan daerah, sedangkan di Negara Indonesia belum semua fasilitas kesehatan
yang melayani asuransi/ JKN serta dibedakan berdasarkan daerahnya. dan Jepang
sama-sama

3. Dalam hal iuran, system kesehatan di Indonesia dibedakan berdasarkan kelas


perawatan sedangkan di Jepang iuran nya dibedakan berdasarkan kelompok umur dan
pekerjaan.

4. Sistem kesehatan baik di Negara Indonesia maupun Negara Jepang sama sama
bertujuan untuk kesejahteraan rakyatnya

DAFTAR PUSTAKA

TNP2K. 2015. JKN: Perjalanan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional

Kemenkes RI. 2016. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Jaminan Sosial Kesehatan.
http://www.oki-kango.or.jp/UserFiles/File/kaigai/report/14-11-3_Indonesia.pdf, diakses pada 30 Agustus
2018

Habibie, Intan Yusuf. 2018. Sistem Kesehatan Nasional. Bahan Ajar kuliah

WHO. 2000. Health Systems : Improving Performance

Anda mungkin juga menyukai