Anda di halaman 1dari 12

1.

Latar Belakang

Saat ini nutrisionis/ dietisien dihadapkan pada tantangan untuk mampu menerapkan
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Standardized Nutrition Care Proccess
(SNCP). Menurut American Dietetic Association (2006) PAGT adalah suatu metode
pemecahan masalah yang sistematis, dimana dietisien menggunakan cara berpikir
kritis dalam membuat keputusan untuk berbagai masalah yang berkaitan dengan gizi,
sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi.

Proses Asuhan Gizi Terstandar terdiri dari empat tahap dimulai dari pengkajian gizi
(Nutrition Assessment); dilanjutkan dengan menetapkan diagnosis gizi (Nutrition
Diagnosis); dari diagnosis dapat ditentukan intervensi gizi (Nutrition Intervention)
yang akan dilakukan; selanjutnya monitoring evaluasi gizi (Nutrition Monitoring and
Evaluation) untuk menentukan keberhasilan intervensi . Pada asuhan gizi yang
dilakukan di Rumah Sakit, PAGT diawali dengan adanya screening gizi untuk
mengetahui apakah pasien atau klien berisiko malnutrisi atau sudah malnutrisi.
Selanjutnya dilakukan proses asuhan gizi jika pasien berisiko atau sudah malnutrisi.
Proses asuhan gizi yang pertama kali dilakukan adalah pengkajian gizi.

Pengkajian Gizi ( Nutritional Assessment) adalah melakukan pengumpulan data


baik secara langsung maupun tidak langsung, membandingkan data dengan standar,
dan mengelompokkan data. Data untuk Nutritional Assessment terdiri dari lima
komponen yaitu : Antropometri, Biokimia, Fisik- Klinis terkait Gizi, Dietary/ riwayat
makanan dan gizi, dan riwayat personal.

Pengukuran antropometri adalah salah satu data dalam pengkajian gizi. Menurut
Gibson (2005) Antropometri adalah Pengukuran dimensi dan komposisi tubuh
manusia pada tingkat usia dan tingkat nutrisi yang berbeda. Terdapat dua jenis
pengukuran antropometri yaitu : 1. Ukuran tubuh 2. Komposisi tubuh. Pengukuran
Komposisi tubuh dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Lingkar tubuh dan 2.
Tebal lemak.

Pengukuran Antropometri disebut metode langsung karena dapat langsung


digunakan untuk menentukan status gizi. Sehingga dalam mengumpulkan data
tersebut seharusnya dilakukan berdasarkan metode/prosedur yang benar agar
mendapatkan data sesuai yang diperlukan atau data yang valid. Jika pengumpulan
data dilakukan dengan benar akan didapatkan diagnosa gizi yang benar sehingga
intervensi yang dilakukan juga benar . Selanjutnya data hasil assessment ini adalah
data yang akan dimonitoring oleh evaluasi kecuali data riwayat personal.

Pada hakikatnya asesmen / pengkajian gizi tidak hanya dilakukan pada pasien di
rumah sakit, puskesmas, dan klinik rawat inap maupun rawat jalan namun juga bisa
dilakukan pada pada komunitas/masyarakat yang lebih luas. Sehingga seorang
nutrisionis/ dietisien baik yang bekerja di Rumah Sakit maupun yang langsung ke
masyarakat harus mempunyai kemampuan atau skill dalam melakukan pengumpulan
data antropometri salah satunya adalah pengukuran komposisi tubuh (lemak tubuh).

Lemak tubuh berbeda pada setiap individu walaupun dengan jenis kelamin, berat
badan, dan tinggi badan yang sama. Wanita memiliki lemak tubuh yang lebih besar
daripada laki-laki. Lemak tubuh wanita mencapai 26.9 % dari total berat badan,
sedangkan pada laki-laki hanya 14.7 %. (Gybson, 2005).

Pengukuran lemak tubuh bisa dilakukan dengan bermacam metode salah satunya
yaitu memperkirakan lemak tubuh dengan mengukur tebal lemak bawah kulit (skin-
fold) dengan menggunakan alat calipers. Pengukuran dengan skinfold caliper ini
memerlukan keterampilan pengukur yang tinggi. Sebagai seorang
nutrisionis/dietisien perlu memahami tentang metode/prosedur tersebut untuk
mendapatkan data yang valid. Ditempat bekerja, sebagian besar nutrisionis atau
dietisien dalam melakukan pengukuran belum sesuai dengan metode/prosedur yang
benar yaitu melakukan perkiraan saja.

Penelitian yang dilakukan oleh Tania & Niken, 2013 tentang Studi Kualitatif Proses
Asuhan Gizi Terstandar di Ruang Rawat Inap RS St. Elizabeth Semarang
mendapatkan hasil bahwa asesmen gizi telah dilaksanakan sesuai metode PAGT,
walaupun ada yang belum maksimal dilakukan yaitu jika kondisi tidak
memungkinkan maka nutrisionis/dietisien memperkirakan parameter antropometri
pada pasien tersebut. Dengan memperkiraan hasil pengukuran akan didapat data
yang tidak valid.

Lemak tubuh yang teakumulasi akan mengakibatkan kegemukan. Persen Lemak


tubuh merupakan indicator yang paling tepat untuk mengidentifikasi kegemukan.
Pada lokasi klinik, penentuan kegemukan dengan mengukur tebal lemak bawah kulit
(skinfold thickness) sangat dianjurkan karena indikator ini merupakan gold standard
pengukuran antropometri distribusi lemak tubuh (Nia Wirawan, 2016).

Dengan latar belakang tersebut diperlukan suatu uraian tentang pengukuran


antropometri komposisi tubuh (tebal lemak) yang memuat metode/prosedur,
kelebihan, kekurangan, kesalahan pengukuran (error) dan cara meminimalisir
kesalahan untuk meningkatkan pemahaman serta dapat menerapkan dalam
melakukan pengumpulan data nantinya.
2. Tujuan
a. Memahami metode/prosedur pengukuran antropometri komposisi lemak tubuh
(tebal lemak)
b. Memahami kelebihan dan kekurangan pengukuran antropometri komposisi lemak
tubuh (tebal lemak)
c. Memahami kesalahan pengukuran/error dan cara meminimalisir kesalahan
pengukuran antropometri komposisi lemak tubuh (tebal lemak)

3. Metode /Prosedur
Ada dua model yang menggambarkan tentang komposisi tubuh
a. 2 kompartemen model
Terdiri dari 2 kompartemen kimia berbeda : massa dengan lemak (Fat Mass) dan
massa tanpa lemak (Fat Free Mass)
b. 4 kompartemen model
Terdiri dari massa dengan lemak dan tiga kompartemen massa tanpa lemak
seperti : protein, total air tubuh, dan tulang
Untuk menilai komposisi tubuh, metode antropometri yang banyak digunakan
adalah 2 kompartemen model yang memperkirakan massa tubuh dengan lemak dan
massa tanpa lemak secara tidak langsung.
Kegunaan mengukur komposisi tubuh di setting klinik :
a. Mengidentifikasi pasien yang mengalami kekurangan gizi/kelebihan gizi kronis
b. Memantau perubahan jangka panjang komposisi tubuh setelah diberikan
intervensi gizi
Kegunaan mengukur komposisi tubuh masyarakat :
a. Mengidentifikasi individu yang rentan atau mudah mengalami kekurangan
gizi/kelebihan gizi
b. Membantu mengevaluasi keberhasilan/ keefektifan program gizi.

Uraian tentang pengukuran lemak tubuh (Body Fat) adalah seperti berikut :

1) Skinfold / lemak bawah kulit


Alat Pengukuran :
Diukur menggunakan caliper. Tiga jenis caliper yang bisa digunakan yaitu
Harpenden, Lange, dan Holtain.

Tabel 1. Jenis Jenis Caliper

Jenis Harpenden Lange Holtain


Calipe
r

Bentu
k

Tempat pengukuran :
tidak terdapat konsensus yang menjelaskan apakah menggunakan sisi kanan
atau kiri tubuh, namun saat ini NHANES (National Health and Nutrition
Examines Surveys) menyatakan untuk pengukuran skinfold digunakan sisi
kanan tubuh.

a) Triceps Skinfold

Gambar 1. Pengukuran Triceps (sumber : NHANES, 2007)


Banyak digunakan untuk menentukan pengukuran lemak tubuh tidak
langsung secara single. Besar koefisien korelasi % lemak tubuh : laki-
laki 0.7 Perempuan 0.77; Total lemak tubuh : laki-laki 0.73 perempuan
0.80 (Fahmida, 2007)
Metode/prosedur :

- subjek yang diukur harus berdiri tegak, kaki dirapatkan, bahu


santai.
- lengan subjek ditekuk 90 derajat pada siku dan lengan bawah.
Titik tengah berada pada pertengahan antara acromion dan
olecranon. Beri tanda pada titik tengah tersebut.
- Angkat lipatan lemak 1 cm di atas yang ditandai, dengan ibu jari
dan telunjuk
- Jepit lipatan lemak dengan rahang caliper
- Lakukan pengukuran, lengan dibiarkan tergantung bebas dan
terjuntai di samping tubuh.
- catat pengukuran ke mm terdekat 2-3 detik setelah menjepit
caliper
- lakukan 2-3 kali pengukuran dan ambil rata-ratanya. Pengukuran
seharusnya tidak berbeda lebih dari 1 mm.

Pengukuran triceps juga bisa digunakan untuk subjek yang berbaring


dengan cara yaitu : subjek berbaring pada sisi kiri dengan kaki ditekuk,
kepala dialas dengan bantal, dan tangan kiri dimasukkan kebawah bantal.
Lengan kanan letakkan pada sisi tubuh dan telapak tangan dibawah.
Pengukuran dilakukan pada tanda titik tengah di bagian belakang lengan
bagian atas. Pengukur harus menghindari kesalahan karena
membungkuk saat membaca hasil pengukuran (Gibson, 2005).

b) Biceps Skinfold
Pada prinsipnya biceps skinfold mengukur jaringan lemak subkutan dan
ketebalan kulit pada bagian lengan depan. Bersama dengan triceps, dapat
memperkirakan otot plus tulang. Berguna untuk melihat obesitas, pada
kondisi tebal lemak bawah kulit lainnya tidak dapat diukur.
Metode /Prosedur :
- subjek yang diukur harus berdiri tegak, kaki dirapatkan, bahu
santai, dan lengan tergantung bebas di kedua sisi, tangan
menghadap ke depan
- Beri tanda di bagian depan lengan kiri, tepat di atas pusat cubital
fossa, dan pada tingkat yang sama 1 cm lebih atas untuk
menandai trisep
- Angkat lipatan vertikal 1 cm di atas titik yang ditandai dan jepit
dengan caliper
- catat pengukuran ke mm terdekat 2-3 detik setelah menjepit
caliper
- lakukan 2-3 kali pengukuran. Pengukuran seharusnya tidak
berbeda lebih dari 1 mm, dan ambil rata-ratanya.
Gambar 2. Pengukuran Biceps & Triceps Skinfold (sumber www.google.com)

c) Subscapular Skinfold

Gambar 3. Pengukuran Subscapular (Sumber : NHANES, 2007)


Mengukur jaringan lemak bawah kulit dan ketebalan kulit pada bagian
belakang batang tubuh. Bersama dengan pengukuran skinfold lainnya,
dapat memperkirakan total lemak, tekanan darah, dan lemak darah.
Koefisien korelasi % lemak tubuh : laki-laki 0.75 Perempuan 0.71; total
lemak tubuh : laki-laki 0.79 perempuan 0.80 (Fahmida, 2007)
Metode/prosedur :

- subjek yang diukur harus berdiri tegak, kaki dirapatkan, bahu


santai, dan lengan tergantung bebas di kedua sisi,
- Letakkan lengan kiri subjek di bagian belakang untuk
menentukan letak tempat pengukuran. Letaknya pada sudut 45
derajat dibawah ujung tulang belikat. Tandai dengan pensil
- pegang lipatan pada sisi yang telah ditandai dengan fingers on top
(jari jari di atas), thumb below (ibu jari dibawah) , and forefinger
on the site at the lower tip of the scapular (jari telunjuk di ujung
bawah scapula).
- Jepitkan rahang caliper pada lipatan
- catat pengukuran ke mm terdekat 2-3 detik setelah menjepit
caliper
- lakukan 2-3 kali pengukuran. Pengukuran seharusnya tidak
berbeda lebih dari 1 mm, dan ambil rata-ratanya.

d) Suprailiac Skinfold
Bersamaan dengan pengukuran triceps dapat memperkiraan massa otot
dengan tulang. Suprailiac skinfold adalah indicator yang berguna untuk
menentukan distribusi jaringan lemak bawah kulit yang berhungan
dengan risiko penyakit. Koefisien korelasi % lemak tubuh : laki-laki
0.69 perempuan 0.59; total lemak tubuh : laki-laki 0.73 perempuan 0.69
(Fahmida, 2007)
Metode/Prosedur
- subjek yang diukur harus berdiri tegak, kaki dirapatkan, bahu
santai
- tandai sisi pengukuran yaitu pada bagian atas tulang suprailiac
atau diatas puncak iliac
- pegang lipatan kulit secara miring kedepan pada garis mid axila
dan sejajar dengan garis belahan alami kulit
- tempatkan caliper 1 cm dari tekanan jari pada lipatan kulit.
- catat pengukuran ke mm terdekat 2-3 detik setelah menjepit
caliper
- lakukan 2-3 kali pengukuran. Pengukuran seharusnya tidak
berbeda lebih dari 1 mm, dan ambil rata-ratanya.

Gambar 4. Pengukuran Subscapular dan Suprailiac Skinfold


(Sumber : www.google.com)

Menghitung lemak tubuh bisa dengan menggunakan satu jenis skinfold dan bisa
menggunakan penjumlahan beberapa hasil pengukuran skinfold, berikut ini
adalah uraian masing-masing metode :

Single Skinfold : Lemak tubuh bisa diperkirakan menggunakan satu pengukuran


skinfold. Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda dalam hal tersebut. Sloan et
al. (1962) menyatakan bahwa suprailiac adalah indicator single terbaik pada
wanita muda. Roche et al. (1981) merekomendasikan triceps skinfold sebagai
indicator single yang tepat untuk mengestimasi persen lemak tubuh pada anak-
anak dan wanita dewasa, namun tidak bisa pada laki-laki dewasa. Pada tahun
1982 Siervogel et al. juga merekomendasikan triceps. Sedangkan untuk melihat
total lemak tubuh pada wanita remaja dan dewasa, tidak bisa menggunakan
single skinfold, pengukuran Indeks Massa Tubuh lebih dianjurkan. Namun, pada
umumnya nutrisionis lebih banyak menggunakan triceps skinfold sebagai
indicator single untuk memperkirakan lemak tubuh, pada wanita dan anak-anak
(Gybson, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Nurohmah dan Djokosusono
(2013) juga mendapatkan hasil triceps skinfold memiliki nilai korelasi yang kuat
untuk mempresentasikan lemak tubuh.

Multiple skinfold : Karena lemak tubuh tidak hanya pada satu area, menghitung
lemak tubuh dengan menggunakan indicator lebih dari satu lebih diterima.
Penelitian merekomendasikan menggunakan satu anggota tubuh seperti triceps
dan satu pengukuran skinfold di tubuh seperti subscapular untuk menghitung
distribusi lemak bawah kulit.

Rumus Menghitung persen lemak tubuh :


Persen lemak tubuh bisa diperkirakan dari lipatan kulit. Bisa menggunakan data
dari satu lipatan kulit atau penjumlahan dari dua – empat pengukuran lipatan
kulit.
Adapun prosedurnya adalah (Persamaan Durmin & Womersley)
a) Tentukan dan kemudian ukur satu hingga empat sisi skinfold : triceps,
subskapular, biseps, atau suprailiacs dengan metode terstandar. Jika
menggunakan lebih dari satu pengukuran, jumlahkan .

b) Hitung Densitas Tubuh (D) dengan rumus


D = c – m (log jumlah skinfold)

c) Hitung persen lemak tubuh.


% lemak tubuh = (4.95/D) – 4.50) x 100

d) Hitung total lemak tubuh


Total lemak tubuh (kg) = BB (kg) x % lemak tubuh

e) Tentukan Massa tubuh tanpa lemak


Massa tubuh tanpa lemak (kg) = BB (kg) – total lemak tubuh (kg)

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan % lemak tubuh


Terdapat beberapa klasifikasi persen lemak tubuh salah satunya menurut Lce & Nicman 1996,
hal 264 dalam Gybson (2005) :

Male Female

< 8% Kurus < 13 % Kurus

8-15% Optimal 13-23% Optimal

16-20% Slightly Overfat 24-27% Slightly Overfat

21-24% Fat/Overweight 28-32% Fat/Overweight

≥25% Obese ≥33% Obese

Untuk melihat status gizi anak (Pediatric) bisa menggunakan standar WHO misalnya
table triceps (mm) menurut jenis kelamin dan umur (Lampiran 1)

2) BIA ( Bioelectrical Impedance Analysis)


Selain pengukuran antropometri menggunakan skinfold caliper, terdapat cara lain
untuk menentukan lemak tubuh yaitu menggunakan Bioelectrical Impedance
Analysis (BIA). BIA sudah mulai dikembangkan pada tahun 1960 dan telah muncul
sebagai salah satu metode yang paling popular untuk memperkirakan lemak tubuh
relatif ( Aliona, et.al, 2007)

Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) adalah metode non invasif dalam


mengevaluasi komposisi tubuh secara sederhana, aman, cepat, mudah digunakan dan
hasilnya segera didapat dengan tingkat kesalahan yang rendah. Selain mengukur
komposisi tubuh, BIA juga dapat digunakan untuk menentukan status nutrisi
( Aliona, et.al, 2007)

Metode ini mirip dengan metode lipatan kulit, BIA mungkin lebih baik karena alasan
berikut: (a) metode tidak membutuhkan keterampilan teknis tingkat tinggi, (b)
metode lebih nyaman dan kurang intrusif untuk klien, dan (c) ini metode dapat
digunakan untuk memperkirakan komposisi tubuh individu obesitas. ( Aliona, et.al,
2007) .

Parameter BIA yang digunakan untuk menilai status volume cairan tubuh adalah
Total Body Water (TBW), Extracellular Water (ECW), Intracellular Water (ICW).
Sedangkan untuk menilai setatus nutrisi adalah Body Cell Mass (BCM), Fat Free
Mass (FFM), dan Total Protein (Calara, 2014).
Nilai BIA sangat dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, ras atau etnik, index
masa tubuh (IMT) dan juga umur. Sehingga pengukuran beberapa parameter BIA
lebih baik jika nilai standar BIA yang digunakan berasal dari populasi yang memiliki
karakteristik yang sama baik dari segi jenis kelamin, ras atau etnik, IMT maupun
umur. Validasi nilai standar BIA dapat mengurangi beberapa kesalahan oleh karena
adanya perbedaan komposisi cairan tubuh berdasarkan jenis kelamin serta adanya
perbedaan pola distribusi lemak, panjang kaki dan lengan antar kelompok etnik yang
akan memengaruhi akurasi dan ketelitian dari pengukuran BIA (Calara, 2014)

4. Kelebihan
a. Menggunakan prosedur yang sederhana, cepat, aman, dan non invasive
b. Dapat digunakan untuk pasien yang tidak bisa berdiri
c. Dapat digunakan untuk sampel yang besar
d. Peralatan yang dibutuhkan tidak mahal dan bisa dibawa kemana-mana.
e. Pengukur yang relative tidak terampil bisa dilatih untuk melakukan pengukuran
f. Metode bisa tepat dan akurat
g. Metode dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan dalam status gizi dari
waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya
h. Dapat mendeteksi informasi perihal gizi masa lalu, yang tidak bisa dideteksi oleh
teknik lain/ retrospective/ past long-term nutritional history
i. Dapat mendeteksi malnutrisi tingkat ringan-sedang-berat

j.Kekurangan
a. Relatif tidak sensitif dan tidak dapat mendeteksi gangguan status gizi dalam
waktu singkat
b. Tidak bisa digunakan dalam mengidentifikasi keadaan kekurangan zat gizi
tertentu
c. Tidak bisa membedakan gangguan akibat kekurangan zat gizi atau gangguan
akibat ketidakseimbangan asupan energy
d. Factor non-nutritional (penyakit, genetic) tertentu bisa mengurangi spesifisitas
dan sensitivitas
e. Error yang terjadi dalam pengukuran bisa mempengaruhi presisi akurasi dan
kevalid an hasil pengukuran.

k. Kesalahan Pengukuran (Error) dan Cara Meminimalisir Kesalahan


Adanya kesalahan dalam melakukan pengukuran lemak tubuh dalam hal ini
mengukur tebal lemak bawah kulit akan mempengaruhi data yang didapatkan. Jika
data yang didapat tidak valid akan berpengaruh pada proses selanjutnya misal :
dalam melakukan proses asuhan gizi, jika data asesmen tidak benar, diagnose gizi
juga akan salah, dan berujung pada pemberian intervensi gizi yang tidak benar.
Dengan mengetahui beberapa kemungkinan kesalahan tersebut maka jika melakukan
pengukuran kita dapat meminimalisirnya sehingga data yang didapat sesuai yang
sebenarnya.
Menurut Gibson (2005) error dalam pengukuran lemak tubuh dapat dibedakan
menjadi dua jenis :
a. Kesalahan Pengukur :
Tidak mampu mendapatkan hasil yang identik pada subjek yang sama; kesalahan
seperti itu tergantung bagian skinfold, pengalaman pemeriksa, dan kegemukan
subjek. Meminimalisir : Adanya pelatihan sesuai standar.

b. Kesalahan antar pengukur


Ketika dua atau lebih pemeriksa mengukur subjek sama namun mendapatkan hasil
yang berbeda; penyebab kesalahan misalnya : bias peralatan. Kesalahan seperti itu
biasanya lebih besar dari kesalahan pengukuran. Meminimalisir : Pelatihan
(Burkhinsaw, et al., 1973). Selain pelatihan bisa juga dengan mengkaibrasi alat.

Berikut uraian dari kemungkinan error lainnya yang dapat terjadi saat pengukuran :

Tabel 2. Kejadian Error pada Pengukuran Lemak Tubuh dan Cara Meminimalisirnya

No Error in Measurements Cara Meminimalisir

1 Untuk pengukuran bisep and trisep : Standardized Training


- Lengan yang salah
- Titik tengah dari lengan atas tidak
diidentifikasi dengan benar
- Lengan tidak tergantung bebas selama
pengukuran

2 Caliper tidak diletakkan pada posisi yang Standardized Training


ditandai

3 Penempatan caliper terlalu dalam atau terlalu Standardized Training


dangkal

4 Pembacaan hasil caliper terlalu cepat Standardized Training

5 Tidak melakukan tiga kali pengukuran Standardized Training

7 Untuk subject yang lebih ‘flabby’ atau Standardized Training


berlemak, jaringan mudah tertekan, atau
dengan jaringan yang sangat kuat

8 Instrumen tidak dikalibrasi sebelum Using precise and calibrated


pengukuran instruments
DAFTAR PUSTAKA

1. Calara, Sucy. 2014. Perbandingan Pengukuran Persentase LemakTubuh


dengan Pengukuran Skinfold Caliper dan Bioelectrical Impedance Analisys
(BIA). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
2. Gibson, RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. 2nd Edition. Oxford
University Press
3. Nia Wirawan. 2016. Indonesian Journal of Human Nutrition, Juni 2016,
Vol.3 No.1 : 49 – 59
4. National Health and Nutrition Examinations Surveys. 2007. Anthropometry
Procedures manual
5. Shishkova, et el. 2007. Analisys of body Composition in Overweight and
Obese Women Using Bioimpedance (BIA) System. Journal of IMAB-Annual
Proceeding ( Scientific Paper) Vol. 13, book 1. Web. 1 Sept 2018
6. Tania Wijayanti and Niken Puruhita. 2013. Studi Kualitatif Proses Asuhan
Gizi Terstandar di Ruang Rawat Inap RS St. Elisabeth Semarang. Journal of
Nutrition Collage, Vol. 2, No. 1: 170-183. Online di : http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jnc
7. Umi Fahmida and Drupadi HS Diloon. 2007. Handbook Nutritional
Assessment. SEAMEO TROPMED RCCN UI. UI Press
8. World Health Organization. Child Growth Standards : Triceps Skinfold-for-
age [Dokumen di Internet]. Available from :http://www.who.int

Anda mungkin juga menyukai