Anda di halaman 1dari 24

PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD DALAM

EVALUASI KEPEMIMPINAN & BERPIKIR KRITIS


DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

1. Ns. ANNEDYA HANDAYANI, S.Kep BP 2021312001


2. Ns. SAFIYAH KAMILAH, S.Kep BP 2021312002
3. Ns. FAJAR IDUL SYAHPUTRA, S.Kep BP 2021312007
4. Ns. Mawaddah, S.Kep BP 2021312016

DOSEN:
Dr. Yulastri Arif, M.Kep

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta kemudahan yang berlimpah, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Kepemimpinan Dalam Keperawatan: “Penggunaan
Balanced Scorecard Dalam Evaluasi Kepemimpinan ”. Salawat Kepada Rahmatan
lil’alamin, Rasulullah SAW yang telah membawa kita menuju alam yang penuh
pengetahuan. Semoga Rahmat selalu tercurah buat beliau, keluarga dan seluruh
pengikutnya.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada. Dr. Yulastri


Arif, S.Kp., M. Kep sebagai koordinator dan pembimbing dalam makalah ini.
Terimaksih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu
kami membutuhkan kritikan dan saran yang membangun demi penyempurnaan
makalah kami kedepannya. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Atas semua perhatian pembaca, kami ucapkan terimakasih.

Padang, Desember 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan
rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24
jam kepada klien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan
pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian
pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumah sakit akan meningkat juga seiring
dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran
dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen
keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/
pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya
maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat.
Dunia kesehatan telah mengalami pergeseran yang yang sangat ekstrim.
Persaingan abad industri telah bergeser menjadi persaingan abad informasi
penyediaan pelayanan kesehatan yang menguasai teknologi informasi secara baik
akan mampu bertahan secara layak (sustainable) di tengah-tengah turbulensi
dunia kesehatan. Benturan antara keharusan membangun daya saing jangka
panjang dengan tujuan yang tidak tergoyakan dari model akutansi keuangan biaya
histori telah menciptakan sebuah sintesis yaitu balanced scorecard (BSC)
Balanced scorecard (BSC) merupakan suatu kerangka kerja baru yang
mengitergerasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi suatu organisasi
untuk mendorong kerja yang meliputi perspektif pelangan, proses bisnis internal
dan pembelajarn serta pertumbuhan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Balanced Scorecard
2.1.1 Sejarah Balanced Scoredcard
Pada awal tahun 1992 robert Kaplan dan david norton mempublikasikan
metode pengukuran mereka ‘The Balanced Scorecard-Measures That Drive
Performance”dalam Harvard Business Review. BSC Adalah alat yang
menyediakan pengukuran komprehensif kepada manajer mengenai bagaimana
organisasi mencapai kemajuan lewat sasran-sasaran strategisnya. Metode ini
menjelaskan bagaimana asset berwujud untuk menciptakan proposisi nilai
pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (Kosasih & Suprapti,
2020).
Norton dan Kaplan menempatkan BSC sebagai alat bagi organisasi
(termasuk yang berasal dari sector public dan nonprofit) untuk mengelola
kebutuhan pemegang saham relevannya. Lebih jauh mereka menyarankan BSC
sebagai alat untuk memperbaiki aliran informasi dan komunikasi antara top
eksekutif dan manajemen menengah dalam perusahaan. BSC ingin memperbaiki
system konvensional pengontrolan dan akutansi. Satu perbaikan penting dari BSC
terletak pada fokusnya mendorong nilai bagi keuntungan masa depan
perusahaan. Perspektif pasar bertujuan mengidentifikasi segmen pelanggan dan
pasar relevan yang berkontribusi pada sasaran finansial.
Dalam istilah manajemen berbasis pasar dari perusahaan, dimensi ini
membuat mampu mencapai proses-proses dan produk internal yang sejalur
dengan keperluan pasar. Dalam dimensi internal proses, perusahaan harus
mengidentifikasi dan menstrukturkan secara efisien proses-proses pendorong nilai
internal yang vital terkait dengan sasaran pelanggan dan pemegang saham.
Perspektif pengembangan organisasi akhirnya mencoba menggambarkan semua
aspek terkait dengan staf dan bagian-bagian organisasi yang vital pada proses
pembaruan organisasi (Kosasih & Suprapti, 2020).
Norton dan Kaplan (1997) merekomendasikan integrasi sistematis BSC
kedalam system manajemen perusahaan yang telah ada. Untuk hal ini mereka
mendiskusikan terutama fase-fase penataan (set up) dan implementasi strategi.
BSC menjadi alat mentransformasi strategi kedalam aksi pelaksanaan. Norton dan
Kaplan menekankan pentingnya pelatihan teratur atau tambahan, komunikasi
strategi internal (seperti dengan leaflet, majalah, internet,dst), maupun
pengukuran-pengukuran sasaran-sasaran terdefinisi di seluruh perusahaan
Penetapan definisi pengukuran-pengukuran strategis dan integrasi strategi jangka
panjang kedalam proses penganggaran tahunan. BSC akan memperbaiki system
manajemen perusahaan yang ada saat ini melalui penataan sasaran yang lebih
ambisius. Asumsi dasar penerapan BSC adalah semua kegiatan organisasi harus
dapat menghasilkan tambahan kekayaan karena pada dasarnya organisasi
merupakan institusi pencipta kekayaan baik secara langsung maupun tidak
langsung.

2.1.2 Pengertian Balanced Scoredcard


Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang mencoba
mengukur kinerja organisasi secara seimbang dari berbagai perspektif yang
berfokus pada keberhasilan pengimplementasian strategi suatu organisasi (H.
Gao et al., 2018).
Balance Scorecard merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
menilai menilai kinerja unit usaha yang melengkapi ukuran-ukuran keuangan dari
kinerja usaha dimasa mendatang dengan cara memacu kinerja unit usaha dimasa
mendatang (Rahimi, Kavosi, Shojaei, & Kharazmi, 2016).
Menurut Kaplan dan Norton (2000) Balance scorecard merupakan
rancangan seperangkat ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu
organisasi dengan menggunakan empat perpektif yang mampu menyeimbangkan
antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, antara hasil yang di inginkan
dengan faktor pendorong tercapaianya suatu hasil (Hatefi & Haeri, 2019).
Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk
mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi
finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk
mengkomunikasikan visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain
pengukuran kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi
juga untuk jangka panjang (T. Gao & Gurd, 2020).
2.1.3 Manfaat Balanced Scorecard
Manfaat Balanced Scorecard yaitu adaptif dan responsif terhadap
perubahan lingkungan dan fokus terhadap tujuan. Manfaat balanced scorecard
lainnya adalah (Kosasih & Suprapti, 2020):
1. Merupakan sekumpulan pengukuran yang memberikan pandangan yang luas
dan komprehensif kepada manajer puncak.
2. Memberitahukan akibat terjadinya kegagalan.
3. Meminimumkan kelebihan informasi yang membatasi jumlah pengukuran yang
digunakan.
4. Menggabungkan pengukuran finansial dan pertumbuhan dan operasional pada
kepuasan konsumen, proses internal, inovasi organisasi, dan pertumbuhan
organisasi.
Mendorong manajer untuk melihat bisnis dari empat pandangan, yaitu
keuangan, pelanggan, proses internal bisnis serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Balance scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam
beberapa cara yaitu:
1. Menjelaskan visi organisasi.
2. Menyelaraskan organisasi mencapai visi itu.
3. Mengintegrasikan prencanaan strategis dan alokasi sumber daya.
4. Meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang
tepat untuk mengarahkan perubahan.

2.1.4 Tujuan Balanced Scorecard


Tujuan yang ditetapkan dalam implementasi Balanced Scorecard akan
membantu dalam (Lasdi, 2002: 150-169):
1. Memberi pedoman dalam penentuan tujuan-tujuan dan ukuran scorecard.
2. Mendapatkan komitmen dari partisipan proyek.
3. Mengklarifikasi kerangka kerja bagi pelaksanaan dan proses manajemen yang
harus dilaksanakan setelah penyusunan scorecard awal.
2.1.5 Karakterisktik Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard
merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan strategi,
mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan juga
melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan
kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak dilakukan
semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang (Fatima
& Elbanna, 2020).

2.1.6 Perspektif Balanced Scorecard


Balanced scorecard dapat digunakan sebagai instrumen pengontrol
strategi perusahaan dengan menggunakan empat perspektif yang berbeda yaitu
Finansial perspective, Customer perspective, Internal Process perspective,
Learning and growth perspective (Bołtowicz, 2020).
1. Finansial perspective (perspektif keuangan)
Finansial perspektif berkaitan dengan pemasukan danpengeluaran
perusahaan. Perusahaan harus manpu mengelola keuangan agar pemasukan
dan pengualaran stabil.Misalnya perusahaan harus bisa megola biaya
operasional, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan keuntungan dari
aktifitasperusahaan. Pemasukan dan pengeluaran tersebut harus diatur
dengan agar perusahaan dapat mengamati pertumbuhan keuangan
perusahan. Perspektif keuangan ini dapat diukur dengan menggunakan Rasio,
dimana jumlah laba yang diperoleh dibandingkan dengan laba investasi.
ROI= Laba bersih x 100%
Laba investasi
Indikator perpesktif keuangan
• Kinerja operasi;
• Status keuangan;
• Nilai perusahaan

Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing


tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga
tahap:
1) Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan
bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang
sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk
menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen
untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi,
mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan
hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin
secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian
atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa
depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan
dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada
sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas.
Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan
penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan
jasa baru.
2) Sustain Stage (Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih
melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat
pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha
mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan
kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu
pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih
diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
3) Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana
perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka.
Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk
memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau
membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah
memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan
untuk harvest adalahcash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari
investasi dimasa lalu.
2. Customer perspective (perspektif pelanggan)
Pelanggan adalah siapa saja yang menggunakan keluaran pekerjaan
seseorang atau suatu item (Mulyadi dan Setyawan, 1999). Tujuan dari
perspektif ini adalah bagaimana meningkatkan nilai pelanggan (customer value)
agar mampu mempertahankan jumlah pelanggan yang dicapai tahun lalu dan
menarik pelanggan baru.Oleh karena itu organisasi harus memperhatikan
kepuasan pelanggan. Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif
pelanggan yang terdiri atas kelompok pengukuran pelanggan utama (pangsa
pasar,retensi pelanggan, akuisisi pasar, kepuasan pelanggan, profibitabilitas
pelanggan) dan kelompok pengukuran proposisi nilai pelanggan (atribut produk
dan jasa, hubungan pelanggan, reputasi dan citra).
Ukuran pasar (Market Share) adalah kelompok pelanggan yang menjadi
target atau segmen pasar yang terspesifikasi. Kelompok industry, statistic
pemerintah atau sumber publik lainnya sering menyediakan data mengenai
total ukuran pasar. Selain mengukur segmen pasar, perusahaan diharapkan
melakukan pengukuran pasar yang kedua, yaitu account share (customer
wallet). Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran dari segmen ke
segmen, yaitu berapa segmen pasar yang telah dicapai atas produk yang
ditawarkan kepada pelanggan, sedangkan “share of wallet-nya” yaitu
presentase atas total transasi keuangan yang dilakukan pelanggan.

Market share

Pelanggan daya laba Pelanggan Retensi


Pelanggan Akuisisi

Kepuasan
pelanggan
Figur. Perspektif pelanggan
Retensi pelanggan (costumer retension), yaitu cara yang dapat
ditempuh meningkatkan ukuran pasar dimulai dengan mempertahankan
pelanggan yang ada, di samping itu perusahaan wajib melakukan pengukuran
terhadap pelanggan yang setia. Pelanggan akuisisi (costumer acquisition)
dapat diukur dengan berapa jumlah pelanggan baru atau total disbanding
dengan pelanggan baru masing-masing segmen.
Kepuasan pelanggan (costumer satisfication) merupakan ukuran
menilai seberapa jauh perusahaan telah memberikan pelayanan yang baik
kepada pelanggannya. Beberapa riset akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa
skor yang baik pada kepuasan pelanggan tidak cukup menjamin pencapaian
yang tinggi terhadap loyalitas, retensi dan profibilitas. Namun, hanya dengan
tingkat kepuasan yang tinggi akan mempengaruhi perilaku pelanggan untuk
membeli kembali. Oleh karena itu, survey perlu dilakukan untuk mengetahui
berapa besar tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang telah
diberikan. Daya laba pelanggan (costumer profitability). Perusahaan perlu
meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga pelanggan tidak mempunyai
pikiran untuk pindah ke perusahaan lain. Hal tersebut akan menciptakan
profitable pelanggan.
3. Internal Process perspective (perspektif internal)
Pada proses bisnis internal perlu diperhatikan proses apa saja yang terbaik
yang harus kita lakukan dalam jangka panjang maupun jangka pendek unuk
mencapai tujuan financial dan kepuasan customer. Dalam proses bisnis internal
juga perlu identifikasi berbagai roses internal penting yang harus dikuasai
dengan baik oleh organisasi. Ukuran proses bisnis internal berfokus pada
progres yang akan berdampak besar pada kepuasan pelanggan
Indikator :
• Biaya;
• Efisiensi;
• Kecepatan;
• Produktivitas;
• Penggunaan teknologi komunikasi;
• Mutu
4. Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan)
Aspek pertumbuhan dan pembelajaran yang oleh Kaplan dan Norton (1996)
dijadikan salah satu unsur dalam mengukur kinerja suatu perusahaan
dimaksudkan untuk mendorong agar perusahaan dapat menjadi organisasi
pembelajar (learning organization) sehingga mampu tumbuh kembang sesuai
dengan perkembangan lingkungan bisnis yang bergerak cepat secara dinamis.
Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah
menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam ketiga
perspektif lainnya dapat terwujud. Kategori-kategori yang terdapat dalam
perspektif ini teridiri atas kemampuan karyawan; kemampuan sistem informasi;
dan motivasi, pemberdayaan, serta kesesuaian dengan standard kinerja. Ukuran
intinya adalah produktivitas karyawan, yang diukur dari: jumlah output tiap
karyawan, tingkat kepuasan karyawan, tinggi rendahnya pengakuan terhadap
prestasi karyawan, tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan
keputusan, kemudahan akses karyawan terhadap informasi yang menunjang
pekerjaannya, dan tingkat retensi atau penolakan karyawan, yang diukur dari
jumlah perputaran (turn over) staf atau karyawan potensial.
Indikator :
• Tingkat kemampuan;
• Motivasi kerja;
• Manajemen pengetahuan;
• Teknologi informasi;
• Tingkat kepuasan

2.1.7 Pengukuran kerja Balanced Scorecard


Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif
pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif utama, yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan
Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi
perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari
empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal.
2.1.8 Langkah-langkah Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton langkah-langkah Balanced scorecard meliputi
empat proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan
strategi jangka panjang dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut
adalah :
1. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan
di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan
strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik dengan
ukuran pencapaiannya.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Balanced scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang
saham dan konsumen, karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja
karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis. Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara
rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai
dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih
penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang
perusahaan secara menyeluruh
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan.
Dengan Balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka
perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan
perusahaan dalam jangka pendek.
2.1.9 Cara Pengukuran dalam Balanced Scorecard
Sasaran strategi yang dirumuskan untuk mencapai visi dan tujuan organisasi
melalui strategi yang telah dipilih perlu ditetapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua
ukuran yang perlu ditetapkan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran
strategik, yaitu: ukuran hasil dan ukuran pemacu kinerja. Ukuran hasil merupakan
ukuran yang menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian sasaran strategik,
sedangkan ukuran pemacu kinerja merupakan ukuran yang menyebabkan hasil
yang dicapai. Cara pengukuran dalam Balanced Scorecard adalah mengukur
secara seimbang antara perspektif yang satu dengan perspektif yang lainnya
dengan tolok ukur masing-masing perspektif. Menurut Mulyadi (2001), kriteria
keseimbangan digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana sasaran strategik
kita capai seimbang di semua perspektif.

2.1.10 Penggunaan Balanced Scorecard


1. Perumusan Strategi
Tahap ini digunakan untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi
perusahaan dengan menggunakan empat perspektif. Visi, Misi dan Strategi
digunakan untuk menentukan perencanaan kegiatan perusahaan. Perencanaan
digunakan untuk mematangkan tujuan yang akan dicapai. Pandey (2005)
mengungkapkan alasan mengapa BSC digunakan dalam organisasi BSC adalah
alat komprehensif untuk memahami pelanggan dan kebutuhannya, dan
kesenjangan kinerja.
1. BSC menyiapkan logika untuk menciptakan modal intangible dan inlektual
dimana dengan pengukuran tradisional dalam sistem kinerja sulit dilakukan.
2. BSC mampu mengartikulasi strategi pertumbuhanmenjadi keandalan bisnis
yang fokus kepada upaya-upaya non finansial.
3. BSC memampukan karyawan memahami strategi dan kaitan sasaran ke dalam
operasi perusahaan hari ke hari.
BSC memfasilitasi umpan balik riveau kinerja dari waktu ke waktu

Gambar 1. Balance Scorecard

2.1.11 Penggunaan Balanced Scorecard pada Pelayanan Keperawatan


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat dan organisasi
bertanggunggjawab terhadap nilai dari layanan yang diberikan. Untuk memenuhi
tanggungjawab tersebut merka harus mengukur dan melapokan kualitas serta
keluaran finansial (outcome financial). Administrator serta prawat harus mengatur
pasien dan lingkungan keperwatan sehingga memenuhi tujuan yang diharapkan.
Metode BSC memerlukan pilihan yang realistis dan hati-hati dari empat indicator
di tiap domain. Ketika BSC dibuat, hubungan dalam kartu stok menunjukkan
pengkajian serta prediksi dari kinerja organisasi. Setiap tingkat di atas harus
berhubungan dengan tingkat bawah karena strategi dari kompetensi dengan
keberlangsungan finansial adalah jelas secara logis dikembangkan tingkat demi
tingkat.
1. Pengukuran pembelajaran dan pertumbuhan meliputi kompetensi profesioonal,
kemampuan, keterampilan dan ketersediaan. Hal ini dapat dicermati dari
kecanggihan dan aksibilitas dari sistim informasi dan menilai inisiatif inovatif.
2. Pengukuran proses internal berfokus pada fungsi intermediate, klinis dan
keluaran finansial seperti rama rawat(leght of stay), morbiditas, komplikasi ,
efek samping, pengggunaan restrains, time respon dan biaya tiap unit
pelayanan.
3. Contoh dari outcme klinis dan finansial meliputi pengukuran penyembuhan,,
mortalitas dan harga tiap unit pelayanan.
4. Pengukuran pelanggan meliputi mereka yang berhubungan langsung dengan
pasien, keluarga pihak asuransi dan pekerja. Misalnya kesehatan yang
berhubungan dengan kualitas hidup, tingkatan fungsional, kemampuan
melakukan ADL, kepuasan loyalitas-akuisisi dan penetrasi pasar.
5. Pengukuran finansial meliputi pengembalian investasi dan nilai tambah
ekonomis (economic value added).
2.1.12 Contoh Aplikasi Perencanaan Keperawatan Berdasarakan Metode BSC Pada Klinikal Di RS

RS

KEUANGAN PELANGGAN PEROSES BISNIS SDM


• Peningkatan Profitalitas • Mampu menciptakan • Peningkatan produktivitas • Memiliki kondisi kerja
kepuasan terhadap harapan pegawai yang mendukung
pelanggan • Tercapai standar pelayana • SDM yang loyal dan
• Menciptakan pelanggan prima kompeten sesuai standar
yang loyal terhadap RS • Inovasi produk dan layanan pelayanan

TARGET TARGET TARGET TARGET


• Penerapan formularium • Kepuasan medis dan • Respon time 100% sesuai • Kepuasan medis dan
alkes 90% termonitor paramedic terhadap standar paramedic terhadap
• Efesiensi biaya 95% professional • Struktur organisasi dan job professional
• Pengambilan resep IRNA • Data para medis lengkap description komite klinik • Data para medis lengkap
turun 10% 100% selesai 100% 100%
• Tersusun standar • Angka nososkomial ≤ 2 • Tersusun standar
PROGRAM kreedensial medis dan kreedensial medis dan
PROGRAM
• Monitoring penerapan paramedic paramedic
PROGRAM • Penyusunan respon time PROGRAM
alkes • Survey kemampuan • Penyususnan standar • Survey kepuasan pegawai
• Cos containmen terhadap profesionalisme
• Monitor program UDD
surveilence infeksi • Penerapan job description
• Penyusunan database tenaga nososkomila • Penyususnan kebutuhan
koordinasi dengan If medis • Penerapan standar pendidikan pelatihan bagi
• Pengembangan program surveilence infeksi tenaga medis dan paramedis
kemitraan dokter spesialis nososkomila • Penerapan standar medis
Penyusunan struktur dan paramedis
organisasi dan job
description komite klinik
BAB III
BERPIKIR KRITIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

3.1 berpikir kritis dalam pengambilan keputusan


a. Definisi
Berpikir kritis merupakan sebuah kekuatan dalam semua kegiatan berpikir
manusia, termasuk perawat. Kebiasaan menggunakan kriteria dan prosedur dalam
berpikir kritis akan membantu kita menyusun alasan yang lebih efektif dan rasional
dalam segala aspek kehidupan dan pekerjaan. Berpikir kritis sangat penting bagi
perawat karena dengan berpikir kritis perawat dapat menyadari perannya dan
identitas diri dalam kaitannya dengan hal-hal, peristiwa, dan orang lain (Bandman
&Bandman, 1995).
Berpikir kritis meliputi penalaran ilmiah, termasuk dalam proses keperawatan,
pengambilan keputusan, dan penalaran dalam masalah-masalah yang
kontroversial. Empat jenis penalaran dalam berpikir kritis ini terdiri dari deduktif,
induktif, informal atau sehari-hari, dan praktis. Berpikir kritis juga dapat diartikan
sebagai penalaran di mana kita menganalisis penggunaan bahasa, merumuskan
masalah, memperjelas, dan menjelaskan asumsi, menimbang bukti, mengevaluasi
kesimpulan, membedakan antara argumen yang baik dan buruk, dan berusaha
untuk membenarkan fakta-fakta dan nilai-nilai yang menghasilkan keyakinan dan
tindakan (Bandman & Bandman, 1995).
Berpikir kritis merupakan proses belajar membuat keputusan yang tepat
dalam menyelesaikan suatu masalah. Berpikir kritis adalah proses kognitif yang
aktif dan terorganisasi yang digunakan untuk mengetahui pikiran seseorang dan
pemikiran terhadap orang lain (Chaffee, 2002 dalam Potter & Perry, 2009). Dalam
pemikiran kritis meliputi identifikasi adanya masalah, analisis semua informasi
yang berkaitan dengan masalah, evaluasi informasi, dan membuat kesimpulan
(Settersen & Laure, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Pemikir yang kritis akan
memperhatikan apa yang penting dalam sebuah situasi, membayangkan dan
mengeksplorasi semua alternatif, mempertimbangkan kode etik, kemudian
membuat keputusan.
3.2 model berpikir kritis
a. model berpikir kritis dalam pengambilan keputusan secara klinis
Berpikir kritis merupakan tanda atau standar untuk perawat professional yang
kompeten. Kemampuan untuk berpikir kritis, meningkatkan praktik klinik dan
mengurangi kesalahan pada penilaian klinis adalah visi dari praktik keperawatan
(Di Vito-Thomas, 2005 dalam Potter & Perry, 2009). Kataoka-Yahiro & Saylor
(1994) dalam Potter & Perry (2009) mengembangkan model berpikir kritis dengan
lima komponen berpikir kritis yaitu pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi
berpikir kritis (dengan penekanan pada proses keperawatan), perilaku, dan
standar:
1. pengetahuan dasar yang spesifik
Pengetahuan perawat bergantung pada pengalaman pendidikan, termasuk
pendidikan dasar perawat, kursus pendidikan berkelanjutan, dan kuliah
tambahan. Pengetahuan dasar yang dibutuhkan oleh perawat antara lain teori
ilmu dasar, rasa kemanusiaan, ilmu perilaku, dan keperawatan. Kedalaman dan
luasnya pengetahuan seseorang akan mempengaruhi kemampuan untuk
berpikir kritis dalam menangani masalah keperawatan.
2. Pengalaman
Keperawatan merupakan sebuah disiplin ilmu yang menerapkan praktik.
Pengalaman belajar klinis diperlukan untuk memenuhi ketrampilan membuat
keputusan klinis (Roche, 2002 dalam Potter & Perry, 2009). Pada situasi klinis
perawat akan belajar mulai dari mengobservasi, merasakan, berbicara pada
klien dan keluarga, serta merefleksikannya secara aktif. Dengan pengalaman,
perawatakan memahami situasi klinis, mengenali pola kesehatan klien, dan
menilai apakah pola tersebut berhubungan atau tidak dengan kesehatan klien.
3. Kompetensi
Setiap perawat yang menjalankan profesi keperawatan harus memiliki
komptensi. Kompetensi yang dimaksud disini yaitu kompetensi yang terkait
dengan proses keperawatan. Perawat dapat menerapkan komponen model
pemikiran kritis pada setiap tahap proses keperawatan. Dengan menerapkan
model pemikiran kritis maka diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas.
4. Perilaku
Terdapat 11 perilaku yang merupakan gambaran utama seorang pemikir kritis
(Paul, 1993 dalam Potter & Perry, 2009). Perilaku tersebut menggambarkan
bagaimana pendekatan seorang pemikir kritis yang berhasil dalam
menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan suatu masalah perawat akan
selalu ingin tahu. Perilaku rasa ingin tahu meliputi kemampuan untuk mengenali
adanya masalah dan mencari data untuk mendukung kebenaran dari apa yang
dipikirkan (Watson & Glaser, 1980 dalam Potter & Perry, 2009). Berpikir kritis
merupakan acuan bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah atau
situasi pengambilan keputusan. Bagian yang penting dari pemikiran kritis
adalah interpretasi, evaluasi, dan membuat penilaian dari berbagai pendapat
dan data yang ada. Adapun 11 gambaran dari perilaku orang yang berpikir kritis
antara lain:
A. tanggung jawab
Saat perawat merawat klien, maka perawat bertanggung jawab untuk
melakukan aktifitas keperawatan yang benar sesuai standar praktik
B. keadilan
Seorang pemikir kritis dapat mengatasi segala situasi dengan adil. Hal ini
berarti bias dan tuduhan tidak akan mempengaruhi keputusan
C. mampu mengambil risiko
Seseorang sering menghubungkan pengambilan risiko dengan bahaya.
Namun, mengambil risiko tidak selalu dihubungkan dengan hal yang negatif.
Mengambil risiko merupakan hal yang menyenangkan, terutama jika
hasilnya positif. Seorang pemikir kritis selalu mau mengambil risiko dalam
mencoba cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah.
D. Percaya diri
Seseorang yang percaya diri maka akan memiliki kepastian dapat
menyelesaikan tugas atau tujuan seperti melakukan proses keperawatan
atau membuat keputusan diagnostik. Rasa percaya diri tumbuh seiring
dengan pengalaman dalam mengenali kekuatan dan keterbatasan. Fokus
perawat akan beralih dari kebutuhan diri sendiri menjadi kebutuhan klien
(White, 2003 dalam Potter & Perry, 2009).
E. Berpikir independent
F. Tanggung jawab dan Akuntabilitas
Saat perawat merawat klien, maka perawat bertanggung jawab untuk
melakukan aktifitas keperawatan yang benar sesuai standar praktik
G. Disiplin
Pemikir yang disiplin hanya kehilangan sedikit detail dan akan mengikuti
aturan atau pendekatan sistematis pada saat mengambil keputusan atau
tindakan. Menjadi orang yang disiplin akan membantu kita mengidentifikasi
masalah lebih akurat dan dapat mengambil tindakan yang sesuai.
H. Kegigihan
Seorang pemikir kritis diharuskan menemukan solusi yang efektif bagi
masalah klien. Hal ini diperlukan terutama jika masalah yang ada belum
dapat diselesaikan atau jika masalah yang sama timbul kembali. Gigih berarti
terus mencari berbagai sumber sampai kita dapat menemukan solusi terbaik
untuk masalah klien.
I. Kreatif
J. Rasa ingin tahu
Pada situasi klinis perawat akan belajar mengamati seluruh informasi
mengenai klien. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan memotivasi untuk
mencari lebih jauh dan menyelidiki situasi klinis sehingga akan mendapatkan
seluruh informasi yang dapat membantu dalam mengambil keputusan
K. Integritas
Pemikir kritis selalu bertanya dan menguji pengetahuan dan keyakinan
dirinya sendiri. Integritas pribadi sebagai perawat dapat membangun
kepercayaan dari rekan kerja atau perawat yang lain. Perawat menghadapi
banyak masalah dan dilema dalam praktik klinis sehari-hari, dan semua
orang pasti pernah berbuat kesalahan. Seseorang yang memiliki integritas
tinggi, akan jujur dan mau mengikuti kesalahan dalam perilaku, ide, dan
pemikiran (Potter & Perry, 2009)
L. Rendah hati
3.3 manfaat berpikir kritis dalam keperawatan
Manfaat berpikir kritis dalam keperawatan menurut Oermann (1999) dan
Deswani (2009) menyatakan manfaat berpikir kritis dalam keperawatan yaitu:
1. Menggunakan proses berpikir kritis dalam aktivitas keperawatan sehari- hari.
2. Menganalisis data yang kompleks tentang pasien serta mengidentifikasi dan
merumuskan masalah keperawatan.Membuat keputusan tentang masalah
pasien dan kemungkinan alternatif.
3. Memutuskan intervensi yang paling tepat untuk situasi seluruh
proses ini, perawat mempertimbangkan beberapa kemungkinan untuk
diagnosis dan manajemen keperawatan. berpikir kritis memungkinkan
perawat untuk sampai pada penilaian tentang pasien berdasarkan
pertimbangan dari kemungkinan yang berbeda. Ini penting ketika perawat
menghadapi seorang pasien yang masalahnya kurang jelas, atau ketika
masalah pasien jelas tapi perawat tidak yakin dengan intervensi yang
digunakan.
4. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan
kesimpulan yang dilakukan.
5. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan
keperawatan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Balanced scorecard (BSC) adalah sebuah cara pandangan baru tetang
bagaimana suatu organisasi akan dapat di kelolah lebih baik. Balanced scorecard
merupakan bagian dari system manajemen strategi yang perlu dirumuskan oleh
setiap organisasi agar dapat mencapai visi dan misi secara efektif. Perumusan
balanced scorecard (BSC) bukan suatu pekerjaan yang sekali jadi, melainkan
melalui terus menerus dengan adanya peroses penyempurnaan setiap saat.
Penerapan balanced scorecard (BSC) sebagai pemantauan jaminan
kwalitas pelayanan keperawatan sanggat bermanfaat berdasarkan tiga
pertimbangan. Pertama memungkinkan pasien , pekerja, unit pemerintah dan
pihak asuransi untuk membuat keputusan mengenai kualitas layanan yang
diberikan serta ketersedian pilihan untuk membeli nilai ( nilai merupakan kualitas
dibagi dengan biaya). Merka dapat memintak informasi spesifik mengenai
outcome klinis, harga, dan kepuasan. Kedua memungkinkan organisasi dan
praktisi untuk memasarkan pelayanannya dengan mempublikasikan hasilnya.
Publikasi tersebut memberikan informasi pada pasien, pekerja, dan pihak asuransi
untuk membuat pilihan – pilihan berdasarkan kemampuan dan kompetisi penyedia
pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan. Ketiga merupakan strategi
perencanaan implemintasi yang mengobinasikan dan menghubungkan
sekumpulan indicator dalam rantai kejadian dan mengarahkan organisasi pada
arah yang diinginkan.
Dalam dalam berpikir kiritis dalam pengambilan keputusan sangat harus
dimiliki oleh setiap pimpinan karena dengan adanya hal ini dapat banyak
mempertimbngan dan mengetahui lebih banyak aspek cakupan baik dalam
manajemennya maupun para staffnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bołtowicz, F. (2020). Balanced scorecard and its adaptation to pandemic reality.
Academy of Management, 4(3), 72–81.

Fatima, T., & Elbanna, S. (2020). Balanced scorecard in the hospitality and tourism
industry: Past, present and future. International Journal of Hospitality
Management, 91(August), 102656.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2020.102656

Gao, H., Chen, H., Feng, J., Qin, X., Wang, X., Liang, S., … Feng, Q. (2018).
Balanced scorecard-based performance evaluation of Chinese county
hospitals in underdeveloped areas. Journal of International Medical
Research, 46(5), 1947–1962. https://doi.org/10.1177/0300060518757606

Gao, T., & Gurd, B. (2020). Impact of a management innovation on professional


subcultures – the case of a balanced scorecard implementation in a Chinese
hospital. Chinese Management Studies, 14(4), 857–869.
https://doi.org/10.1108/CMS-11-2019-0408

Hatefi, S. M., & Haeri, A. (2019). Evaluation of Hospital Performance Using a


Combined Model of Balanced Scorecard and Fuzzy Data Envelopment
Analysis Seyed Morteza Hatefi1* , Abdorrahman Haeri2 1Faculty. Journal of
Health Management and Informatics Original, 6(2), 66–76.
https://doi.org/10.6009/jjrt.KJ00003104805

Kosasih, M. S. A., & Suprapti, S. (2020). Analisis Penilaian Kinerja Dengan


Menggunakan Metode Balanced Scorecard Di Rumah Sakit Dr.Etty Asharto
Batu. Jurnal Akuntansi Dan Perpajakan, 6(2), 101–112.
https://doi.org/10.26905/ap.v6i2.4277

Rahimi, H., Kavosi, Z., Shojaei, P., & Kharazmi, E. (2016). Key performance
indicators in hospital based on balanced scorecard model. Journal of Health
Managemente and Informatics, 4(1), 17–24.

Anda mungkin juga menyukai