Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


“PENGARUH KEPEMIMPINAN DALAM KELOMPOK”

DISUSUN OLEH:
Kelompok II

Rahmi Ramadhan (1721312032)


Syahlawati(1721312044)
Kadarwati (1721312037)
Adi Dwi Susato (1721312024)
Rike Gussanti Handayani (1721312013)
Netti (1721312022)
Dini Suryani (1721312038)

MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT Yang Maha Esa karenaberkat
limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas tentangpengaruh kepemimpinan dalam
kelompoksebagai landasan utama bahan pembelajaran pada mata kuliah kepemimpinan
dalam keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan ini bisateratasi. Oleh karena
itu, kelompok mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyusun makalah ini. Semogabantuannya mendapat balasan yang setimpal
dari Allah SWT.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Terutama bagi teman-teman yang ingin membahas secara rinci tentang isi makalah ini
sehingga menjadi lebih baik lagi.

Padang, September 2017


Kelompok II

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

KATA PENGANTAR………………………………………................. ii

DAFTAR ISI……………………………………………….................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………...............…….................…............. 1
B. Tujuan.................……………………...............….................. 2
C. Manfaat..................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep tentang kelompok....................................................... 3


B. Teori dan konsep tentang konflik............................................ 4
C. Pengaruh kepemimpinan terhadap kerja kelompok................ 6
D. Pengaruh kepemimpinan pada manajemen konflik negosiasi 6
dan melobi..............................................................................
E. Pengaruh kepemimpinan pada pergerakan kelompok........... 10
F. Proses interaksi dalam kepemimpinan.................................. 10
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 12
B. Saran........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang


yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh
orang yang memimpinnya dengan mengoptimalkan sember daya yang ada,
meminimalisir dan mengelola konflik untuk mencapai tujuan bersama.Organisasi
sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling
berkaitan atau saling tergantung (interdependence) satu sama lain dan dalam proses
kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sub-sub sistem yang saling tergantung itu
adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal (technical
subsystem), manajerial (managerial subsystem), psikososial (psychosocial subsystem),
dan subsistem struktur (structural subsystem).

Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak
ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu
pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun
antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar - belakangi munculnya
ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda,
perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana
konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang
saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu
sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Gibson (2015) selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling


tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak
saling bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam
setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi
tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi organisasi, tetapi
pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut
dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola
konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

B. Tujuan

1. Tujuan Khusus

Agar kelompok mampu mengidentifikasi pengaruh kepemimpinan dalam


kelompok

2. Tujuan Umum

Agar kelompok mampumemahami:

a. Berbagai konsep tentang kelompok

b. Berbagai teori dan konsep tentang konflik

c. Pengaruh kepemimpinan terhadap kerja kelompok

d. Pengaruh kepemimpinan pada manajemen konflik negosiasi dan melobi

e. Pengaruh kepemimpinan pada pergerakan kelompok

f. Proses interaksi dalam kepemimpinan

C. Manfaat

Diharapkandapatmemberikankontribusipengembanganilmupengetahuanbagiilmus
osiologikhususnyayangberkaitandenganpengaruh kepemimpinan dalam kelompok
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Konsep tentang kelompok

1. Pengertian Kelompok

Kelompok merupakan suatu sistem. Sebagai sistem dalam kelompok ada


beberapa komponen yang tersusun dalam suatu struktur yang teratur. Struktur
kelompok mengacu kepada bagaimana susunan kelompok tersebut, yang
meliputi : jenis kelompok, tujuan kelompok, peranan anggota kelompok,
pemimpin kelompok, aturan-aturan dasar kelompok, pokok-pokok pembicaraan
yang akan didiskusikan dalam kelompok (Wahyudi, 2016).

Kelompok adalah kumpulan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi
guna mencapai suatu tujuan dan memandang satu sama lain sebagai”kita”.Dari
definisi tersebut kita dapat menjawab bahwa penumpang bus, penonton sepakbola
bukan merupakan suatu kelompok. Mereka hanya sekumpulan individu yang
berada pada satu tempat yang sama.

2. Karakteristik

Untuk lebih memperjelas apakah suatu kumpulan individu merupakan


kelompok,Forsyth (2010) menggambar bahwa kelompok memiliki beberapa
karakteristik, yaitu:

a. Interaksi. Kelompok membangun dan menjaga hubungan antar anggota


kelompok. Kelompok yang baik dicirikan dengan tingginya kuantitas dan
kualitas interaksi antar anggota kelompok.

b. Tujuan. Kelompok harus memiliki tujuan. Fungsi tujuan dalam kelompok


adalah sebagai target pencapaian anngota kelompok dan menja salah satu
evaluasi keberhasilan kelompok.

c. Ketergantungan. Anggota kelompok memiliki saling ketergantungan satu


sama lain. Setiap anggota mempunyai pengaruh kepada anggota lainnya.
d. Struktur kelompok. Hubungan yang terjadi antar anggota kelompok diatur
berdasarkan pola, kedudukan dan norma yang berlaku dalam kelompok.
Kelompok memiliki struktur (ketua dan anggota) yang memiliki peran sesuai
dengan aturan yang berlaku.

e. Kesatuan (unity). Beradasarkan definisi kelompok yang diuraikan para ahli,


kelompok tidak hanya ditentukan oleh kuantitas individu dan proses interaksi
sosial, tetapi juga bagaimana individu mempersepsi diri mereka apakah
dirinya bagian dari kelompok tersebut. Setiap anggota mempersepsikan
dirinya sebagai suatu kesatuan sebagai anggota kelompok. Hal tersebut
dicirikan dengan adanya kohesivitas pada anggota kelompok.

3. Tahapan proses kelompok


Menurut Moreland dan Levine dalam Forsyth (2010) membagi tahapan
proses kelompok berdasarkan tahapan model sosialisasi kelompok, yaitu
a. Investigasi: pada fase ini kelompok merekrut anggota baik secara formal atau
informal.
b. Sosialisasi:kelompok mensosialisasi norma kelompok dan individu
mengakomodasi dan menerima. Apabila individu menerima maka dia akan
menjadi anggota penuh dalam kelompok.
c. Maintenance: pada fase ini terjadi negosiasi berkaitan norma atau peraturan.
Individu mulai belajar tentang apa yang harus dilakukan dan bertanggung
jawab terhadap tugas dan perannya. Jika berhasil individu tetap akan berada
di kelomponya. Namun jika gagal maka individu akan diberikan
d. Resosialisasi akan norma dan aturan kelompok. Jika individu gagal dalam
proses reosialisasi, maka kemungkinan individu untuk meninggalkan
kelompok lebih besar atau masuk fase remembrance, yaitu individu yang
terkadang masih teringat dengan keanggotaan dan kadang merasa kecewa
ketika menjadi anggota kelompok.

B. Teori dan konsep tentang konflik

1. Pengertian Konflik

Banyak definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini
tergantung pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut
tentang konflik dalam organisasi. Namun, di antara definisi yang berbeda itu
nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya
ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya.
Konflik merupakan situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau
perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok,
yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu
tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.

Terlepas dari faktor-faktor yang melatarbelakanginya, konflik merupakan


suatu gejaladimana individu atau kelompok menunjukkan sikap atau
perilaku ”bermusuhan” terhadap individu atau kelompok lain, sehingga
mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua pihak yang terlibat.

Keberadaan konflik dalam organisasi, menurut Robbin (2006), ditentukan


oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah
terjadi konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap
tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi
telah terjadi konflik, maka konflik tersebut menjadi suatu kenyataan.

2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Menurut Robbins (2006), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.

a. Komunikasi

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan


kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi
kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang
mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara
tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem
imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian
menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan
makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik.

c. Variabel Pribadi

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang


meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies)
dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.
Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para
karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di
dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang
dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara
emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap
bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt
conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan
keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika
pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya,
serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik,
huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

C. Pengaruh kepemimpinan terhadap kerja kelompok

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan yaitu
terwujudnya efektivitas kerja yang positif. Untuk mewujudkan efektivitas kerja yang
positif tentunya bukan merupakan usaha yang mudah, karena dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya : lingkungan kerja, tata ruang kantor, suasana kerja, gaya
kepemimpinan dan komunikasi baik intern maupun ekstern dan lain sebagainya.
Sehingga sebagai seorang pemimpin harus:

1. Mampu memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk mencapai
visi organisasi.

2. Menjadi teladan

3. Menciptakan kebersamaan

4. Berani melakukan terobosan baru

D. Pengaruh kepemimpinan pada manajemen konflik negosiasi dan melobi

1. Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (2015) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah
yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan
perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin
menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan
keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para
pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik.
2. Manajemen Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang
terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan. Negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan
melalui diskusi formal.

3. Proses Negosiasi

a. Pihak yang memiliki program (pihak pertama) menyampaikan maksud dengan


kalimat santun, jelas, dan terinci.
b. Pihak mitra bicara menyanggah mitra bicara dengan santun dan tetap
menghargai maksud pihak pertama.
c. Pemilik program mengemukakan argumentasi dengan kalimat santun dan
meyakinkan mitra bicara disertai dengan alasan yang logis.
d. terjadi pembahasan dan kesepakatan terlaksananya program/ maksud negosiasi
4. Pengertian Lobi (Lobbying)

****Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi ialah melakukan


pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi
politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para
pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi
keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang.

5. Proses lobby atau negosiasi


Walau mengandung konflik, lobby atau negosiasi sejatinya merupakan cara
yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan
kepentingan. Dengan mengembangkan kemampuan lobby dan negosiasi, setiap
pihak bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya tanpa harus melakukan
cara-cara ekstrim, seperti perang, pemaksaan, atau perebutan. Secara umum,
suatu proses lobby atau negosiasi akan menghasilkan 4 kemungkinan:
a. Kuadran Kalah-kalah (Menghindari konflik).

Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan


menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa
berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik
atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak
memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan
sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini sebetulnya hanya bisa
kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi
agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya
memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan

b. Kuadran Menang-kalah (Persaingan)

Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan


pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita
untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai
pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri
dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan
atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini
sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada
dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan
terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.

c. Kuadran Kalah-menang (Mengakomodasi).

Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah –
mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau
mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk
menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga
merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik
tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam
hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk
memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul
antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi
kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan
kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.

d. Menang-menang (Kolaborasi).

Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen kolaborasi atau


bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat
semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan
waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya
berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan
komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat
menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh. Secara sederhana
proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan
sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan
penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

6. Hambatan Proses Lobi dan Negosiasi


Dalam pelaksanaan Lobi dan Negosiasi seringkali tidak semua pesan dapat
diterima dan dimengerti dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor
penghambat antara pengirim dan penerima pesan. Faktor yang harus diketahui
adalah:
a. Masalah dalam mengembangkan pesan dikarenakan munculnya
keragu-raguan tentang isi pesan, kurang terbiasa dengan situasi yang ada atau
dengan orang yang akan menerima. Juga adanya pertentangan emosi, atau
kesulitan dalam mengekspresikan ide atau gagasan.
b. Masalah dalam menyampaikan pesan.
c. Masalah dalam menerima pesan dapat terdeteksi seperti persaingan antara
penglihatan dengan pendengaran atau suara, suasana yang tidak nyaman,
lampu yang mengganggu, konsentrasi yang tidak terpusat.
d. Masalah dalam menafsirkan pesan dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang,
penafsiran kata dan perbedaan reaksi emosional.

E. Pengaruh kepemimpinan pada pergerakan kelompok

1. Pengertian Penggerakan

Penggerakan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yg di timbulkan


oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat di mengerti dan
pembagian pekerjaan yg efektif dan efisien untuk tujuan perusahaan yang nyata.
2. Faktor dalam upaya menggerakkan kelompok

Faktor lain yang penting dalam upaya menggerakkan kelompok adalah


dengan menciptakan keterikatan kelompok (group cohesion).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna meningkatkan keterikatan


dalam kelompok antara lain pembinaan sama yang baik, keberhasilan memenuhi
keinginan dari anggota kelompok, aga keterbukaan dan tingkat kepercayaan
sesama anggota kelompok tetap tinggi. Selain itu upaya menggerakkan
kelompok tidak terlepas dari kemampuan kepemimpinan seseorang. Dari
berbagai studi dalam bidang bidang manajemen menujukkan bahwa keberhasilan
suatu kelompok sangat tergantung dan tingkat efektifitas pemimpinnya. Semakin
efektif pemimpinnya semakin tinggi pula tingkat keberhasilan kelompok itu.
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu memotivasi anggota
kelompoknya agar dapat mencapai sasaran atau tujuan yang
diharapkan,termasuk kemampuannya dalam meningkatkan kerja tim yang baik.

F. Proses interaksi dalam kepemimpinan

1. Pengertian Interaksisosial
Interaksisosial adala hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang,
kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok
manusia(Baswori2015).
2. Kerangka kerja interaksional
Pentingnya pemimpin, pengikut dan situasi dalam proses kepemimpinan
merupakan kerangka kerja interaksional. Kerangka kerja interaksional ini dapat di
gambarkan sbb:

a. Kepemimpinan terdiri dari interaksi tiga elemen, yakni: pemimpin, pengikut,


dan situasi

b. Setiap fungsi mengandung berbagai masalah, tetapi dlam pelaksanaannya


tidak dapat di lakukan terpisah pisah. Artinya kadar kepemimpinan itu adalah
seluruh interaksi antar fungsi-fungsi tersebut dengan berbagai masalah yang
ada di dlamnya menjadi satu.

c. Mengenai pengikut, mencatat beberapa sifat pengikut, antara lain:


1) Pengikut yang teralinasi: pengikut yang merasa di singkirkan (yang
menurut mereka karena mereka mengkritik pemimpin secara sehat)
pemimpin melihat mereka sebagai kelompok yang sinis, negatif dan over
acting.

2) Pengikut yang kompromis: lazim disebut kelompok “yes people”.


Walaupun mereka termasuk pendukung fanatik pemimpin tertentu, dapat
menjadi masalah di kala perilaku merka bertentangan dengan kebijakan
organisasi berubah (biasanya pengikut yang demikian adlah produk
kepemimpinan yang otoriter.

3) Pengikut yang pragmatis: dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan


organisasi, Mereka biasanya berikap moerat, tetapi justru dengan
kemoderatannya itu kerap kali juga sukar di ukur apa sebenarnya
kemauan mereka. Sebaiknya di ajak bersama-sama dalam menentukan
aturan-aturan birokrasi organisasi, karena mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif.

4) Pengikut yang pasif: sangat tergantung petunjuk pimpinan, dengan


antusiasme yang rendah, inisiatif yang kurang, dan kurang bertanggung
jawab, pimpinan melihatnya sering sebagai orang-orang yang kurang
kemampuannya, malas dan bodoh. Tapi harus di teliti juga, dapat saja itu
terjadi karena mereka selalu di tekan untuk mengikutu kemauan sang
pemimpin yang keras, sehingga merka tidak mau ambil resiko.

5) Pengikut teladan: Pengikut yang konsisten terhadap cita-cita organisasi,


dapt mengambil posisi yang baik antara pimpinan dan kepentingan
kelompok, bersikap bebas, inovatif, objektif. Kerap kali pimpinan
menjulukinya mereka sebagai oposan loyal. Etapi sebenarnya seorang
pimpinan patut bersyukur di keliligi orang seperti itu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejalan dengan pandangan bahwa pemimpin adalah inti dari manajemen,


maka dibutuhkan pemimpin yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai
kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang lain dalam susunan
aktivitas dan hubungannya dalam kelompok atau organisasi serta keahlian untuk
mengelola konflik.Sering kita temukan dalam setiap organisasi tentang adanya
sikap pro dan kontra dalam memandang konflik. Ada pimpinan yang memandang
konflik secara negatif dan mencoba untuk menghilangkan segala jenis konflik
yang ada. Para pimpinan ini bersikeras bahwa konflik akan memecah-belah
organisasi dan menghambat terciptanya kinerja yang optimal. Konflik
memberikan indikasi tentang adanya suatu ketidakberesan dalam organisasi, dan
adanya prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang tidak dilaksanakan dengan baik.

Pandangan yang berbeda terhadap konflik beranggapan bahwa konflik tidak


mungkin dihindari. Semua bentuk ketidaksetujuan mengandung konflik, namun
hal itu tidak perlu menimbulkan pertengkaran yang hebat. Para pimpinan yang
setuju dengan pandangan ini berpendapat bahwa jika pihak-pihak yang berkonflik
bersikap dewasa dan percaya diri, maka apapun masalah yang menjadi sumber
konflik akan dapat diselesaikan dengan baik. Mereka ini percaya bahwa kinerja
organisasi yang optimal memerlukan tingkat konflik yang optimal atau moderat.
Tanpa konflik, akan ada rasa tidak memerlukan perubahan, dan perhatian tidak
terfokus pada masalah. Karena itu yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelola
konflik sehingga konflik tersebut dapat dipertahankan pada tingkatan tertentu
(optimal atau moderat) sehingga menimbulkan situasi kondusif dalam organisasi.
Dengan demikian kualitas pelayanan yang diinginkan dapat tercapai.

Untuk mengembangkan alternatif solusi agar dapat mencapai satu


kesepakatan dalam pemecahan konflik,diperlukkan komitmen yang sungguh
sungguh . Ada beberapa stragtegi yang dapat digunakan, antara lain : akomodasi,
kompetisi, kompromi atau negosiasi dan kolaborasi. Diharapkan seorang
pemimpin dapat memahami dan menggunakan keahliannya secara khusus untuk
mengelola dan mengatur konflik.

B. Saran

Kelompok berharap makalah ini dapat menambah wawasan kita tentang


tentang pentingnya pengaruhkepemimpinan dalam kelompok dan sebaiknya para
pemimpin lebih banyak membaca mengenai manajemen kepemimpinan dalam
masalah konfliknegosiasi agar dia dapat informasi dan pengetahuan serta
wawasan yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA

Hasnawiyah. 2016. Kajia Interaksi social antara pemimpin dengankaryawan dalam


took buku gramedia samarinda. http://elivier.com. diakses tanggal 17 September
2017
Gian Casimir. 2016. Combinative aspects of leadershipstyle and the interaction
betweenleadership behaviors. http://proquest.com.diakses tanggal 17 September
2017
Partao, Zainal Abidin M.M. 2016. Tekhnik lobi dan diplomasi untuk insan public
relations.Jakarta : indeks Gramedia
Robbins S. 2006.Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, San
Diego ?State University, diterbitkan, Jakarta : PT Prenhalinddo
Wahyudi, 2016, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua, Bandung :
Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai