Oleh: Kelompok 4
Sella Dwi Astia Ningrum (2018-01-036)
Suci Rahayu (2018-01-038)
Tati Hidayati (2018-01-039)
Tri Mulyati (2018-01-040)
Vera Rodessa Siregar (2018-01-041)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya
karena penulis dapat menyelesaikan penugasan Mata Kuliah Manajemen Mutu Keperawatan.
Penugasan ini berisikan tentang Analisa Jurnal Mutu dengan PICOT dalam Peningkatan Mutu
Keperawatan di Rumah Sakit.
Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan, baik materi
maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Asnet
Leo Bunga, SKp. MKes. selaku dosen STIK Sint Carolus dan koordinator Mata Kuliah
Manajemen Mutu Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa penugasan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pembaca.
Hormat kami,
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar isi.............................................................................................................................. ii
Bab I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru
dalam perkembangan sejarah terbentuknya jasa. Pada tahun 1820 – 1910, Florence
Nighangela, seorang perawat dari inggris menekankan pada aspek – aspek keperawatan
pada konsep peningkatan mutu pelayanan . Salah satu ajarannya yang terkenal adalah
sampai dekade ini adalah “Hospital Should Do The Patient No Harm” (Rumah Sakit
Jangan Sampai Merugikan atau Mencelakakan Pasien).
Sejarah dimulainya upaya peningkatan mutu ini dimulai di Amerika Serikat oleh ahli
bedah Dr. E.A. Codman dari Boston dalam tahun 1917 yang ditemani oleh ahli bedah
lainnya, merasa kecewa dengan hasil operasi yang sering buruk karena sering terjadinya
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di rumah sakit sehingga menurut pandangan mereka diperlukan
adanya upaya penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan
pembedahan. Ini adalah upaya yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis dan
kemudian mencari jalan keluarnya. Sebagai upaya tindak lanjut, pada tahun 1918 The
America Collage Of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standarization
Programme, dimana program stabdarisasi ini adalah upaya pertama yang terorganisasi
dengan tujuan peningkatan mutu pelayanan dan ternyata program ini mendapatkan
dukungan luas.
Di Indonesia, langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas
Rumah Sakit Pemerintah melalui SK Menkes No. 033/Birhup/1972 yang secara umum
telah ditetapkan kriteria-kriteria tertentu meliputi : RS type A, B, C, dan D. Kemudian
berturut-turut masing-masing kriteria yang ada berkembang menjadi standar-standar
menyangkut pelayanan, keterangan, sarana dan prasarana pedoman dalam rangka
peningkatan penampilan pelayanan rumah sakit.
Sejak tahun 1984, Depkes telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur
dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah sakit pemerintah dan Rumah
Sakit swasta setara yaitu dalam rangka hari kesehatan nasional. Indikator ini setiap 2
tahun (dua) tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Terdapat banyak sekali
metologi dalam upaya peningkatan mutu rumah sakit selain CQL, yaitu Total Quality
Control (TQC), pengendalian Mutu Terpadu : “Quality Control Circle (QCC)” / Gugus
Kendali Mutu, dan lain sebagaimana yang secara keseluruhan adalah sebagai bagian
dari upaya keterlibatan berbagai kepentingan yang ada dalam sumber daya potensial
rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu guna mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan, yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan dari tujuh pembangunan nasioanal.
Peningkatan kualitas sekarang menjadi tujuan abadi banyak organisasi termasuk yang
terlibat dalam pengiriman perawatan medis. peningkatan kualitas pada dasarnya adalah
upaya organisasi untuk meningkatkan produk dan proses dalam hal memenuhi harapan
pelanggan. Salah satu aspek inisiatif peningkatan kualitas melibatkan kepuasan
pelanggan. Dalam kasus organisasi perawatan kesehatan, kepuasan pelanggan meluas
ke pasien serta berbagai staf medis seperti dokter, perawat dan teknisi medis.
Pandangan dan persepsi pelanggan ini berdampak pada keberhasilan keseluruhan
organisasi perawatan kesehatan, dan baru-baru ini datang lebih ke menonjol, karena
digunakan sebagai indikator yang diakui oleh manajer untuk membuat perubahan
organisasi dan peningkatan kinerja. Mengumpulkan pandangan pengguna layanan
adalah fitur kunci dari perkembangan baru-baru ini di masyarakat dan sektor perawatan
kesehatan telah mengidentifikasi metode untuk menilai pandangan pasien, terutama
dalam dekade terakhir (Wensing dan Elwyn, 2002). Dalam melaksanakan inisiatif
peningkatan mutu untuk memenuhi dan melampaui harapan pasien, ada beberapa
pendekatan yang dapat digunakan sebagai organisasi perawatan kesehatan. Pendekatan
dan keberhasilan setiap program peningkatan kualitas ditentukan oleh filosofi
perusahaan, dan inisiasi, keterlibatan dan dukungan manajemen tingkat senior. Untuk
setiap upaya peningkatan kualitas untuk menjadi efektif, sangat penting untuk memiliki
dukungan dari semua personil manajemen atas organisasi. Dengan dukungan tersebut,
akan lebih mudah untuk mengelola resistensi karyawan untuk berubah ketika upaya
peningkatan kualitas memang memerlukan perubahan.
Dalam jurnal dengan judul “A problem-solving routine for improving hospital
operations” penelitian yang dilakukan Montana State University, Bozeman, Montana,
USA oleh (Manimay Ghosh Department of Operations Management and Decision
Sciences, Xavier Institute of Management, Bhubaneswar, India, and Durward K. Sobek
II Department of Mechanical and Industrial Engineering). Dalam jurnal tersebut
dikatakan bagaimana menangani masalah terkait proses dan produksi berkelanjutan
perbaikan terus menantang para peneliti organisasi. Beberapa sarjana menegaskan
bahwa, ketika dihadapkan dengan kegagalan proses, organisasi harus memberlakukan
jangka pendek langkah-langkah untuk mengatasi krisis langsung, tetapi kemudian terus
menyelidiki proses secara kritis dan kolaboratif untuk menentukan akar penyebab
kegagalan dan mengimplementasikan perbaikan yang mencegah terulangnya masalah
itu (Hayes et al.,1988). Namun, Feigenbaum (1991) melaporkan kelangkaan dalam
menerapkan langkah kedua, dan ituTampaknya tren ini masih berlanjut hingga hari ini
(Tucker, 2007; Lee, 2010; Edmondson,2011). Organisasi, oleh karena itu, terus
menemukan bahwa mempertahankan perubahan dalam pekerjaansistem tantangan yang
signifikan
Dalam jurnal lainnya yaitu Implementation of total quality management in hospitals
penelitian yang dilakukan oleh Emad A. Al-Shdaifat, PhD College of Nursing,
University of Dammam, Dammam, KSA, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 70%
dari varians dalam menerapkan TQM dapat dicapai oleh mengikuti prinsip-prinsip
TQM. Prinsip-prinsip ini termasukperbaikan berkelanjutan, kerja tim, pelatihan,
manajemen puncak komitmen dan fokus pelanggan. Kontinu perbaikan adalah faktor
yang paling signifikan dalam menjelaskan varians dalam menerapkan prinsip-prinsip
TQM. TQM tadinya diimplementasikan di rumah sakit Yordania pada tingkat sekitar
kurang dari 60%. Prinsip yang paling diterapkan adalah fokus pelanggan, dan yang
paling tidak diterapkan adalah perbaikan terus-menerus. Sektor swasta
diimplementasikan kelima prinsip ini lebih dari sektor lainnya melakukan.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mampu menganalisis jurnal quality improvement keperawatan di Rumah Sakit
dengan menggunakan PICOT (Problem Intervention Comparations Outcome Time)
2. Tujuan khusus
a. Mampu menguraikan jurnal quality improvement keperawatan di suatu Rumah
Sakit dengan menggunakan PICOT (Problem Intervention Comparations
Outcome Time)
b. Mampu menganalisa jurnal quality improvement keperawatan di suatu Rumah
Sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan,
bukan ketetapan pasar atau ketetapan manajemen, berdasarkan atas pengalaman nyata
pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya,
dijanjikan atau tidak sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama
sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif
(Wiyono,1999). Perawatan kesehatan adalah unik dari jenis lain dari industri dalam
bahwa profesional perawatan kesehatan sangat tergantung pada satu sama lain untuk
menyediakan dan mengkoordinasikan layanan nilai tinggi bagi manusia. Hal ini sangat
menantang bagi manajer perawatan kesehatan yang bertanggung jawab untuk
mengelola organisasi perawatan kesehatan (Shortell dan Kaluzny, 2000). Karena salah
satu tujuan utama dari setiap organisasi perawatan kesehatan tidak hanya untuk
bertemu, tetapi juga untuk melebihi harapan pasien, meningkatkan tingkat kepuasan
pasien sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang mereka. Inisiatif peningkatan
kualitas dapat berperan dalam mencapai tujuan ini. Memang, satu fokus penting
peningkatan kualitas dalam organisasi perawatan kesehatan melibatkan pasien. Secara
khusus, menggunakan teknik peningkatan kualitas, manajer berusaha untuk
meningkatkan kinerja dalam proses kunci sehingga tingkat kepuasan pasien yang tinggi
tercapai
Bebarapa pendapat tentang mutu :
1. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan
dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for
Quality Control)
2. Mutu adalah “Fitness For Use“, atas kemampuan kecocokan pengguna (J.M.Juran)
3. Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of
requirements-Philip B. Crosby)
Menurut Philips B. Crosby, ada “empat hal yang mutlak (absolut)” menjadi bagian integral
dari manajemen mutu, yaitu bahwa :
a) Difinisi mutu adalah kesesuaian terhdapa persyaratan (The Definition of quality is
conformance to requirements).
b) Sistem mutu dan pencegahan ( The System of Quality si Prevention).
c) Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero Defects)
d) Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurement of quality is the price of
nonconformance)
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien,
dan efektif serta diberikan secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit serta masyarakat sebagai konsumen.
3. Output/ Outcome
Tentang output/outcome, memberikan penjelasan bahwa outcome secar tidak langsung
dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai
apakah hasilnya bermutu atau tidak, diukur dengan standar hasil (yang diharapkan) dari
pelayanan medis yang telah dikerjakan.
4. Mengukur mutu pelayanan kesehatan
Mengkukur mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Dapatkah mutu jasa pelayanan dapat diukur
b. Apa yang diukur
c. Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur
Untuk dapat memahami hal tersebut diatas perlu diketahui tentang pengertian, indikator, kriteria
dan standar.
a. Indikator
Indikator adalah penunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolak ukur
status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status
gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur jadi indikator adalah
fenomena yang dapat diukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan
kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses
dan outcomes, sebagai berikut :
b. Indikator Struktur
1) Tenaga kesehatan profesional (Dokter, paramedis, dan sebagainya)
2) Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain
3) Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan
4) Metode : adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan
sebagainya.
c. Indikator Proses
Memberi petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan
yang ditempuh oleh tenaga kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga
kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Apakah telah sebagimana mestinya sesuai
dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya
sesuai standar.
d. Indikator Outcomes
Merupakan indikator hasil dari pada keadaan sebelumnya yaitu input dan proses seperti
BOR, LOS, TOI, dan indikator klinis lain seperti : angka kesembuhan penyakit, angka
kematian 48 jam, angka infeksi nosokomial, komplikasi perawatan dan sebagainya.
e. Kriteria
Indikator di spesifikasikan dalam berbagai kriteria sebagai contoh: indikator status gizi
dapat lebih di spesifikasikan lagi menjadi kriteria tinggi badan, berat badan, berat badan
anak, untuk pelayanan kesehatan kriteria ini adalah fenomena yang dapat di hitung.
f. Standar
Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat
dihitung kuantitatif yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Mutu asuhan
kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan
atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang relevan diasumsikan
relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari
organisai pelayanan kesehatan tersebut.
2. Curah pendapat
Curah pendapat merupakan alat yang paling banyak digunakan dalam dinamika
pendekatan masalah karena bermanfaat untuk menghasilkan banyak gagasan-gagasan
baru untuk menghasilkan banyak gagasan gagasan baru untuk menyelesaikna masalah-
masalah yang rumit ataupun yang belum pernah terjadi. Prinsip dasar dalam
pelaksanaan curah pendapat: tidak mengkritik, berpikir bebas, dan penggabungan
pendapat yang sama.
Pedoman proses curah pendapat adalah seperti pada bagian dibawah :
Prinsip dasar dalam proses penyusunan menu diagram fish bone adalah sedapat
mungkin identifikasi masalah bukan hanya gejala-gejala yang menunjukkan masalah
tersebut. Selain itu, fasilitator harus mengarahkan pada produk-produk yang ingin
dicapai sehingga proses ini tidak menjadi arena untuk pointing the blame (mencari titik
kesalahan). Contoh diagram tulang ikan sebagai berikut :
Pelayanan RS
Jarak jauh / tidak tersedia
Macet
Pelayanan RS
Akses RS tidak tersedia
Cukup Sulit
Pelayanan RS
Bersamaan dgn tidak tersedia
kasus disaster
PX Terlambat
Penanganan Medik
Pelayanan RS
Dokter datang
tidak tersedia
terlambat
Pelayanan RS
tidak tersedia Perawat kurang
cekatan / respons
Pelayanan RS
tidak tersedia Perawat “on call”
karena bebas tugas
Peralatan Manusia
6. Diagram Pareto
Prinsip dasar dala penyusunan pareto, harus digunakan unit pengukuran yang sama,
dan tuliskan unit tersebut pada diagram. Apabila ada penyebab sama, dan tuliskan unit
tersebut pada diagram. Apabila ada kategori penyebab masalah yang melampaui 25%
pertimbangan untuk merinci kategori tersebut. Prinsip yang sedikit tetapi besar
pengaruhnya adalah penting, sedangkan yang banyak tetapi sedikit pengaruh nya
adalah kurang penting.
Secara umum diagram pareto bermanfaat sebagai berikut :
a. Memisahkan masalah-masalah utama dengan masalah lain yang mungkin menjadi
penyebab, sehingga peningkatan mutu dapat lebih fokus.
b. Mengelompokkan penyebab- penyebab prioritas.
c. Menetapkan penyebab yang paling penting berdasarkan fakta.
d. Membandingkan perubahan data menurut waktu.
7. Run Chart
Run chart sering disebut juga sebagai trend – chart atau diagram kecenderungan.
Diagram ini merupakan gambaran dasar yang menunjukkan perkembangan suatu
kejadian dari waktu ke waktu sehingga prinsip dasar dari run chart adalah tidak dapat
digunakan apabila data yang di kumpulkan tidak berkaitan dengan variabel waktu.
Manfaat run Chart adalah untuk memantau variasi suatu proses menurut waktu
sehingga memungkinkan manajemen untuk menghentikan suatu masalah sebelum
berkembang lebih lanjut.
8. Check Sheet (Lembar Perilaku)
Check sheet merupakan alat bantu untuk menunjukkan frekuensi terjadinya suatu
kejadian (dapat berupa masalah, misalnya beberapa kali timbul kejadian operasi
ditunda, atau penyebab masalah, misalnya beberapa kali timbul kejadian hasil
laboratorium tidak normal mengakibatkan pelaksanaan operasi di tunda, berapa kali
timbul kejadian hasil lab terlambat yang mengakibatkan operasi ditunda). Tiap kejadian
yang ditemukan dilakukan penghitungan dengan tally (melidi) dalam format tabulasi.
Lembar periksa hanya digunakan apabila telah diprediksi masalah atau penyebab yang
mendasar. Disamping itu, jangan terjebak pada keinginan untuk mengumpulkan data
sebanyak mungkin, oleh karena proses pengumpulan datanya dapat lebih lama dari
pada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalahnya itu sendiri
F. Manajemen Risiko
Alat – alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit antara lain :
a. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat - alat tersebut meliputi Fish
Bone, bagan, Alir, RCA, FMEA.
b. Statistical tools seperti Diagram pareto, lembar periksa (check sheet)
Meningkatkan dan mempertahankan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua
unit / bagian Rumah Sakit dan merupkan proses untuk mengenali bahaya (hazard) yang
mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko :
a. Identifikasi risiko
b. Menetapkan prioritas risiko
c. Analisis risiko pengelola risiko
d. Evaluasi
G. Pengendalian
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus di lakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan
yang di produksi. Pengendalian Mutu pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian
kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasaan pelanggan (quality os
customer satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari bagian di Rumah Sakit.
1. PDCA
Pengertian pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-
Action” (P-D-C-A) = relaksasi (rencana – laksanakan – periksa – aksi). Pola P-D-C-
A ini dikenal sebagai “siklus shewart” karena pertama kali dikemukakan oleh
Walher Shewart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut “Siklus Deming”. Hal ini karena
Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya, dengan nama apapun itu disebut P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus (continous
improvement) tanpa berhenti, konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi
setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus
menerus tanpa berhenti telaah meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan
di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar :
a. Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab – sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adana unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.
b. Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-A-C (Relationship between Control and Improvement
under P-D-A-C Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-A-C hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 3.
b. Do
Langkah 3
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, maka perlu dilakukan program pendidikan dan
pelatihan berkala, baik in – house, untuk memahami standar kerja dan program yang
telah ditetapkan.
Langkah 4
Melaksanakan Pekerjaan
Dalam pelaksana pekerja, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu berubah dalam
penatalaksanaannya. Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman para karyawan
dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam
penatalaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah
disusun dan ditetapkan.
c. Check
Langkah 5
Memeriksa akibat pelaksanaan
Direktur dan atau Ketua Komite Risiko Mutu dan Keselamatan Pasien perlu
memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala
sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar
kerja yang baik, namun tidak berarti pemeriksaan terhadap hasil pelaksanaan dapat
diabaikan begitu saja. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas
dasar apa pemeriksaan itu dilakukan agar kiranya dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan mana yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode standar (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas dan baik
oleh masing-masing karyawan dan atau atasan bersangkutan. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
d. Action
Langkah 6
Mengambi tindakan yang tepat
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang kembali kemungkinan penyimpangan di masa yang akan datang.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan
merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan partisipasi dan koordinasi semua
pihak, mulai dari bawahan sampai dengan atasan di semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
penegndalian kualitas dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap
output, tetapi terhadap hasil setiap proses yang ada.
Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya
mungkin dapat dicapai jikalau terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan
dari proses, dimana dalam setiap tahapan proses dijamin adanya keterpaduan,
kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen sebagai
tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas kerja dari kelompok sebagai
mata rantai dari suatu proses.
2. SIX SIGMA
Six Sigma dimulai pada tahun 1980-an sebagai rencana peningkatan kualitas untuk
Motorola. Pendekatan ini sejak tumbuh menjadi upaya yang diadopsi oleh perusahaan.
Sebagai metodologi dan pengukuran, Six Sigma mengevaluasi kemampuan proses
untuk melakukan cacat bebas, di mana cacat didefinisikan sebagai sesuatu yang
menghasilkan ketidakpuasan pelanggan. Inovasi Six Sigma adalah menggabungkan
metode yang lebih baik dengan filosofi manajemen baru untuk mengurangi cacat
secara signifikan, sehingga memperkuat posisi pasar perusahaan dan meningkatkan
garis keuntungan (Harry dan Schroeder, 2000).
Six Sigma adalah proses yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan dalam organisasi perawatan kesehatan bersama dengan
peningkatan profitabilitas dan arus kas (Samuels dan Adomitis, 2003). Secara khusus,
ia berusaha untuk mengidentifikasi, mengukur dan menghilangkan kesalahan dalam
proses bisnis (Gale, 2003). Six Sigma juga diidentifikasi sebagai kritis terhadap
kualitas (CTQ) cacat menggunakan langkah-langkah yang menunjukkan efektivitas
proses tertentu (Samuels dan Adomitis, 2003). Yang pertama dari tindakan ini adalah
cacat per juta peluang (DPMOS): jumlah faktor CTQ yang rusak per 1 juta peluang
untuk cacat terjadi. Kedua, hasil bebas kesalahan (EFY) adalah persen dari proses
tanpa cacat. Akhirnya, tingkat sigma mirip dengan konsep standar deviasi: karena
tingkat sigma meningkat, jumlah cacat menurun. Untuk titik referensi, industri rata-
rata berjalan pada tingkat sigma 4.0; sedangkan sempurna, proses bebas cacat akan
memiliki tingkat sigma 6.0. Menurut Samuels dan Adomitis (2003), dalam
melaksanakan Six Sigma, manajer harus menjalankan proses berikut:
a. Menentukan tujuan dan ruang lingkup proyek;
b. Membuat dasar kinerja untuk membandingkan data membuktikan kesalahan;
c. Menganalisis akar penyebab dikuantifikasi oleh data aktual;
d. Menerapkan prosedur untuk menghapus akar penyebab kesalahan dan
meningkatkan kinerja; dan
e. Mengevaluasi kinerja proses sebelum dan sesudah untuk melakukan upaya
perbaikan.
Selain itu six sigma juga memberikan nilai filosofi yang bertumpu pada beberapa
konsep penting (Evans, 2007: 4):
1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta kebutuhan pelanggan
dengan tetap berfokus pada tujuan strategis perusahaan
PEMBAHASAN
Intervention: Penelitian ini untuk mengukur sejauh mana penerapkan berbagai prinsip-
prinsip TQM di rumah sakit Yordania dari sudut pandang perawat, mengetahui
perbedaan mengenai sejauh mana pelaksanaan TQM antara sektor kesehatan yang
berbeda, apakah sosial demografi perawat (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
pengalaman, departemen pekerjaan, sehari-hari menjabat pasien, ketersediaan TQM
department) yang mempengaruhi tingkat implementasi TQM di rumah sakit tersebut.
Analisis Faktor diaplikasikan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip Total Quality
Management (TQM) diterapkan di rumah sakit Yordania. Lima prinsip yang dihasilkan
dari menggunakan Principal Component dari Metode Rotasi Varimax Rotasi yaitu:
perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan, komitmen manajemen puncak dan
fokus pelanggan. Tampak adanya perbedaan terjadi dikarenakan meluasnya penerapkan
prinsip-prinsip TQM di rumah sakit. Perbaikan terus-menerus, kerja sama tim dan fokus pada
pelanggan yang diterapkan di rumah sakit Irbid Spesialis (rumah sakit swasta) untuk lingkup
yang lebih luas dibandingkan dengan rumah sakit lain. Pelatihan dan komitmen manajerial
untuk tingkat yang lebih luasi diterapkan di ISH daripada rumah sakit di universitas dan di
rumah sakit pemerintah. Penerapan TQM di rumah sakit lainnya sama, kecuali untuk komitmen
manajemen puncak, yang diterapkan lebih banyak di rumah sakit militer dibandingkan dengan
rumah sakit pemerintah. Analisis regresi menunjukkan statistik signifikan korelasi positif
antara perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan dan komitmen manajerial dengan
ketersediaan departemen TQM. Variabel (jenis kelamin, usia, pendidikan, pengalaman
departemen) tidak menunjukkan signifikan perbedaan fi kan dengan penerapan prinsip-prinsip
TQM.
Comparison: Dari hasil analisi varian menunjukkan perbedaan signifikan (P < 0,01)
dalam semua prinsip-prinsip TQM antara berbagai jenis rumah sakit dari sudut pandang
perawat. pelaksanaan tertinggi di Rumah Sakit Irbid Spesialis. Tampak adanya
perbedaan terjadi dikarenakan meluasnya penerapkan prinsip-prinsip TQM di rumah
sakit. Perbaikan terus-menerus, kerja sama tim dan fokus pada pelanggan yang
diterapkan di rumah sakit Irbid Spesialis (rumah sakit swasta) untuk lingkup yang lebih
luas dibandingkan dengan rumah sakit lain. Pelatihan dan komitmen manajerial untuk
tingkat yang lebih luasi diterapkan di ISH daripada rumah sakit di universitas dan di
rumah sakit pemerintah. Penerapan TQM di rumah sakit lainnya sama, kecuali untuk
komitmen manajemen puncak, yang diterapkan lebih banyak di rumah sakit militer
dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Analisis regresi menunjukkan statistik
signifikan korelasi positif antara perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan
dan komitmen manajerial dengan ketersediaan departemen TQM. Variabel (jenis
kelamin, usia, pendidikan, pengalaman departemen) tidak menunjukkan signifikan
perbedaan fi kan dengan penerapan prinsip-prinsip TQM.
Outcome: Dari hasil penelitian ini didapatkan pandangan bahwa upaya harus
difokuskan pada membangun sebuah dasar yang dapat memeriksa dan mengakreditasi
kualitas dari sistem kesehatan. Lima prinsip TQM yang perlu diimplementasikan di
umah sakit adalah perbaikan terus-menerus, kerja sama tim, pelatihan, komitmen
manajemen puncak dan fokus pelanggan. Prinsip-prinsip TQM yang buruk
diimplementasikan di rumah sakit Yordania. Fokus pada pelanggan adalah prinsip yang
paling banyak diterapkan. Sektor swasta memiliki paling banyak
mengimplementasikan prinsip-prinsip dari TQM bila dibandingkan dengan sektor
publik. Studi ini juga menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan terkait dengan
sosio-demografis variabel (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman,
departemen pekerjaan, dan jumlah pasien disajikan setiap hari) di rumah sakit yang
tidak memiliki departemen Mutu. Tingkat implementasi TQM meningkat dengan
ketersediaan departemen Mutu.