Mewujudkan cita nasional bangsa Indonesia sudah selaknya jaminan sosial menjadi garda
dalam kemajuan bangsa. Dikarenakan indonesia adalah negara yang terbentuk dari
Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat maka Jaminan Sosial ini sungguh diperlukan dan
mengingat bahwa jaminan Sosial juga merupakan hak setiap waga negara. Jaminan Sosial
itu sendiri telah memiliki payung hukum yakni Undang-undang No 40 Taun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Nasional. Dimana Jaminan Sosial ini pada dasarnya memiliki 2 cakupan
program yakni kesehatan dan ketenagakerjaan. Kesehatan dan Ketenangakerjaan merupakan hal
yang utama dan penting dalam berlangsungnya kehidupan masyarakat. Setiap insan manusia
membutuhkan jaminan atas kesehatan, pekerjaan bahkan hari tua mereka. Kehadiran Jaminan
Sosial ini sangat baik adanya untuk seluruh masyarakat. Dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial
ini prinsip gotong royong, probablitas, dana amanat dan lainnya sesuai yang telah diatur undang-
undang mengenai Jaminan Sosial.
Kata Kunci: Jaminan Sosial, Program Jaminan Sosial dan Prinsip Jaminan Sosial.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H bahwa: “Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan
jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di
sektor formal. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk
Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yanoleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal duniag hilang atas
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami.
hukum, bentuk perlindungan, maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh
suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap
pemberi kerja atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK.
Terbit pula Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah
Tonggak penting berikutnya adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang ditindaklanjuti dengan menetapkan PT.
Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan
keluarga sebagai pengganti sebagai atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat
risiko social.
merupakan pelaksanaan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan Pasal 34 ayat (2) yang
menyatakan bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
Pada tanggal 31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan atas perkara
Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat
(2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
menyatakan bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan tidak
(2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
menutup peluang Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengembangkan suatu sub sistem
jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18
ayat (2) dan (5) UUD NRI 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52
ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi untuk
mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian
hukum karena belum ada Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi
persyaratanagar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya bertumpu pada Pasal 52
ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK, PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI,
dan PT ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut
harus ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah Undang-Undang sebagai pelaksanaan
ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa: “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk
dengan Undang-Undang”. Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan sebagai pelaksana dari ketentuan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1),
Pasal 52 ayat (2), dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor
Jaminan Sosial (BPJS) terbentuk menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) adalah
badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
BAB II
PEMBAHASAN
jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial
masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan
yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia,
ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial,
bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan
Michael von Hauff dalam “The Relevance of Social Security for Economic
Development” mengutip kesepakatan dari the World Summit for Social Development di
Kopenhagen tahun 1995, bahwa sistem jaminan sosial merupakan komponen esensial
dari perluasan pembangunan sosial dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Lebih
rinci, deklarasi summit tersebut antara lain mencanangkan “to develop and implement
policies which ensure that all persons enjoy adequate economic and social protection in
the event of unemployment, sickness, during motherhood and child-rearing, in the event
memburuk yang tidak dapat ditanggulangi oleh mereka sendiri (von Hauff dan de Haan;
1997).
Barrietos dan Shepherd (2003) menjelaskan bahwa jaminan sosial lebih sempit
yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat ‘statutory
schemes’.
Adapun bentuk jaminan sosial yang sudah diselenggarakan adalah asuransi sosial
yang mencakup asuransi kesehatan (Askes dan Asabri), asuransi kesejahteraan sosial
Jaminan Sosial secara spesifik diatur dalam Undang-undang No 40 Taun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan
jaminan kesehatan;
dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau
asuransi Sosial dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai
apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal
dunia.
jaminan pensiun; dan
jaminan kematian
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia
Merujuk pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Nasional, Program Jaminan Sosial ini dibagi kedalam jenis
Program:
BPJS Kesehatan
BPJS Ketenagakerjaan:
c. Jaminan pensiun;
d. Jaminan kematian.