Anda di halaman 1dari 15

Anastasya Rosinita Sihombing Universitas Pancasila

5622220056
2C/Magister Kenotariatan

A. Latar Belakang Masalah

Sandang, Pangan, dan Papan menjadi kebutuhan Primer untuk semua

kalangan masyarakat. Namun tingkatan ataupun jenisnya disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan masing-masing individu.Ketiga item tersebut harus

dipenuhi agar kehidupan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan segala

cara akan dilakukan oleh setiap individu agar kebutuhan Primer tersebut dapat

dipenuhinya.

Tidak dapat dipungkiri dalam hal memenuhi kebutuhan-kebutuhan

tersebut, tidak semua pihak memiliki persediaan dana atau dana yang bersifat

Cash, banyak diantaranya memerlukan bantuan pihak lain untuk memenuhi

kebutuhan tersebut melalui sistem Perkreditan, salah satu sistem perkreditan

yang paling diminati adalah Perkreditan pada Perbankan.

Kredit Perbankan berperan penting yakni menyalurkan kreditnya dalam

bentuk kredit jangka pendek yang waktunya hanya sampai dengan 1 (satu)

tahun, jangka menengah antara 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun, dan

jangka panjang dimana waktunya lebih dari 3 (tiga) tahun. Produk Kredit yang

disalurkan pihak bank umum sangatlah beragam jenisnya baik untuk

perseorangan ataupun badan hukum.Tujuannya ialah untuk membantu

kemajuan ekonomi Nasional, meratakan pembangunan, mensejahterakan

masyarakat, dan lainnya sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

Untuk menjaga keamanan dari lembaga perkreditan, khususnya

bank, dalam pemberian kredit dan kepastian pelunasan kredit maka sudah

semestinya diiringi pula dengan adanya jaminan. Kreditur (pihak yang

1
berpiutang) dan Debitur (pihak yang berutang) serta pihak lain yang

terkait di dalamnya sudah sepantasnya mendapat perlindungan melalui

lembaga jaminan agar mendapatkan kepastian hukum dalam usaha

perkreditan.

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan

bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga

keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan

kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya

bahwa Debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan

bunganya. Begitu juga Debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan

nonbank dapat memberikan kredit kepadanya. 1

Menurut Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998

tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah Republik Indonesia, yang

menyebutkan : “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT,

adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta

autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah

atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. Perlu diketahui Notaris juga

kerap menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga ataupun badan

dibawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia. Di setiap

Kabupaten/Kota yang tersebar di seluruh Provinsi Indonesia memiliki Kantor

Pertanahan dan/atau Badan Pertanahan Nasional yang pada dasarnya memiliki

1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia.Rajawali Pers, Depok, 2019.
hlm. 8.
3

kewenangan terkait segala urusan pertanahan dimulai dari pendaftarannya,

peralihan hak, pemasangan Hak Tanggungan, Pemblokiran, Penghapusan Hak,

Penghapusan Hak Tanggungan, dan hal lain yang masih berkaitan dengan

suatu Sertipikat Tanah.

Proses terkait Sertipikat tanah di Indonesia sendiri mengacu pada

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.

Dimana undang-undang ini menjadi Lex Generalis dari semua peraturan

mengenai pertanahan. Secara garis besar untuk semua proses yang diperlukan

dalam hal mendaftarkan tanah untuk pertama kalinya, mengalihkan

kepemilikan, peningkatan hak, dan hal lainnya telah termaktub dalam undang-

undang tersebut.

Proses Pemasangan Hak Tanggungan juga menjadi salah satu bagian

yang sering ditemui pada kantor Pertanahan. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah dikatakan bahwa hak tanggungan

atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang

selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan

pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut

atautidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah itu,untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.


Memasuki Industri 5.0, pemerintah Indonesia sudah memulai segala

kegiatan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi, atau dengan kata lain

secara online. Sehingga berdampak segala kegiatan manusia yang dulunya

dilakukan secara konvensional ataupun manual dialihkan menjadi “daring

(dalam jaringan)” termasuk Pemasangan Hak Tanggungan. Kementerian

Dalam Negeri Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak

Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik tertanggal 08 April 2020.

Transformasi pelayanan Hak Tanggungan ini juga dipicu mewujudkan

transparansi pelaksanaan pemerintahan.Banyak inovasi yang dilakukan

pemerintah,diantaranya melalui e-government dan birokrasi digital.

Layanan online ini akan memaksa birokrasi berlaku transparan dan

akuntabel, ini juga akan membantu terbentuknya budaya berbagai data

dan informasi di antara instansi pemerintah dalam pengambilan

keputusan. Tak hanya transparansi, ini juga menjadi perbaikan dan

penyempurnaan layanan publik untuk meningkatkan pelayanan dan

efisiensi.

Karena itulah Peraturan ini diberlakukan dengan tujuan meningkatkan

pelayanan, ketepatan waktu, kemudahan dan keterjangkauan dalam rangka

pelayanan publik, serta untuk menyesuaikan perkembangan hukum, teknologi

dan kebutuhan masyarakat maka perlu memanfaatkan teknologi informasi


5

agar prosedur pelayanan Hak Tanggungan dapat terintegrasi secara

elektronik sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. 2

Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik yang

selanjutnya disebutSistem Hak TanggunganElektornik adalahSerangkaian

proses pelayanan hak tanggungan dalam rangka pemeliharaan data

pendaftaran tanah yang diselenggarakan melalui sistem elektronik yang

terintegrasi. Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata

Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5

Tahun 2020 Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara

Elektronik menyebutkan bahwa Pelayanan Hak Tanggungan Elektronik

diselenggarakan oleh Kementerian selaku penyelenggara, Kantor

Pertanahan selaku pelaksana, dan Kreditor, PPAT atau pihak lain yang

ditentukan oleh Kementerian selaku pengguna.

Kemudian Pasal 6 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020

Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik tersebut

menyebutkan jenis Pelayanan dalam Sistem Hak Tanggungan Elektronik yaitu

meliputi pendaftaran Hak Tanggungan, peralihan Hak Tanggungan, perubahan

nama Kreditor, penghapusan Hak Tanggungan, dan perbaikan data.

Sebelum dikeluarkannya kebijakan Pendafataran Hak Tanggungan

Secara Elektronik ini, pendaftaran Hak Tanggungan harus didaftarkan secara

manual, dengan melakukan pendaftaran di loket kantor perwakilan Badan

2
Yasonna H. Laoly.Birokrasi Digital, PT. Pustaka Alvabet, Jakarta, 2019. hlm. 32
Pertanahan Nasional (BPN) Kota/Kabupaten setempat. Namun prosedur

tersebut sudahdianggap kurang efektif, karena terdapat beberapa fakta di

lapangan yang terjadi seperti keterlambatan pendaftaran.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996

pasal 13 ayat (2) sudah menetapkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

kerja setelah penandatanganan Akta Pemberi Hak Tanggungan (APHT),

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengirimkan Akta Pemberian

Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan dan warkah lain yang

diperlukan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bilamana

pendaftaran masih dilakukan secara manual, maka pendaftaran Akta Pemberi

Hak Tanggungan (APHT) ini akan melebihi 7 (tujuh) hari sejak penanggalan.

Sesuai dengan pertimbangan pemerintah pada Peraturan Menteri

tersebut, diharapkan dapat terwujud Pendafataran Hak Tanggungan yang lebih

cepat, efisien dan efektif. Namun pada prakteknya Pendaftaran Hak

Tanggungan Secara Elektronik ini juga masih terdapat berbagai kendala

sehingga mengakibatkan pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) melebihi batas waktu sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 pasal 13 ayat (2)

karena dalam pemasangannya melibatkan 3 (tiga) pihak sekaligus, yaitu

Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kreditur, dan Badan Pertanahan Nasional.

Akibat daripada adanya keterlambatan Pendaftaran Akta Pemberian

Hak Tanggungan (APHT) ini sebagaimana yang tertuang dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Pasal 23 ayat (1) ialah
7

teguran secara Lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari jabatan,

dan pemberhentian dari jabatan. Kepastian Hukum dalam hal ini sangat

diperlukan untuk keamanan hukum bagi pelaksana pendaftaran Hak

Tanggungan yang terintegrasi secara Elektronik dari kesewenangan

pemerintah, sehingga dalam aturan-aturan yang dibuat dapat sejalan dan

relevan dengan pelaksanaannya.

Menurut Utrech, Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. 3

Menurut Sudikno Mertokusumo, Kepastian Hukum merupakan sebuah

jaminan bahwa suatu instrumen hukum harus dijalankan dengan cara yang

baik dan tepat. Adanya kepastian hukum bertujuan untuk menghendaki adanya

upaya pengaturan hukum dalam perundang-undnagan yang dibuat oleh pihak

yang berwenang, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat

menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan

yang harus ditaati. 4

Teori Kepastian Hukum tersebut memiliki relevansi yang tinggi dengan

penelitian ini, dimana dengan adanya Pendaftaran Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang terintegrasi secara elektornik mengakibatkan Pejabat


3
Risua Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.hlm. 23.
4
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma, Jakarta, 2011.hlm. 35.
Pembuat Akta Tanah harus bekerja sama dengan pihak Kreditur dan Badan

Pertanahan Nasional untuk mendaftarkan Akta otentik yang ia keluarkan,

yakni Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Dengan dasar inilah Pejabat Pembuat Akta Tanah memerlukan

Kepastian Hukum yang jelas dalam segala perbuatan yang akan ia lakukan

terhadap pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan terintegrasi secara

Elektronik agar terhindar dari kesewenangan pihak lainnya mengingat adanya

akibat hukum yang telah tercantum jelas pada pasal 23 Undang-undang

Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-

benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Oleh karena itu penelitian ini diberi judul “Akibat Hukum Terhadap

Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pendaftaran Akta Pemberian

Hak Tanggungan Melalui Elektronik Ditinjau dari Pasal 10 ayat (2)

Juncto Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan

dengan Tanah” .

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penulisan Skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Mekanisme Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan

Secara Elektronik?

2. Bagiamanakah Akibat Hukum terhadap Peran Pejabat Pembuat Akta

Tanah dalam Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Secara


9

Elektronik Ditinjau dari Pasal 10 ayat (2) Juncto Pasal 13 ayat (2) Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah?

C. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah EmpirisNormatif yang

dalam hal ini meninjau fakta yang ada dilapangan yakni di salah satu

Kantor Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Tangerang

Selatan dengan aturan hukum normatif yang berlaku.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analitis yaitu melakukan deskripsi terhadap hasil penelitian

dengan data yang selengkap dan sedetail mungkin. Deskripsi dimaksudkan

adalah terhadap data primer dan juga data sekunder yang berhubungan

dengan Pemasangan Akta Pemberian Hak Tanggungan secara Elektronik

di Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selanjutnya dilakukan analisis

terhadap hasil penelitian dengan menggunakan peraturan perundang-

undangan dan teori yang relevan.

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum Primer merpakan bahan yang berupa peraturan

perundang-undangan; Dalam penelitian ini bahan hukum Primer yang

digunakan yaitu:

1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020

Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara

Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan hukum yang memberi

penjelasan akan bahan hukum Primer seperti: Pendapat Ahli, Surat

Kabar, Majalah, Internet, Makalah serta Jurnal yang berkaitan dengan

masalah yang di teliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum Primer dan bahan hukum Sekunder,

seperti:

1) Kamus Bahasa;

2) Kamus Hukum;

3) Ensiklopedia.

Dalam penelitian hukum Empiris Normatif ini, jenis data yang

digunakan adalah Data Primer. Data Primer merupakan “data yang


11

diperoleh langsung dari masyarakat. Data ini didapat dari sumber

pertama baik melalui individu atau perseorangan, seperti hasil

kuesioner dan wawancara dari narasumber yang berhubungan dengan

objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini”. Data Primer

“dalam suatu penelitian dapat diperoleh melalui wawancara dan

pengamatan”. Pengamatan adalah “melakukan, memperhatikan

dengan seksama akan suatu obyek yang diteliti secara

komprehensif”. 5

Dalam hal penelitian ini yang menjadi data primernya adalah

pengamatan terhadap suatu kasus mengenai Akta Pemberian Hak

Tanggungan milik PPAT Ny. Gerda Joice Lusia, SH yang didaftarkan

secara elektornik di website Kementerian Agraria dan Tata Ruang/

Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dikoordinasi oleh Badan

Pertanahan Nasional Kota Tangerang Selatan.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Kantor Notaris/Pejabat Pembuat Akta

Tanah Ny. GERDA JOICE LUSIA, SH beralamat di Pamulang Permai

Blok SH-7, Nomor: 10, Pamulang Barat, Pamulang, Kota Tangerang

Selatan, Banten.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada Penelitin Studi Kasus ini, penelitian menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

5
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, 2006, hlm.49.
a. Observasi Langsung

Teknik ini merupakan dimana Peneliti mengamati secara langsung

terkait kasus yang sedang diteliti;

b. Observasi Terlibat

Observasi Terlibat ini juga sering disebut dengan Observasi Partisipatif

ataupun Participant Observation merupakan dimana peneliti terlibat

dalam kegiatan objek yang sedang diamati sebagai sumber data yang

lebih tajam dan akurat.

c. Studi Kepustakaan

Dikumpulkan dengan cara mencari dan mampelajari serta memahami

buku-buku ilmiah yang memuat pendapat beberapa sarjana dan ahli

Hukum;

d. Wawancara

Memperoleh data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan para

Staff serta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kantor Notaris dan

PPAT Ny. Gerda Joice Lusia, SH yang bekedudukan di Kota Tangerang

Selatan;

6. Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan langkah terakhir dalam suatu kegiatan

penulisan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, artinya menguraikan

data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun logis, tidak

tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan


13

pemahaman hasil analisis. 6 Data yang diperoleh melalui pengumpulan data

sekunder akan dikumpulkan dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan

kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang

terkumpul diedit, diolah, dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya

disajikan dalam bentuk deskriptif yang kemudian disimpulkan. Metode

analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode interpretasi

yaitu data yang telah dikumpulkan kemudian dideskripsikan secara

kualitatif.

Dalam analisis data, penulis menggunakan metode kualitatif

artinya semua data yang diperoleh dianalisis secara utuh sehingga terlihat

adanya gambaran yang sitematis dan faktual. Dari hasil analisis dan

interpretasi tersebut, penulis menarik kesimpulan untuk menjawab isu

hukum tersebut. Analisis data diakhiri dengan memberikan saran

mengenai apa yang seharusnya dilakukan terhadap isu hukum tersebut.

D. Kesimpulan

Berdasarkan Analisis yang telah peneliti jabarkan di atas, maka

peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa Mekanisme Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Secara

Elektronik pada dasarnya sudah lebih cepat dan baik, namun yang

menjadi kendala ialah Surat Pengantar Akta akan terbit bilamana semua

dokumen telah berhasil diunggah pada laman pendaftaran Hak

Tanggungan secara Elektronik tersebut. Sementara itu kendala pada

6
Winarno Surachmad, Data dan Tehnik Research :Pengertian Metodologi Ilmiah, CV
Tarsito, Bandung, 1973 hlm. 27.
sistem sangat sering terjadi, khusunya pada bagian Sertipikat. Perbaikan

Status Sertipikat pada laman Hak Tanggungan Secara Elektronik ini

membutuhkan waktu yang cukup lama akibat perlunya pemvalidasian

ulang dan pencarian buku tanah pada kantor pertanahan; dan hasil

pengecekan yang sebelumnya berlaku 7 (tujuh) hari sudah kadaluwarsa

sehingga harus melakukan pengecekan ulang

2. Bahwa Akibat Hukum terhadap Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan Secara Elektronik

Ditinjau dari Pasal 10 ayat (2) Juncto Pasal 13 ayat (2) Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah dapat dikatakan

tidak sesuai ataupun Relevan dikarenakan keterlibatan pihak Kreditur

dalam pendaftaran serta pemasangan Hak Tanggungan secara elektronik

tersebut sudah secara langsung, sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah

bukan lagi menjadi pihak utama yang bertanggung jawab atas

pendaftaran Hak Tanggungan tersebut. Dan ditambah lagi dengan

kurangnya kesiapan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Tangerang

Selatan dalam rangka pengaplikasian Pengecekan Sertipikat hingga

pendaftaran Hak Tanggungan secara elektronik. Dengan kata lain

Teguran yang diberikan kepada Pejabat Akta Tanah sebagai Akibat

hukum dari adanya keterlambatan penyampaian Akta Pemberian Hak

Tanggungan scara Elektronik sudah tidak relevan.


Anastasya Rosinita Sihombing Universitas Pancasila
5622220056
2C/Magister Kenotariatan

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia


Publishing, Malang, 2006

Risua Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Depok: Rajawali Pers,


2019.

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma, Jakarta, 2011

Winarno Surachmad, Data dan Tehnik Research :Pengertian Metodologi Ilmiah,


(Bandung : CV Tarsito, 1973)

Yasonna H. Laoly.Birokrasi Digital, PT. Pustaka Alvabet, Jakarta, 2019

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah


Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi
Secara Elektronik

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

15

Anda mungkin juga menyukai