Anda di halaman 1dari 32

i

TUGAS HUKUM PERLIDUNGAN KONSUMEN

Urgensitas Keberlakuan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang


Akses Informasi Keuangan dalam Keterbukaan Proses
Perpajakan

Oleh :

Ananto Setyo Utomo

NIM 190720101010

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

2020

i
ii

DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................1
1.1.1 Rumusan Masalah........................................................................6
1.1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
2.1Trans Pasific Partnership.......................................................................7
2.1.1 Awal terbentuknya Trans Pacific Partnership..................................7
2.1.2 Isi Perturan Perjanjian Trans Pacific Partnership........................12
2.2 Implementasi peraturan TPP terhadap Stabilitas ekonomi
Indonesia..............................................................................................17
2.3 Dampak Perjanjian Trans Pasific Patnership Bagi
Pembangunan Hukum Ekonomi Di Indonesia.................................19
2.3.1 Dampak Positif Sebagai Anggota TPP.............................................19
2.3.2 Dampak Negatif Sebagai Anggota TPP............................................25
BAB III PENUTUP.............................................................................................26
3.1KESIMPULAN.......................................................................................26
3.2SARAN...................................................................................................26

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Perkembangan bidang hukum telah menunjukkan kemampuan yang berarti
dan telah ikut memberikan kontribusi bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Namun, disadari bahwa kemajuan yang dicapai itu belum cukup kuat untuk
menghadapi tantangan yang ada, yaitu memenuhi tuntutan masyarakat dan
persaingan global yang semakin ketat. Dalam penerapannya, berbagai peraturan
perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah masih terdapat hambatan-
hambatan dalam upaya mewujudkan keadilan dan ketertiban masyarakat.
Secara prinsip hukum diciptakan untuk memberikan kepercayaan kepada
masyarakat terhadap kepentingan yang berbeda dimiliki manusia satu dengan
manusia lain dengan tujuan untuk terwujudnya kesejahteraan. Hukum mengatur
secara komprehensif tindak tanduk aktifitas manusia, baik hubungan manusia
dengan manusia maupun manusia dengan badan hukum. Melalui hukum
diharapkan dapat terjalin pencapaian cita dari manusia, sebagaimana dikatakan
oleh Gustav Radburch bahwa hukum dalam pencapaiannya tidak boleh lepas dari
keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Eksistensi hukum yang dimaksud
adalah baik hukum yang bersifat pasif ( peraturan perundang-undangan) maupun
bersifat aktif (hakim di pengadilan).1
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum,
karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan
menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan
yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo
kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus
dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya
pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis
1
SCRIBD, “Tiga Nilai Dasar Hukum Menurut Gustav Radbruch”,
https://www.scribd.com/doc/170579596/Tiga-Nilai-Dasar-Hukum-Menurut-Gustav-Radbruch,
diakses pada 15 September 2019, pukul 22:00 WIB

1
yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu
peraturan yang harus ditaati.2
Dalam keberlakuannya peraturan perundang-undangan jika tidak
menerapkan kepastian hukum di masyarakat, maka yang terjadi keadilan dan
kemanfaatan hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. ini terlihat dari
permasalahan yang terdapat dalam Perpu No. 01 Tahun 2017 Tentang Akses
Informasi Keuangan Dalam Proses Keterbukaan Perpajakan, dimana di dalam
Perpu tersebut tepatnya pada Pasal 6 ayat 1 sampai 3 menyatakan bahwa:
“Menteri Keuangan dan/atau pegawai Kementerian keuangan,
pimpinan dan/atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan, pimpinan
dan/atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan, pimpinan dan/atau
pegawai lembaga jasa keuangan serta pemimpin dan/atau pegawai
entitas lain yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan,
pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang berkaitan
dengan keterbukaan akses informasi perbankan untuk perpajakan
tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata.3
Hal tersebut menunjukkan bahwa regulasi yang terjadi tidak mencerminkan
adanya suatu kepastian hukum dan efektivitas hukum. Hukum harus bersifat pasti
karena dengan kepastiannya maka hukum dapat dijadikan ukuran kebenaran dan
demi tercapainya tujuan hukum yang menuntut kedamaian, ketentraman,
kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat serta kepastian hukum harus dapat
menjadi jaminan kesejahteraan umum dan jaminan keadilan bagi masyarakat.4
Dari regulasi tersebut bisa kita lihat bahwa ternyata hal ini menimbulkan
keresahan masyarakat, terutama bagi mereka yang sering melakukan transaksi
melalui perbankan. Masyarakat khawatir karena selama ini lembaga jasa
keuangan (perbankan, pasar modal, dan perasuransian) terikat kewajiban
merahasiakan data nasabahnya, sehingga muncul pertanyaan bagaimana
menjamin data tersebut tidak disalahgunakan, sedangkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2017 sendiri dibuat untuk

2
Ibid.,
3
Perpu No. 01 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses
Perpajakan.
4
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus Istilah
Hukum, Jakarta, 2009, Hlm. 385.

2
memenuhi syarat sebagai anggota negara-negara G20 yang menerapkan
Automatic Exchange of Information (AEOI). 5
Legalitas ini penting untuk dirampungkan sebelum Juni 2017 lalu agar
Indonesia tidak gagal memenuhi syarat sebagai negara peserta AEOI. Salah satu
syarat mengikuti AEOI ialah negara tersebut sudah memiliki jaminan
perundangan pajak yang dapat mengakses semua lembaga keuangan untuk
informasi perpajakan. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional
dalam menggalakkan penerimaan  pajak. Selain itu sebagai upaya Indonesia untuk
menghindari kehilangan hak resiprokalnya terhadap 100 negara peserta AEOI
lainnya, dalam mendapatkan informasi perpajakan internasional.6
Keresahan masyarakat timbul dari Perppu tersebut yang berisi kewajiban
lembaga jasa keuangan dalam menyampaikan laporan (informasi keuangan)
secara rutin kepada Direktorat Jendral Pajak dengan memuat identitas pemegang
rekening keuangan, nomor rekening keuangan, saldo atau nilai rekening
keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. Penyampaian
laporan ini paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender. Selain itu,
Direktorat Jendral Pajak juga berwenang meminta informasi dan/atau keterangan
dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas lain.
Sebaliknya, pihak-pihak tersebut wajib memberikan informasi, bukti, atau
keterangan yang diminta.7
Dapat dilihat dengan diberlakukannya Perppu No.01 Tahun 2017 Tentang
Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan ada perasaan
khawatir yang timbul di tengah-tengah masyarakat karena data-data pribadi yang
mereka berikan kepada lembaga keuangan yang harusnya bisa di jaga

5
Kementrian Keuangan RI, “Perppu Nomor 1 Tahun 2017, Buka-bukaan Data hingga
Perlindungan Data”, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/perppu-nomor-1-
tahun-2017-buka-bukaan-data-hingga-perlindungan-data/, (diakses pada 16 September 2019,
pukul 15:27 WIB)
6
Kementrian Keuangan RI, “WP Tidak Perlu Takut dengan Kewenangan Perppu No. 1 Tahun
2017” https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/wp-tidak-perlu-takut-dengan-kewenangan-
perppu-no-1-tahun-2017/ , diakses pada 16 September 2019, pukul 21:21WIB
7
Kementrian Keuangan RI, “Perppu No. 1 tahun 2017.....”, Loc.cit. diakses pada 16 September
2019, pukul 21:21WIB.

3
kerahasiannya malah justru bias diakses oleh pemimpin dan/atau pegawai pajak
meskipun untuk kepentingan perpajakan nasional.
Untuk proses menghindari oknum yang mengemplang pajak sangat di
dukung untuk regulasi ini, ternyata nyatanya isi dari regulasi tersebut sangat
riskan dan membuat banyak orang bertanya-tanya, jika nantinya ada oknum
pemimpin dan/atau pegawai pajak yang mempunyai niatan buruk untuk
menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk menggunakan yang bukan
bagian dari haknya yaitu memakai data-data pribadi nasabah yang bersangkutan
untuk disalahgunakan, maka nantinya oknum pemimpin dan/atau pegawai pajak
tersebut seharusnya dapat digugat secara perdata dan dituntut secara pidana
namun sangat disayangkan bahwa di dalam regulasi tersebut tidak berlaku.8
Ini menjadi topik yang sangat menarik dengan tidak bisanya pemimpin
dan/atau pegawai pajak tidak bisa digugat secara perdata maupun dituntut secara
pidana akan menimbulkan presepsi bahwa jika ada data nasabah yang dirugikan
maka nasabah tersebut harus menunut atau menggugat kepada siapa. Dalam hal
ini menarik dipertanyakan regulasi ini jelas tidak mencerminkan kepastian hukum
dan apakah perlu regulasi ini untuk dibuat serta apakah sangat penting dan
mendesak untuk diberlakukan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
membahas permasalahan yang timbul dalam suatu karya ilmiah berbentuk
makalah dengan judul “ URGENSITAS KEBERLAKUAN PERPPU NO.01
TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN DALAM
KETERBUKAAN PROSES PERPAJAKAN (Pasal 6 ayat 1 sampai ayat 3)”

1.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat dan menelaah latar belakang masalah di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang urgensitas keberlakuan perppu no.01
tahun 2017 tentang akses informasi keuangan dalam keterbukaan proses
perpajakan dengan melihat pada Pasal 6 ayat 1 sampai ayat 3 yang menimbulkan
pro kontra sejak diterbitkan.

8
Kementrian Keuangan RI, Loc.cit. “Perppu Nomor 1 Tahun 201...............”

4
Maka kemudian, tersusun beberapa rumusan masalah yang membatasi fokus
kajian yang akan peneliti bahas nantinya. Adapun rumusan masalahnya :
1. Apakah Perppu No.01 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan
Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan sudah mencerminkan prinsip
kepastian hukum ?
2. Apakah keberlakuan Perppu No.01 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi
Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan dalam prakteknya sudah
memenuhi prinsip efektivitas hukum ?

5
BAB 2

PEMBAHASAN

1.1 Kepastian Hukum di dalam Perppu No.01 Tahun 2017 Tentang Akses
Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan
Penandatanganan Presiden Joko Widodo terhadap Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan pada 8 Mei 2017 lalu. 9 Akses
informasi dalam keuangan untuk kepentingan perpajakan, menurut Perppu ini,
meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan seperti
Automatic Exchange of Information (AEoI).10
Suatu negara yang mengikuti AEoI memiliki salah satu syarat yaitu negara
tersebut sudah memiliki jaminan perundangan pajak yang dapat mengakses semua
lembaga keuangan untuk informasi perpajakan.11 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani Indrawati menjelaskan, bahwa AEoI akan diupayakan untuk jalan agar
bisa mendapatkan akses informasi dari negara lain sesuai standar kebijakan
internasional.12
Perppu ini memungkinkan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)
berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan
dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan,
pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain

9
Sekretariat Kabinet RI, “Perppu No.1/2017: Petugas Pajak Berwenang Peroleh Akses Informasi
Perpajakan dari Lembaga Jasa Keuangan”, https://setkab.go.id/perppu-no-12017-petugas-pajak-
berwenang-peroleh-akses-informasi-perpajakan-dari-lembaga-jasa-keuangan/ diakses pada 18
September 2019, pukul 21:34 WIB.
10
Kementrian Keuangan RI, “Ini Perppu Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Perpajakan”,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-perppu-tentang-akses-informasi-keuangan-
untuk-perpajakan/ diakses pada 18 September 2019, pukul 21:39 WIB.
11
Sekretariat Kabinet RI, “Perppu No.1/2017:......”, Loc.cit. diakses pada 18 September 2019,
pukul 22:10 WIB.
12
KOMPAS, “Sri Mulyani: Perppu AeoI tidak Hanya untuk memenuhi Kewajiban Internasional”,
https://money.kompas.com/read/2017/04/12/200256526/sri.mulyani.perppu.aeoi.tidak.hanya.u
ntuk.memenuhi.kewajiban.internasional diakses pada 18 September 2019, pukul 22:17 WIB.

6
yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran
informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.13
Secara tegas Perppu ini menjelaskan Lembaga Jasa Keuangan, lembaga jasa
keuangan lainnya, dan atau entitas lain sebagaimana dimaksud wajib
menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak terkait:
a. Laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi
keuangan berdasarkan perjanjian Internasional di bidang perpajakan untuk
setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan
yang wajib dilaporkan.
b. Laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.14
Informasi keuangan yang wajib dilaporkanpun paling sedikit memuat:
a. Identitas pemegang rekening keuangan.
b. Nomor rekening keuangan.
c. Identitas lembaga jasa keuangan .
d. Saldo atau nilai rekening keuangan
e. Penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.15
Pihak-pihak yang dimaksud dalam perppu sebagaimana dimaksu terikat
oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan
kewajiban merahasiakan tersebut tidak berlaku dalam melaksanakan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.16
Ternyata terbitnya Perppu No.1 Tahun 2017 ini, menimbulkan keresahan
masyarakat terutama bagi merek yang sering melakukan transaksi melalui
perbankan. Masyarakat mulai khawatir karena selama ini lembaga jasa keuangan
(perbankan, pasar modal, dan peransurasian) terikat kewajiban merahasiakan data
nasabahnya, sehingga muncul pertanyaan bagaimana menjamin data agar tidak
disalahgunakan. Keresahan tersebut bukan tanpa alasan. Penerimaan pajak
13
Pasal 2 ayat (1) Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan
14
Pasal 2 ayat (2) Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan
15
Pasal 2 ayat (3) Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan
16
Pasal 2 ayat (8) Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan

7
sebagai komponen terbesar dari pendapatan negara kerap tidak tercapai sesuai
target satu dekade terakhir. Salah satu penyebabnya ialah penghindaran pajak (tax
avoidance).
Terlebih ketika mengetahui bahwa Menteri Keuangan dan atau pegawai
Kementerian Keuangan, Pimpinan dan atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan,
Pimpinan dan atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan atau pegawai
lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan atau pegawai entitas lain yang
memenuhi kewajiban untuk penyampaian laporan sebagaimana dimaksud tidak
dapat dituntut secara pidana dan atau digugat secara perdata.17
Siapapun akan setuju bahwa yang bersalah harus dihukum, hal tersebut telah
diatur bahwa pengadilan wajib menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa
apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya.18 Bahwa menjatuhkan sebuah hukuman,
kepada seseorang yang terbukti melakukan kesalahan berlaku untuk semua tanpa
terkecuali, dan hal tersebut sesuai dengan asas persamaan kedudukan di dalam
hukum (equality before the law)19, bahwa semua dinilai sama di dalam hukum dan
pemerintahan dengan tanpa terkecuali20. Bahkan setiap manusia berhak menuntut
dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai martabat
kemanusiaannya di depan hukum.21
Pasal 6 Perppu tersebut seakan melupakan makna kata hukum seharusnya
yang jika diartikan secara bahasa berarti peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau perintah. 22 Hukum
adalah suatu peraturan yang dibuat oleh adanya kekuasaan atau adat yang
dianggap berlaku untuk orang banyak, dengan tujuan mengatur pergaulan hidup
dalam masyarakat sehari-hari.23
17
Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (3) Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
untuk Kepentingan Perpajakan
18
Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
19
Majelis Umum PBB, “Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia”, 1948.
20
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
21
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
22
KBBI, “arti kata Hukum”, https://kbbi.web.id/hukum, diakses pada 18 September 2019, pukul
16:18 WIB.
23
Suharso dan Ana Retnoningsih, “KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA” Edisi Lux (Semarang:
Widya Karya, 2014), hlm.295.

8
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman tingkah
laku dan adil karena pedoman tingkah laku harus menunjang suatu tatanan yang
dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti, hukum
dapat menjalankan fungsinya. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang
hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis.24
Kepastian berasal dari suku kata pasti yang berarti sudah tetap, tidak boleh
tidak, tentu, mesti. Yang jika diimbuhi ke- dan –an maka menjadi kepastian yang
memiliki arti perihal (keadaan) pasti, ketentuan, ketetapan.25
Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi
pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam
hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani
atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan
aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.26 Kepastian hukum secara
normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena
mengatur secara jelas dan logis. Kepastian hukum menunjuk kepada
pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang tidak dapat
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif.27
Konsep dari kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling
mengkait. Salah satu dari aspek kepastian hukum ialah perlindungan yang
diberikan pada individu terhadap kesewenang-wenangan individu lainnya, hakim
dan administrasi (pemerintah).28 Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung
dua pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat
individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan
kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

24
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm.59
25
KBBI, “arti kata Pasti”, https://kbbi.web.id/pasti, diakses pada 18 September 2019, pukul 16:14
WIB.
26
Peter Mahmud Marzuki, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Kencana: Jakarta, 2008), hlm.158.
27
Cst Kansil, Op.Cit, hlm 385.
28
I.H. Hijmans, dalam Het recht der werkelijkheid, dalam Herlian Budiono, “Asas Keseimbangan
bagi Hukum Perjanjian Indonesia – Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia”,
(Bandung: Citra Aditya Bakti Bandung 2006), hlm.208.

9
karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahu
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.29
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan
tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang substantive adalah
keadilan.30 Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh
berfungsi sebagi peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan
kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau
berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian
hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum
positif harus selalu ditaati. Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang
ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan.31
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu:
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada
kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam
praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional
seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu
apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu
menitik beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum
akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.
Untuk meningkatkan kepercayaan terhadap hukum guna mencapai
eksistensi hukum di masyarakat, seharusnya para penegak hukum membuat
peraturan - peraturan yang sangat berlandaskan kepastian hukum. Sudah umum
bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih
diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan
kehilangan kati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai
pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan
utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang

29
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung, 1999,
hlm.23.
30
Rato, Op.Cit. hlm. 59.
31
Ibid, hlm 95

10
telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu memgeluarkan gagasan
mengenai pemisahan kekuasaan.32
Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak
tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah,
dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan
melalui penoramaan yang baik dan jelas dalam suatu Undang-Undang dan akan
jelas pula penerapanya.
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam
artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis jelas dalam artian
ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan
hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak
dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan
keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan
hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum
yang buruk.33

2.2 Efektivitas Hukum Di Dalam Perppu No.1 Tahun 2017 Tentang Akses
Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan
2.2.1 Pengertian Efektivitas Hukum
Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur dalam hukum
pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat kepada hukum karena
adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum dibuat oleh otoritas berwenang
adakalanya bukan abstraksi nilai dalam masyarakat. Jika demikian, maka
32
https://tesishukum.com/pengertian-asas-kepastian-hukum-menurut-para-ahli/, Diakses
padan16.09.2019, Pukul 10.22 WIB
33
Kansil, Loc.Cit.

11
terjadilah hukum tidak efektif, tidak bisa dijalankan, atau bahkan atas hal tertentu
terbit pembangkangan sipil. Dalam realita kehidupan masyarakat, seringkali
penerapan hukum tidak efektif, sehingga wacana ini menjadi perbincangan
menarik untuk dibahas dalam prespektif efektivitas hukum.34
Persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan sangat erat dengan
persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat demi
tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis,
yuridis dan sosiologis.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa efektivitas hukum berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut:35
a. Usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu penggunaan tenaga
manusia, alat-alat, organisasi, mengakui, dan menaati hukum.
b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.
Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang hukum karena takut
pada petugas atau polisi, menaati suatu hukum hanya karena takut terhadap
sesama teman, menaati hukum karena cocok dengan nilai-nilai yang
dianutnya.
c. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek jangka waktu
dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan
memberikan hasil.
Menurut Achmad Ali, kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas
perundang-undangan, adalah 3 unsur yang saling berhubungan. Seiring orang
mencampuradukkan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua
hal itu sangat erat hubungannya, namun tidak persis sama. Kedua unsur itu sangat
menentukan ada tidaknya pelaksanaan perundang-undangan dalam masyarakat.36
Berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, bahwa yang
dimaksud dengan efektivitas pelaksanaan peraturan walikota adalah ukuran

34
Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun
2011 tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi
Universitas Hasanuddin Makassar, hlm. 11
35
Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Bandung, Alumni, hlm.
45
36
Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm 191

12
pencapaian tujuan yang ditentukan pengaturannya dalam peraturan walikota.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa efektivitas peraturan walikota diukur
dari suatu target yang diatur dalam peraturan walikota, telah tercapai sesuai
dengan apa yang ditentukan lebih awal. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
perlu diperhatikan hal-hal sebagi berikut: rumusan peraturan perundang-undangan
harus diterima oleh masyarakat, menjadi tujuan bersama masyarakat yaitu cita-
cita kebenaran, cita-cita keadilan, dan cita-cita kesusilaan. Peraturan walikota juga
harus sesuai dengan suatu paham atau kesadaran hukum masyarakat, harus sesuai
dengan hukum yang hidup di masyarakat, serta harus mempunyai dasar atau
tujuan pembentukan yang telah diatur sebelumnya dan atau ditetapkan pada
peraturan yang lebih tinggi kewenangan berlakunya.37
Mengukur efektivitas, bukanlah suatu hal yang sederhana, karena efektivitas
dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai
serta menginterprestasikan. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang
manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan
kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan
membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang
telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang telah
dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau yang
diharapkan.
Kriteria atau ukuran tentang pencapaian tujuan secara efektif atau tidak
menurut Sondang P. Siagian, antara lain:38
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan agar karyawan
dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan
organisasi dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
jalan yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai

37
Ari Yohan Wambrauw, 2013, “Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Daerah Perpajakan dan
Retribusi Daerah dalam Memperoleh Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Supiori Provinsi
Papua”, Skripsi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 33-34
38
Sondang P Siagian, 1986, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta, Gunung
agung, hlm. 76

13
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c. Kejelasan analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan
artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-
usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
d. Perencanaan yang mantap, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para
pelaksanaan akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya saran dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
program adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang secara efektif dan efesien, bagaimana baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efesien maka
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas suatu program
menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian agar program
yang dibuat dapat terlaksana dengan baik.
Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita
pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian
besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa
aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun
dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat
mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seorang menaati atu
tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.39
39
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Penerbit
Kencana, Hal 376

14
Dalam pendapat lain mengemukakan, faktor-faktor dalam mengukur
ketaatan terhadap hukum secara umum yaitu:40
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang
orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami
oleh target diberlakukannya aturan hukum.
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud merupakan perundang-undangan, maka
seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan,
sebab hukum yang bersifat melarang lebih mudah dilaksanakan ketimbang
hukum yang bersifat mengharuskan.
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat
aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancam aturan hukum itu harus proporsional
dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum yang memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,
memang tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan
yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk
diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif
akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan
nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target berlakunya
aturan tersebut.
i. Efektif atu tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada
optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum untuk menegakkan
aturan hukum tersebut.
40
Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasai dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi
Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm 71,
dikutip Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbaini., hal 308

15
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan
adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.
Faktor yang banyak mempengaruhi efektifitas suatu perundang-undangan
pada umumnya adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan
fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan
terhadap diri mereka maupun dalam penegakan perundang-undangan tersebut.
Tolok ukur efektivitas dalam penegakan hukum ada lima yaitu:41
a. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam
praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum
sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak. Jika
dikaitkan dengan Perppu No.1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi
Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan, maka regulasi ini dinilai
sangat tidak efektiv, karena terdapat tumpang tindih antara regulasi yang
satu dengan yang lainnya. Dengan diberlakukannya regulasi ini maka timbul
suatu pertanyaan apakah seurgent inikah harus di bentuk regulasi baru untuk
mencapai target bahwa Indonesia harus masuk dalam AEOI (Automatic
Exchange Of Information) yang mana isi dari AEOI sendiri adalah
pertukaran informasi data nasabah secara otomatis bahkan sampai ke luar
negeri. Jika Indonesia ingin bergabung maka syarat yang harus dipenuhi
adalah harus ada regulasi nasional yang menjamin bahwa petugas pajak
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus di lakukan secara
transparan dan cepat. Sebelumnya udah ada regulasi yang mengatur yaitu
tertuang dalam Pasal 35 ayat (2) UU KUP dijelaskan, 42 “Dalam hal pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban
merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan

41
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta,
Penerbit PT. Raja Grafindi Persada. Hal. 5.
42
UU No 6 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Teknis Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2017
Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan proses Perpajakan.

16
tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan
atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan”. Selanjutnya, Pasal 35A
UU KUP mengatur bahwa43 “Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,
dan pihak lain,wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).44

Berdasarkan pasal tersebut, data dan informasi yang dimaksud ialah data
dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan
kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang
bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi
keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatanusaha yang disampaikan kepada instansi lain di
luar DJP.. Hambatan sebelum Perppu ini terbit diantaranya DJP harus
terlebih dahulu mendapatkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan
untuk memperoleh keterangan atau bukti terkait data dan informasi
keuangan. Selanjutnya, atas permintaan tertulis itu, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) mengeluarkan perintah tertulis kepada bank untuk memberikan
keterangan atau bukti yang diperlukan untuk pemeriksaan pajak.

Proses ini memerlukan proses birokrasi yang panjang, ditambah lagi,


mepetnya Jatuh Tempo (JT) pemeriksaan pajak. Bahkan terkadang, hingga
selesainya pemeriksaan pajak, data yang dibutuhkan belum tersedia
sehingga hasil pemeriksaan pajak tidak maksimal.

Dengan alasan seperti diatas wajar bahwa Indonesia wajib berpartisipasi


dalam AEOI dan utamanya memerangi pengemplang pajak yang biasanya
melarikan harta kekayaannya di luar negeri, tetapi sangat disayangkan

43
Ibid pasal 35 ayat 1
44
.Ibid pasal 35 ayat 2

17
karena terlalu banyak regulasi sehingga nantinya ditakutkan akan saling
tumpang tindih antar regulasi. Seharusnya pemerintah memutus rantai
dalam hal tugas dan wewnang petugas pajak yaitu dengan mengevaluasi
UU KUP untuk di persingkat dalam mengakses data nasabah untuk
kepentingan perpajakan.

b. Faktor Penegakan Hukum


Berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum
memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas
petugas kurang baik, ada masalah. Jika dikaitkan dengan keberlakuan
Perppy No.1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam
Keterbukaan Proses Perpajakan, maka seharusnya penegak hukum yang
dalam hal ini adalah petugas pajak wajib melakukan sesui dengan tugas dan
wewenang yang telah diberikan, yang mana dalam hal ini petugas pajak
diuji kredibilitasnya dalam pelaksanaan Regulasi yang baru ini. Regulasi ini
tidak akan berjalan baik jika ada penegak hukum yang melaksanakan tugas
dan wewenangnya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka di sini
petugas pajak wajib menjaga dan di amanahi betul oleh Perppu No1 Tahun
2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Prose
Perpajakan untuk menjaga seluruh data nasabah yang akan masuk ke Ditjen
Pajak untuk di cek. Namun sangat disayangkan bahwa dalam Perppu ini
memang belum sempurna dan wajar saja membuat orang khawatir. Perppu
ini hanya memberikan ancaman dan sanksi bagi pihak yang terkait
memasok data informasi keuangan namun bagaimana dengan pihak yang
menerima data khususnya Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan. Di
dalam Perppu No 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam
Proses Keterbuakaan Perpajakan tepatnya dalam pasal 6 ayat 1 sampai 3
menjelaskan bahwa pemimpin/dan atau pejabat Pajak, Ojk, Kementerian
Keuangan tidak dapat di gugat secara perdata dan di tuntut secara pidana. 45

45
Op.Cit Perppu No.1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuagan Dalam Keterbukaan Proses
Perpajakan, Pasal 6 ayat 1-3

18
Hal ini sangat disayangkan karena niat pemerintah untuk membangun
proses perpajakan di Indonesia sangat bagus namun tidak dengan regulasi
yang mengatur penegak hukumnya, meskipun sudah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No 70 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis
Perppu No 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam
Keterbukaan Proses Perpajakan46 di pasal 30 ayat 3 dan 4 berbunyi “
Setiap Pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di
bidang perpajakan jika tidak merahasiakan data nasabah maka dapat di
pidana sesuai dengan pasal 41 UU No 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Semenetara itu merujuk pada UU KUP
No 6 Tahun 1983 pasal 41 berbunyi “ pejabat yang karena kealpaannya
tidak memenuhi kewajiban merahasiakan data nasabah dapat di pidana
kurungan 6 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta. 47 Kemudian di ayat 2
pasal 41 tertulis “ pejabat yang dengan sengaja tidak merahasiakan data
nasabahnya di pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
Rp 2 juta.48 Di sini tidak sesuai dengan Perppu No.1 Tahun 2017 Tentang
Akses Informasi Keuangan Dalam Proses Keterbukaan Perpajakan yang
mana para petugas pajak tidak dapat di gugat secara perdata dan di tuntut
secara pidana.
c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras. Menurut Soerjono Soekanto bahwa penegak hukum tidak
dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan
alat-alat yang profesional. Maka sarana atau fasilitas mempunyai peranan
yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tersebut, atau mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang
seharusnya dengan peraturan yang aktual. Jika dikaitkan dengan Perppu
No.1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Proses

46
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 70 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Perppu No 1
Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan
47
Ibid , Pasal 30 ayat 3
48
Ibid, Pasal 30 ayat 4

19
Keterbukaan Perpajakan, maka harusnya ada system ksusu dengan
pengelolaan khusus untuk menjaga seluruh data nasabah agar tidak
disalahgunakan oleh oknum pajak , dalam hal ini kementerian Keuangan
juga akan menerapkan Whistleblowe system untuk menampung informasi
dari masyarakat yang tidak nyaman atau mendapat perlakuan dari aparat
pajak yang tidak disiplin.49 Sehingga masyarakat memiliki saluran kalau
mendapat perlakuan semena-mena soal datanya. Namun selama system itu
di pegang oleh petugas pajak ujung-ujungnya tidak dapat di gugat secara
perdata dan di tuntut secara pidana dan harusnya di pegang oleh pihak netral
dalam hal ini bisa jadi pihak kepolisian.
d. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok
sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul
adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang,
atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Jika dikaitkan dengan Perppu No.1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi
Keuangan Dalam Proses Keterbukaan Perpajakan, maka keberlakuan
regulasi tersebut intinya menimbulkan kedamaian atau keresahan untuk
masyarakat, jika dalam keberlakuannya menimbulkan kedamaian maka
prinsip efektifitas hukum terpenuhi jika menimbulkan keresahan di
masyarakat maka regulasi tersebut tidak efektif untuk di berlakukan lagi.
Melihat efektif tidaknya keberlakuan regulasi ini di lihat dari taraf
kepatuhan masyarakatnya jika dalam pemenuhan keterbukaan pajak
melakukan masyarakat tersebut sadar hukum dan sebaliknya jika dalam
tidak sesuai dengan regulasi keterbukaan pajak maka masyarakat belum

49
https://tirto.id/perppu-keterbukaan-dat-keuangan-langung-bisa-diterapkan, diakses pada 18
September 2019, pukul10.30 WIB.

20
sadar hukum. Untuk menilai efektif tidaknya tergantung kondisi masyarakat
sekitar.50
e. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi yang
abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga diikuti dan apa yang
diangap buruk maka dihindari. Jika dikaitkan dengan Perppu No.1 Tahun
2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Proses Keterbukaan
Perpajakan, maka bias di lihat dengan diberlakukannya regulasi ini akan
menimbulkan lebih banyak dampak positif atau negatifnya. Jika dilihat dari
sisi positifnya maka tidak akan lagi pengemplang pajak yang
menyembunyikan datanya baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang
dampaknya akan membuat pembangunan ekonomi akan merata di
Indonesia. Jika di lihat dari sisi negatifnya maka regulasi tersebut
sebenarnya perlu banyak perbaikan dalam hal sanksi untuk oknum pajak
yang semena-mena dan harusnya tidak perlu dibuat perpu yang sejenis
karena akan menimbulkan tumpang tindih jika ada masalah di kemudia hari,
lebih tepatnya perbaiki atau evaluasi peraturan yang sudah ada tanpa
membuat peraturan baru. supaya masyarkat percaya bahwa datanya tidak
disalahgunakan oleh oknum pajak.51
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal
pokok dalam penegakan hukum, dan sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan
hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegak hukumnya
sendiri merupakan titik sentralnya.
Sebuah perundang-undangan dapat bekerja jika ditinjau dari dua perspektif,
yaitu:52
50
https://infobanknews.com/ perppu no 1 tahun 2017 miliki celah buat oknum bermain , diakses
pada 18 September 2019, pukul10.30 WIB.
51
https://kompas.comd/ antara makna kepentingan memaksa dan keadaan bahaya dalam perpu
no 1 tahun 2017, diakses pada 18 September 2019, pukul10.30 WIB.

52
Menurut Achmad Ali dalam Skripsi Shinta Anugrawati, 2014, “Efektivitas Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di
Kabupaten Maros”, Universitas Hasanuddin Makassar, hlm. 25

21
a. Perspektif organisatoris
Perspektif organisatoris yang memandang perundang-undangan sebagai
institusi yang ditinjau dari ciri-cirinya. Pada perspektif organisatoris, tidak
terlalu memperhatikan pribadi-pribadi yang pergaulan hidupnya diatur oleh
hukum atau perundang-undangan.
b. Perspektif individu
Perspektif individu lebih banyak berfokus pada segi individu atau peribadi,
dimana pergaulan hidupnya diatur oleh perundang-undangan. Perspektif
individu ini lebih berfokus pada masyarakat sebagai kumpulan pribadi-
pribadi.
Faktor kepentingan yang menyebabkan seseorang menaati atau tidak
menaati hukum. Dengan kata lain, pola-pola prilaku warga masyarakat yang
banyak mempengaruhi efektivitas perundang-undangan.
Efektif atau berfungsi tidaknya suatu hukum dalam arti undang-undang
ataupun produk hukum lainnya, maka pikiran diarahkan pada kenyataan apakah
hukum itu benar-benar berlaku atau tidak di dalam masyarakat. Mengenai
berlakunya hukum sehingga dapat efektif di dalam masyarakat termasuk seperti
yang ditulis dalam skripsi ini, ada 2 komponen yang dapat diperhatikan, yaitu:
a. Sejauh mana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian dari
hukum atau bagaimana hukum harus menyesuaikan diri dengan perubahan
masyarakat.
b. Sejauh mana hukum berperan dalam menggerakkan masyarakat dalam
menuju suatu perubahan yang terencana, dapat dikatakan hukum berperan
aktif atau dikenal dalam istilah sebagai hukum sebagai anggota alat rekayasa
sosial.
Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tdaknya suatu hukum
dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya, maka pada umumnya
pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku
atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-teori hukum biasanya dapat dibedakan

22
antara 3 macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah mengenai pemberlakuan
kaidah hukum bahwa :53
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau bila berbentuk menurut cara
yang telah ditetapkan atau apabila menunjukan hubungan keharusan antara
kondisi dan akibatnya.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif
artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak terima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku
karena diterima dan diakui oleh masyarakat.
c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai dengan cita-
cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Apabila ditelaah secara mendalam, maka untuk berfungsinya atau efektifnya
suatu hukum haruslah memenuhi ketiga unsur tersebut, sejalan dengan hal
tersebut Mustafa Abdullah menjelaskan agar suatu peraturan atau kaidah hukum
benar-benar berfungsi harus memenuhi beberapa faktor yaitu :
a. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri
b. Petugas yang menegakan atau yang menerapkan
c. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah
hukum atau peraturan tersebut.
d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup tersebut.54
Persoalan penyesuaian hukum pada perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat merupakan bagaimana hukum tertulis dalam arti peraturan perundang-
undangan karena harus diingat bahwa kelemahan dalam peraturan perundang-
undangan itu susah termasuk didalamnya peraturan daerah yaitu sifatnya statis
dan kaku. Dalam keadaan yang mendesak, peraturan perundang-undangan itu
harus disesuaikan dengan perubahan masyarakat, akan tetapi tidak mesti seperti
itu karena sebenarnya hukum tertulis atau perundang-undangan telah mempunyai

53
Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya, hlm.
23
54
Menurut Mustafa Abdullah dalam buku Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum Dalam
Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya, hlm. 23

23
senjata ampuh dalam kesenjangan tersebut, yang dimaksud dalam kesenjangan
yaitu dalam suatu peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah
ditetapkan adanya sanksi untuk mereka yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan daerah tersebut.

24
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut diatas, maka dapatlah ditarik
kesimpulan sebagai intisari dari uraian permasalahan tersebut sebagai berikut:
1. keberlakuan Perppu no 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi
Keuangan Dalam Proses Keterbukaan Perpajakan jika di analsis melalui
teori kepastian hukum, maka dapat disimpulkan bahwa Pasal 6 Perppu
tersebut seakan melupakan makna kata hukum dan tidak mencerminkan
kepastian hukum, karena seharusnya yang dianggap sebagai kepastian
hukum itu jika diartikan berarti peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau perintah. yang
bersalah harus dihukum, hal tersebut telah diatur bahwa pengadilan
wajib menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya. Bahwa menjatuhkan sebuah hukuman,
kepada seseorang yang terbukti melakukan kesalahan berlaku untuk
semua tanpa terkecuali, dan hal tersebut sesuai dengan asas persamaan
kedudukan di dalam hukum (equality before the law), bahwa semua
dinilai sama di dalam hukum dan pemerintahan dengan tanpa
terkecuali. Bahkan setiap manusia berhak menuntut dan memperoleh
perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai martabat
kemanusiaannya di depan hukum.
2. keberlakuan Perppu no 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi
Keuangan Dalam Proses Keterbukaan Perpajakan jika di analsis melalui
teori Efektivitas hukum, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi itu
dikatakan efektif apabila tolak ukurnya berpedoman pada pertama
faktor hukum, kedua faktor penegak hukum, ketiga faktor sarana atau
fasilitas pendukung, keempat faktor masyarakat, kelima faktor
kebudayaan.
3.2 Saran
1. Seharusnya pemerintah membuat regulasi yang menciptakan kepastian

hukum sehingga nanti penerapannya di masyarakat tidak timbul suatu

keresahan dan tidak merugikan pihak lain, yang disatu sisi peraturan ini

menguntungkan pihak lain.

2. Seharusnya regulasi ini dibentuk guna menciptakan kemanfaatan dan

keefktivan hukum yang ada di masyarakat, sehingga para penegak hukum

harusnya lebih konkrit membuat peraturan agar tidak menciptakan

keresahan ataupun multi tafsir di kalangan masyarakat, yang nantinya

peraturan ini tidak perlu di revisi lagi, hanya diperjelas akibat hukumnya

bagi korban atau nasabah perbankan yang dirugikan oleh oknum petugas

pajak.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia.
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta,
Penerbit Kencana.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Ari Yohan Wambrauw, 2013, “Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Daerah Perpajakan dan
Retribusi Daerah dalam Memperoleh Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Supiori
Provinsi Papua”, Skripsi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus
Istilah Hukum, Jakarta, 2009.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010.
I.H. Hijmans, dalam Het recht der werkelijkheid, dalam Herlian Budiono, “Asas
Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia – Hukum Perjanjian Berlandaskan
Asas-Asas Wigati Indonesia”, (Bandung: Citra Aditya Bakti Bandung 2006), hlm.208.
Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasai dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi
Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang,
hlm 71, dikutip Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbaini.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008.
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung,
1999.
Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun
2011 tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi
Universitas Hasanuddin Makassar.
Shinta Anugrawati, 2014, “Efektivitas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di Kabupaten Maros”, Skripsi Universitas
Hasanuddin Makassar.
Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Bandung, Alumni.
Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya.
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta,
Penerbit PT. Raja Grafindi Persada.
Sondang P Siagian, 1986, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta,
Gunung agung.
Suharso dan Ana Retnoningsih, “KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA” Edisi Lux
(Semarang: Widya Karya, 2014), hlm.295.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 70 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Perppu No
1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan
Perpu No. 01 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Dalam Keterbukaan Proses Perpajakan

C. WEBSITE
https://infobanknews.com/ perppu no 1 tahun 2017 miliki celah buat oknum bermain , diakses
pada 18 September 2019
https://kompas.comd/ antara makna kepentingan memaksa dan keadaan bahaya dalam perpu
no 1 tahun 2017, diakses pada 18 September 2019,

https://setkab.go.id/perppu-no-12017-petugas-pajak-berwenang-peroleh-akses-informasi-
perpajakan-dari-lembaga-jasa-keuangan/

https://tesishukum.com/pengertian-asas-kepastian-hukum-menurut-para-ahli/.
https://tirto.id/perppu-keterbukaan-dat-keuangan-langung-bisa-diterapkan, diakses pada 18
September 2019,

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/perppu-nomor-1-tahun-2017-buka-
bukaan-data-hingga-perlindungan-data/.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/wp-tidak-perlu-takut-dengan-kewenangan-
perppu-no-1-tahun-2017/ .
https://www.scribd.com/mobile/doc/170579596/tiga-nilai-dasar-hukum-menurut-Gustav-
Radbruch/ .
KBBI, “arti kata Hukum”, https://kbbi.web.id/hukum,
Kementrian Keuangan RI, “Ini Perppu Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk
Perpajakan”, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-perppu-tentang-akses-
informasi-keuangan-untuk-perpajakan/

KOMPAS, “Sri Mulyani: Perppu AeoI tidak Hanya untuk memenuhi Kewajiban
Internasional”,https://money.kompas.com/read/2017/04/12/200256526/
sri.mulyani.perppu.aeoi.tidak.hanya.untuk.memenuhi.kewajiban.internasional

Sekretariat Kabinet RI, “Perppu No.1/2017: Petugas Pajak Berwenang Peroleh Akses
Informasi Perpajakan dari Lembaga Jasa Keuangan”

Anda mungkin juga menyukai