Anda di halaman 1dari 17

CORPORATE GOVERNANCE

SAP 11

Pengungkapan dan Trasparansi

Kasus Perusahaan Gas Negara Tbk.

Oleh:
Kelompok 2

Ni Nyoman Tri Setya Prajayanti 1506305080


Putu Shandya Maharani 1506305117
Ni Made Dwi Prawitasari 1506305118

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
BALI
2017

1
DAFTAR ISI
Cover .....................................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................4
1.2 Tujuan ...............................................................................................................................................4
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN ................................................................................................................5
2.1 Pengertian Dari Transparansi ........................................................................................................5
2.2 Pengungkapan Dalam Laporan Perusahaan ...............................................................................5
2.3 Profil Pt. Perusahaan Gas Negara .................................................................................................8
2.4 Kronologi Kasus Pt. Perusahaan Gas Negara .............................................................................9
2.5 Pelanggaran - Pelanggaran Yang Dilakukan Pt. Perusahaan Gas Negara ..............................11
2.6 Keterkaitan Kasus Dengan Prinsip V Oecd: Keterbukaan Dan Transparansi .......................13
2.7 Keterkaitan Kasus Dengan Keputusan Ketua Bapepam-Lk Nomor: Kep431/Bl/2012 ........14
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah “pasar modal” di pakai sebagai terjemahan dari istilah “Capital Market”. Yang
berarti suatu tempat atau sistem sebagaimana caranya di penuhinya kebutuhan-kebutuhan dana
untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek
yang baru di keluarkan. Dalam pasar modal terjadi transaksi-transaksi saham dari berbagai pihak,
berkumpulnya orang-orang yang melakukan perdagangan. Pada transaksi dalam pasar modal
terdapat payung hukum yang mengatur di dalamnya. Pasar modal atau bursa efek secara
sederhana adalah tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa
itu (listed stock), pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual beli efek.
Pembeli dana/modal adalah mereka baik perorangan maupun kelembagaan/badan usaha
yang menyisihkan kelebihan dana/uangnya untuk usaha yang bersifat produktif. Sedang penjual
modal/dana adalah perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluaan
usahanya.4 Modal/dana atau efek yang diperjualbelikan di pasar modal atau bursa tersebut pada
umumnya berbentuk saham dan obligasi. Di Indonesia juga diperdagangankan sertifikat
danareksa.
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi permasalahan-permasalahan
yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi atau tujuan tertentu. Misalnya dalam hal
pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan / disclose dipasar modal dan adanya praktek haram
dalam transaksi saham dibursa efek yaitu insider trading. Yang dimaksud dengan insider trading
adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan
(dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu
“informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum,
dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan
keuntungan ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan
keuntungan jalam pintas (short swing profit).

3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas antara lain:
1. Apa pengertian dari transparansi ?
2. Bagaimana pengungkapan dalam laporan perusahaan ?
3. Bagaimana profil PT. Perusahaan Gas Negara ?
4. Bagaimana kronologi kasus PT. Perusahaan Gas Negara ?
5. Apa saja pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan pt. perusahaan gas Negara ?
6. Bagaimana keterkaitan kasus dengan prinsip v oecd: keterbukaan dan transparansi ?
7. Bagaimana keterkaitan kasus dengan keputusan ketua bapepam-lk nomor: kep431/bl/2012 tentang
penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari paper ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari transparansi
2. Untuk mengetahui pengungkapan dalam laporan perusahaan
3. Untuk mengetahui profil PT. Perusahaan Gas Negara
4. Untuk mengetahui kronologi kasus PT. Perusahaan Gas Negara
5. Untuk mengetahui pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan pt. perusahaan gas Negara
6. Untuk mengetahui keterkaitan kasus dengan prinsip v oecd: keterbukaan dan transparansi
7. Untuk mengetahui keterkaitan kasus dengan keputusan ketua bapepam-lk nomor:
kep431/bl/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik?

4
BAB II
ISI dan PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transparansi


Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai
ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah,
nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Dalam tingakatan negara, Bushman,
Piotroski, dan Smith (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu
transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara
disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan
media penyebarannya.

2.2. Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan


Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari
komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar
Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti Amerika Serikat, Inggris, Prancis,
Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak – pihak
tersebut.

Dorongan untuk Pengungkapan Informasi


Perusahaan Multinasional sepanjang menyangkut aturan yang ternyata meningkatkan
persyaratan untuk pengungkapan informasi diputuskan dengan pengaturan badan dan standar
perwakilan pada tingkat pemerintahan dan professional. Cepatnya permintaan informasi untuk
tujuan penanaman modal, perkembangan pasar saham dan pembagian kepemilikan yang
mendunia, dipadukan dengan berkembangnya kekhawatiran terhadap perbedaan standar dan
perlakuan akuntansi dinegara berbeda, telah meningkatkan permintaan terhadap bertambahnya
pengungkapan akuntansi untuk peningkatan kualitas maupun perbandingan laporan Perusahaan
Multinasioal.
.

5
Pentingnya Pengungkapan Informasi
Meskipun tidak ada keraguan tentang pentingnya pengukuran dari isu-isu akuntansi,
pentingnya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan laporan perusahaan dengan
semakin diakui oleh perusahaan multinasional. Informasi ini memberikan masukan penting bagi
analisis keuangan proses evaluasi kualitas laba dan posisi keuangan, baik saat ini dan masa yang
akan datang. Pada saat yang sama, kebutuhan ini harus ditimbang terhadap kepentingan analis,
investor, dan masyarakat dalam transparansi usaha multinasional. Dengan adanya pengungkapan
informasi, maka perusahaan dapat menyampaikan kebijaksanaan dan informasi mengenai
orientasi perusahaan dimasa yang akan datang. Diakui secara umum, bahwa biaya dalam
penyediaan informasi tidak boleh melebihi keuntungan yang diperoleh oleh pengguna informasi.
Perlunya perusahaan multinasional dalam memelihara kepercayaan diri usahanya dalam area
sensitif dan untuk menghindari bahaya dalam persaingan, harus dicantumkan dalam akun-akun
perusahaan. Dalam prakteknya, muncul anggapan bahwa semakin spesifik, semakin berorientasi
ke depan dan semakin kuantitatif suatu informasi yang diusulkan untuk diungkapkan, maka
semakin pekalah Kinerja perusahaan ke arah pencegahan.
2.2.1 Ruang Lingkup Pengungkapan

Berdasarkan PP Nomor 71 tahun 2010, pengungkapan laporan keuangan yang disusun


pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap, dimana laporan keuangan
harus menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan.
Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada
lembar muka (on the face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
standar dan regulasi, yaitu :

1. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)

Menurut Murni (2004:193), pengungkapan wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan


yang diharuskan dalam laporan tahunan menurut peraturan Bapepam. Pengungkapan Wajib
merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.Peraturan

6
tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran
umum dan perusahaan publik yaitu Peraturan No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan dan Peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan.Peraturan tersebut diperkuat
dengan Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui
Keputusan Ketua Bapepem No.Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang
telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik.Peraturan tersebut diperbaharui
dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan
pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.

2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)

Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang tidak diwajibkan oleh
Bapepam, dengan kata lain pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.Menurut Alan
Levinsohn (2001), pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dibagi mejadi 5 kategori,
yaitu :

1. Data bisnis
Meliputi operasi operasi dan pengukuran kinerja level atas.
2. Analisis manajemen mengenai data bisnis
Meliputi alasan -alasan perubahan pada operasi perubahan serta mencantumkan data yang
terkait serta dampak trend bisnis pada perusahaan.
3. Forward looking information
Meliputi peluang, resiko dan termasuk rencana-rencana manajemen.
4. Informasi mengenai manajemen dan shareholders
Meliputi informasi mengenai direktur, manajemen, dan pemegang saham.
5. Latar belakang perusahaan
Meliputi tujuan perusahaan dan ruang lingkup perusahaan.

Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan


sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.
Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.Sedangkan dari sumber PSAK
dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang
menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan
perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah)

7
adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam
rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.

Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh


perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan
perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga
konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:

1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)

Yaitu pengungkapan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka – angka yang
disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor.

2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)

Pengungkapan wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etisagar memberikan perlakuan
yang sama kepada semua pemakai laporandengan menyediakan informasi yang layak terhadap
pembaca potensial.

3. Full disclosure (pengungkapan penuh)

Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasiyang digunakan secara


relevan.Pengungkapan penuh memiliki kesanpenyajian informasi secara melimpah sehingga
beberapa pihakmenganggapnya tidak baik.

Apabila sebuah perusahaan memberikan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan


pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) secara sekaligus, berarti perusahaan tersebut
memberikan pengungkapan secara penuh (full disclosure).

2.3 Profil Perusahaan PT. Perusahaan Gas Negara

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah perusahaan yang
menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan
gas bumi dan transmisi atau transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di

8
seluruh wilayah usaha. Usaha distribusi meliputi pembelian gas bumi dari pemasok dan
penjualan gas bumi melalui jaringan pipa pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga, dan
komersial. Sedangkan usaha transmisi merupakan kegiatan pengangkutan (transportasi) gas bumi
melalui pipa transmisi dari sumber-sumber gas ke pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN Enthoven & Co.
Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen Electriciteit Maatschapij (NZ
OGEM) oleh pemerintah Belanda pada tahun 1863. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia
mengambil alih kepemilikan perusahaan dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan
Peralihan Listrik dan Gas (P3LG). Seiring dengan perkembangan pemerintahan Indonesia, pada
tahun 1961 status perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1965, perusahaan
ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai Perusahaan Gas Negara (PGN).
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah
status hukumnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah itu,
status perusahaan berubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara
beradasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta pendirian perusahaan No. 486
tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan status perseroan yang berubah menjadi
perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan diubah dengan Akta Notaris No. 5 tanggal 13
November 2003, yang antara lain berisi tentang perubahan struktur permodalan. Pada tanggal 5
Desember 2003, Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal
untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada masyarakat sebanyak 1.296.296.000
saham, yang terdiri dari 475.309.000 dari divestasi saham Pemerintah Republik Indonesia,
pemegang saham perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi perseroan
diganti menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saham perusahaan telah tercatat di
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode
transaksi perdagangan ‘PGAS’.

2.4 Kronologi Kasus PT. Perusahaan Gas Negara


Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang signifikan dimana
pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan
pada harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).

9
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per
lembar saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per
lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham yang
tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi oleh pihak pengawas pasar modal.
Kemudian ditemukan indikasi bahwa PT. PGN terlambat menyampaikan informasi yang material
yakni koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling
sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya
gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006
tertunda menjadi Maret 2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat diungkap tersebut
ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN. Informasi tentang penurunan volume
gas sudah diketahui oleh manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi
tertundanya gas in sejak tanggal 18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari
2007. Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat
mempengaruhi harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga saham
pada tanggal 12 Januari 2007. Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk menangguhkan saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari 2007.
Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan penurunan harga saham yang tidak
wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan melalui review atas dokumen-
dokumen dan terhadap jajaran direksi PT. PGN, akuntan publiknya, dan koordinator pelaksana
proyek dan manajer proyek SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS telah
melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Nomor
X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik dan
Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh
Perusahaan Efek Anggota Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi sebesar Rp.
35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi selama 35 hari atas
pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1.
tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Dan juga
memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 kepada direksi dan mantan direksi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan

10
Maret 2007 atas pelanggaran tentang pemberian keterangan yang secara material tidak benar
yang melanggar Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para jajaran direksi PT.
PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading. Berdasarkan pemeriksaan tersebut
telah terbukti adanya insider trading yang dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas
(mantan direktur pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur
Utama dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan
Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami yang melakukan
transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Atas
pelanggaran tersebut para pelaku dikenai sanksi administratif dan denda total sebesar Rp.
2.800.000.000,00.

2.5 Pelanggaran - Pelanggaran yang Dilakukan PT. Perusahaan Gas Negara


Dalam kasus yang berjalan selama hampir setahun ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT.
PGN mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading. Beberapa di antaranya
adalah sebagai berikut :

1. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada


Bapepam dan masyarakat tentang peristiwa material.

Dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan bahwa
perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada
masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya
pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.

Pada kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan proyek
pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan keterbukaan
informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan informasi
tertundanya gas in Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor X.K.1.
Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No. 5/1995 jo.
Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp. 35 juta

11
2. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material
tidak benar.

Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi, di antaranya sebagai
berikut:

a. memberikan informasi yang salah sama sekali


b. memberikan informasi yang setengah benar
c. memberikan informasi yangn tidak lengkap
d. sama sekali diam terhadap fakta/informasi material
Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan “misleading” bagi
investor dalam memberikan judgmentnya untuk membeliatau tidak suatu efek. Ketentuan ini
juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang pasar modal, yang menyebutkan bahwa
tiap pihak dilarang, dengan cara apapun, memberikan keterangan yang secara material tidak
benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di Bursa Efek.

Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang rencana
volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java) . Fakta itu
sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya keterangan
itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi bahwa telah
terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena itu, sudah sepatutnya dan
sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 5 miliar
kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli 2006 s.d. Maret 2007 yaitu
Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo Prijono.

3. Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading tansaksi efek PGAS

Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang dalam dari
perusahaan public yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas
Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.

12
Penjelasan Pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong
dalam:

1. Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka


2. Pemegang saham utama perusahaan terbuka
3. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usaha dengan
perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan kedudukan
disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sementara yang
merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan
usahanya, seperti nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur dan lain-lain
4. Pihak yang tidak lagi menjadi pihak sebagaimana tersebut belum lewat jangka waktu 6 bulan

Bahwa pada periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, 9 orang dalam PGAS
melakukan transaksi saham PGAS, baik direksi maupun mantan direksi. Sehingga unsur-unsur di
atas terpenuhi. Sanksi tersebut ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan pola transaksi
dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.

2.6 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip V OECD: Keterbukaan dan Transparansi

OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa perusahaan harus


terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi
yang baik dan buruk pun harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan
perusahaan. Dalam kasus diatas, PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana
apabila diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya
beberapa pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah
mengetahui masalah tersebut. Orang yang mengetahui hal ini disebut insider trading. Orang yang
mengetahui masalah perusahaan sehingga dia tahu benar bahwa perusahaan akan mengalami
penurunan nilai di masa yang akan datang. Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh
pihak pemegang saham, karena PGN takut kalau sampai masalah ini terdengar kepada pemegang
saham lain maka pemegang saham lain akan ikut menjual sahamnya dan menurunkan nilai pasar
PGN.

Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini yaitu tidak transparan
pada seluruh pemegang saham. Pertanyaan yang tepat untuk kasus ini adalah dimana peran

13
komisaris? Atau sebelumnya bagaimana peran audit internal?. Seharusnya dalam hal seperti ini
audit internal harus menjadi whistle-blower dalam penundaan proyek ini. Proyek ini bukan
hanya proyek jutaan rupiah, tapi proyek triliunan rupiah. Berarti PGN juga melanggar
pengungkapan informasi material disini.

2.7 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep431/BL/2012


tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang mengatur tentang


Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, pada poin nomor 2 tentang
bentuk dan isi laporan tahunan, laporan tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan
menganalisis laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan
material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling kurang mencakup tinjauan operasi per
segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain
mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan dan perkembangannya serta
profitabilitas. Dalam kasus tersebut dapat terlihat PT. PGN telah melakukan pelanggaran
peraturan tersebut dengan sengaja melakukan penahanan informasi material mengenai
perkembangan proyek volume gas dan komersialisai yang berpengaruh terhadap penurunan nilai
sahamnya. Hal ini menyebabkan pihak orang dalam yang telah mengetahui informasi tersebut
melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yaitu melakukan penjualan sebelum
harga saham tersebut turun atau insider trading padahal aktivitas insider trading merupakan
aktivitas yang sangat dilarang karena akan merugikan pemegang saham yang lain. Oleh karena
itu, atas pelanggaran yang dilakukan PT. PGN berhak dikenai sanksi baik administrasi maupun
denda oleh Bapepam.

14
BAB III

KESIMPULAN

Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai


ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah,
nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum.

Sumber utama tekanan untuk meningkatkan pengungkapan laporan keuangan adalah dari
komunitas keuangan dan investasi. Perusahaan Multinasional dan badan pengaturan standar
Negara dengan pasar modal yang berkembang pesat, sepeti Amerika Serikat, Inggris, Prancis,
Jerman, dan Jepang, telah memberi perhatian lebih terhadap dorongan dari pihak – pihak
tersebut.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah perusahaan yang menjadi
penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan gas
bumi dan transmisi atau transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di
seluruh wilayah usaha. Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN
Enthoven & Co. Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen Electriciteit
Maatschapij (NZ OGEM) oleh pemerintah Belanda pada tahun 1863.

Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang signifikan dimana
pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan
pada harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per
lembar saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per
lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham yang
tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi oleh pihak pengawas pasar modal

Dalam kasus yang berjalan selama hampir setahun ini, ada 3 hal yang dihadapi oleh PT.
PGN mulai dari pelanggaran prinsip keterbukaan hingga insider trading

15
OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa perusahaan harus
terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi
yang baik dan buruk pun harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan
perusahaan. Dalam kasus diatas, PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana
apabila diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya
beberapa pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah
mengetahui masalah tersebut.

Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang mengatur tentang


Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, pada poin nomor 2 tentang
bentuk dan isi laporan tahunan, laporan tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan
menganalisis laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan
material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling kurang mencakup tinjauan operasi per
segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain
mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan dan perkembangannya serta
profitabilitas.

16
DAFTAR PUSTAKA
http://fekool.blogspot.co.id/2016/05/corporate-governance-pengungkapan-dan.html
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2017/04/19/pengungkapan-dan-transparansi-
laporan-keuangan/
https://www.academia.edu/9512764/OECD_Principle_Kelima_Pengungkapan_dan_Transparansi
https://finance.detik.com/bursa-valas/871501/kasus-insider-trading-bapepam-denda-9-karyawan-
pgn-
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/156
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16312/dugaan-iinsider-tradingi-saham-pgn-
semakin-jelas

17

Anda mungkin juga menyukai