Anda di halaman 1dari 20

PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI

Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Corporate Governance oleh

dosen Juwenah, SE.,M.Sc.,Ak.,CA

Disusun Oleh

Kelompok

Fiki Dwi Hasri (115040158)

Maulidya Dinda Nurfiqri (115040176)

Yoseph Setiawan Salim (115040179)

Dea Putri Septiani (115040183)

Akuntansi 3-F

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul
“Pengungkapan dan Transpransi” dengan tepat waktu dalam memenuhi
persyaratan tugas mata kuliah Corporate Governance secara efektif dan efesien.

Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Ibu Juwenah,


SE.,M.Sc.,Ak.,CA atas bimbingan dalam menyelesaikan makalah serta semua
pihak yang telah membantu memberikan informasi mengenai Pengungkapan dan
Transparansi

Terlepas dari itu semua, karya sederhana ini tentu tidak luput dari kelemahan
dan kekurangan.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
motivasi menyusun makalah yang lebih baik lagi.Mudah-mudahan karya tulis ini
bermanfaat dan berperan positif.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Cirebon, 17 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................0

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................0

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................0

1.4 Metode Penulisan...................................................................................0

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transparansi.........................................................................0

2.2 Pengungkapan........................................................................................0

2.3 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi Di Indonesia...................0

2.4 Perbandingan Peraturan Bapepam-Lk X.K.6 Tentang Penyampaian


Laporan Emiten Atau Perusahaan Publik Dengan
Prinsip Oecd Nomor 5...........................................................................0

2.5 Insider Trading.......................................................................................0

2.6 Contoh Kasus Pengungkapan dan Transparansi pada


PT. Perusahaan Gas Negara.................................................................0

2.6.1 Profil Perusahaan........................................................................0

2.6.2 Kronologi Kasus.........................................................................0

2.6.3 Keterkaitan Kasus Dengan Prinsip V Oecd: Keterbukaan


Dan Transparansi.......................................................................0
2.6.4 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua
Bapepam-LK............................................................................0
BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan................................................................................................0

3.2 Saran.......................................................................................................0

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa


hal yang mengemukakan tentang tujuan pendirian suatu perusahaan. Tujuan
perusahaan yang pertama adalah untuk mencapai keuntungan maksimal atau laba
yang sebesar-besarnya. Tujuan perusahaan yang kedua adalah ingin
memakmurkan pemilik perusahaan atau para pemilik saham. Sedangkan tujuan
perusahaan yang ketiga adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin
pada harga sahamnya. Ketiga tujuan perusahaan tersebut sebenarnya secara
substansial tidak banyak berbeda. Hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh
masing-masing perusahaan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Prinsip transparansi mengharuskan informasi tersedia dan dapat langsung diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Prinsip
pengungkapan dan transparansi menyatakan bahwa perusahaan harus
mengungkapkan semua informasi material mengenai perusahaan secara akurat
dan tepat waktu.
Istilah pasar modal yaitu berarti suatu tempat atau sistem sebagaimana
caranya terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dana untuk capital suatu perusahaan,
merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru di
keluarkan. Dalam pasar modal terjadi transaksi-transaksi saham dari berbagai
pihak berkumpulnya orang-orang yang melakukan perdagangan. Pada transaksi
dalam pasar modal terdapat paying hokum yang mengatur di dalamnya. Pasar
modal atau bursa efek secara sederhana adalah tempat di mana bertemunya
pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu (listed stock), pembeli dan
penjual dating untuk mengadakan transaksi jual beli efek.
Pembeli dana atau modal adalah mereka baik perorangan maupun
kelembaaan atau badan usaha yang menyisihkan kelebihan dana atau uangnya
untuk usaha bersifat produktif. Sedangkan penjual modal atau dana adalah
perusahaan yang memerlukan dana atau tambahan modal untuk keperluan
usahaanya. Modal, dana atau efek yang diperjualbelikan di pasar modal atau bursa
tersebut pada umumnya berbentuk saham dan obligasi. Di Indonesia juga
diperdagangkan sertifikat danareksa.
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek sering terjadi permasalahan-
permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivasi atau tujuan
tertentu. Misalya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan atau
Disclose dipasar modal dan adanya praktek haram dalam transaksi saham dibursa
efek yaitu insider trading. Insider Trading adalah perdagangan efek yang
dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan, perdagangan
mana didasarkan atau motivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam”
yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak
pedangan insider tersebut mengharapkan akan mendapatkam keuntungan
ekonomi secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan
keuntungan jalan pintas (Short Swing Profit).

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Corporate
Governance,
b. Untuk mengetahui Pengungkapan
c. Untuk mengetahui Transparansi
d. Bagaiana kasus Inside Trading yang di alami PT Gas Negara, Tbk?
1.4 Metode Penulisan

Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah Metode Pustaka, yaitu
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif dan efisien,
serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data-data tentang topik ataupun
materi yang akan digunakan untuk karya tulis ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transparansi

Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan


sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya
mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan,
kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang
bersifat umum. Dalam tingkatan Negara, Bushman, Piotroski, dan Smith (2004)
mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu transparansi
keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keungan tingkat Negara
disusun berdasarkan intensita pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah
analisis, dan media penyebarannya.

2.2 Pengungkapan

Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa pengungkapan


yang tepat waktu dan akurat dibuat pada semua hal material mengenai
perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola
perusahaan.

1. Pengungkapan harus mencakup informasi material tentang:


a) Hasil keuangan dan operasi perusahaan.
b) Tujuan perusahaan.
c) Kepemilikan saham mayoritas dan hak suara.
d) Kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif, dan
informasi tentang anggota dewan, termasuk kualifikasi mereka,
proses seleksi, direktur perusahaan lain dan apakah mereka dianggap
independen oleh dewan.
e) Transaksi dengan pihak terkait.
f) Faktor risiko mendatang.
g) Isu mengenai karyawan dan stakeholders lainnya.
h) Struktur dan kebijakan tata kelola, khususnya isi kebijakan tata
kelola perusahaan dan proses yang diimplementasikan.
2. Informasi harus disiapkan dan diungkapkan sesuai dengan standar kualitas
akuntansi yang tinggi dan pengungkapan keuangan dan non-keuangan.
3. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan
berkualitas dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif
kepada dewan dan pemegang saham bahwa laporan keuangan cukup
mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang
material.
4. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan
berkewajiban kepada perusahaan untuk melakukan kerja profesional dalam
melakukan audit.
5. Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan akses yang adil,
tepat waktu, dan akses yang hemat biaya kepada informasi yang relevan
oleh pengguna.
6. Kerangka CG harus dilengkapi dengan pendekatan yang efektif yang
membahas dan mempromosikan penyediaan analisis atau nasihat oleh
analis, broker, lembaga pemeringkat dsb, yang relevan dengan keputusan
oleh investor, bebas dari konflik kepentingan material yang mungkin
meragukan integritas analisis atau nasihat mereka.

GCG mutlak diperlukan jika ada potensi konflik kepentingan di antara


pihak tertentu. Hal ini terjadi karena adanya asimetri informasi (information
asymmetry), yaitu keadaan di mana salah satu pihak memiliki pengetahuan yang
tidak dimiliki pihak lain. Ada dua tipe utama asimetri informasi:
a) Adverse selection: satu pihak atau lebih yang melangsungkan transaksi
usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Contoh:
informasi internal perusahaan kepada investor yang dibatasi oleh manajer.
b) Moral hazard: satu pihak atau lebih tidak dapat mengamati tindakan pihak
lain, padahal tindakan tsb mempengaruhi kepentingan semua pihak dalam
transaksi tsb. Contoh: memotivasi usaha manajer (terkait dengan
pemisahan tugas).
Biaya pengungkapan:
a) Out-of-pocket costs: biaya administrasi, bahan baku, dsb.
b) Indirect costs: biaya untuk mengungkapkan informasi kepada kompetitor
(potensial).
Perusahaan akan meningkatkan jumlah pengungkapan selama manfaat
pengungkapan melebihi biaya yang dikeluarkan.

Menurut penelitian dan bukti empiris, terdapat asosiasi negative antara:


1. Tingkat pengungkapan dan cost of equity capital. Ada dua penjelasan:
a) Peningkatan pengungkapan meningkatkan likuiditas pasar saham
dan mengurangi cost of equity capital, bisa melalui pengurangan
biaya transaksi atau peningkatan permintaan untuk saham
perusahaan.
b) Peningkatan pengungkapan mengurangi risiko estimasi yang
disebabkan estimasi investor tentang parameter return asset.
2. Tingkat pengungkapan dan cost of debt. Alasan: lenders dan underwriters
mempertimbangkan kebijakan pengungkapan perusahaan dalam estimasi
mereka tentang default risk.
Menurut Andrew Sheng (2000), manfaat pengungkapan adalah: untuk memelihara
integritas dan untuk berfungsi secara adil dan efisien, pasar perlu informasi
berkualitas tinggi, pengungkapan tepat waktu, dan akses efisien untuk informasi
tsb. Para investor butuh informasi ini untuk membuat keputusan investasi dan
untuk berdagang.

Sebenarnya tanpa regulasi pun, perusahaan memiliki insentif pribadi untuk


melakukan pengungkapan informasi. Alasan:
a) Perusahaan mengadakan kontrak dengan berbagai pihak. Kontrak ini perlu
informasi untuk mengawasi apakah hak dan kewajiban tiap pihak sudah
terpenuhi.
b) Tekanan pasar (pasar modal dan tenaga kerja). Manajer yang berkinerja
baik akan dinilai tinggi oleh pasar, apalagi jika manajer bisa meningkatkan
nilai perusahaan.
2.3 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi Di Indonesia
Berdasarkan pada Jurnal Corporate Governance, Disclosure and Its
Evidence in Indonesia yang dibuat oleh Siddharta Utama, pengungkapan pada
emiten di Indonesia pada awalnya berdasarkan pada PP no. 64 tahun 1999 tentang
Laporan Tahunan. Menurut peraturan tersebut pengungkapan hanya boleh
dilakukan oleh perusahaan listed saja, sehingga akhirnya muncul peraturan baru
yang mengharuskan semua perusahaan, termasuk yang tidak listed harus diaudit
dan diungkapkan laporan keuangannya apabila memiliki nilai aset atau aset bersih
melebihi Rp. 25.000.000.000. Selain itu, tertera juga dalam peraturan Bapepam-
LK VIII.G.2. pengungkapan laporan tahunan meliputi:
1. Deskripsi umum, yang berisi profil perusahaan, produk, sistem organisasi
dan lainnya.
2. Deskripsi khusus, yang berisi mengenai informasi saham, nilai aset,
kebijakan dividen, dan lainnya.
3. Ringkasan mengenai data keuangan yang meliputi perbandingan penjualan
selama 5 (lima) tahun, laba kotor, laba operasi, laba bersih, EPS, dan
analisa laporan keuangan lainnya.
4. Diskusi dan analisis manajemen, yang berisi tentang analisis dan informasi
yang berpotensi material yang terjadi sejak laporan tahun lalu.
5. Laporan Keuangan, penyajian laporan keuangan berdasarkan standar yang
berlaku.
Kemudian Herwidiyatmo mengusulkan agar detail pengungkapan harus
sesuai dengan standar internasional, seperti hal-hal yang menyangkut kepentingan
minority shareholder. Agar tidak terjadi adanya benturan kepentingan maka
dibutuhkan persetujuan oleh pemilik saham minoritas. Penerapan ini pertama kali
diikuti oleh 22 perusahaan yang listed dan pedoman yang digunakan berdasarkan
peraturan Bapepam, Regulasi Industri, dan Standar akuntansi yang berlaku umum.
Dalam perkembangan pengungkapan laporan tahunan pada bank di
Indonesia, terutama bank sentral (Bank Indonesia), pengungkapan tidak hanya
ditujukan pada publik saja, namun juga diungkapkan di bank-bank yang
beroperasi di Indonesia. Informasi yang diungkapkan adalah : 1) Informasi umum,
yang berisi mengenai profil emiten (struktur, produk, pemilik dan lainnya); 2)
Laporan Keuangan 2 tahun terakhir, yang berisi laporan audit, neraca, laporan rugi
laba, laporan perubahan modal, arus kas, komitmen dan kontijensi, dan catatan
atas laporan keuangan; 3) Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu berisi analisis
kredit, persentase kredit nasabah, kredit relasi, kredit yang kolektif, dan loan dari
dalam dan luar negeri.
Berdasarkan studi, skor (level) pengungkapan perusahaan listed yang ada
di Indonesia masih dibawah 60%. Hal ini berarti syarat-syarat pemenuhan
pengungkapan berdasarkan peraturan Bapepam-LK masih rendah, dan dibutuhkan
perhatian khusus mengenai hal ini. Lebih menarik, ternyata auditor memainkan
peran juga dalam menentukan skor (level) pengungkapan ini. Skor pengungkapan
akan makin rendah pada saat emiten berganti dengan auditor yang baru. Dalam
hal ini, pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang penting
dalam menunjukkan identias perusahaan yang sebenarnya.

2.4 Perbandingan Peraturan Bapepam-Lk X.K.6 Tentang Penyampaian


Laporan Emiten Atau Perusahaan Publik Dengan Prinsip Oecd Nomor 5
Berdasarkan Prinsip OECD no 5, tranparansi pengungkapan perusahaan
meliputi seluruh elemen, yaitu laporan keuangan dan hasil operasi perusahaan,
tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan hak suara, transaksi dengan
pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan, hal-hal penting
berkaitan dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan struktur dan
kebijakan tata kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman atau kebijakan
tata kelola perusahaan dan penerapannya. Baik itu hal yang bersifat keuangan
maupun non-keuangan.
Merujuk pada peraturan Bapepam-LK X.K.6, pengungkapan laporan bagi
emiten adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan umum

b. Ikhstisar data keuangan penting

c. Laporan Dewan Komisaris

d. Laporan direksi

e. Profil perusahaaan

f. Analisis dan pembahasan manajemen

g. Tata kelola perusahaan

h. Tanggung jawab sosial perusahaan

i. Laporan keuangan tahunan yang diaudit

j. Tanda tangan dewan komisaris dan direksi


Hampir semua elemen sudah sesuai dengan prinsip OECD yang ke-5.

2.5 Insider Trading


Insider trading merupakan istilah teknis yang hanya dikenal dalam pasar
modal. Istilah tersebut mengacu kepada praktek di mana orang dalam (corporate
insider), melakukan transaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif
yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor.
Praktek insider trading bertentangan dengan prinsip keterbukaan.
Keterbukaan merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan yang menjual
sahamnya melalui bursa efek. Prinsip keterbukaan (disclosure principle)
merupakan sesuatu yang harus ada, baik untuk kepentingan pengelola bursa
(BEJ), pengawas (Bapepam), dan calon investor. Oleh karena itu, dapat ditentukan
bahwa perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek insider trading apabila
memenuhi tiga unsur minimal yaitu:
a. Adanya orang dalam (insider);
b. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum di
disclosed (unpublished inside information);
c. Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan informasi material
yang belum tersedia untuk umum tersebut (insider trading).
Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien. Dampak
negative insider trading adalah:
a) Pembentukan harga yang tidak fair. Pembentukan harga tersebut
disebabkan kurangnya informasi yang merata yang dimiliki para pelaku
bursa, artinya hanya dimiliki oleh orang dalam atau sekelompok orang
tertentu yang mempunyai akses terhadap orang dalam.
b) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya kepercayaan
investor terhadap bursa akan menyebabkan perubahan kebijakan
investasinya dan akhirnya bursa tidak lagi dianggap sebagai alternatif
sumber pembiayaan yang menguntungkan.
c) Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena ambiguitas dan
rendahnya reliabilitas informasi yang mengemuka, sehingga menghambat
perkembangan pasar modal yang pada akhirnya dapat memperlambat
pertumbuhan ekonomi karena menurunnya minat investasi.
d) Memperburuk citra emiten. Hilangnya kepercayaan investor terhadap
emiten merupakan salah satu penyebab hilangnya image positif investor,
dan apabila hal tersebut terjadi maka sulit bagi emiten merebut kembali
simpati masyarakat. Hal ini berdampak negatif secara luas dari aspek
ekonomis, sumber daya serta pangsa pasar yang ada.
e) Kerugian bagi investor. Kerugian tersebut disebabkan karena investor
membeli efek pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang
murah, sehingga investor merasa dirugikan dan tidak mendapatkan
perlindungan.
f) Menurunkan nilai perusahaan yang tercermin dari turunnya harga.
g) Mencegah pembeli potensial dari better deal on the stock.
h) Menurunkan likuiditas saham maupun likuiditas pasar.

2.6 Contoh Kasus Pengungkapan dan Transparansi pada PT. Perusahaan


Gas Negara
2.6.1 Profil Perusahaan
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah
perusahaan yang menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang
usaha yaitu distribusi atau penjualan gas bumi dan transmisi atau transportasi
gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di seluruh wilayah usaha.
Usaha distribusi meliputi pembelian gas bumi dari pemasok dan penjualan gas
bumi melalui jaringan pipa pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga, dan
komersial. Sedangkan usaha transmisi merupakan kegiatan pengangkutan
(transportasi) gas bumi melalui pipa transmisi dari sumber-sumber gas ke
pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN
Enthoven & Co. Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese
Gasen Electriciteit Maatschapij (NZ OGEM) oleh pemerintah Belanda pada
tahun 1950. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia mengambil alih
kepemilikan perusahaan dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan
Peralihan Listrik dan Gas (P3LG). Seiring dengan perkembangan pemerintahan
Indonesia, pada tahun 1961 status perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
19/1965, perusahaan ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai
Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah status hukumnya dari
Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah itu,
status perusahaan berubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki
oleh negara beradasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta
pendirian perusahaan No. 486 tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan
status perserosn yang berubah menjadi perusahaan terbuka, anggaran dasar
perusahaan diubah dengan Akta Notaris No. 5 tanggan 13 November 2003,
yang antara lain berisi tentang perubahan struktur permodalan. Pada tanggal 5
Desember 2003.
Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar
Modal untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada masyarakat
sebanyak 1.296.296.000 saham, yang terdiri dari 475.309.000 dari divestasi
saham Pemerintah Republik Indonesia, pemegang saham perseroan dan
820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi perseroan diganti menjadi
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saham perusahaan telah tercatat di
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003
dengan kode transaksi perdagangan ‘PGAS’.
2.6.2 Kronologi Kasus
Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang
signifikan dimana pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan
Rp.10.850,- per lembar saham, dan pada harga penutupan perdagangan jatuh ke
harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %). Kemudian pada tanggal 11
Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar
saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp.
7.400,- per lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %).
Atas penurunan saham yang tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya
investigasi oleh pihak pengawas pasar modal. Kemudian ditemukan indikasi
bahwa PT. PGN terlambat menyampaikan informasi yang material yakni
koreksi atas rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari
(paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain itu, juga
dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang
semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret
2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat di
release tersebut ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN.
Informasi tentang penurunan volume gas sudah diketahui oleh manajemen PGN
sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi tertundanya gas in sejak
tanggal 18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari 2007.
Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material
dan dapat mempengaruhi harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari
penurunan harga saham pada tanggal 12 Januari 2007.
Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk mensuspend saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari 2007.
Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk menindaklanjuti kasus
tersebut. Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan
penurunan harga saham yang tidak wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan
yang telah dilakukan melalui review atas dokumen-dokumen dan terhadap
jajaran direksi PT. PGN, akuntan publiknya, dan koordinator pelaksana proyek
dan manajer proyek SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS telah
melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan
Peraturan Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera
Diumumkan Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan
atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh Perusahaan Efek Anggota
Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi sebesar Rp.
35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi selama
35 hari atas pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan
Bapepam Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera
Diumumkan Kepada publik. Dan juga memberikan sanksi denda sebesar Rp.
5.000.000.000,00 kepada direksi dan mantan direksi PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk yang menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret 2007
atas pelanggaran tentang pemberian keterangan yang secara material tidak
benar yang melanggar Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para
jajaran direksi PT. PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut telah terbukti adanya insider trading yang
dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas (mantan direktur
pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur
Utama dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris
perusahaan), Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan
Thohir Nur Ilhami yang melakukan transaksi saham pada periode 12 September
2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Atas pelanggaran tersebut para pelaku
dikenai sanksi administratif dan denda total sebesar Rp. 2.800.000.000,00.
2.6.3 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip V OECD: Keterbukaan dan
Transparansi
OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa
perusahaan harus terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan.
Tidak hanya masalah, ekspektasi yang baik dan buruk pun harus dijelaskan
secara terbuka pada pemangku kepentingan perusahaan. Dalam kasus diatas,
PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana apabila
diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang
sebenarnya beberapa pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian
dari mereka sudah mengetahui masalah tersebut. Orang yang mengetahui hal ini
disebut insider trading. Orang yang mengetahui masalah perusahaan sehingga
dia tahu benar bahwa perusahaan akan mengalami penurunan nilai di masa yang
akan datang. Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh pihak pemegang
saham, karena PGN takut kalau sampai masalah ini terdengar kepada pemegang
saham lain maka pemegang saham lain akan ikut menjual sahamnya dan
menurunkan nilai pasar PGN.
Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini yaitu
tidak transparan pada seluruh pemegang saham. Pertanyaan yang tepat untuk
kasus ini adalah dimana peran komisaris? Atau sebelumnya bagaimana peran
audit internal?. Seharusnya dalam hal seperti ini audit internal harus menjadi
whistle-blower dalam penundaan proyek ini. Proyek ini bukan hanya proyek
jutaan rupiah, tapi proyek triliunan rupiah. Berarti PGN juga melanggar
pengungkapan informasi material disini.
2.6.4 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:
Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik.
Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang
mengatur tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan
Publik, pada poin nomor 2 tentang bentuk dan isi laporan tahunan, laporan
tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan menganalisis laporan
keuangan dan informasi penting lainnya dengan penekanan pada perubahan
material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu paling kurang mencakup tinjauan
operasi per segmen operasi sesuai dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan
Publik, antara lain mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan
dan perkembangannya serta profitabilitas. Dalam kasus tersebut dapat terlihat PT.
PGN telah melakukan pelanggaran peraturan tersebut dengan sengaja melakukan
penahanan informasi material mengenai perkembangan proyek volume gas dan
komersialisai yang berpengaruh terhadap penurunan nilai sahamnya. Hal ini
menyebabkan pihak orang dalam yang telah mengetahui informasi tersebut
melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yaitu melakukan
penjualan sebelum harga saham tersebut turun atau insider trading padahal aktivitas
insider trading merupakan aktivitas yang sangat dilarang karena akan merugikan
pemegang saham yang lain. Oleh karena itu, atas pelanggaran yang dilakukan PT.
PGN berhak dikenai sanksi baik administrasi maupun denda oleh Bapepam.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi permasalahan-


permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivsi atau tujuan
tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan atau
disclose dipasar modal dana adanya praktek haram dalam transaksi saham di bursa
efek yaitu insider trading, yaitu adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh
mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan, perdagangan mana didasarkan
atau motivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam” yang penting dan
belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedangan insider
tersebut mengharapkan akan mendapatkam keuntungan ekonomi secara pribadi,
langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalan pintas
(Short Swing Profit).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

OECD Principle 5

Rachmat, Dani dkk. 2015. Tata Kelola Perusahaan Mengenai Pengungkapan


Dan Transparansi Analisis Kasus PT. Perusahaan Gas Negara (Persero).
Makalah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Jakarta: tidak
diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai