Anda di halaman 1dari 7

Analisis Kasus Laporan Keuangan

PT Garuda Indonesia

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

1. AFRINANDA TRISTISURO YUSUF PRATAMA (01) 1302190317

2. ARILDA JELINE (03) 1302190574

3. DZAKI DEYA MUSYAFFA KHOIRI (11) 1302191074

4. FEBRI ELISABETH (14) 1302191001

5. MUHAMMAD SYAUQI PRASTIZSO (21) 1302191653

6. YASSAR RAMADHAN RAHMA TULLAH (29) 1302190317

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN TAHUN AJARAN 2020/2021


I. ASAL USUL MASALAH LAPORAN KEUANGAN PT GARUDA INDONESIA
(Persero) Tbk

Garuda Indonesia saat ini melayani lebih dari 60 destinasi di seluruh dunia dan
berbagai lokasi eksotis di Indonesia. Sebagai maskapai pembawa bendera bangsa dan
demi mempersembahkan layanan penerbangan full service terbaik, Garuda Indonesia
memberikan pelayanan terbaik melalui konsep layanan “Garuda Indonesia Experience”
pada seluruh touch point layanan penerbangannya yang mengadaptasi nuansa “Indonesian
Hospitality” dengan menghadirkan keramahtamahan dan kekayaan budaya khas Indonesia.
Garuda Indonesia Group mengoperasikan 210 armada pesawat sebagai jumlah keseluruhan
dengan rata-rata usia armada di bawah lima tahun. Adapun Garuda Indonesia sebagai
mainbrand saat ini mengoperasikan sebanyak 142 pesawat sedangkan Citilink
mengoperasikan sebanyak 68 armada.

Kasus terjadi mulai dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku
2018. Dalam laporan keuangan tersebut, Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih
sebesar USD 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS).
Angka ini melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi USD 216,5 juta. Namun
laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik, lantaran dua komisaris Garuda Indonesia
yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria (saat ini sudah tidak menjabat), menganggap
laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK).

Pasalnya, Garuda Indonesia memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero


Teknologi yang memiliki utang kepada maskapai berplat merah tersebut. PT Mahata Aero
Teknologi sendiri memiliki utang terkait pemasangan wifi yang belum dibayarkan. Pada 30
April 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil jajaran direksi Garuda Indonesia terkait
kisruh laporan keuangan tersebut. Pertemuan juga dilakukan bersama auditor yang
memeriksa keuangan GIAA, yakni KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan
(Member of BDO Internasional). Di saat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
mengaku belum bisa menetapkan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata
Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International). KAP merupakan auditor
untuk laporan keuangan tahun 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menuai
polemik. Kendati sudah melakukan pertemuan dengan auditor perusahaan berkode saham
GIAA itu, namun Kemenkeu masih melakukan analisis terkait laporan dari pihak auditor.
OJK meminta kepada BEI untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran atau perbedaan
pendapat mengenai pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan Garuda 2018. Selain
OJK, masalah terkait laporan keuangan maskapai Garuda ini juga mengundang tanggapan
dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.

Garuda Indonesia akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi setelah laporan


keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya. Maskapai berlogo burung Garuda ini mengaku
tidak akan melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018 yang dinilai tidak sesuai
karena memasukan keuntunga dari PT Mahata Aero Teknologi. Kisruh laporan keuangan
Garuda Indonesia ini juga menyeret nama Mahata Aero Teknologi. Pasalnya, Mahata
sebuah perusahaan yang baru didirikan pada tanggal 3 November 2017 dengan modal tidak
lebih dari Rp10 miliar dinilai berani menandatangani kerja sama dengan Garuda Indonesia.
Dengan menandatangani kerja sama dengan Garuda, Mahata mencatatkan utang sebesar
USD239 juta kepada Garuda, dan oleh Garuda dicatatkan dalam Laporan Keuangan 2018
pada kolom pendapatan. Sebulan kemudian, Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Jajaran Direksi ini dimintai
keterangan oleh komisi VI DPR mengenai kisruh laporan keuangan tersebut. Dalam
penjelasannya, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra
mengatakan, latar belakang mengenai laporan keuangan yang menjadi sangat menarik
adalah soal kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi, terkait penyediaan layanan WiFi
on-board yang dapat dinikmati secara gratis.

Kerja sama yang diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih
berbentuk piutang sebesar USD 239.940.000 dari Mahata. Dari jumlah itu, USD 28 juta
diantaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.

Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP Tanubrata Sutanto Fahmi


Bambang & Rekan (Member of BDO International) terkait laporan keuangan tahun 2018
milik Garuda. KAP ini merupakan auditor untuk laporan keuangan emiten berkode saham
GIAA yang menuai polemik.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, berdasarkan hasil pertemuan


dengan pihak KAP disimpulkan adanya dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar
akuntansi. Kementerian Keuangan juga masih menunggu koordinasi dengan OJK terkait
penetapan sanksi yang bakal dijatuhkan pada KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang &
Rekan (Member of BDO Internasional), yang menjadi auditor pada laporan keuangan
Garuda Indonesia tahun 2018.

BEI selaku otoritas pasar modal kala itu masih menunggu keputusan final dari OJK terkait
sanksi yang akan diberikan kepada Garuda. Manajemen bursa saat itu telah berkoordinasi
intens dengan OJK. Namun BEI belum membeberkan lebih lanjut langkah ke depan itu dari
manajemen bursa.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya Garuda Indonesia dikenakan sanksi dari berbagai
pihak. Selain Garuda, sanksi juga diterima oleh auditor laporan keuangan Garuda Indonesia,
yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.

Untuk Auditor, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sanksi pembekuan izin selama
12 bulan. Selain itu, OJK juga akan mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan
Komisaris dari Garuda Indonesia. Mereka diharuskan patungan untuk membayar denda
Rp100 juta.

Selain itu ada dua poin sanksi lagi yang diberikan OJK. Yakni, Garuda Indonesia harus
membayar Rp100 Juta. Selain itu, masing-masing Direksi juga diharuskan membayar Rp100
juta.

Selain sanksi dari Kementerian Keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan, Garuda
Indonesia juga kembali diberikan sanksi oleh Bursa Efek Indonesia. Adapun sanksi tersebut
salah satunya memberikan sanksi sebesar Rp250 juta kepada maskapai berlambang
burung Garuda itu.

II. ACCOUNTING ANALYSIS

Kegiatan utama (Core Business) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

1. Angkutan udara niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam
negeri dan luar negeri;
2. Jasa angkutan udara niaga tidak berjadwal untuk penumpang, barang dan
pos dalam negeri dan luar negeri;
3. Reparasi dan pemeliharaan pesawat udara, baik untuk keperluan sendiri
maupun untuk pihak ketiga;
4. Jasa penunjang operasional angkutan udara niaga, meliputi katering dan
ground handling baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
5. Jasa layanan sistem informasi yang berkaitan dengan industri penerbangan,
baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
6. Jasa layanan konsultasi yang berkaitan dengan industri penerbangan;
7. Jasa layanan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan industri
penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
8. Jasa layanan kesehatan personil penerbangan, baik untuk keperluan sendiri
maupun untuk pihak ketiga.

Penilaian Fleksibilitas Akuntansi

Laporan keuangan idealnya menggambarkan kondisi suatu perusahaan pada periode


tertentu. Laporan yang berisi laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan posisi
keuangan pada awal periode komparatif ini biasanya digunakan sebagai acuan pengambilan
keputusan. Dengan melihat laporan keuangan, kita bisa tahu bagaimana prospek
perusahaan di masa depan, analisis kinerja manajemen perusahaan serta memprediksi arus
kas yang akan datang. Laporan keuangan mencerminkan keberhasilan atau kegagalan
suatu perusahaan dalam mencapai target profitable. Perusahaan maskapai nasional
Indonesia, Garuda Indonesia tersandung skandal laporan keuangan. Pasalnya, Garuda
Indonesia berhasil membukukan laba bersih setelah merugi pada kuartal sebelumnya.
Keganjilan ini menimbulkan polemik bagi Garuda Indonesia.

Garuda Indonesia mengakui piutang dari PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait pemasangan
wifi sebagai laba perusahaan yang menyebabkan laporan keuangan 2019 mengalami
keuntungan karena apabila tanpa pengakuan pendapatan ini maka perseroan akan
mengalami kerugian 244,95 juta dolar AS. Hal ini dikarenakan Manajemen PT Garuda
Indonesia menganggap memasukan piutang sebagai pendapatan tidak melanggar PSAK
23.
PSAK Nomor 23 tentang Pendapatan menyatakan bahwa “Pendapatan adalah arus masuk
bruto dari manfaat ekonomi yg timbul dari aktivitas normal entitas selama periode jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal”.

Dalam PSAK 23, pendapatan terdiri dari:

1. Penjualan barang;
2. Penjualan jasa;
3. Bunga, royalti dan dividen

Pengakuan masing-masing jenis pendapatan menurut PSAK adalah:

1. Paragraf 14 PSAK 23 menyatakan bahwa “Pendapatan dari penjualan barang


diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
○ Entitas telah memindahkan resiko dan manfaat kepemilikan barang
secara signifikan kpd pembeli;
○ Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait
dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian
efektif atas barang yang dijual;
○ Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal;
○ Kemungkinan besar manfaat ekonomik yang terkait dengan transaksi
tersebut akan mengalir ke entitas; dan
○ Biaya yg terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi
penjualan tersebut dapat diukur dengan andal”.

Apabila salah satu dari kelima syarat tersebut tidak terpenuhi dalam suatu transaksi
penjualan, maka entitas tidak dapat mengakuinya sebagai suatu pendapatan.

Evaluasi Strategi Akuntansi

Laporan keuangan konsolidasian Grup disusun sesuai dengan Standar

Akuntansi Keuangan di Indonesia dan peraturan yang ditetapkan oleh

Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) No. VIII.G.7 mengenai pedoman Penyajian

dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.

Dalam hal ini ada perubahan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan diantaranya :

a. Amandemen PSAK 1 “Penyajian Laporan Keuangan”


b. Amandemen PSAK 25 “Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi

Akuntansi dan Kesalahan”

c. PSAK 71 (2017) “Instrumen Keuangan”

d. PSAK 72 (2017) “Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan”

e. PSAK 73 (2017) “Sewa”

Standar Akuntansi Keuangan diatas dapat berlaku efektif mulai 1

Januari 2020. Dalam hal ini penerapan dini untuk PSAK 73 diperbolehkan

hanya jika entitas telah menerapkan PSAK 72. Pada tanggal 31 Desember

2019, Grup masih mempelajari dampak yang mungkin timbul dari penerapan

standar dan interpretasi baru/revisi yang telah diterbitkan namun belum

berlaku efektif di atas serta pengaruhnya pada laporan keuangan

kosolidasian Grup.

Identifikasi Redflags

Berikut Redflags dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk :

● Performa keuangan buruk

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, perseroan mengalami rugi


bersih sebesar US$1,07 miliar atau Rp16,03 triliun. Posisi tersebut berbanding
terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih
US$122,42 juta. Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal pada kuartal
III/2020 tercatat sebesar US$917,28 juta atau Rp13,69 triliun, jauh dibawah
perolehan kuartal III/2019 sebesar US$2,79 miliar. Penerimaan perusahaan dari
sektor penerbangan tidak berjadwal juga anjlok cukup dalam. Perusahaan hanya
mampu mencetak pendapatan US$46,92 juta berbanding torehan kuartal III/2019
senilai US$249,91 juta. Total pendapatan Garuda Indonesia pun mencapai US$1,13
miliar per September 2020 atau Rp16,98 triliun, turun dari US$3,54 miliar pada
kuartal III/2019.

● Laporan audit tidak wajar


Kejadian janggal pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
pada tahun buku 2018 membukukan laba bersih sebesar USD 809,85 ribu
atau setara Rp 11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Angka ini
melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi USD 216,5 juta.
Namun Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang &
Rekan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

● Pelaporan keuangan tidak wajar

Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk dianggap melakukan manipulasi


penyajian laporan keuangan. Garuda Indonesia berhasil mencatatkan laba bersih di
2018 setelah sebelum bertubi-tubi merugi. Namun itu karena adanya piutang yang
diakui sebagai pendapatan. Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23.

Kesimpulan Analisis Akuntansi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Berdasarkan analisis akuntansi yang telah dilakukan, laporan keuangan PT


Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak sesuai Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
nomor 23 tentang pengakuan pendapatan. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
mengakui adanya piutang sebagai pendapatan. Akibat tidak sesuainya pelaporan
keuangan tersebut, laporan keuangan yang dihasilkan pun menjadi tidak wajar,
performa keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk selalu membukukan
kerugian dari tahun ke tahun namun seketika pada tahun buku 2019 membukukan
keuntungan yang signifikan. Selain itu opini yang diberikan oleh auditor tidak sesuai
dengan semestinya.

Anda mungkin juga menyukai