Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO

“DIVERSIFIKASI”

Dosen Pengampu:
Drs. R. Hendri Gusaptono, MM

Disusun Oleh:
1. Iffa Karimah 141190021
2. Faidin Joko Nur Rochman 141190032
3. Dadan Kurniawan Febriana 141190081
4. Endah Nur Saputri 141190166

Kelompok 2 / EM-A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Manajemen Risiko yang berjudul “Diversifikasi” sesuai waktu yang telah ditentukan.

Kami berterima kasih kepada Drs. R. Hendri Gusaptono, MM., selaku dosen mata
kuliah Manajemen Risiko yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
menyumbangkan pikirannya dalam makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 21 April 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Efek Diversifikasi Portofolio ....................................................................................... 3
2.1.1 Aset yang Independen ........................................................................................ 3
2.1.2 Aset yang Tidak Independen .............................................................................. 5
2.1.3 Risiko Total, Risiko Sistematis, dan Risiko Tidak Sistematis ........................... 6
2.1.4 Ilustrasi Risiko yang Bisa dan yang Tidak Bisa Didiversifikasikan .................. 7
2.1.5 Dekomposisi Risiko Total .................................................................................. 8
2.2 Pertimbangan Lain ..................................................................................................... 10
2.2.1 Skala Ekonomi ................................................................................................. 10
2.2.2 Skop Ekonomi (Economies of Scope) ............................................................. 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 17
3.2 Saran .......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan investasi di era modern ini dapat dengan mudah dilakukan karena
distribusi informasi yang menunjang kegiatan investasi lebih cepat dan akurat.
Investasi sendiri dapat dilakukan pada berbagai jenis instrumen investasi dengan
risiko dan tingkat pengembalian tertentu. Namun sebelum melakukan investasi,
investor harus menentukan strateginya terlebih dahulu agar nantinya investasi dapat
mencapai tujuan yang diharapkan investor.
Investasi sendiri mempunyai ciri tertentu yaitu selalu diikuti dengan adanya
risiko. Risiko dalam melakukan investasi ada yang disebut risiko sistematis, risiko
tidak sistematis dan risiko total. Risiko total merupakan akumulasi dari risiko
sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sendiri sebenarnya masih dapat dikurangi
dengan catatan risiko tersebut adalah risiko yang tidak sistematis. Salah satu cara
untuk mengurangi risiko yang ditanggung investor adalah dengan melakukan
diversifikasi. Membentuk suatu portofolio bertujuan untuk melakukan diversifikasi
investasi pada aset yang berbeda dalam sebuah investasi, sehingga return portofolio
dapat dimaksimalkan dan risiko dapat diminimalkan (Asgari et al., 2017).
Salah satu hal yang masih sering menjadi masalah bagi investor adalah
bagaimana membentuk portofolio yang optimal agar nantinya tingkat pengembalian
investasi yang didapatkan sesuai dengan harapan investor. Hal tersebut terjadi karena
investor belum memahami bagaimana menentukan dan membentuk portofolio saham
yang optimal, sehingga investasi yang dilakukan hanya akan membuat investor
merugi di kemudian hari, padahal seorang investor dapat membentuk portofolio yang
optimal jika mereka mengetahui bagaimana tingkat risiko dari masing-masing saham
yang kemudian risiko tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan diversifikasi
portofolio. Investor yang umum tidak mempunyai informasi dan kompetensi yang cukup
untuk memahami seluk beluk dari pasar saham (Kumar and Kumar, 2014). Dengan
persiapan dan analisis yang matang, investor tidak perlu khawatir mengenai investasi
yang akan dilakukan, karena berbagai informasi telah dikumpulkan dan berbagai
skenario telah disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi di masa
mendatang

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek diversifikasi portofolio terhadap risiko?
2. Apa yang dimaksud dengan aset independen dan aset tidak independen?
3. Bagaimana meminimalkan risiko dengan diversifikasi portofolio?
4. Apa saja jenis strategi diversifikasi risiko?
5. Apa saja contoh kasus diversifikasi risiko?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan diversifikasi investasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui efek diversifikasi portofolio terhadap risiko.
2. Untuk mengetahui aset independen dan aset tidak independent.
3. Untuk mengetahui cara meminimalkan risiko dengan diversifikasi portofolio.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis strategi diversifikasi risiko.
5. Untuk mengetahui contoh kasus diversifikasi risiko.
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan diversifikasi investasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Efek Diversifikasi Portofolio


Untuk melihat bagaimana diversifikasi bisa mengurangi risiko, kita memulai
dengan membicarakan efek diversifikasi dengan kerangka statistik. Bagian pertama
membicarakan efek diversifikasi dalam situasi aset yang independen, kemudian
diteruskan dengan efek diversifikasi dalam situasi aset yang tidak independen.
2.1.1 Aset yang Independen
Misalkan kita mempunyai portofolio dengan N aset yang independen satu
sama lain. Risiko aset diukur dengan standar deviasi, sehingga tingkat keuntungan
aset yang diharapkan dan risiko aset tersebut adalah:
Tingkat keuntungan yang diharapkan : E(Ri) = (R1), …., (RN)
Risiko aset : σi = σ1, …, Σn
Misalkan aset tersebut mempunyai ukuran yang sama satu sama lainnya, tingkat
keuntungan yang diharapkan untuk portofolio tersebut dan risikonya adalah:
E (Rp) = (1/N) R1 + ….. + (1/N) RN
= (R1 + …. + RN)/N
σp2 = (1/N)2 σ12 +…+ (1/N)2 σN2 + 2 (1/N) (1/N) σ12 +….+ 2(1/N) (1/N) σij
dimana i ≠ j
Keterangan : E (Rp) = tingkat keuntungan yang diharapkan untuk portofolio
R1...N = tingkat keuntungan aset 1 sampai N
σp 2 = varian portofolio atau standar deviasi dikuadratkan
σij = kovarian antara saham i dengan j
N = jumlah aset
Karena aset tersebut independen satu sama lain, maka kovarian antar aset sama
dengan nol. Dengan demikian formula di atas bisa disederhanakan lagi menjadi:
σP2 = (1/N)2 σ12 + …+ (1/N)2 σN2
σP2 = (1/N)2 (σ12 + … + σN2)
Misalkan aset tersebut sama satu sama lainnya (identically distributed), maka
risiko tersebut sama, dan bisa dituliskan sebagai bcrikut:
σ12 = σ22 = σN2 = σ2
sehingga risiko portofolio dapat dituliskan sebagai berikut:
σP2 = (1/N)2 (Nσ12)
3
σP2 = (σ2 / N)
Risiko portofolio (diukur melalui variannya) adalah varian aset individual
dibagi dengan jumlah aset (N) dalam portofolio. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa jika N menjadi semakin besar, maka risiko portofolio akan semakin turun.
Jika N mendekati tidak terhingga (N→∞), maka risiko portofolio akan menjadi nol.
Dengan kata lain, kita mempunyai portofolio dengan tingkat keuntungan yang pasti
(tidak ada kemungkinan penyimpangan).
Misalkan kita akan melakukan investasi di suatu aset. Distribusi perolehan aset
tersebut terlihat berikut ini:
Tabel 14.1. Perhitungan Standar Deviasi
Probabilitas Keuntungan (Rp) (3) = (1) × (2) (4) = (1) × ((3) – 475))2
(1) (2)
A 0.25 200 50 18.906,25
B 0.5 500 250 312,5
C 0.25 700 175 12.656,25
1,00 475 31,875
Standar Deviasi = 1,785,357

Jika tahun depan kondisi ekonomi baik (kondisi A) dengan probabilitas 0,25,
maka tingkat keuntungan investasi tersebut adalah Rp700. Ada tiga kondisi yaitu
sedang (13), dan jelek (C). Tingkat keuntungan yang diharapkan bisa dilihat pada
kolom (3), yaitu sebesar 475. Perhitungan varian diperoleh pada kolom (4) baris
kedua dari bawah yaitu 31.875. Standar deviasi adalah akar dari 31.875 yaitu =
178,5.
Tabel berikut ini menunjukkan efek diversifikasi, risiko dengan satu aset,
kemudian portofolio dimulai dengan 10 aset sampai dengan jumlah aset yang tidak
terhingga.
Tabel 14.2. Efek Diversifikasi (Aset Independen)
Jumlah Aset Risiko Risiko
(Standar Deviasi) (Varian)
1 178,5357 31.875
10 17,85357 3.187,5
100 1,785357 318,75

4
1000 0,178536 31,875
10000 0,017854 3,1875
100000 0,001785 0,31875
Tidak Terhingga 0 0

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jika aset independen satu sama lain,
risiko akan cenderung nol jika kita memperluas aset menjadi tidak terhingga
jumlahnya. Bagan berikut ini menggambarkan hasil pada tabel di atas.

2.1.2 Aset yang Tidak Independen


Kembali ke permasalahan di muka, yaitu kita mempunyai portofolio yang
terdiri dari N aset, tetapi aset tersebut berkaitan (berkorelasi, atau tidak independen)
satu sama lain. Kita ingin melihat tingkat keuntungan yang diharapkan dan risiko
dari portofolio tersebut. Sama seperti sebelumnya, aset-aset tersebut mempunyai
ukuran yang sama, distribusi yang sama, dengan risiko yang sama.
Tingkat keuntungan dan risiko bisa dituliskan sebagai berikut:
E (RP) = (1/N) R1 + … + (1/N) RN
= (R1 + … + RN) / N
σP2 = (1/N)2 σ12 + … + (1/N)2 σN2 + 2(1/N) (1/N) σ12 + … + 2 (1/N) (1/N) σij
dimana i ≠ j
Perhatikan bahwa karena aset-aset tersebut tidak independen satu sama lain,
maka ada kovarian atau korelasi antaraset. Karena itu, term kedua (yang memuat
kovarian antaraset) tidak bisa dihilangkan. Risiko portofolio dalam situasi adalah
penjumlahan dari varian setiap aset dengan kovarian antaraset. Bagan berikut
membantu visualisasi risiko portofolio tersebut.

5
2.1.3 Risiko Total, Risiko Sistematis, dan Risiko Tidak Sistematis
Teori portofolio yang dikembangkan oleh Markowitz (1952, 1959), Sharpe (1963,
1964), Lintner (1965), dan lainnya, memberikan pandangan baru mengenai
karakteristik risiko dan portofolio. Markowitz mengembangkan model dua pa
rameler, yailu rata-rata keuntungan (men, dan deviasi standar dari mean
keuntungan tersebut. Rata-rata tingkat keuntungan merupakan tingkat keuntungan
yang diharapkan, sedangkan deviasi standar merupakan indikator risiko. Semakin
besar deviasi standar, semakin besar risiko suatu investasi. Melalui dua parameter
tersebut Markowitz bisa menunjukkan bahwa diversifikasi bisa mengurangi risiko,
portofolio yang efisien (efficient set atau portofolio yang optimal) bisa dibentuk.
Sharpe (1963) mengembangkan model indeks tunggal Dengan menggunakan
model tersebut. Sharpe bisa mendekomposisi risiko total (yaitu deviasi standar) ke
dalam risiko unik perusahaan (risiko yang bisa dihilangkan melalui diversifikasi,
atau disebut juga sebagai risiko tidak sistematis), dan risiko pasar (risiko yang tidak
bisa dibilangkan melalui diversifikasi, atau disebut juga risiko sistematis), seperti
berikut ini.
Risiko Total =Risiko Sistematis+ Risiko Tidak Sistematis
Varian adalah deviasi standar dikuadratkan. Bagan berikut ini menunjukkan
dekomposisi risiko total ke dalam risiko sistematis dan risiko tidak sistematis

6
2.1.4 Ilustrasi Risiko yang Bisa dan yang Tidak Bisa Didiversifikasikan
Berikut ini ilustrasi risiko yang bisa didiversifikasi dengan risiko yang tidak bisa
didiversifikasikan. Misal kita memegang saham perusahaan Astra. Kemudian
terjadi kebakaran pabrik perusahaan tersebut, yang mengakibatkan penurunan
keuntungan perusahaan tersebut. Karena merupakan kejadian jelek bagi Astra,
saham perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Kita akan memperoleh
kerugian. Bisakah risiko tersebut dihilangkan atau dikurangi?
Misalkan kita juga mempunyai saham Indomobil. Dengan demikian kita
mempunyai portofolio yang terdiri dari saham Astra dan Indomobil. Berita buruk
bagi Astra tersebut barangkali merupakan berita baik bagi Indomobil. Karena
pasokan Astra berkurang, pasokan dari Indomobil barangkali bisa meningkat, yang
berarti penjualan Indomobil akan meningkat. Karena penjualan meningkat.
keuntungan meningkat, maka harga saham Indomobil akan meningkat juga. Jika
kita mempunyai portofolio yang terdiri dari dua saham tersebut, kerugian dari Astra
bisa dikompensasi oleh keuntungan dari Indomobil. Contoh di atas menunjukkan
bahwa sebagian risiko memegang saham Astra bisa dihilangkan (dikompensasi).
Risiko kobakaran pabrik Astra merupakan risiko tiltak sistematis. atau bisa disebut
juga sebagai risiko spesifik atau risikts unik perusahaan
Misalkan sekarang terjadi resesi perekonomian di Indonesia sehingga permintaan
terhadap produk-produk Indonesia (termasuk mobil) melemah. Dalam situasi
tersebut akan terjadi penurunan penjualan mobil untuk kedua perusahaan tersebut
(baik Astra maupun Indomobil), dan harga saham kedua perusahaan tersebut juga
akan mengalami penurunan. Dengan kata lain, meskipun kita memegang
portofolio, kita tidak akan terbebas dari risiko resesi perekonomian Indonesia.
Diversifikasi (membentuk portofolio) tidak bisa menghilangkan risiko tersebut.
Risiko resesi perekonomian Indonesia merupakan contoh risiko yang tidak bisa
dihilangkan melalui diversifikasi, atau risiko sistematis.
Salah satu cara untuk menurunkan risiko sistematis dalam situasi di atas adalah
dengan memperluas aset dalam portofolio kita, misal dengan memasukkan aset dari
luar negeri. Dalam situasi tersebut, resesi di Indonesia barangkali bisa
dikompensasi oleh boom perekonomian di negara lain. Dalam konteks tersebut,
resesi negara Indonesia (domestik) merupakan risiko tidak sistematis, karena bisa
dihilangkan atau dikompensasi oleh boom ekonomi di negara lain Kecuali jika

7
terjadi resesi durtia, yang mempengaruhi semua negara. Dalam hal ini resesi dunia
merupakan risiko sistematis

2.1.5 Dekomposisi Risiko Total


Dalam contoh sebelumnya, risiko total bisa didekomposisi ke dalam risiko
sistematis dan risiko tidak sistematis menggunakan formula berikut ini.

𝜎𝑖 2 = 𝛽𝑖 2 𝜎𝑀 2 + 𝜎𝑒 2

Dimana 𝜎𝑖 2 = Varian atau deviasi standar dikuadratkan dari return aset i

𝛽𝑖 = Risiko sistematis aset i

𝜎𝑀 2 = Varian atau deviasi standar dikuadratkan dari return pasar

(market)

𝜎𝑒 2 = Varian error atau risiko tidak sistematis dari aset i

Risiko sistematis dan risiko tidak sistematis dihitung melalui regresi dengan model
pasar (market model) sebagai berikut ini.

𝑅𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 𝑅𝑀 + 𝑒𝑖

Dimana 𝑅𝑖 = return aset i

𝛼𝑖 = intercept

𝛽𝑖 = koefisien regresi (risiko sistematis)

𝑅𝑀 = Return pasar

𝑒𝑖 = residual

Salah satu output dari hasil regresi di atas adalah varians error. Varians error
tersebut bisa dipakai sebagai indikator risiko tidak sistematis. Tabel berikut ini
menunjukkan dekomposisi risiko total ke dalam risiko sistematis dan tidak
sistematis di Amerika Serikat (New York Stock Exchange). Untuk saham-saham di
NYSE, rata rata kovarians antarsaham adalah 7,058. Model perhitungan risiko
portofolio untuk aset yang tidak independen di atas memprediksi bahwa risiko akan
bergerak. mendekati kovarian jika aset ditambah semakin banyak.

8
Jumlah Varian Jumlah Varian
Sekuritas Portofolio Sekuritas Portofolio
1 46,619 100 7,453
2 26,839 125 7,374
4 16,948 150 7,321
6 13,651 175 7,284
8 12,003 200 7,255
10 11,014 250 7,216
12 10,354 300 7,190
14 9,883 350 7,171
16 9,530 400 7,157
18 9,256 450 7,146
20 9,036 500 7,137
25 8,640 600 7,124
30 8,376 700 7,114
35 8,188 800 7,107
40 8,047 900 7,102
45 7,937 1000 7,097
50 7,849 ~ 7,058
75 7,585

Untuk satu aset, varian yang diharapkan adalah 46,62. Jika aset ditambah, maka
varian cenderung menurun. Penurunan pertama (dari satu ke dua aset) cukup
drastis, yaitu turun dari 46 ke-26. Penurunan berikutnya relatif lebih kecil. Jika aset
ditambah terus, penurunan menunjukkan angka yang semakin kecil. Dari 900 aset
ke 1000 aset, varians hanya turun dari 7,097 ke 7,058. Terlihat penurunan risiko
semakin mendekati kovarians rata-rata tersebut, seperti diprediksi oleh model di
muka.

9
2.2 Pertimbangan Lain
Ilustrasi diversifikasi di atas menunjukkan bahwa pengurangan risiko akan semakin
efektif jika korelasi atau kovarian antarsaham adalah rendah. Semakin rendah, semakin
efektif pengurangan risiko tersebut. Nilai korelasi berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Untuk tujuan pengurangan risiko, koefisien korelasi sebesar -1 akan memberikan
pengurangan risiko yang paling maksimal. Konsep semacam itu sesuai diterapkan pada
situasi tertentu, misal untuk perusahaan asuransi. Misalkan suatu perusahaan asuransi
menjual polis asuransi jiwa. Risiko kematian orang cenderung tidak berkorelasi satu
sama lain, kecuali jika ada wabah penyakit tertentu atau perang. Untuk perusahaan
asuransi tersebut, diversifikasi dengan menambah polis asuransi (orang yang
diasuransikan) akan menurunkan risiko. Contoh situasi lain adalah investasi pada
sekuritas, misal saham. Dengan membentuk portofolio yang terdiri dari saham-saham
yang berkorelasi rendah, maka portofolio tersebut akan memperoleh pendapatan yang
lebih stabil (risiko yang lebih rendah) Sebagai contoh, jika kita membentuk portofolio
yang terdiri dari saham-saham dari berbagai sektor (industri), maka risiko akan bisa
diturunkan. Tetapi jika portofolio kita terdiri dari hanya saham dari sektor tertentu, misal
teknologi tinggi, maka risiko portofolio kita akan tinggi.

Dalam konteks bisnis, logika diversifikasi semacam itu tidak bisa sepenuhnya dilakukan,
karena ada banyak pertimbangan lain yang harus diperhitungkan. Sebagai contoh,
misalkan ada perusahaan semen yang ingin menstabilkan pendapatannya (yang berarti
menurunkan risiko atau fluktuasi pendapatan) Jika kita menggunakan logika diversifikasi
seperti diuraikan di atas, maka kita bisa menyarankan perusahaan tersebut untuk
memasuki sektor, misal, pabrik dan distributor sepatu dan tas. Kedua sektor tersebut
(semen dengan sepatu, tas) tidak akan berkorelasi tinggi. Tetapi strategi semacam itu sulit
diimplementasikan, karena karakteristik semen dengan sepatu sangat berlainan. Keahlian
dari perusahaan semen tidak bisa ditransfer ke perusahaan sepatu, tas. Pertimbangan lain
diperlukan dalam hal ini. Pertimbangan penting dalam situasi torsebut adalah potensi
sinergi dari perluasan lini produk.

Sinergi bisa diperoleh melalui beberapa cara, yaitu skala ekonomi dan skop ekonomi.

2.2.1 Skala Ekonomi


Skala ekonomi berangkat dari filosofi “lebih besar, lebih baik". Sebagai contoh,
jika kita memesan barang dalam jumlah besar, kita akan memperoleh potongan

10
kuantitas, atau harga yang lebih rendah. Jika harga per unit kita hitung, maka kita
akan memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan jika kita membeli dalam
jumlah yang kecil. Jika kita ingin menyewa tenaga profesional, maka volume
penjualan perusahaan harus cukup besar untuk bisa memanfaatkan tenaga
profesional tersebut. Jika ukuran perusahaan terlalu kecil, penggunaan tenaga
profesional tidak cukup efisien karena tidak bisa dimanfaatkan dengan penuh.

Bagan berikut ini menggambarkan kurva biaya rata-rata (average cost) kaitannya
dengan output.

Bagan Kurva Biaya Rata-Rata (Average Cost)

Bagan di atas menggambarkan biaya rata-rata untuk tingkatan output yang berbeda.
Untuk wilayah paling kiri, jika output ditingkatkan, maka biaya rata-rata menjadi
semakin menurun. Daerah tersebut disebut sebagai increasing return to scale.
Bagian tengah menunjukkan bahwa jika output ditingkatkan, maka biaya rata-rata
tidak menurun lagi. Biaya rata-rata menunjukkan angka yang konstan. Karena itu
daerah tersebut dinamakan sebagai constant return to scale. Wilayah paling kanan
menunjukkan bahwa jika output ditingkatkan, maka biaya rata-rata akan semakin
meningkat. Karena itu daerah tersebut dinamakan sebagai decreasing return to
scale.

Bagan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran atau output perusahaan,
sampai tahap tertentu, akan semakin menurunkan biaya. Dengan kata lain
perusahaan besar akan beroperasi lebih efisien dibandingkan dengan perusahaan
kecil. Dengan kata lain, perusahaan besar mempunyai economies of scale (skala
ekonomi) yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Implikasi dari

11
hasil tersebut adalah perusahaan kecil akan selalu berada pada posisi persaingan
yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan besar. Tetapi
perusahaan yang terlalu besar juga kurang menguntungkan seperti terlihat dari
daerah paling kanan dari bagan di atas. Pada wilayah tersebut, jika output
dinaikkan, biaya rata-rata malah semakin meningkat. Pada wilayah tersebut,
operasi perusahaan menunjukkan ketidakefisienannya.

Bagaimana mengestimasi wilayah decreasing, constant, dan increasing return to


scale? Salah satu cara adalah dengan menggunakan fungsi produksi seperti berikut
ini.

Q = f (L,K)

Fungsi produksi tersebut mengatakan bahwa output (Q) merupakan fungsi dari dua
input yaitu L (Labor atau tenaga kerja) dan K (Capital atau modal). Jika kita
menaikkan L dan K sebesar g, Q diharapkan meningkat dengan h, seperti terlihat
berikut ini.

hQ = f (gL,gK)

Decreasing, constant, dan increasing akan tergantung dari nilai h. Jika h=1, maka
kenaikan input akan menghasilkan output yang meningkat dengan proporsi yang
sama. Jika input meningkat 10%, maka output juga akan meningkat 10%. Dengan
kata lain, perusahaan beroperasi dalam wilayah constant return to scale. Jika h<1,
maka kenaikan input akan menghasilkan kenaikan output dengan persentase yang
lebih kecil. Sebagai contoh, jika input ditingkatkan 10%, output akan meningkat
sebesar, misal, 5% (lebih kecil dari 10%). Perusahaan beroperasi pada wilayah
decreasing return to scale. Jika h>1, maka kenaikan input akan menghasilkan
kenaikan output dengan persentase yang lebih besar. Sebagai contoh, jika input
ditingkatkan 10%, output akan meningkat sebesar, misal, 15% (lebih besar dari
10%). Perusahaan beroperasi pada wilayah increasing return to scale.

12
Model fungsi produksi yang paling sering digunakan untuk estimasi secara empiris
adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Spesifikasi model tersebut adalah
sebagai berikut ini.

Q = A Ka Lb

Di mana Q, K, dan L adalah output, modal, dan tenaga kerja, berturut-turut. A, a,


dan b adalah parameter yang akan diestimasi dengan menggunakan data yang ada.
Dalam model di atas, parameter a dan b bisa digunakan untuk mengestimasi
elastisitas output terhadap tenaga kerja dan modal (input). Constant return to scale
akan terjadi jika (a + b) =1, increasing return to scale akan terjadi jika (a + b) >1,
sementara decreasing return to scale akan terjadi jika (a + b) < 1.

Estimasi fungsi produksi di atas secara empiris bisa dilakukan melalui regresi
seperti berikut ini.

InQ = In A + a ln K + b ln L

a dan b dalam persamaan di atas merupakan koefisien regresi yang diperoleh dari
regresi di atas. Tabel berikut ini menunjukkan studi empiris di Amerika Serikat
untuk melihat sektor usaha mana yang beroperasi dalam wilayah decreasing,
constant, dan increasing return to scale, dengan menggunakan metodologi yang
dijelaskan di atas.
Tabel Return to Scale untuk Beberapa Sektor Usaha
Sektor Usaha Return Sektor Usaha Return to
to Scale Scale
Furnitur 1,11 Stone, clay 1,03
Kimia 1,09 Logam 1,03
Printing 1,08 Mesin elektrik 1,03
Makanan, minuman 1,07 Peralatan transport 1,02
Plastik, karet 1,06 Mesin non elektrik 1,02
Instrumen 1,04 Tekstil 1,00
Kayu 1,04 Kertas dan pulp 0,98

13
Pakaian 1,04 Logam utama 0,96
Kulit 1,04 Minyak (petroleum) 0,95

Tabel tersebut bisa dibaca sebagai berikut. Untuk sektor furniture, jika input
dinaikkan 100%, maka output akan meningkat 111%. Dengan kata lain, sektor
tersebut masih berada di wilayah increasing return to scale. Output masih bisa
ditambah untuk membuat sektor tersebut lebih efisien. Sektor tekstil menunjukkan
constant return to scale karena mempunyai angka sama dengan 1. Hampir semua
sektor mempunyai angka yang mendekati 1. Kertas dan pulp, logam utama, dan
minyak, mempunyai angka di bawah satu yang menunjukkan bahwa sektor usaha
tersebut berada dalam wilayah decreasing return to scale.

2.2.2 Skop Ekonomi (Economies of Scope)


Skop ekonomi mengacu pada sinergi yang bisa diperoleh jika perusahaan
memproduksi dua produk atau lebih dengan menggunakan input yang sama.
Sebagai contoh, misalkan ada dua perusahaan (perusahaan 1 dan 2) yang masing-
masing memproduksi produk A dan B, berturut-turut. Misalkan biaya untuk
memproduksi A adalah Rp10.000, sedangkan volume produksi untuk A adalah
100.000 unit. Biaya produksi rata-rata (average cost) untuk produk A adalah:

AC1 = 10.000 / 100.000 = 0,1 atau 10%

Misalkan biaya untuk memproduksi produk B adalah Rp20.000, dengan volume


produksi adalah 120.000 unit, maka biaya rata-rata (average cost) adalah:

AC2 = 20.000 / 120.000 = 0,167 atau 16,7%

Misalkan kedua perusahaan sepakat untuk merjer (bergabung), biaya rata-rata


untuk perusahaan gabungan akan terlihat seperti berikut ini.

AC(1+2) = (10.000 + 20.000) / (100.000 + 120.000) = 0,136 atau 13,6%

14
Biaya produksi rata-rata perusahaan gabungan tersebut lebih kecil dari
penjumlahan biaya rata-rata setiap produknya.

( 13,6% ) < (10% + 16,7% = 26,7%)

Misalkan gabungan kedua perusahaan tersebut membuat mereka mampu


mengurangi biaya lebih lanjut. Sebagai contoh, dulu mereka mengiklankan di surat
kabar dan membayar secara terpisah. Setelah bergabung, mereka bisa membayar
satu iklan yang menampung dua produk. Mereka tidak perlu lagi membayar dua
kali. Dengan kata lain, mereka bisa menghemat biaya produksi untuk tingkat output
yang sama, misal menjadi Rp25.000 total (bukannya 10.000 + 20.000 = 30.000).
Biaya produksi rata-rata untuk perusahaan gabungan menjadi:

AC(1+2)= (25.000) / (100.000 + 120.000) = 0,1136 atau 11,36%

Perusahaan tersebut bisa menghemat lebih banyak lagi. Secara umum, skop
ekonomi akan diperoleh jika biaya gabungan lebih kecil dibandingkan dengan
penjumlahan biaya individual, seperti berikut ini.

AC(1+2) < AC(1) + AC(2)

Banyak contoh bagaimana skop ekonomi bisa diperoleh. Sebagai contoh, banyak
perusahaan elektronik menggunakan merek tunggal untuk banyak produk mereka.
Sony, Panasonic, memproduksi banyak produk elektronik, mulai dari televisi,
radio, telepon, CD player. Dengan satu merek, mereka hanya perlu mengiklankan
sekali dengan menonjolkan merek mereka, tidak perlu mengiklankan setiap
produknya. Konsumen diharapkan sudah langsung mengenali merek tersebut,
sehingga ketika mereka melihat produk tertentu di toko, mereka sudah langsung
mengenali produk tersebut. Bandingkan jika mereka mempunyai merek yang
berbeda untuk setiap produknya (TV mempunyai merek sendiri, telepon
mempunyai merek sendiri, dan seterusnya). Mereka terpaksa akan mengiklankan
produk-produk mereka secara terpisah, yang akan meningkatkan biaya iklan secara
signifikan.

15
Jika produk yang digabungkan terlalu banyak, ada kemungkinan terjadinya dis-
economies of scope. Dalam situasi tersebut gabungan dari beberapa produk akan
meningkatkan biaya produksi, lebih tinggi dibandingkan jika memproduksi produk
tersebut secara terpisah, seperti terlihat berikut ini.

AC (1+2+3) > AC(1) + AC(2) + AC(3)

Dalam situasi tersebut, produk yang dikerjakan bersama sudah saatnya dikurangi.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bab ini membahas diversifikasi. Bagian pertama membahas karakteristik diversifikasi
dengan menggunakan kerangka teori portofolio yang menggunakan konsep statistik
untuk mempelajari karakteristik diversifikasi. Jika portofolio terdiri dari aset yang
independen satu sama lain, risiko portofolio dapat dikurangi \ lebih kecil, bahkan
mendekati nol, hingga tak terbatas jika aset dalam portofolio semakin banyak. Jika
portofolio terdiri dari aset yang tidak independen satu sama lain, risiko portofolio dapat
dikurangi hingga jumlah tertentu, yaitu rata-rata kovarians antar saham. Teori portofolio
juga memberikan wawasan lebih lanjut bahwa risiko total dapat didekomposisi menjadi
risiko sistematis (yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi) dan risiko tidak
sistematis (yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi). Bagian selanjutnya membahas
pertimbangan lain bagi perusahaan yang ingin melakukan diversifikasi, pertimbangan
sinergi. Diversifikasi murni berlaku untuk portofolio efek atau risiko (exposure)
perusahaan asuransi. Tetapi sinergi juga penting (bukan hanya diversifikasi) jika
perusahaan ingin memperluas penawarannya. Sinergi dapat diperoleh melalui skala
ekonomi dan skop ekonomi.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas di atas, penulis berharap agar makalah yang
berjudul “Diversifikasi” ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis,
sehingga menambah wawasan materi mengenai Diversifikasi. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Mamduh. 2016. Manajemen Risiko. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

18

Anda mungkin juga menyukai