Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MANAJEMEN RISIKO

“Risiko Operasional dan Risiko Spekulatif Lainnya”

Dosen Pengampu:
Drs. R. Hendri Gusaptono, MM

Disusun Oleh:
1. Iffa Karimah 141190021
2. Faidin Joko Nur Rochman 141190032
3. Dadan Kurniawan Febriana 141190081
4. Endah Nur Saputri 141190166

Kelompok 2 / EM-A

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Manajemen Risiko yang berjudul “Risiko Operasional dan Risiko Spekulatif
Lainnya” sesuai waktu yang telah ditentukan.

Kami berterima kasih kepada Drs. R. Hendri Gusaptono, MM., selaku dosen mata
kuliah Manajemen Risiko yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
menyumbangkan pikirannya dalam makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 07 April 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
BAB RISIKO OPERASIONAL ............................................................................................. 3
2.1 Definisi Risiko Operasional ......................................................................................... 3
2.1.1 Kegagalan Proses Internal .................................................................................. 3
2.1.2 Risiko Kegagalan Mengelola Manusia (Karyawan) .......................................... 3
2.1.3 Risiko Sistem...................................................................................................... 4
2.1.4 Risiko Eksternal ................................................................................................. 4
2.2 Pengukuran Risiko Operasional .................................................................................. 5
2.3 Menghitung Kerugian yang Diharapkan ..................................................................... 8
2.3.1 Perhitungan Langsung ........................................................................................ 8
2.3.2 Pendekatan Analitis untuk Menghitung Kerugian yang Diharapkan ................. 9
2.3.3 Pendekatan Simulasi .......................................................................................... 9
2.4 Perubahan Karakteristik Risiko Operasional ............................................................. 11
2.4.1 Globalisasi ........................................................................................................ 11
2.4.2 Otomatisasi ....................................................................................................... 12
2.4.3 Terlalu Mengandalkan Teknologi .................................................................... 12
2.4.4 Outsourcing ...................................................................................................... 13
2.4.5 Perubahan Budaya Masyarakat ........................................................................ 13
2.5 Evaluasi Diri untuk Mengukur Risiko Operasional................................................... 13
BAB RISIKO SPEKULATIF LAINNYA ............................................................................ 14
2.6 Risiko Perubahan Kurs .............................................................................................. 14
2.6.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs......................................... 16
2.6.2 Eksposur terhadap Perubahan Kurs.................................................................. 19
2.7 Risiko Teknologi ....................................................................................................... 24

ii
2.8 Risiko Lainnya ........................................................................................................... 28
2.8.1 Risiko Likuiditas .............................................................................................. 28
2.8.2 Risiko Politik (Soverign Risk) .......................................................................... 29
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 31
3.2 Saran .......................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan
bisnis perusahaan karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta
meningkatnya kompleksitas aktivitas perusahaan mengakibatkan meningkatnya
tingkat risiko yang dihadapi perusahaan. Sasaran utama dari implementasi
manajemen risiko adalah melindungi perusahaan terhadap kerugian yang mungkin
timbul. Lembaga perusahaan mengelola risiko dengan menyeimbangkan antara
strategi bisnis dengan pengelolaan risikonya sehingga perusahaan akan
mendapatkan hasil optimal dari operasionalnya.
Kita harus bisa menemukan kerugian potensial yang mungkin terjadi dan
mencari cara untuk menangani risiko tersebut. Dunia bisnis pun tak luput dari
ketidakpastian. Ketidakpastian dalam dunia bisnis akan menyebabkan terjadinya
risiko bisnis. Perusahaan merencanakan untuk menggencarkan promosi produknya
dengan harapan penjualanya dapat meningkat. Dengan analisis yang mendalam
diperkirakan penjualan setelah adanya promosi besar-besaran tersebut dapat
meningkat sebanyak 20%. Tetapi kenyataanya penjualan hanya dapat meningkat
10%. Ini merupakan salah satu bentuk risiko yang terjadi dalam dunia bisnis. Risiko
dalam bisnis tidak bisa diabaikan begitu saja. Perusahaan perlu menganalisis
kemungkinan kerugian potensi dalam bisnisnya tersebut kemudian mengevaluasi
dan mencari cara untuk menanggulanginya. Dengan demikian diharapkan bisnis yang
dijalaninya dapat sukses meraih tujuan dengan mudah. Risiko merupakan sesuatu
yang pasti akan terjadi ketika kita melakukan suatu tindakan. Risiko adalah berbagai
kemungkinan yang terjadi pada periode tertentu. Risiko sering dikaitkan dengan
kerugian. Jadi risiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian atau
peluang terjadi sesuatu yang bad outcame.
Setiap organisasi perusahaan selalu menanggung risiko. Risiko, bisnis,
kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan, dan pencurian, kebangkrutan adalah
beberapa contoh dari risiko yang lazim terjadi di berbagai perusahaan. Terutama
perusahaan yang tidak melakukan tindakan apa-apa, bahkan tindakan preventif pun
tidak dilakukan. Perusahaan ini tidak melakukan tindakan untuk pencegahan risiko
yang akan timbul nantinya.
1
Kondisi terjadinya risiko operasional (operasional risk) sangat dipengaruhi
oleh bagus dan rendahnya kematangan manajemen yang dimiliki oleh manajer suatu
perusahaan. Seorang manajer dalam mengambil setiap keputusan harus selalu
memikirkan dampak yang akan timbul baik secara jangka pendek maupun jangka
panjang. Seperti jika ingin menaikkan jumlah produksi atau menambah karyawan
4 baru. Jika jumlah produksi ditingkatkan apakah persediaan bahan baku di gudang
dan di pasaran tersedia dalam jumlah yang mencukupi, serta apakah bahan baku
yang dimiliki memiliki kualitas yang sama untuk masa produksi secara jangka
panjang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Risiko Operasional ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk dari Risiko Operasional ?
3. Bagaimana peristiwa Risiko Operasional ?
4. Bagaimana pengukuran dari Risiko Operasional ?
5. Berapa biaya untuk Risiko Operasional ?
6. Bagaimana Risiko Operasional dan Modal Kerja ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi risiko operasional.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari risiko operasional.
3. Untuk mengetahui peristiwa risiko operasional.
4. Untuk mengetahui pengukuran dari risiko operasional.
5. Untuk mengetahui biaya untuk risiko operasional.
6. Untuk mengetahui risiko operasional dan modal kerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

BAB RISIKO OPERASIONAL

2.1 Definisi Risiko Operasional


Basel II (lembaga yang mengatur perbankan internasional) mendefinisikan risiko
operasional sebagai risiko yang timbul karena kegagalan dari proses internal, manusia,
sistem, atau dari kejadian eksternal.
Perusahaan sudah lama mengenali kemungkinan kesalahan pencatatan, system
pengawasan internal yang kurang memadai, kegagalan sistem komputer, serangan virus,
kecelakaan kerja, dll. Risiko-risiko tersebut merupakan contoh risiko operasional.
Risiko-risiko tersebut merupakan risiko yang inherent, yaitu risiko yang muncul karena
perusahaan menjalankan bisnisnya.
Perusahaan sudah lama menyadari risiko tersebut dan mengantisipasinya,
meskipun tidak dengan nama manajemen risiko. Contohnya, perusahaan selalu berusaha
memperbaiki system, prosedur atau proses bisnis melalui manajemen kualitas,
perusahaan memberikan training kepada karyawannya agar mereka semakin terlatih dan
semakin sedikit membuat kesalahan.

2.1.1 Kegagalan Proses Internal


Risiko kegagalan proses internal merupakan risiko yang berkaitan dengan
kegagalan proses atau prosedur internal organisasi. Contohnya:
• Risiko yang diakibatkan kurang lengkapnya dokumentasi, atau
dokumentasi yang salah
• Kesalahan transaksi
• Pengawasan yang kurang memadai
• Pelaporan yang kurang memadai sehingga kepatuhan terhadap peraturan
internal dan eksternal tidak terpenuhi.
2.1.2 Risiko Kegagalan Mengelola Manusia (Karyawan)
Karyawan merupakan asset penting bagi sebuah perusahaan, tetapi juga
merupakan sumber risiko operasional bagi perusahaan. Risiko dari karyawan
tersebut akan terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

3
Beberapa contoh risiko operasional yang berkaitan atau bersumber dari manusia
adalah:
• Kecelakaan kerja, khususnya kecelakaan kerja karena kecerobohan atau
kurang pengalaman dari karyawan.
• Terlalu tergantung pada karyawan kunci tertentu, sehingga jika karyawan
tersebut meninggal atau berpindah kerja, perusahaan menghadapi masalah.
• Integritas karyawan yang kurang, sehingga karyawan tersebut bisa
menggelapkan uang perusahaan, atau melakukan aktivitas yang berada di
luar wilayah otoritasnya.
• Risiko manusia tersebut mengharuskan perusahaan untuk mempunyai
karyawan yang mempunyai kualifikasi, pengalaman, dan integritas yang
diperlukan.
2.1.3 Risiko Sistem
Sistem teknologi bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi organisasi.
Di lain pihak, system tersebut akan memunculkan risiko baru bagi organisasi.
Contohnya, jika perusahaan terlalu tergantung pada sistem komputer. Maka risiko
yang berkaitan dengan kerusakan komputer akan semakin tinggi.
Beberapa risiko yang muncul berkaitan dengan sistem adalah:
• Kerusakan data
• Kesalahan pemrograman
• Sistem keamanan yang kurang baik (misal, bisa dimasuki oleh hacker)
• Penggunaan tekonologi yang belum teruji
• Terlalu mengandalkan model tertentu untuk keputusan bisnis.
Sebagai contoh, pada waktu The Long Term Capital mengalami kehancuran
karena mempunyai posisi yang sangat besar pada Rubel Rusia, model matematis
mereka memprediksi probabilitas kejadian semacam itu adalah 0,000001. Namun,
kejadian tersebut tetap terjadi, sehingga mengejutkan mereka.
2.1.4 Risiko Eksternal
Risiko eksternal berkaitan dengan kejadian yang bersumber dari luar
organisasi dan di luar pengendalian organisasi. Kejadian semacam itu biasanya
jarang terjadi, tetapi mempunyai dampak yang cukup besar (frekuensi
rendah/severity tinggi). Beberapa contoh risiko eksternal adalah perampokan,
serangan teroris, bencana alam.

4
2.2 Pengukuran Risiko Operasional
Salah satu Teknik untuk mengukur risiko operasional adalah dengan menggunakan dua
klasifikasi ini, yaitu:
a. Frekuensi atau probabilitas terjadinya risiko
b. Tingkat keseriusan kerugian atau impact dari risiko tersebut.
Dengan menggunakan dua dimensi tersebut, kita dapat membuat matriks
frekuensi/tingkat keseriusan untuk risiko-risiko yang ada, termasuk risiko operasional.
Berikut ini adalah contoh aplikasi matriks tersebut untuk risiko gagal bayar (default) dan
kesalahan pemrosesan transaksi.

Bagan 11.1 menunjukkan matriks dengan dimensi frekuensi di sumbu horizontal


dan dimensi severity pada sumbu vertikal. Risiko-risiko dapat diklasifikasikan
berdasarkan dimensi-dimensi tersebut. Contohnya, risiko gagal bayar dari debitur
perusahaan biasanya jarang terjadi. Karena itu, risiko tersebut diklasifikasikan sebagai
risiko dengan frekuensi rendah. Tetapi, jika terjadi kerugian yang timbul bisa sangat
besar. Karena itu risiko tersebut diklasifikasikan dengan severity tinggi.
Gabungan antara frekuensi rendah dengan severity tinggi terlihat pada titik C.
sebaliknya, kesalahan pemrosesan atau kesalahan pencatatan transaksi akan sering terjadi
apalagi jika proses pencatatan masih secara manual. Tetapi tingkat severity dari
kesalahan tersebut tidak terlalu tinggi. Karena itu risiko kesalahan pemrosesan pada titik
A. dengan proses semacam itu, kita dapat memperoleh gambaran mengenai frekuensi
dan severity dari suatu risiko, yang selanjutnya mempunyai implikasi pada bagaimana
mengelola risiko tersebut. Contohnya strategi menghadapi risiko berdasarkan matriks
severity (significance)/frekuensi (likehood) (Bagan 11.2).

5
Matriks likehood (frekuensi) dan signifikansi (severity) dikelompokkan dalam 4 kuadran:
a. Signifikansi (severity) rendah dan likehood (frekuensi) rendah : low control
Perusahaan dapat menerapkan pengawasan yang rendah pada kategori ini.
Karena jika pengawasan yang terlalu berlebihan akan menimbulkan biaya yang
lebih besar dibandingkan manfaatnya, sehingga akan lebih optimal jika bank tidak
perlu melakukan pengawasan yang berlebihan.
b. Signifikansi (severity) tinggi dan likehood (frekuensi) rendah: detect and monitor
Tipe risiko ini lebih menantang dihadapi. Jika risiko ini muncul, perusahaan
dapat mengalami kerugian yang cukup besar, dan barangkali dapat
mengakibatkan kebangkrutan. Tetapi, frekuensi risiko relative jarang, sehingga
tidak mudah ditemui atau dikenali oleh bank. Karena itu, risiko ini paling sulit
dipahami karakteristiknya.
c. Signifikansi (severity) rendah dan likehood (frekuensi) tinggi: monitor.
Tipe risiko ini sering muncul tetapi besarnya kerugian relative kecil.
Biasanya risiko ini muncul sebagai akibat perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya. Contohnya, untuk perusahaan supermarket ada risiko shoplifting,
pencurian oleh karyawan, barang dagangan rusak karena busuk atau karena botol
pecah. Risiko ini lebih mudah dikenal dan perusahaan dapat menghitung risiko
tersebut.
d. Signifikansi (severity) tinggi dan likehood (frekuensi) tinggi : prevent at source

6
Tipe risiko ini praktis dan tidak relevan lagi dibicarakan, karena jika situasi
semacam ini terjadi, berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan risiko, dan
bisa berakibat pada kebangkrutan.
Alternatif lain dengan menggunakan penggolongan semacam ini

Strategi untuk menghadapi risiko untuk wilayah-wilayah tersebut adalah:


1. Wilayah 1 : Severity tinggi dan frekuensi tinggi : immediate action
Untuk wilayah ini, perusahaan harus melakukan penanganan yang
agresif dan segera.
2. Wilayah 2 : Severity tinggi dan frekuensi agak tinggi : immediate attention
Untuk wilayah ini, perusahaan harus segera mengawasi risiko ini.
3. Wilayah 3 : Severity agak tinggi dan frekuensi agak tinggi : periodic attention
Untuk wilayah ini, perusahaan bisa melakukan pengawasan secara
berkala.
4. Wilayah 4 : Severity rendah dan frekuensi rendah : annual evaluation.
Untuk wilayah ini, perusahaan bisa lebih longgar, yaitu melakukan
pengawasan dengan jangka waktu panjang, misalnya tahunan.
Aspek dinamik risiko juga perlu diperhatikan. Risiko dapat berubah dari wilayah 4 ke
wilayah lainnya, misalnya ke wilayah 2.

7
2.3 Menghitung Kerugian yang Diharapkan
2.3.1 Perhitungan Langsung
Misalkan, kita ingin menghitung kerugian yang diharapkan jika risiko tertentu
muncul.
Kerugian yang diharapkan = Frekuensi (probabilitas) x Severity (besar
kerugian)
Misalkan kita mengumpulkan data historis untuk melihat kecelakaan kerja. Berikut
ini data bulanan selama 12 bulan

Dari data diatas menunjukkan bahwa rata-rata kecelakaan setiap bulannya adalah
5,2 kali, dengan rata-rata kerugian sekitar Rp 12,6 juta perbulannya atau Rp
2.412.698 (152.000.000/63).
Untuk mengetahui nilai kerugian yang diharapkan untuk bulan mendatang :

Nilai kerugian yang diharapkan = ( frekuensi ) x ( severity )


Kerugian yang diharapkan = frekuensi ( probabilitas ) x severity ( besarnya
kerugian )
= 5,25 x Rp 2,4 juta = Rp 12,6 juta
Frekuensi yang diperkirakan menggunakan nilai rata-rata dari frekuensi kecelakaan
setiap bulannya, yaitu 5,25 kali. Severity per kejadian menggunakan nilai kerugian
per-peristiwa yaitu sekitar Rp 2,4 juta.

8
2.3.2 Pendekatan Analitis untuk Menghitung Kerugian yang Diharapkan
Dengan mengasumsikan distribusi tertentu (biasanya normal) dari kerugian
yang akan terjadi. Keuntungan dari distribusi normal adalah bisa melakukan
berbagai hal hanya dengan mengetahui nilai yang diharapkan dan standar
deviasinya.
Contohnya, tingkat keuntungan yang diharapkan ( rata-rata ) adalah Rp 10 juta
dengan standar deviasi adalah Rp 15 juta. Berapa kerugian pada interval 95%?

Nilai kerugian pada batas 5% bisa dihitung sebagai berikut ini :


Nilai kerugian = 10 juta – 1,65 (10 juta) = - Rp 6,5 juta.
1,65 adalah nilai z yang berkaitan dengan wilayah probabilitas sebesar 5%. Nilsi
kerugian yang diharapkan dengan demikian adalah 6,5 juta rupiah. Kelemahan dari
metode tersebut adalah distribusi normal sesuai dengan kenyataan. Dalam
kenyataannya distribusi kerugian tidak selalu normal. Biasanya kerugian
mempunyai distribusi lognormal, yaitu dimana distribusi lognatural dari variabel
random berbentuk normal, seperti dibawah ini:
Z = { log (X) – μ } / σ
Distribusi tersebut mempunyai kecondongan positif.

2.3.3 Pendekatan Simulasi


Kerugian yang diharapkan adalah hasil perkalian antara probabilitas (frekuerus)
dengan severity. Kita bisa melakukan simulasi dengan menggunakan kerangka
tersebut. Misalkan setelah kita mengevaluasi frekuensi munculnya bejadan yang
merugikan, kita menyimpulkan bahwa distribusi Puisson bisa menjelaskan
frekuens munculnya kejadian yang merugikan, dengan nilai yang diharapkan
adalah 5 kali terjadinya peristiwa tersebut setiap bulannya. Periode yang kita
evaluasi adalah bulanan (dengan demikian rata-rata ada 5 kali kerugian setiap

9
bulannya) Kita juga melakukan evaluasi untuk severity kerugian, dan
menyimpalkan bahwa distribusi normal bisa menjelaskan severity kerugian di
masa lalu Misalkan kerugian rata-rata per-peristiwa kerugian adalah Rp15 juta
dengan standar devasi Rp2 juta Tabel berikut ini (kolom (2)) menggambarkan
distribusi probabilitas Poisson dengan nilai yang diharapkan adalah lima. Kolom
(3) menyajikan probabilitas kumulatif (sebagai contoh, untuk bans 1, nilai adalah
000:-0.0067 -0,0337) Kolom (4) menyajikan angka 0-99 untuk mewakili angka
yang akan dimulasikan

Berdasarkan data di atas kita akan melakukan simulasi. Adapun langkah


langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan angka random untuk frekuensi munculnya kerugian denga
menggunakan distribus: Poisson dengan nilai yang diharapkan adalah 5
2. Menghasilkan angka random untuk severity kerugian dengan menggunakan
ditribusi normal
3. Mengalikan frekuensi dengan severity untuk menghasilkan total kerugian yang
diharapkan pada periode tertentu (bulanan dalam hal ini).
4. Mengulangi langkah 1 sampai dengan 3 beberapa kali (misal 100 kali, atau 1.000
kali).

10
2.4 Perubahan Karakteristik Risiko Operasional
Risiko operasional dan risiko lainnya bisa berubah karakteristiknya dari waktu
waktu.Sebagai contoh, di zaman dulu, pencatatan transaksi dilakukan secara manal
(misal karyawan menuliskan harga dan jumlah unit yang diperdagangkan di kertas Cara
semacam itu memunculkan risiko kesalahan pencatatan melalui karyawan yang
kecapaian, sehingga mencatat angka yang salah. Frekuensi kesalahan tersebut cula
sering, karena karyawan sering lelah (misal pada waktu sore hari). Tetapi kesalah tersebut
biasanya mengakibatkan kerugian yang relatif kecil (misal, seharusnja mencatat Rp11
000, tetapi dicatat Rp10.000. sehingga ada selisih sebesar Rp1.00
Cara manual semacam itu sekarang sudah banyak diganti dengan pencatata
terkomputerisasi Pencatatan semacam itu akan menghilangkan kesalahan pencatatan
karena kecapaian, karena sistem komputer tidak akan mengala kelelahan. Frekuensi
kesalahan dengan demikiar bisa diturunkan. Tetapi me jenis risiko yang baru. Jika terjadi
kegagalan atau kelemahan pada sistem kompute tersebut, maka kerugian yang muncul
akan sangat besar Sebagai content, seringas virus terhadap sistem komputer, astu
pembobolar terhadap sistem komp perusahaan mempunyai frekuensi yang relati rendah.
Tetapi jika hal terseb terjadi, kerugian yang timbul akan cup hasan ustas tersebut
menunjuk bahwa karakteristik tisin operasional berubah darstens togguignil rendah
menjadi leksensi rendah/signifikansi tinggi.
2.4.1 Globalisasi
Globalisasi keuangan di dunia didorong oleh liberalisasi ekonomi dunia.
Liberalisasi berarti penghilangan pembatasan pembatasan aliran modal. Sebagai
contoh, In donesia melakukan liberalisasi di pasar modal seak tahun 1999, ketika
investor asing bisa membeli saham di pasar modal sampai maksimal 49% dan
jumlah saham yang beredar. Pada tahun 1997, liberalisasi tersebut dilanjutkan lebih
jauh dengan membolehkan investor asing membeli saham di Burss Elek Jakarta
sampai dengan 100% Elek liberalisasi seperti itu mendorong globalisasi ekonomi
dan keungan dana Kejadian penting di suatu negara akan dengan cepat
mempengaruhi negara inya Dunia menjadi terasa semakin kecil Istilah durus
sebagai desa kecil mell lag muncul untuk menggambarkan kondisi semacam
itu.Kondisi semacam itu cenderung meningkatkan risik, seperti terlihat pada
semakin meningkatnya volatilitas pergerakan harga atau nilai-nilai instrumen
keuangan/komoditas Globalni page semakin meningkatkan frekuensi dan se
sygnifikansi) dari suatu riadko, karena kagadian di suatu negara akan cepat
11
merembe ke negara lain karena pembatasan-pembatasan sudah jauh berkurang
Modal bas berputar lebih cepat. Kecepatan aliran modal seperti itu juga membuat
perusahaan mempurwal waktu yang lebih sedikit untuk menyelesaikan masalah
yang muncul Terlambat mengantisipasi risiko tersebut akan berakibat serius bagi
perusahaan.

2.4.2 Otomatisasi
Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, perusahaan semakin lama
semakin mengandalkan teknologi komputer untuk melakukan banyak hal,
termasuk mengotomatisasi transaksi Sebagai contoh, perusahaan menggunakan
komputer untuk mencatat transaksi (tidak banyak menggunakan tenaga manusia
untuk mencatat transaksi), bank menggunakan ATM (Automatic Teller Machine)
sehingga nasabah bank bisa bertransaksi praktis 24 jam satu hari.Otomalisasi
semacam itu menurunkan risiko yang berkaitan dengan manusia (misal kesalahan
pencatatan karena kelelahan). Tetapi otomatisasi semacam itu memunculkan risiko
baru yaitu risiko kegagalan sistem dan semacamnya. Risiko baru semacam itu
cenderung leaih sulit dideteksi dan jika terjadi, kerugian yang dialami oleh
perusahaan cukup signifikan. Risiko akan cenderung terakumulasi dan baru
terdeteksi ka jumlah kerugian mencapai angka yang besar.

2.4.3 Terlalu Mengandalkan Teknologi


Kemajuan teknologi memungkinkan organisasi melakukan banyak hal, seper
membantu membuat basis data, membantu perhitungan harga instrumen keuang
(bahkan instrumen keuangan yang sangat kompleks). Di satu sisi, teknolog
semacam itu bisa membantu proses bisnis menjadi lebih cepat, lebih andal. Tetap
di lain pihak, situasi tersebut memunculkan risiko baru. Sebagai contoh, mode
perhitungan melalui komputer tidak selamanya tepat. Jika terjadi kesalahan
perhitungan semacam itu, kerugian yang timbul bisa sangat besar. Conich lata jika
perusahaan menggunakan komputer untuk memelihara basis datanga kemudian
terjadi serangan virus atau serangan bom yang menghancurkan kompute mereka,
maka kerugian yang bisa timbul akan cukup signifikan. Ilustrasi berik ini
memberikan contoh bagaimana terlalu mengandalkan teknologi bisa mempun
konsekuensi negatif bagi perusahaan.

12
2.4.4 Outsourcing
Outsourcing merupakan tren bisnis akhir-akhir ini. Outsourcing berarti
menggunakan jasa pihak luar untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaan
perusahaan Sebagai contoh, perusahaan menggunakan program komputer yang
dibuat oleh perusahaan lain Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan efisienal
(bisa menurunkan biaya) Jika melakukan pekerjaan sendiri, karena sesuatu hal
(misal keahlian yang tidak ada atau skala ekonomi yang kurang), bagi perusahaan,
akan lebih menguntungkan jika menggunakan jasa dan pihak luar untuk pekerjaan
tertentu.Tetapi outsourcing memunculkan risiko baru. Perusahaan menyerahkan
kendali alas pekerjaannya kepada pihak luar Jika pekerjaan tersebut merupakan hal
yang penting dan pihak luar tersebut tidak memberikan produk atau pelayaran yang
sesuai dengan spesifikasi perusahaan, maka perusahaan menghadapi risiko bahwa
pelayanan atau produk yang diberikan akan berada di bawah standar yang
ditentukan,

2.4.5 Perubahan Budaya Masyarakat


Masyarakat semakin lama semakin pandai, semakin sadar akan hak dan
kewajibannya. Kesadaran semacam itu cenderung meningkatkan risiko litigasi, di
mana masyarakat akan berusaha menuntut perusahaan jika dia merasa dirugikan,
jika perusahaan tidak berhati-hati, perusahaan bisa kena gugatan semacam itu, dan
jika kalah, kerugian yang dialami perusahaan bisa cukup signifikan. Perubahan
budaya masyarakat tersebut bisa meningkatkan risiko gugatan hukum.

2.5 Evaluasi Diri untuk Mengukur Risiko Operasional


Evaluasi diri (self-assessment) bisa dilakukan oleh anggota organisasi untuk melihat
seberapa besar risiko operasional yang dihadapi oleh organisasi. Lampiran bab ini
menyajikan self-assessment yang dilakukan oleh Chase Manhattan, untuk mengukur
besarnya risiko operasional, dengan menggunakan kerangka kuesioner dari COSO
(setelah dimodifikasi).

13
BAB RISIKO SPEKULATIF LAINNYA

2.6 Risiko Perubahan Kurs


Kurs adalah nilai suatu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya. Sebagai contoh,
kurs Rp/$ barangkali dituliskan sebagai berikut ini: Rp10.000/$. Kurs tersebut
mempunyai arti bahwa satu dolar Amerika Serikat nilainya sama dengan 10,000 rupiah.
Nilai absolut dari kurs tersebut barangkali tidak begitu penting. Dengan kata lain, dalam
kurs di atas, tidak berarti bahwa rupiah merupakan mata uang yang lebih jelek karena
lebih murah dibandingkan dengan dolar AS. Perubahan kurs barangkali yang lebih
penting diperhatikan. Jika rupiah mempunyai kecenderungan melemah terhadap dolar
AS, maka kecenderungan tersebut bisa mengindikasikan sesuatu. Mata uang suatu
negara merupakan cerminan kondisi ekonomi suatu negara. Jika perekonomian suatu
negara membaik, maka mata uang negara tersebut cenderung menguat terhadap mata
uang negara lainnya. Karena itu, jika mata uang suatu negara melemah terhadap mata
uang negara lain, maka ada kemungkinan bahwa kondisi negara tersebut melemah
dibandingkan dengan sebelumnya.
Jika suatu negara menetapkan kurs mata uangnya terhadap mata uang lain maka
perubahan kurs tidak lagi lerjadi melalui mekanisme pasar. Perubahan kurs dilakukan
oleh pemerintah secara resmi. Istilah menguat atau melemahnya mata uang dengan
sistem kurs yang tetap dan bebas bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Sistem Kurs Mata Uang Menguat Mata Uang Melemah
Bebas Apresiasi Depresiasi
Tetap Revaluasi Devaluasi

Indonesia pernah mengalami dua sistem kurs yang berbeda. Sebelum krisis pada tahun
1997, Indonesia menggunakan sistem kurs tetap. Perubahan kurs dilakukan secara
resmi oleh pemerintah. Biasanya pemeriniah mendevaluasikan rupiah terhadap dolar.
Sebagai contoh, kurs sebelumnya misalkan Rp2.300/$. Kemudian pemerintah
mendevaluasikan rupiah terhadap dolar menjadi, misal, Rp3.000/$. Perhatikan nilai
rupiah menjadi turun (lebih murah) terhadap dolar. Pemerintah mengumumkan secara
resmi keputusan tersebut.

14
Pada periode sesudah pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia memutuskan
untuk mengambangkan kurs rupiah. Dalam situasi tersebut, nilai rupiah bergerak naik
atau turun tergantung mekanisme pasar. Sebagai contoh, jika perusahaan membutuhkan
dolar untuk melunasi utang dalam dolar, permintaan terhadap dolar akan meningkat,
yang menyebabkan naiknya nilai dolar terhadap rupiah (atau turunnya rupiah terhadap
dolar). Pada waktu terjadi bom, rupiah jatuh nilainya terhadap dolar. Dalam kedua
contoh tersebut, rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Dalam situasi
sebaliknya, rupiah bisa menguat terhadap dolar (apresiasi), misal dan Rp10.000/dolar
menjadi Rp9.000/$. Perubahan tersebut ditentukan oleh mekanisme pasar, bukannya
oleh pemerintah. Bank Sentral bisa saja melakukan intervensi jika mereka
menginginkan kurs yang tertentu. Tetapi intervensi tersebut biasanya dilakukan melalui
mekanisme pasar.
Tabel berikut ini menyajikan contoh perhitungan apresiasi dan depresiasi suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya (perubahan kurs).
Rp melemah terhadap $ Rp menguat terhadap $
Kurs Awal Tahun Rp10.000/$ Rp10.000/$
Kurs Akhir Tahun Rp12.000/$ Rp8.000/$
Pelemahan/Penguatan $ ke (12.000 – 10.000) / (8.000 – 10.000) / 10.000
Rp (%) 10.000 x 100% = 20% x 100% = -20%
Pelemahan/Penguatan Rp (10.000 – 12.000) / (10.000 – 8.000) / 8.000 x
ke $ (%) 12.000 x 100% = - 100% = 25%
16.67%

Kolom (2) pada tabel di atas menyajikan situasi di mana rupiah melemah dari
Rp10.000/$ pada awal tahun menjadi Rp12.000/$ pada akhir tahun. Dalam situasi
tersebut, dolar mengalami apresiasi terhadap rupiah sebesar 20%. Jika kita
menggunakan sudut pandang rupiah, maka kita mengatakan bahwa rupiah melemah
terhadap dolar sebesar 16,67%. Tanda positif menunjukkan penguatan, sementara tanda
negatif menunjukkan pelemahan. Perhatikan bahwa penguatan dolar terhadap rupiah
tidak harus sama angkanya dengan pelemahan rupiah terhadap dolar. Kolom (3)
menyajikan contoh perhitungan situasi di mana rupiah menguat terhadap dolar.

15
2.6.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs
Dalam sistem kurs bebas, kenapa kurs bisa berubah-ubah. Ada banyak faktor yang
menyebabkan kurs bisa berubah-ubah. Berikut ini pembahasan mengenai faktor-
faktor tersebut.
Perbedaan Inflasi. Inflasi suatu negara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
negara lainnya menyebabkan kurs mata uang negara tersebut melemah. Hubungan
yang lebih formal atas pernyataan tersebut bisa dilihat melalui persamaan kondisi
paritas Purchasing Power Parity sebagai berikut.
𝑒𝑡 (1+ 𝑖ℎ )𝑡
=
𝑒0 (1+ 𝑖𝑓 )𝑡

Dimana : et = Kurs pada periode t


e0 = Kurs pada awal periode
𝑖ℎ = Inflasi pada negara domestic (home)
𝑖𝑓 = Inflasi pada negara asing
t = Waktu
Sebagai contoh, misalkan kurs awal Rp/$ adalah Rp10.000/$. Inflasi di Indonesia
dan Amerika Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-turut. Kurs Rp/$ satu tahun
mendatang menurut model tersebut adalah:
(1+ 0,2)1
e1 = 10.000
(1+ 0,05)1
= Rp11.429/$
Menurut kondisi paritas, kurs akhir tahun adalah Rp11 429/$, yang berarti rupiah
mengalami depresiasi terhadap $.
Perbedaan Tingkat Bunga. Tingkat bunga bisa dibedakan menjadi tingkat bunga
nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang
bisa diobservasi. Sebagai contoh, jika kita memperoleh informasi tingkat bunga
deposito sebesar 12% per tahun, maka tingkat bunga tersebut merupakan tingkat
bunga nominal. Tingkat bunga riil tidak bisa diobservasi secara langsung. Negara
yang mempunyai tingkat bunga nominal yang tinggi, mata uangnya cenderung
mengalami depresiasi. Secara formal, kondisi paritas international fisher effect
meringkaskan situasi tersebut melalui formula berikut ini.
𝑒𝑡 (1+ 𝑟ℎ )𝑡
=
𝑒0 (1+ 𝑟𝑓 )𝑡

16
Dimana: et = Kurs pada periode t
e0 = Kurs pada awal periode
𝑟ℎ = Tingkat bunga nominal pada negara domestic (home)
𝑟𝑓 = Tingkat bunga nominal pada negara asing
t = Waktu

Sebagai contoh, misalkan kurs awal Rp/$ adalah Rp10.000/$. Tingkat bunga di
Indonesia dan Amerika Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-turut. Kurs Rp/$ satu
tahun mendatang menurut model international fisher effect adalah:
(1+ 0,2)1
e1 = 10.000
(1+ 0,05)1

= Rp11.429/$
Menurut prediksi international fisher effect, rupiah melemah menjadi Rp11.429.
Dengan kata lain, negara yang mempunyai tingkat bunga yang lebih tinggi, mata
uangnya akan cenderung melemah (depresiasi).
Tingkat bunga riil berpengaruh positif terhadap nilai mata uang. Dengan kata lain,
negara yang mempunyai tingkat bunga riil, maka mata uang negara tersebut
cenderung menguat. Alasannya adalah, uang akan mengalir ke negara dengan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, misalkan tingkat bunga riil
di Indonesia adalah 5%, sementara tingkat bunga riil di Amerika Serikat adalah 3%.
Dana akan mengalir dari Amerika Serikat ke Indonesia. Aliran modal tersebut
menyebabkan permintaan terhadap rupiah meningkat sehingga rupiah. menguat
terhadap dolar AS. Pada waktu tingkat bunga riil keduanya sama, misal akan sama-
sama 4%, aliran dana akan berhenti. Sayangnya tingkat bunga riil tidak bisa
diobservasi langsung. Tingkat bunga riil tersebut bisa dihitung secara tidak
langsung melalui persamaan berikut ini.
(1 + R) = (1 + a) (1 + i)
di mana
R = tingkat bunga nominal
a = tingkat bunga ril
i = inflasi

17
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.
(1 + R) = (1 + a + i +a.i)
Kemudian, karena perkalian a.i menghasilkan angka yang sangat kecil, maka hasil
perkalian tersebut bisa dianggap nol, sehingga persamaan di atas bisa
disederhanakan menjadi:
R=a+i

Tingkat bunga nominal sama dengan tingkat bunga riil ditambah inflasi. Jika inflasi
meningkat, maka tingkat bunga nominal mempunyai kecenderungan meningkat.
Karena itu meningkatnya tingkat bunga nominal biasanya disebabkan oleh
meningkatnya inflasi, dan karena itu mata uang negara cenderung melemah.

Independensi Bank Sentral. Negara yang mempunyai bank sentral yang


independen akan cenderung mempunyai mata uang yang lebih kuat, dan sebaliknya.
Yang dimaksud independensi di sini adalah kemampuan bertahan dari tekanan
(biasanya) pemerintah yang sedang berkuasa. Presiden yang berkuasa kadang-
kadang tergoda untuk melakukan kebijakan yang populer. Sebagai contoh presiden
yang berkuasa ingin menurunkan tingkat pengangguran. Jika tingkat pengangguran
turun, maka presiden tersebut akan kelihatan berhasil di mata masyarakat. Tetapi
cara pintas untuk menurunkan pengangguran adalah dengan mencetak uang beredar
lebih banyak lagi. Uang beredar yang lebih banyak tersebut akan meningkatkan
inflasi. Dengan demikian tingkat pertumbuhan meningkat tetapi disertai dengan
peningkatan inflasi. Jika peningkatan inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi
negatif. Negara yang bank sentral kurang independen akan gampang ditekan untuk
mencetak uang lebih banyak, yang mendorong inflasi dan menurunkan nilai mata
uang negara tersebut. Negara yang bank sentralnya independen akan bertahan
terhadap tekanan semacam itu, dan bisa mengendalikan inflasi negara tersebut.
Mata uang negara semacam itu akan cenderung menguat.

Pertumbuhan Ekonomi. Negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang


tinggi akan menarik banyak investor. Banyak investor yang ingin masuk, yang
menyebabkan naiknya permintaan terhadap mata uang tersebut. Mata uang tersebut
akan meningkat nilainya karena banyak permintaan terhadap mata uang tersebut.
18
Ekspektasi. Mata uang bisa dilihat sebagai sekuritas, sehingga bisa digunakan
sebagai alat investasi. Pengharapan masa mendatang cukup menentukan nilai suatu
sekuritas. Jika investor memperkirakan perusahaan tertentu akan mempunyai
prospek yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan meningkat, meskipun
saat ini perusahaan tersebut tidak atau belum mengalami perubahan yang
signifikan. Tetapi karena investor cenderung mengantisipasi, maka investor akan
membeli tanpa menunggu kenyataan yang terjadi di lapangan. Investor harus
bertindak cepat atas informasi yang diperolehnya, jika tidak, maka ia akan
kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Jika pengharapan terhadap
suatu mata uang positif, maka mata uang suatu negara akan menguat, dan
sebaliknya.
Tabel berikut ini meringkaskan pengaruh faktor-faktor tersebut. Perlu diingat
bahwa dalam kenyataannya banyak faktor yang bekerja bersamaan mempengaruhi
kurs, sehingga hubungan/pengaruh faktor tersebut terhadap kurs tidak sejelas yang
kita bicarakan. Jika kita ingin melihat pengaruh faktor tersebut dengan jelas, maka
kita harus mengontrol faktor lain (cateris paribus).
Faktor Pengaruh terhadap Kurs
Inflasi tinggi Depresiasi
Tingkat bunga nominal tinggi Depresiasi
Tingkat bunga riil tinggi Apresiasi
Pertumbuhan ekonomi tinggi Apresiasi
Independensi bank sentral tinggi Apresiasi
Ekspektasi positif (negatif) Apresiasi (Depresiasi)

2.6.2 Eksposur terhadap Perubahan Kurs


Jika kurs berubah-ubah seperti yang dijelaskan di muka, bagaimana pengaruhnya
terhadap organisasi. Eksposur apa yang dihadapi oleh organisasi? Literatur
keuangan internasional membagi tiga jenis eksposur yang dihadapi oleh perusahaan
berkaitan dengan perubahan kurs, yaitu:
- Eksposur transaksi
- Eksposur akuntansi
- Eksposur operasi

19
Ketiga jenis eksposur tersebut, dalam kaitannya dengan timing perubahan kurs, bisa
dilihat pada bagan tersebut.

a. Eksposur Transaksi
Eksposur transaksi adalah eksposur yang terjadi karena perusahaan memasuki
kontrak tertentu, yang kemudian memunculkan sejumlah nilai uang yang rentan
terhadap perubahan kurs. Sebagai contoh, misalkan importir Indonesia membeli
barang dari Amerika Serikat senilai $1 juta. Pembayaran dilakukan tiga bulan
mendatang. Kewajiban melunasi utang dagang tersebut senilai $1 juta rentan
terhadap perubahan kurs di masa mendatang. Jika kurs Rp/$ tiga bulan
mendatang pada saat utangnya jatuh tempo, melemah, maka ia akan mengalami
kerugian karena harus menyediakan rupiah yang lebih banyak. Sebagai contoh,
jika kurs Rp/$ jatuh menjadi Rp20.000/$, padahal saat ini kurs Rp/$ adalah
Rp10.000/$ maka ia harus menyediakan rupiah dua kali lebih banyak. Tetapi
jika kurs rupiah tiga bulan mendatang menguat terhadap dolar, importir tersebut
akan memperoleh keuntungan. Sebagai contoh, misal tiga bulan mendatang
kurs Rp/$ menjadi Rp5.000/$, maka ia akan menyediakan rupiah lebih sedikit
(separuh dari rupiah yang disediakan saat ini).

20
Bagan tersebut menunjukkan bahwa jika rupiah melemah (bergerak ke kanan),
maka importir tersebut mengalami kerugian. Semakin besar pelemahan rupiah,
semakin besar kerugian importir tersebut. Tetapi jika rupiah menguat, importir
tersebut memperoleh keuntungan, karena menyediakan rupiah yang lebih
sedikit. Semakin besar penguatan rupiah (kurs bergerak ke kiri), semakin besar
keuntungan importir tersebut.
Contoh lainnya ialah seorang eksportir Indonesia menjual barang ke Amerika
Serikat, dan akan menerima $1 juta tiga bulan mendatang. Posisi spot yang
dihadapi oleh eksportir tersebut akan terlihat seperti berikut ini.

Bagan tersebut menunjukkan contoh yang berkebalikan dengan sebelumnya.


Jika rupiah melemah, maka eksportir tersebut akan memperoleh keuntungan,
karena dia akan memperoleh rupiah yang lebih banyak. Sebaliknya, jika rupiah
menguat (kurs bergerak ke arah kiri), eksportir tersebut akan mengalami
kerugian, karena ia akan menerima rupiah yang lebih sedikit.

21
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa eksportir dan importir, karena memasuki
kontrak atau transaksi perdagangaŋ, akhirnya menghadapi risiko perubahan
kurs.
b. Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi karena laporan keuangan dengan mata uang
tertentu, kemudian dikonversikan ke laporan keuangan dengan mata uang lain,
rentan (terekspos) terhadap perubahan kurs. Perubahan kurs bisa menyebabkan
proses konversi semacam itu menghasilkan keuntungan atau kerugian. Sebagai
ilustrasi, misalkan suatu perusahaan multinasional Amerika Serikat, memiliki
anak perusahaan di Indonesia. Misalkan neraca anak perusahaan tersebut pada
awal tahun terlihat berikut ini (lihat kolom 2).
Tabel Eksposur Akuntansi
Dalam Rp Awal Tahun ($) Akhir Tahun ($)
Kurs = Rp5.000/$ Kurs = Rp10.000/$
Kas 1.000.000 200 100
Piutang Dagang 2.000.000 400 200
Persediaan 2.000.000 400 200
Aktiva Tetap 5.000.000 1.000 500
Total Aset 10.000.000 2.000 1.000
Utang Dagang 2.000.000 400 200
Utang Jangka Panjang 2.000.000 400 200
Modal Saham 6.000.000 1.200 600
Total Pasiva 10.000.000 2.000 1.000
Total aset adalah Rp10 juta. Karena neraca tersebut dalam rupiah,
sedangkan perusahaan multinasional tersebut merupakan perusahaan Amerika
Serikat, maka neraca tersebut perlu dikonversi ke $. Misalkan kurs awal tahun
adalah Rp5.000/ $, kolom (3) tabel di atas menyajikan hasil dari proses konversi
tersebut. Terlihat bahwa total aset perusahaan adalah $2.000, modal saham
adalah $1.200. Misalkan satu tahun kemudian perusahaan tidak melakukan
aktivitas apa-apa, sehingga nilai ekonomis perusahaan tersebut sama antara
awal tahun dengan akhir tahun. Satu-satunya perbedaan adalah kurs berubah,
yaitu rupiah melemah dari Rp5.000/$ menjadi Rp10.000/$. Bagaimana efek
perubahan kurs tersebut terhadap neraca anak perusahaan dalam dolar?

22
Kolom (4) menyajikan hasil konversi dengan menggunakan kurs yang
baru yaitu Rp10.000/$. Terlihat total aset turun menjadi $1.000, modal saham
turun nilainya menjadi $600. Penurunan modal saham tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan mengalami kerugian, yang menyebabkan modal sahamnya
berkurang nilainya. Perhatikan bahwa kerugian tersebut bukan dikarenakan
perubahan nilai ekonomis perusahaan, tetapi semata-mata karena perubahan
kurs. Nilai ekonomis perusahaan sama antara awal tahun dengan akhir tahun.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa perusahaan tersebut menghadapi
risiko perubahan kurs dalam proses konversi laporan keuangannya dari rupiah
ke dolar.
c. Eksposur Operasi
Eksposur operasi adalah operasi perusahaan yang rentan (terekspos)
terhadap perubahan kurs. Sebagai ilustrasi, misalkan produsen mobil Jepang
Toyota menjual mobilnya ke Amerika Serikat. Jika yen menguat terhadap dolar
AS, maka harga mobil Toyota di Amerika Serikat akan menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan sebelumnya. Akibatnya daya saing mobil Toyota di
Amerika Serikat menjadi turun. Tabel berikut ini menjelaskan kenapa demikian.

Harga Toyota (dalam yen) Harga Toyota ($) Harga Toyota ($)
Kurs adalah Y100/$ Kurs adalah Y50/$
Yen 1.000 $10 $20

Misalkan harga mobil tersebut adalah 1.000 yen. Jika kurs yen/dolar
adalah yen 100/$, maka mobil tersebut akan mempunyai harga yaitu $10 (1.000
/10) di Amerika Serikat. Misalkan yen menguat terhadap dolar AS, menjadi
Y50/$. Dengan kurs baru, harga mobil di Amerika Serikat menjadi $20. Terlihat
harga mobil Toyota menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Kenaikan
harga tersebut bukan karena kenaikan harga mobil dalam yen (harga mobil
dalam yen tetap), tetapi karena perubahan kurs saja.
Karena harga mobil Toyota di Amerika Serikat semakin mahal, akibat
selanjutnya adalah penjualan Toyota di AS berkurang, yang mengakibatkan kas
masuk Toyota dari penjualan di Amerika Serikat berkurang. Di sisi lain, Toyota
harus membayar input, tenaga kerja di Jepang. Jika pemasukan terganggu, maka

23
operasi Toyota bisa terganggu karena pemasukan menjadi lebih sedikit, padahal
pengeluaran tetap sama. Toyota dalam contoh di atas dikatakan mempunyai
eksposur operasi, karena operasi Toyota rentan terhadap perubahan kurs.
d. Eksposur Ekonomi
Eksposur operasi digabung dengan eksposur transaksi menjadi eksposur
ekonomi.
Eksposur Ekonomi = Eksposur operasi + Eksposur transaksi

Eksposur ekonomi adalah nilai perusahaan yang rentan terhadap perubahan


kurs. Sebagai ilustrasi, kembali ke contoh Toyota, karena penjualan Toyota
berkurang, akibatnya adalah menurunnya aliran kas untuk Toyota. Karena aliran
kas berkurang, nilai atau harga saham Toyota bisa turun. Dengan demikian
harga saham Toyota terekspos (rentan) terhadap perubahan kurs.

2.7 Risiko Teknologi


Teknologi di satu sisi mempunyai manfaat, di sisi lain memunculkan risiko baru.
Perusahaan yang menggunakan teknologi yang tepat bisa mendorong bisnis perusahaan
(meningkatkan penjualan dan menurunkan biaya). Tetapi penggunaan teknologi yang
tidak tepat bisa merugikan perusahaan dengan signifikan. Dalam kasus yang lebih
ekstrim, teknologi baru bisa menghancurkan perusahaan yang tidak menguasai teknologi
baru tersebut. Sayangnya risiko yang berkaitan dengan teknologi relatif lebih sulit
dipahami karakteristiknya, lebih sulit dikuantifisir, dan lebih sulit diantisipasi, meskipun
risiko teknologi tersebut merupakan sesuatu yang riil.
Secara umum, teknologi yang tepat bisa menurunkan biaya operasional
perusahaan, seperti terlihat dalam bagan berikut ini.
Bagan Kurva Biaya Rata-Rata Perusahaan Dengan Teknologi

24
Perusahaan yang menggunakan teknologi yang lebih ekstensif digambarkan
mempunyai kurva biaya rata-rata AC2, sementara perusahaan dengan teknologi yang
lebih sederhana digambarkan mempunyai kurva biaya rata-rata AC2. Dari kurva tersebut
terlihat bahwa perusahaan dengan teknologi tinggi beroperasi lebih efisien. Semakin
besar output yang dihasilkan, semakin efisien operasi perusahaan tersebut dibandingkan
dengan perusahaan dengan teknologi yang lebih rendah. Karena itu teknologi bisa
menjadi alat persaingan bisnis. Perusahaan dengan teknologi yang lebih baik akan
mempunyai posisi persaingan yang lebih baik juga.
Alternatif lain untuk melihat efek dari teknologi adalah dengan menggunakan
bagan berikut ini.
Bagan Biaya Total Perusahaan Dengan Teknologi Intensif versus Teknologi
Ringan

25
Bagan di atas menggambarkan dua perusahaan:
• Perusahaan yang melakukan investasi yang signifikan di bidang teknologi.
Perusahaan tersebut ditandai dengan TC2 (total cost atau biaya total). Karena
perusahaan melakukan investasi yang signifikan di bidang teknologi, kemudian
dikapitalisasi, maka depresiasi yang dibebankan menjadi tinggi. Dengan kata lain
biaya tetap perusahaan tersebut cukup tinggi (FC2). Tetapi biaya variabel perusahaan
tersebut lebih rendah. Karena itu slope dari TC2 cenderung lebih datar.
• Perusahaan yang investasi di bidang teknologinya lebih sedikit akan menggunakan
mesin yang lebih sedikit. Karena itu depresiasinya lebih sedikit, dan biaya tetapnya
lebih kecil, seperti yang ditunjukkan oleh FC1. Tetapi biaya variabelnya lebih besar,
sehingga slope dari TC1 lebih besar dibandingkan dengan slope dari TC2.
Dari bagan di atas terlihat bahwa jika perusahaan beroperasi dengan output di
bawah Q*, maka perusahaan dengan teknologi lebih rendah akan lebih efisien
(mempunyai biaya yang lebih rendah). Tetapi jika perusahaan beroperasi di atas Q*,
maka perusahaan dengan teknologi tinggi akan lebih efisien. Semakin besar output yang
dihasilkan, akan semakin efisien bagi perusahaan yang menggunakan teknologi yang
lebih besar.
Di samping bisa mengefisienkan operasi perusahaan, penggunaan teknologi yang
tepat bisa meningkatkan penjualan. Sebagai contoh, bank yang mempunyai ATM yang
lebih baik, jaringan yang lebih tersebar, mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan
lebih banyak nasabah dibandingkan dengan bank yang tidak mempunyai ATM atau
jaringan ATM-nya tidak banyak. Perusahaan dengan teknologi yang lebih baik bisa
meluncurkan produk baru, inovasi baru, lebih baik lagi.
Di samping manfaat teknologi seperti yang dibicarakan, penggunaan teknologi bisa
memunculkan risiko-risiko yang berkaitan dengan teknologi tersebut. Berikut ini
beberapa ilustrasi risiko yang muncul karena teknologi.
• Ketergantungan pada teknologi bisa mengakibatkan timbulnya risiko baru. Pada
teknologi manual (dikerjakan oleh manusia), risiko yang sering dihadapi adalah
kesalahan manusia (human error) seperti kesalahan mencatat karena kecapaian.
Frekuensi kesalahan semacam itu relatif sering. Dengan komputer, risiko semacam itu
bisa dihilangkan karena komputer tidak pernah kecapaian. Tetapi risiko baru muncul,
yaitu risiko terkena serangan virus, kerusakan komputer, yang bisa mengakibatkan
kerugian yang lebih besar, meskipun frekuensi kerugian semacam itu tidak banyak.

26
• IBM pada tahun 1970-an merupakan perusahaan yang terkemuka dengan produk
andalannya yaitu computer mainframe. Pangsa pasar computer mainframe mencapai
lebih dari 90%. Pada tahun 1980-an, komputer PC mulai populer. IBM termasuk salah
satu perusahaan yang mempopulerkan PC. Tetapi PC tersebut tidak pernah dianggap
sebagai produk serius. Ketika PC semakin baik, semakin andal, banyak perusahaan
yang beralih dari mainframe ke PC, karena biayanya yang lebih murah. IBM terlambat
mengantisipasi sehingga penjualan mainframe jatuh. IBM berada dalam krisis besar.
Untungnya Direktur baru berhasil melakukan perubahan sehingga IBM bisa bertahan
sampai sekarang
• Pada tahun 1990-an, floppy disk sempat mendapat persaingan dari produk baru yaitu
Zip-drive (buatan Iomega). Zip-drive mirip dengan disk drive, bedanya Zip-drive lebih
tebal, dan mempunyai kapasitas lebih besar. Secara ekonomis Zip-drive tersebut lebih
baik dibandingkan dengan disk-drive. Karena itu beberapa PC mulai memasang Zip-
drive tersebut bersamaan dengan floppy diskdrive. Nampaknya Zip-drive akan
menjadi standar baru menggantikan floppydrive. Tetapi karena sesuatu hal, Zip-drive
tidak pernah berkembang pesat apalagi menggantikan floppy-drive. Beberapa analis
menganggap kesalahan ada pada perusahaan karena tidak bisa memanfaatkan
momentum dengan cepat. Tetapi sumber penghalang lain adalah munculnya teknologi
penyimpanan data yang lebih baik, seperti CD recordable dan writeable, yang lebih
murah dan mempunyai kapasitas yang jauh lebih banyak. Flash disk juga mulai
populer dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan floppy disk atau CD.
Zip-drive gagal menjadi standar dalam PC karena munculnya teknologi baru yang
lebih baik.
• Misalkan suatu perusahaan melakukan investasi pada pabrik semen. Pembangunan
pabrik tersebut memakan waktu lama, misal tiga tahun. Pada waktu pabrik selesai
dibangun, ternyata muncul teknologi baru yang lebih efisien. Akibatnya pabrik yang
sudah terlanjur dibangun tersebut tidak akan seefisien jika pabrik menggunakan
teknologi baru tersebut. Akibat selanjutnya, produk semen yang dihasilkan akan lebih
mahal dibandingkan dengan produk semen pesaing yang menggunakan teknologi
baru. Kegagalan mengantisipasi teknologi baru bisa mempunyai dampak negatif
seperti ilustrasi tersebut.

27
Seperti disebutkan di muka, risiko teknologi lebih sulit dikuantifisir, meskipun
risiko tersebut benar-benar riil. Bagaimanapun manajer risiko harus sadar bahwa risiko
teknologi ada, sehingga bisa melakukan antisipasi lebih baik.

2.8 Risiko Lainnya


Di samping risiko perubahan kurs dan risiko teknologi, masih banyak risiko spekulatif
lainnya yang dihadapi oleh perusahaan. Bagian berikut ini menjelaskan sebagian risiko
spekulatif lainnya.

2.8.1 Risiko Likuiditas


Risiko likuiditas terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan membayar
kewajiban jangka pendek. Jika risiko likuiditas tidak ditangani dengan baik, risiko
tersebut bisa meningkat menjadi risiko solvabilitas atau solvency risk, yang bisa
mengakibatkan kebangkrutan perusahaan. Sebagai contoh, misalkan perusahaan
tidak bisa melunasi utang dagangnya. Perusahaan mengalami krisis likuiditas
sehingga ketika utang dagang jatuh tempo, perusahaan tidak bisa melunasi.
Kreditur meminta untuk merubah utang dagang menjadi utang wesel. Sekarang
utang wesel mempunyai kekuatan hukum, karena perusahaan secara tertulis
berjanji untuk melunasi utang wesel pada tanggal tertentu di masa mendatang. Jika
perusahaan gagal melunasi utang wesel, bukannya tidak mungkin kreditur tersebut
meminta pengadilan untuk membangkrutkan perusahaan. Dalam kasus ini
perusahaan menghadapi risiko solvency.
Perusahaan biasa bisa menggunakan rasio likuiditas seperti rasio lancar
dan acid ratio untuk mengukur risiko likuditas tersebut, seperti berikut ini.
Rasio lancar = (Aktiva Lancar/Utang Lancar)
Acid ratio = (Aktiva Lancar - Persediaan )/Utang Lancar

Di samping rasio keuangan, perusahaan juga bisa menggunakan anggaran


kas atau peramalan kas untuk melihat potensi risiko likuiditas. Dibandingkan
sektor usaha lain, bank biasanya menghadapi risiko likuiditas yang lebih besar.
Risiko likuiditas bank bersumber dari sisi aset dan sisi pasiva.
• Sisi Aset: Jika bank memberikan jaminan atau komitmen untuk memberikan
utang sejumlah tertentu di masa mendatang (misal tiga bulan). Misalkan tiga
bulan mendatang calon debitur datang ke bank untuk memanfaatkan janji bank
28
tersebut, maka bank harus bisa menyediakan sejumlah uang yang telah
dijanjikan. Jika bank gagal memberikan sejumlah uang tersebut, maka bank
menghadapi risiko likuiditas.
• Sisi Pasiva: Sumber dana bank sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga
dalam bentuk tabungan dan deposito. Tabungan praktis bisa ditarik setiap saat.
Deposito mempunyai jangka waktu yang biasanya cukup pendek (1 bulan
sampai satu tahun). Jika penarikan dana oleh masyarakat terjadi lebih besar dari
yang diperkirakan, maka bank tersebut bisa menghadapi krisis likuiditas. Jika
krisis tersebut tidak ditangani, perusahaan bisa terancam kelangsungannya.
Misalkan masyarakat menjadi panik karena tidak bisa mengambil tabungannya,
atau muncul rumor tertentu yang tidak baik, masyarakat bisa mengalami krisis
kepercayaan terhadap bank tersebut. Sebagai akibatnya, masyarakat akan
menarik dananya secara bersamaan dari bank tersebut. Bank bisa jatuh karena
sumber dana menghilang, ditarik masyarakat secara bersamaan.

2.8.2 Risiko Politik (Soverign Risk)


Jika perusahaan merupakan perusahaan multinasional yang beroperasi di
banyak negara, maka perusahaan tersebut akan menghadapi risiko politik. Risiko
politik bisa didefinisikan sebagai kejadian di negara tujuan investasi (host) yang
bisa mengganggu aliran kas perusahaan multinasional. Risiko politik merupakan
garis kontinum dari yang paling ringan sampai ke yang paling berat.

Bagan Risiko Politik

Perubahan peraturan barangkali termasuk ringan. Kerusuhan sosial


cenderung lebih serius, apalagi jika disertai dengan gangguan fisik (misal pabrik
dibakar) atau gangguan lain yang lebih serius (misal karyawan mogok kerja).
Kejadian yang paling berat adalah jika pabrik diambil-alih oleh negara lokal
(diekspropriasi). Jika pabrik diambil-alih oleh negara lokal, biasanya perusahaan
tidak bisa berbuat apa-apa.

29
Salah satu indikator untuk melihat risiko politik di suatu negara adalah
risiko negara (country risk). Beberapa lembaga menerbitkan risiko negara-negara
di dunia, mulai dari negara dengan risiko rendah, tinggi, sampai terlarang.
Perusahaan multinasional akan memperhatikan risiko negara jika mereka
memutuskan untuk melakukan investasi di negara tersebut.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Risiko operasional merupakan risiko yang paling tua, namun pemahaman karakteristik
risiko operasional belum setinggi risiko lainnya. Pengukuran risiko operasional dapat
dilakukan dengan menggunakan matriks frekuensi/keparahan. Setelah pemetaan risiko
menggunakan matriks, strategi alternatif untuk mengelola risiko tersebut dapat
dikembangkan. Ukuran alternatif lain adalah menghitung kerugian yang diharapkan,
yang merupakan produk dari frekuensi dan keparahan. Karakteristik risiko operasional
dapat berubah karena beberapa faktor, seperti penggunaan teknologi yang lebih intensif
untuk menggantikan tenaga kerja manual. Self-assessment dapat dilakukan untuk menilai
risiko operasional yang dihadapi perusahaan.

Nilai tukar berubah karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Perubahan nilai tukar akan
menimbulkan eksposur risiko, yang biasanya dibagi menjadi risiko transaksi, risiko
akuntansi dan risiko operasional. Risiko transaksi ditambah risiko operasional menjadi
risiko ekonomi. Risiko teknologi muncul dari penggunaan teknologi dan perubahan
teknologi. Sementara penggunaan teknologi bermanfaat bagi perusahaan (meningkatkan
penjualan dan merampingkan operasi perusahaan), juga membawa risiko, seperti
penggunaan teknologi yang salah, serangan virus, dan perubahan teknologi yang tidak
terduga. Risiko likuiditas dan risiko politik adalah contoh risiko spekulatif lain yang
dihadapi perusahaan. Penulis mengingatkan pembaca bahwa ada banyak risiko spekulatif
lain yang tidak tercakup dalam buku ini. Risiko fluktuasi nilai tukar timbul dari fluktuasi
nilai tukar.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas di atas, penulis berharap agar makalah yang
berjudul “Risiko Operasional dan Risiko Spekulatif Lainnya” ini dapat bermanfaat baik
bagi pembaca maupun penulis, sehingga menambah wawasan materi mengenai risiko
operasional dan risiko spekulatif lainnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

31
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Mamduh. 2016. Manajemen Risiko. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

32

Anda mungkin juga menyukai