Dosen Pengampu:
Drs. R. Hendri Gusaptono, MM
Disusun Oleh:
1. Iffa Karimah 141190021
2. Faidin Joko Nur Rochman 141190032
3. Dadan Kurniawan Febriana 141190081
4. Endah Nur Saputri 141190166
Kelompok 2 / EM-A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Manajemen Risiko yang berjudul “Risiko Operasional dan Risiko Spekulatif
Lainnya” sesuai waktu yang telah ditentukan.
Kami berterima kasih kepada Drs. R. Hendri Gusaptono, MM., selaku dosen mata
kuliah Manajemen Risiko yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu
menyumbangkan pikirannya dalam makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
2.8 Risiko Lainnya ........................................................................................................... 28
2.8.1 Risiko Likuiditas .............................................................................................. 28
2.8.2 Risiko Politik (Soverign Risk) .......................................................................... 29
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 31
3.2 Saran .......................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Beberapa contoh risiko operasional yang berkaitan atau bersumber dari manusia
adalah:
• Kecelakaan kerja, khususnya kecelakaan kerja karena kecerobohan atau
kurang pengalaman dari karyawan.
• Terlalu tergantung pada karyawan kunci tertentu, sehingga jika karyawan
tersebut meninggal atau berpindah kerja, perusahaan menghadapi masalah.
• Integritas karyawan yang kurang, sehingga karyawan tersebut bisa
menggelapkan uang perusahaan, atau melakukan aktivitas yang berada di
luar wilayah otoritasnya.
• Risiko manusia tersebut mengharuskan perusahaan untuk mempunyai
karyawan yang mempunyai kualifikasi, pengalaman, dan integritas yang
diperlukan.
2.1.3 Risiko Sistem
Sistem teknologi bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi organisasi.
Di lain pihak, system tersebut akan memunculkan risiko baru bagi organisasi.
Contohnya, jika perusahaan terlalu tergantung pada sistem komputer. Maka risiko
yang berkaitan dengan kerusakan komputer akan semakin tinggi.
Beberapa risiko yang muncul berkaitan dengan sistem adalah:
• Kerusakan data
• Kesalahan pemrograman
• Sistem keamanan yang kurang baik (misal, bisa dimasuki oleh hacker)
• Penggunaan tekonologi yang belum teruji
• Terlalu mengandalkan model tertentu untuk keputusan bisnis.
Sebagai contoh, pada waktu The Long Term Capital mengalami kehancuran
karena mempunyai posisi yang sangat besar pada Rubel Rusia, model matematis
mereka memprediksi probabilitas kejadian semacam itu adalah 0,000001. Namun,
kejadian tersebut tetap terjadi, sehingga mengejutkan mereka.
2.1.4 Risiko Eksternal
Risiko eksternal berkaitan dengan kejadian yang bersumber dari luar
organisasi dan di luar pengendalian organisasi. Kejadian semacam itu biasanya
jarang terjadi, tetapi mempunyai dampak yang cukup besar (frekuensi
rendah/severity tinggi). Beberapa contoh risiko eksternal adalah perampokan,
serangan teroris, bencana alam.
4
2.2 Pengukuran Risiko Operasional
Salah satu Teknik untuk mengukur risiko operasional adalah dengan menggunakan dua
klasifikasi ini, yaitu:
a. Frekuensi atau probabilitas terjadinya risiko
b. Tingkat keseriusan kerugian atau impact dari risiko tersebut.
Dengan menggunakan dua dimensi tersebut, kita dapat membuat matriks
frekuensi/tingkat keseriusan untuk risiko-risiko yang ada, termasuk risiko operasional.
Berikut ini adalah contoh aplikasi matriks tersebut untuk risiko gagal bayar (default) dan
kesalahan pemrosesan transaksi.
5
Matriks likehood (frekuensi) dan signifikansi (severity) dikelompokkan dalam 4 kuadran:
a. Signifikansi (severity) rendah dan likehood (frekuensi) rendah : low control
Perusahaan dapat menerapkan pengawasan yang rendah pada kategori ini.
Karena jika pengawasan yang terlalu berlebihan akan menimbulkan biaya yang
lebih besar dibandingkan manfaatnya, sehingga akan lebih optimal jika bank tidak
perlu melakukan pengawasan yang berlebihan.
b. Signifikansi (severity) tinggi dan likehood (frekuensi) rendah: detect and monitor
Tipe risiko ini lebih menantang dihadapi. Jika risiko ini muncul, perusahaan
dapat mengalami kerugian yang cukup besar, dan barangkali dapat
mengakibatkan kebangkrutan. Tetapi, frekuensi risiko relative jarang, sehingga
tidak mudah ditemui atau dikenali oleh bank. Karena itu, risiko ini paling sulit
dipahami karakteristiknya.
c. Signifikansi (severity) rendah dan likehood (frekuensi) tinggi: monitor.
Tipe risiko ini sering muncul tetapi besarnya kerugian relative kecil.
Biasanya risiko ini muncul sebagai akibat perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya. Contohnya, untuk perusahaan supermarket ada risiko shoplifting,
pencurian oleh karyawan, barang dagangan rusak karena busuk atau karena botol
pecah. Risiko ini lebih mudah dikenal dan perusahaan dapat menghitung risiko
tersebut.
d. Signifikansi (severity) tinggi dan likehood (frekuensi) tinggi : prevent at source
6
Tipe risiko ini praktis dan tidak relevan lagi dibicarakan, karena jika situasi
semacam ini terjadi, berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan risiko, dan
bisa berakibat pada kebangkrutan.
Alternatif lain dengan menggunakan penggolongan semacam ini
7
2.3 Menghitung Kerugian yang Diharapkan
2.3.1 Perhitungan Langsung
Misalkan, kita ingin menghitung kerugian yang diharapkan jika risiko tertentu
muncul.
Kerugian yang diharapkan = Frekuensi (probabilitas) x Severity (besar
kerugian)
Misalkan kita mengumpulkan data historis untuk melihat kecelakaan kerja. Berikut
ini data bulanan selama 12 bulan
Dari data diatas menunjukkan bahwa rata-rata kecelakaan setiap bulannya adalah
5,2 kali, dengan rata-rata kerugian sekitar Rp 12,6 juta perbulannya atau Rp
2.412.698 (152.000.000/63).
Untuk mengetahui nilai kerugian yang diharapkan untuk bulan mendatang :
8
2.3.2 Pendekatan Analitis untuk Menghitung Kerugian yang Diharapkan
Dengan mengasumsikan distribusi tertentu (biasanya normal) dari kerugian
yang akan terjadi. Keuntungan dari distribusi normal adalah bisa melakukan
berbagai hal hanya dengan mengetahui nilai yang diharapkan dan standar
deviasinya.
Contohnya, tingkat keuntungan yang diharapkan ( rata-rata ) adalah Rp 10 juta
dengan standar deviasi adalah Rp 15 juta. Berapa kerugian pada interval 95%?
9
bulannya) Kita juga melakukan evaluasi untuk severity kerugian, dan
menyimpalkan bahwa distribusi normal bisa menjelaskan severity kerugian di
masa lalu Misalkan kerugian rata-rata per-peristiwa kerugian adalah Rp15 juta
dengan standar devasi Rp2 juta Tabel berikut ini (kolom (2)) menggambarkan
distribusi probabilitas Poisson dengan nilai yang diharapkan adalah lima. Kolom
(3) menyajikan probabilitas kumulatif (sebagai contoh, untuk bans 1, nilai adalah
000:-0.0067 -0,0337) Kolom (4) menyajikan angka 0-99 untuk mewakili angka
yang akan dimulasikan
10
2.4 Perubahan Karakteristik Risiko Operasional
Risiko operasional dan risiko lainnya bisa berubah karakteristiknya dari waktu
waktu.Sebagai contoh, di zaman dulu, pencatatan transaksi dilakukan secara manal
(misal karyawan menuliskan harga dan jumlah unit yang diperdagangkan di kertas Cara
semacam itu memunculkan risiko kesalahan pencatatan melalui karyawan yang
kecapaian, sehingga mencatat angka yang salah. Frekuensi kesalahan tersebut cula
sering, karena karyawan sering lelah (misal pada waktu sore hari). Tetapi kesalah tersebut
biasanya mengakibatkan kerugian yang relatif kecil (misal, seharusnja mencatat Rp11
000, tetapi dicatat Rp10.000. sehingga ada selisih sebesar Rp1.00
Cara manual semacam itu sekarang sudah banyak diganti dengan pencatata
terkomputerisasi Pencatatan semacam itu akan menghilangkan kesalahan pencatatan
karena kecapaian, karena sistem komputer tidak akan mengala kelelahan. Frekuensi
kesalahan dengan demikiar bisa diturunkan. Tetapi me jenis risiko yang baru. Jika terjadi
kegagalan atau kelemahan pada sistem kompute tersebut, maka kerugian yang muncul
akan sangat besar Sebagai content, seringas virus terhadap sistem komputer, astu
pembobolar terhadap sistem komp perusahaan mempunyai frekuensi yang relati rendah.
Tetapi jika hal terseb terjadi, kerugian yang timbul akan cup hasan ustas tersebut
menunjuk bahwa karakteristik tisin operasional berubah darstens togguignil rendah
menjadi leksensi rendah/signifikansi tinggi.
2.4.1 Globalisasi
Globalisasi keuangan di dunia didorong oleh liberalisasi ekonomi dunia.
Liberalisasi berarti penghilangan pembatasan pembatasan aliran modal. Sebagai
contoh, In donesia melakukan liberalisasi di pasar modal seak tahun 1999, ketika
investor asing bisa membeli saham di pasar modal sampai maksimal 49% dan
jumlah saham yang beredar. Pada tahun 1997, liberalisasi tersebut dilanjutkan lebih
jauh dengan membolehkan investor asing membeli saham di Burss Elek Jakarta
sampai dengan 100% Elek liberalisasi seperti itu mendorong globalisasi ekonomi
dan keungan dana Kejadian penting di suatu negara akan dengan cepat
mempengaruhi negara inya Dunia menjadi terasa semakin kecil Istilah durus
sebagai desa kecil mell lag muncul untuk menggambarkan kondisi semacam
itu.Kondisi semacam itu cenderung meningkatkan risik, seperti terlihat pada
semakin meningkatnya volatilitas pergerakan harga atau nilai-nilai instrumen
keuangan/komoditas Globalni page semakin meningkatkan frekuensi dan se
sygnifikansi) dari suatu riadko, karena kagadian di suatu negara akan cepat
11
merembe ke negara lain karena pembatasan-pembatasan sudah jauh berkurang
Modal bas berputar lebih cepat. Kecepatan aliran modal seperti itu juga membuat
perusahaan mempurwal waktu yang lebih sedikit untuk menyelesaikan masalah
yang muncul Terlambat mengantisipasi risiko tersebut akan berakibat serius bagi
perusahaan.
2.4.2 Otomatisasi
Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, perusahaan semakin lama
semakin mengandalkan teknologi komputer untuk melakukan banyak hal,
termasuk mengotomatisasi transaksi Sebagai contoh, perusahaan menggunakan
komputer untuk mencatat transaksi (tidak banyak menggunakan tenaga manusia
untuk mencatat transaksi), bank menggunakan ATM (Automatic Teller Machine)
sehingga nasabah bank bisa bertransaksi praktis 24 jam satu hari.Otomalisasi
semacam itu menurunkan risiko yang berkaitan dengan manusia (misal kesalahan
pencatatan karena kelelahan). Tetapi otomatisasi semacam itu memunculkan risiko
baru yaitu risiko kegagalan sistem dan semacamnya. Risiko baru semacam itu
cenderung leaih sulit dideteksi dan jika terjadi, kerugian yang dialami oleh
perusahaan cukup signifikan. Risiko akan cenderung terakumulasi dan baru
terdeteksi ka jumlah kerugian mencapai angka yang besar.
12
2.4.4 Outsourcing
Outsourcing merupakan tren bisnis akhir-akhir ini. Outsourcing berarti
menggunakan jasa pihak luar untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaan
perusahaan Sebagai contoh, perusahaan menggunakan program komputer yang
dibuat oleh perusahaan lain Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan efisienal
(bisa menurunkan biaya) Jika melakukan pekerjaan sendiri, karena sesuatu hal
(misal keahlian yang tidak ada atau skala ekonomi yang kurang), bagi perusahaan,
akan lebih menguntungkan jika menggunakan jasa dan pihak luar untuk pekerjaan
tertentu.Tetapi outsourcing memunculkan risiko baru. Perusahaan menyerahkan
kendali alas pekerjaannya kepada pihak luar Jika pekerjaan tersebut merupakan hal
yang penting dan pihak luar tersebut tidak memberikan produk atau pelayaran yang
sesuai dengan spesifikasi perusahaan, maka perusahaan menghadapi risiko bahwa
pelayanan atau produk yang diberikan akan berada di bawah standar yang
ditentukan,
13
BAB RISIKO SPEKULATIF LAINNYA
Indonesia pernah mengalami dua sistem kurs yang berbeda. Sebelum krisis pada tahun
1997, Indonesia menggunakan sistem kurs tetap. Perubahan kurs dilakukan secara
resmi oleh pemerintah. Biasanya pemeriniah mendevaluasikan rupiah terhadap dolar.
Sebagai contoh, kurs sebelumnya misalkan Rp2.300/$. Kemudian pemerintah
mendevaluasikan rupiah terhadap dolar menjadi, misal, Rp3.000/$. Perhatikan nilai
rupiah menjadi turun (lebih murah) terhadap dolar. Pemerintah mengumumkan secara
resmi keputusan tersebut.
14
Pada periode sesudah pertengahan tahun 1997, pemerintah Indonesia memutuskan
untuk mengambangkan kurs rupiah. Dalam situasi tersebut, nilai rupiah bergerak naik
atau turun tergantung mekanisme pasar. Sebagai contoh, jika perusahaan membutuhkan
dolar untuk melunasi utang dalam dolar, permintaan terhadap dolar akan meningkat,
yang menyebabkan naiknya nilai dolar terhadap rupiah (atau turunnya rupiah terhadap
dolar). Pada waktu terjadi bom, rupiah jatuh nilainya terhadap dolar. Dalam kedua
contoh tersebut, rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Dalam situasi
sebaliknya, rupiah bisa menguat terhadap dolar (apresiasi), misal dan Rp10.000/dolar
menjadi Rp9.000/$. Perubahan tersebut ditentukan oleh mekanisme pasar, bukannya
oleh pemerintah. Bank Sentral bisa saja melakukan intervensi jika mereka
menginginkan kurs yang tertentu. Tetapi intervensi tersebut biasanya dilakukan melalui
mekanisme pasar.
Tabel berikut ini menyajikan contoh perhitungan apresiasi dan depresiasi suatu mata
uang terhadap mata uang lainnya (perubahan kurs).
Rp melemah terhadap $ Rp menguat terhadap $
Kurs Awal Tahun Rp10.000/$ Rp10.000/$
Kurs Akhir Tahun Rp12.000/$ Rp8.000/$
Pelemahan/Penguatan $ ke (12.000 – 10.000) / (8.000 – 10.000) / 10.000
Rp (%) 10.000 x 100% = 20% x 100% = -20%
Pelemahan/Penguatan Rp (10.000 – 12.000) / (10.000 – 8.000) / 8.000 x
ke $ (%) 12.000 x 100% = - 100% = 25%
16.67%
Kolom (2) pada tabel di atas menyajikan situasi di mana rupiah melemah dari
Rp10.000/$ pada awal tahun menjadi Rp12.000/$ pada akhir tahun. Dalam situasi
tersebut, dolar mengalami apresiasi terhadap rupiah sebesar 20%. Jika kita
menggunakan sudut pandang rupiah, maka kita mengatakan bahwa rupiah melemah
terhadap dolar sebesar 16,67%. Tanda positif menunjukkan penguatan, sementara tanda
negatif menunjukkan pelemahan. Perhatikan bahwa penguatan dolar terhadap rupiah
tidak harus sama angkanya dengan pelemahan rupiah terhadap dolar. Kolom (3)
menyajikan contoh perhitungan situasi di mana rupiah menguat terhadap dolar.
15
2.6.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs
Dalam sistem kurs bebas, kenapa kurs bisa berubah-ubah. Ada banyak faktor yang
menyebabkan kurs bisa berubah-ubah. Berikut ini pembahasan mengenai faktor-
faktor tersebut.
Perbedaan Inflasi. Inflasi suatu negara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
negara lainnya menyebabkan kurs mata uang negara tersebut melemah. Hubungan
yang lebih formal atas pernyataan tersebut bisa dilihat melalui persamaan kondisi
paritas Purchasing Power Parity sebagai berikut.
𝑒𝑡 (1+ 𝑖ℎ )𝑡
=
𝑒0 (1+ 𝑖𝑓 )𝑡
16
Dimana: et = Kurs pada periode t
e0 = Kurs pada awal periode
𝑟ℎ = Tingkat bunga nominal pada negara domestic (home)
𝑟𝑓 = Tingkat bunga nominal pada negara asing
t = Waktu
Sebagai contoh, misalkan kurs awal Rp/$ adalah Rp10.000/$. Tingkat bunga di
Indonesia dan Amerika Serikat adalah 20% dan 5%, berturut-turut. Kurs Rp/$ satu
tahun mendatang menurut model international fisher effect adalah:
(1+ 0,2)1
e1 = 10.000
(1+ 0,05)1
= Rp11.429/$
Menurut prediksi international fisher effect, rupiah melemah menjadi Rp11.429.
Dengan kata lain, negara yang mempunyai tingkat bunga yang lebih tinggi, mata
uangnya akan cenderung melemah (depresiasi).
Tingkat bunga riil berpengaruh positif terhadap nilai mata uang. Dengan kata lain,
negara yang mempunyai tingkat bunga riil, maka mata uang negara tersebut
cenderung menguat. Alasannya adalah, uang akan mengalir ke negara dengan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, misalkan tingkat bunga riil
di Indonesia adalah 5%, sementara tingkat bunga riil di Amerika Serikat adalah 3%.
Dana akan mengalir dari Amerika Serikat ke Indonesia. Aliran modal tersebut
menyebabkan permintaan terhadap rupiah meningkat sehingga rupiah. menguat
terhadap dolar AS. Pada waktu tingkat bunga riil keduanya sama, misal akan sama-
sama 4%, aliran dana akan berhenti. Sayangnya tingkat bunga riil tidak bisa
diobservasi langsung. Tingkat bunga riil tersebut bisa dihitung secara tidak
langsung melalui persamaan berikut ini.
(1 + R) = (1 + a) (1 + i)
di mana
R = tingkat bunga nominal
a = tingkat bunga ril
i = inflasi
17
Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.
(1 + R) = (1 + a + i +a.i)
Kemudian, karena perkalian a.i menghasilkan angka yang sangat kecil, maka hasil
perkalian tersebut bisa dianggap nol, sehingga persamaan di atas bisa
disederhanakan menjadi:
R=a+i
Tingkat bunga nominal sama dengan tingkat bunga riil ditambah inflasi. Jika inflasi
meningkat, maka tingkat bunga nominal mempunyai kecenderungan meningkat.
Karena itu meningkatnya tingkat bunga nominal biasanya disebabkan oleh
meningkatnya inflasi, dan karena itu mata uang negara cenderung melemah.
19
Ketiga jenis eksposur tersebut, dalam kaitannya dengan timing perubahan kurs, bisa
dilihat pada bagan tersebut.
a. Eksposur Transaksi
Eksposur transaksi adalah eksposur yang terjadi karena perusahaan memasuki
kontrak tertentu, yang kemudian memunculkan sejumlah nilai uang yang rentan
terhadap perubahan kurs. Sebagai contoh, misalkan importir Indonesia membeli
barang dari Amerika Serikat senilai $1 juta. Pembayaran dilakukan tiga bulan
mendatang. Kewajiban melunasi utang dagang tersebut senilai $1 juta rentan
terhadap perubahan kurs di masa mendatang. Jika kurs Rp/$ tiga bulan
mendatang pada saat utangnya jatuh tempo, melemah, maka ia akan mengalami
kerugian karena harus menyediakan rupiah yang lebih banyak. Sebagai contoh,
jika kurs Rp/$ jatuh menjadi Rp20.000/$, padahal saat ini kurs Rp/$ adalah
Rp10.000/$ maka ia harus menyediakan rupiah dua kali lebih banyak. Tetapi
jika kurs rupiah tiga bulan mendatang menguat terhadap dolar, importir tersebut
akan memperoleh keuntungan. Sebagai contoh, misal tiga bulan mendatang
kurs Rp/$ menjadi Rp5.000/$, maka ia akan menyediakan rupiah lebih sedikit
(separuh dari rupiah yang disediakan saat ini).
20
Bagan tersebut menunjukkan bahwa jika rupiah melemah (bergerak ke kanan),
maka importir tersebut mengalami kerugian. Semakin besar pelemahan rupiah,
semakin besar kerugian importir tersebut. Tetapi jika rupiah menguat, importir
tersebut memperoleh keuntungan, karena menyediakan rupiah yang lebih
sedikit. Semakin besar penguatan rupiah (kurs bergerak ke kiri), semakin besar
keuntungan importir tersebut.
Contoh lainnya ialah seorang eksportir Indonesia menjual barang ke Amerika
Serikat, dan akan menerima $1 juta tiga bulan mendatang. Posisi spot yang
dihadapi oleh eksportir tersebut akan terlihat seperti berikut ini.
21
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa eksportir dan importir, karena memasuki
kontrak atau transaksi perdagangaŋ, akhirnya menghadapi risiko perubahan
kurs.
b. Eksposur Akuntansi
Eksposur akuntansi terjadi karena laporan keuangan dengan mata uang
tertentu, kemudian dikonversikan ke laporan keuangan dengan mata uang lain,
rentan (terekspos) terhadap perubahan kurs. Perubahan kurs bisa menyebabkan
proses konversi semacam itu menghasilkan keuntungan atau kerugian. Sebagai
ilustrasi, misalkan suatu perusahaan multinasional Amerika Serikat, memiliki
anak perusahaan di Indonesia. Misalkan neraca anak perusahaan tersebut pada
awal tahun terlihat berikut ini (lihat kolom 2).
Tabel Eksposur Akuntansi
Dalam Rp Awal Tahun ($) Akhir Tahun ($)
Kurs = Rp5.000/$ Kurs = Rp10.000/$
Kas 1.000.000 200 100
Piutang Dagang 2.000.000 400 200
Persediaan 2.000.000 400 200
Aktiva Tetap 5.000.000 1.000 500
Total Aset 10.000.000 2.000 1.000
Utang Dagang 2.000.000 400 200
Utang Jangka Panjang 2.000.000 400 200
Modal Saham 6.000.000 1.200 600
Total Pasiva 10.000.000 2.000 1.000
Total aset adalah Rp10 juta. Karena neraca tersebut dalam rupiah,
sedangkan perusahaan multinasional tersebut merupakan perusahaan Amerika
Serikat, maka neraca tersebut perlu dikonversi ke $. Misalkan kurs awal tahun
adalah Rp5.000/ $, kolom (3) tabel di atas menyajikan hasil dari proses konversi
tersebut. Terlihat bahwa total aset perusahaan adalah $2.000, modal saham
adalah $1.200. Misalkan satu tahun kemudian perusahaan tidak melakukan
aktivitas apa-apa, sehingga nilai ekonomis perusahaan tersebut sama antara
awal tahun dengan akhir tahun. Satu-satunya perbedaan adalah kurs berubah,
yaitu rupiah melemah dari Rp5.000/$ menjadi Rp10.000/$. Bagaimana efek
perubahan kurs tersebut terhadap neraca anak perusahaan dalam dolar?
22
Kolom (4) menyajikan hasil konversi dengan menggunakan kurs yang
baru yaitu Rp10.000/$. Terlihat total aset turun menjadi $1.000, modal saham
turun nilainya menjadi $600. Penurunan modal saham tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan mengalami kerugian, yang menyebabkan modal sahamnya
berkurang nilainya. Perhatikan bahwa kerugian tersebut bukan dikarenakan
perubahan nilai ekonomis perusahaan, tetapi semata-mata karena perubahan
kurs. Nilai ekonomis perusahaan sama antara awal tahun dengan akhir tahun.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa perusahaan tersebut menghadapi
risiko perubahan kurs dalam proses konversi laporan keuangannya dari rupiah
ke dolar.
c. Eksposur Operasi
Eksposur operasi adalah operasi perusahaan yang rentan (terekspos)
terhadap perubahan kurs. Sebagai ilustrasi, misalkan produsen mobil Jepang
Toyota menjual mobilnya ke Amerika Serikat. Jika yen menguat terhadap dolar
AS, maka harga mobil Toyota di Amerika Serikat akan menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan sebelumnya. Akibatnya daya saing mobil Toyota di
Amerika Serikat menjadi turun. Tabel berikut ini menjelaskan kenapa demikian.
Harga Toyota (dalam yen) Harga Toyota ($) Harga Toyota ($)
Kurs adalah Y100/$ Kurs adalah Y50/$
Yen 1.000 $10 $20
Misalkan harga mobil tersebut adalah 1.000 yen. Jika kurs yen/dolar
adalah yen 100/$, maka mobil tersebut akan mempunyai harga yaitu $10 (1.000
/10) di Amerika Serikat. Misalkan yen menguat terhadap dolar AS, menjadi
Y50/$. Dengan kurs baru, harga mobil di Amerika Serikat menjadi $20. Terlihat
harga mobil Toyota menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Kenaikan
harga tersebut bukan karena kenaikan harga mobil dalam yen (harga mobil
dalam yen tetap), tetapi karena perubahan kurs saja.
Karena harga mobil Toyota di Amerika Serikat semakin mahal, akibat
selanjutnya adalah penjualan Toyota di AS berkurang, yang mengakibatkan kas
masuk Toyota dari penjualan di Amerika Serikat berkurang. Di sisi lain, Toyota
harus membayar input, tenaga kerja di Jepang. Jika pemasukan terganggu, maka
23
operasi Toyota bisa terganggu karena pemasukan menjadi lebih sedikit, padahal
pengeluaran tetap sama. Toyota dalam contoh di atas dikatakan mempunyai
eksposur operasi, karena operasi Toyota rentan terhadap perubahan kurs.
d. Eksposur Ekonomi
Eksposur operasi digabung dengan eksposur transaksi menjadi eksposur
ekonomi.
Eksposur Ekonomi = Eksposur operasi + Eksposur transaksi
24
Perusahaan yang menggunakan teknologi yang lebih ekstensif digambarkan
mempunyai kurva biaya rata-rata AC2, sementara perusahaan dengan teknologi yang
lebih sederhana digambarkan mempunyai kurva biaya rata-rata AC2. Dari kurva tersebut
terlihat bahwa perusahaan dengan teknologi tinggi beroperasi lebih efisien. Semakin
besar output yang dihasilkan, semakin efisien operasi perusahaan tersebut dibandingkan
dengan perusahaan dengan teknologi yang lebih rendah. Karena itu teknologi bisa
menjadi alat persaingan bisnis. Perusahaan dengan teknologi yang lebih baik akan
mempunyai posisi persaingan yang lebih baik juga.
Alternatif lain untuk melihat efek dari teknologi adalah dengan menggunakan
bagan berikut ini.
Bagan Biaya Total Perusahaan Dengan Teknologi Intensif versus Teknologi
Ringan
25
Bagan di atas menggambarkan dua perusahaan:
• Perusahaan yang melakukan investasi yang signifikan di bidang teknologi.
Perusahaan tersebut ditandai dengan TC2 (total cost atau biaya total). Karena
perusahaan melakukan investasi yang signifikan di bidang teknologi, kemudian
dikapitalisasi, maka depresiasi yang dibebankan menjadi tinggi. Dengan kata lain
biaya tetap perusahaan tersebut cukup tinggi (FC2). Tetapi biaya variabel perusahaan
tersebut lebih rendah. Karena itu slope dari TC2 cenderung lebih datar.
• Perusahaan yang investasi di bidang teknologinya lebih sedikit akan menggunakan
mesin yang lebih sedikit. Karena itu depresiasinya lebih sedikit, dan biaya tetapnya
lebih kecil, seperti yang ditunjukkan oleh FC1. Tetapi biaya variabelnya lebih besar,
sehingga slope dari TC1 lebih besar dibandingkan dengan slope dari TC2.
Dari bagan di atas terlihat bahwa jika perusahaan beroperasi dengan output di
bawah Q*, maka perusahaan dengan teknologi lebih rendah akan lebih efisien
(mempunyai biaya yang lebih rendah). Tetapi jika perusahaan beroperasi di atas Q*,
maka perusahaan dengan teknologi tinggi akan lebih efisien. Semakin besar output yang
dihasilkan, akan semakin efisien bagi perusahaan yang menggunakan teknologi yang
lebih besar.
Di samping bisa mengefisienkan operasi perusahaan, penggunaan teknologi yang
tepat bisa meningkatkan penjualan. Sebagai contoh, bank yang mempunyai ATM yang
lebih baik, jaringan yang lebih tersebar, mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan
lebih banyak nasabah dibandingkan dengan bank yang tidak mempunyai ATM atau
jaringan ATM-nya tidak banyak. Perusahaan dengan teknologi yang lebih baik bisa
meluncurkan produk baru, inovasi baru, lebih baik lagi.
Di samping manfaat teknologi seperti yang dibicarakan, penggunaan teknologi bisa
memunculkan risiko-risiko yang berkaitan dengan teknologi tersebut. Berikut ini
beberapa ilustrasi risiko yang muncul karena teknologi.
• Ketergantungan pada teknologi bisa mengakibatkan timbulnya risiko baru. Pada
teknologi manual (dikerjakan oleh manusia), risiko yang sering dihadapi adalah
kesalahan manusia (human error) seperti kesalahan mencatat karena kecapaian.
Frekuensi kesalahan semacam itu relatif sering. Dengan komputer, risiko semacam itu
bisa dihilangkan karena komputer tidak pernah kecapaian. Tetapi risiko baru muncul,
yaitu risiko terkena serangan virus, kerusakan komputer, yang bisa mengakibatkan
kerugian yang lebih besar, meskipun frekuensi kerugian semacam itu tidak banyak.
26
• IBM pada tahun 1970-an merupakan perusahaan yang terkemuka dengan produk
andalannya yaitu computer mainframe. Pangsa pasar computer mainframe mencapai
lebih dari 90%. Pada tahun 1980-an, komputer PC mulai populer. IBM termasuk salah
satu perusahaan yang mempopulerkan PC. Tetapi PC tersebut tidak pernah dianggap
sebagai produk serius. Ketika PC semakin baik, semakin andal, banyak perusahaan
yang beralih dari mainframe ke PC, karena biayanya yang lebih murah. IBM terlambat
mengantisipasi sehingga penjualan mainframe jatuh. IBM berada dalam krisis besar.
Untungnya Direktur baru berhasil melakukan perubahan sehingga IBM bisa bertahan
sampai sekarang
• Pada tahun 1990-an, floppy disk sempat mendapat persaingan dari produk baru yaitu
Zip-drive (buatan Iomega). Zip-drive mirip dengan disk drive, bedanya Zip-drive lebih
tebal, dan mempunyai kapasitas lebih besar. Secara ekonomis Zip-drive tersebut lebih
baik dibandingkan dengan disk-drive. Karena itu beberapa PC mulai memasang Zip-
drive tersebut bersamaan dengan floppy diskdrive. Nampaknya Zip-drive akan
menjadi standar baru menggantikan floppydrive. Tetapi karena sesuatu hal, Zip-drive
tidak pernah berkembang pesat apalagi menggantikan floppy-drive. Beberapa analis
menganggap kesalahan ada pada perusahaan karena tidak bisa memanfaatkan
momentum dengan cepat. Tetapi sumber penghalang lain adalah munculnya teknologi
penyimpanan data yang lebih baik, seperti CD recordable dan writeable, yang lebih
murah dan mempunyai kapasitas yang jauh lebih banyak. Flash disk juga mulai
populer dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan floppy disk atau CD.
Zip-drive gagal menjadi standar dalam PC karena munculnya teknologi baru yang
lebih baik.
• Misalkan suatu perusahaan melakukan investasi pada pabrik semen. Pembangunan
pabrik tersebut memakan waktu lama, misal tiga tahun. Pada waktu pabrik selesai
dibangun, ternyata muncul teknologi baru yang lebih efisien. Akibatnya pabrik yang
sudah terlanjur dibangun tersebut tidak akan seefisien jika pabrik menggunakan
teknologi baru tersebut. Akibat selanjutnya, produk semen yang dihasilkan akan lebih
mahal dibandingkan dengan produk semen pesaing yang menggunakan teknologi
baru. Kegagalan mengantisipasi teknologi baru bisa mempunyai dampak negatif
seperti ilustrasi tersebut.
27
Seperti disebutkan di muka, risiko teknologi lebih sulit dikuantifisir, meskipun
risiko tersebut benar-benar riil. Bagaimanapun manajer risiko harus sadar bahwa risiko
teknologi ada, sehingga bisa melakukan antisipasi lebih baik.
29
Salah satu indikator untuk melihat risiko politik di suatu negara adalah
risiko negara (country risk). Beberapa lembaga menerbitkan risiko negara-negara
di dunia, mulai dari negara dengan risiko rendah, tinggi, sampai terlarang.
Perusahaan multinasional akan memperhatikan risiko negara jika mereka
memutuskan untuk melakukan investasi di negara tersebut.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Risiko operasional merupakan risiko yang paling tua, namun pemahaman karakteristik
risiko operasional belum setinggi risiko lainnya. Pengukuran risiko operasional dapat
dilakukan dengan menggunakan matriks frekuensi/keparahan. Setelah pemetaan risiko
menggunakan matriks, strategi alternatif untuk mengelola risiko tersebut dapat
dikembangkan. Ukuran alternatif lain adalah menghitung kerugian yang diharapkan,
yang merupakan produk dari frekuensi dan keparahan. Karakteristik risiko operasional
dapat berubah karena beberapa faktor, seperti penggunaan teknologi yang lebih intensif
untuk menggantikan tenaga kerja manual. Self-assessment dapat dilakukan untuk menilai
risiko operasional yang dihadapi perusahaan.
Nilai tukar berubah karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Perubahan nilai tukar akan
menimbulkan eksposur risiko, yang biasanya dibagi menjadi risiko transaksi, risiko
akuntansi dan risiko operasional. Risiko transaksi ditambah risiko operasional menjadi
risiko ekonomi. Risiko teknologi muncul dari penggunaan teknologi dan perubahan
teknologi. Sementara penggunaan teknologi bermanfaat bagi perusahaan (meningkatkan
penjualan dan merampingkan operasi perusahaan), juga membawa risiko, seperti
penggunaan teknologi yang salah, serangan virus, dan perubahan teknologi yang tidak
terduga. Risiko likuiditas dan risiko politik adalah contoh risiko spekulatif lain yang
dihadapi perusahaan. Penulis mengingatkan pembaca bahwa ada banyak risiko spekulatif
lain yang tidak tercakup dalam buku ini. Risiko fluktuasi nilai tukar timbul dari fluktuasi
nilai tukar.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas di atas, penulis berharap agar makalah yang
berjudul “Risiko Operasional dan Risiko Spekulatif Lainnya” ini dapat bermanfaat baik
bagi pembaca maupun penulis, sehingga menambah wawasan materi mengenai risiko
operasional dan risiko spekulatif lainnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
31
DAFTAR PUSTAKA
32