Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EVALUASI DAN PERBAIKAN KERANGKA KERJA

SECARA BERKELANJUTAN (MANAJEMEN RISIKO)

Disusun Oleh :

BETA YUSNITA ELPARIDA 01180100038


FAJAR SEPTYAWANTORO 01180000007
NYIMAS SYIFA MAULIDIA 01180000024
ROFI FANIASIH 01180100003

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Evaluasi dan Perbaikan
Kerangka Kerja Manajemen Risiko", pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM).

Selesainya penyusunan makalah oleh Dosen dan Mahasiswa Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa
memberikan bimbingan dan dorongan serta bantuannya, Oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Dr. Astrid Novita, SKM., MKM selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia
Maju (STIKIM).
2. Ibu Nina, SKM.M.Kes selaku Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM).
3. Ibu Agustina Sari, S.ST. M.Kes selaku Koordinator Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
4. Bapak Catur Septiawan, SKM, M.Kes Selaku Dosen Pengajar Program Studi Manajemen
Risiko di Pelayanan Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
( STIKIM )
5. Seluruh pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini dan tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami sangat bersyukur telah dapat menyelesaikan makalah ini. Kami tidak lupa mohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun gelar. Besar harapan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1

1.3 Tujuan..............................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2

2.1 Manajemen Risiko..........................................................................................................2

2.2 Prinsip Manajemen Risiko.............................................................................................4

2.3 Kerangka Kerja Manajemen Risiko.............................................................................4

2.4.1 Perbaikan Berkelanjutan dalam Manajemen Risiko...........................................7

2.5 Teknik Perbaikan (Problem Solving Tools).................................................................8

KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mengelola bisnis, manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting. Sebuah
lembaga bisnis dapat terhindar dari kerugian ataupun kebangkrutan dengan pengelolaan
risiko yang baik. Terhindar dari resiko yang merugikan merupakan tujuan hampir semua
orang, baik itu kerugian harta milik pribadi ataupun kerugian aset milik lembaga usaha.
Lingkungan yang Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous (VUCA) tidak bisa
dihindari oleh setiap organisasi saat ini.  “Fast-Changing World” dengan berbagai risiko,
perlu disikapi dengan pengelolaan organisasi yang sistemik dan komprehensif. Salah satunya
melalui manajemen risiko.
Manajemen risiko merupakan suatu proses perencanaan; identifikasi; analisis dengan
pendekatan kualitatif, semi-kuantitatif, dan kuantitatif; mitigasi; monitoring dan
pengendalian risiko. Pada kehidupan sehari-hari, setiap individu diharapkan dapat
mengevaluasi kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Apakah aktifitas yang dilakukan pada
hari tersebut sudah sesuai dengan rencana? Apakah ada peningkatan kinerja dari hari
sebelumnya? Bagaimana merencanakan kegiatan di esok harinya supaya lebih baik dari hari
ini. Maka dari itu evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan merupakan suatu topic penting
yang perlu dipelajari dalam manajemen risiko.
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa itu manajemen risiko?
3. Apa itu evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan?
4. Bagaimana evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan dalam manajemen risiko?
1.3 Tujuan
Untuk lebih mengetahui dan memahami salah satu prinsip manajemen risiko yaitu
perbaikan yang berkelanjutan yang mana hal tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas
dan produktifitas dalam suatu organisasi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Risiko


Dalam mengelola bisnis, manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting. Sebuah
lembaga bisnis dapat terhindar dari kerugian ataupun kebangkrutan dengan pengelolaan
risiko yang baik. Terhindar dari resiko yang merugikan merupakan tujuan hampir semua
orang, baik itu kerugian harta milik pribadi ataupun kerugian aset milik lembaga usaha.
Banyak yang tidak menyadari pentingnya manajemen atau pengelolaan resiko bagi sebuah
lembaga usaha, padahal ada banyak manfaat yang menguntungkan dan memudahkan proses
manajemen lembaga usaha secara keseluruhan jika pihak pengelola sudah mampu melakukan
identifikasi dan pengendalian dari resiko – resiko yang mungkin dialami oleh sebuah
lembaga usaha. Manajemen risiko merupakan salah satu cara untuk mengatasi hal itu. Karena
manajemen resiko merupakan proses pengukuran atau penilaian serta memerlukan seni untuk
mengembangkan strategi pengelolaannya, misalnya risiko itu dipindahkan kepada pihak lain,
mengurangi efek negatif dari risiko, dan lain-lain.
Sebelum menuju ke manajemen risiko, kita harus memahami lebih detail mengenai risiko
itu sendiri. Risiko adalah dampak ketidakpastian terhadap tujuan (ISO, 2009). Dampak yang
dimaksud adalah sebuah penyimpangan dari yang diharapkan. Dampak tersebut dapat
bersifat positif dan/atau negatif. Manajemen risiko adalah proses mengurangi risiko suatu
entitas ke tingkat yang dapat diterima, dengan menggunakan pengukuran, pengelolaan dan
pemantauan yang sejalan dengan tujuan strategis (Gilbert, 2007). Sedangkan menurut ISO
31000:2009, manajemen risiko adalah aktivitas terkoordinasi yang dilakukan untuk
mengarahkan dan mengelola organisasi dalam rangka menangani risiko (ISO, 2009).
Sementara itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008,
manajemen risiko adalah pendekatan sistematis untuk menentukan tindakan terbaik dalam
kondisi ketidakpastian (Kementerian Keuangan, 2008).
Manajemen resiko sendiri merupakan upaya pencegahan terhadap terjadinya
kerugian/accident agar tidak terjadi efek dominonya sehingga dapat terus dilakukan
perbaikan berkelanjutan dan juga nantinya dijadikan acuan untuk proses pengambilan resiko.

2
Untuk mendukung pelaksanaan manajemen resiko yang efektif dan efisien, perusahaan perlu
menyusun Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman Manajemen risiko dan Pedoman
Pelaksanaan Manajemen Risiko dengan tujuan sebagai berikut (Anonim, 2017):
1. Melindungi perusahaan dari risiko signifikan yang dapat menghambat pencapaian tujuan
perusahaan.
2. Memberikan kerangka kerja manajemen risiko yang konsisten atas risiko yang ada pada
proses bisnis dan fungsi-fungsi dalam perusahaan.
3. Mendorong menajemen untuk bertindak proaktif mengurangi risiko kerugian, menjadikan
pengelolaan risiko sebagai sumber keunggulan bersaing, dan keunggulan kinerja
perusahaan.
4. Mendorong setiap insan perusahaan untuk bertindak hati-hati dalam menghadapi risiko
perusahaan, sebagai upaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
5. Membangun kemampuan mensosialisasikan pemahaman mengenai risiko dan pentingnya
pengelolaan risiko.
6. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui penyediaan informasi tingkat risiko yang
dituangkan dalam peta risiko (risk map) yang berguna bagi manajemen dalam
pengembangan strategi dan perbaikan proses manajemen risiko secara terus menerus dan
berkesinambungan.
Manajemen resiko yang dilaksanakan secara efektif dan wajar dapat memberikan benefit
bagi perusahaan (Muhtar, 2011), yaitu:
1. Membantu pencapaian tujuan perusahaan
2. Mencapai kesinambungan pemberian pelayanan kepada stakeholders, sehingga
meningkatkan kualitas dan nilai perusahaan
3. Mencapai hasil yang lebih baik berupa efisiensi dan efektivitas pelayanan, seperti:
meningkatkan pelayanan kepada publik dan atau meningkatkan penggunaan sumber daya
yang lebih baik (masyarakat, informasi, dana, dan peralatan)
4. Memberikan dasar penyusunan rencana strategi sebagai hasil dari pertimbangan yang
terstruktur terhadap elemen kunci risiko
5. Menghindari biaya-biaya yang mengejutkan, karena perusahaan mengidentifikasi dan
mengelola risiko yang tidak diperlukan, termasuk menghindari biaya dan waktu yang
dihabiskan dalam suatu perkara

3
6. Menghindari pemborosan, dan membuka peluang bagi perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik
7. Mencapai pengambilan keputusan yang terbuka dan berjalannya proses manajemen
8. Meningkatkan akuntabilitas dan corporate governance
9. Mengubah pandangan terhadap risiko menjadi lebih terbuka, ada toleransi terhadap
mistakes tapi tidak terhadap hiding errors. Perubahan pandangan ini memungkinkan
perusahaan belajar dari kesalahan masa lalunya untuk terus memperbaiki kinerjanya
10. Perusahaan akan lebih focus dalam melaksanakan kebijakan-kebijakannya sehingga dapat
meminimalkan ‘gangguan-gangguan’ yang tidak dikehendaki.

2.2 Prinsip Manajemen Risiko


ISO 31000:2009 Risk Management – Principles and Guidelines menentukan 11 (sebelas)
prinsip yang perlu dipahami dan diterapkan pada kerangka kerja dan proses manajemen
risiko untuk memastikan efektivitasnya. Sebelas prinsip tersebut adalah sebagai berikut
(Kusuma, 2014):
1. Memberikan nilai tambah dan melindungi nilai organisasi
2. Bagian terpadu dari seluruh proses organisasi
3. Bagian dari pengambilan keputusan
4. Secara khusus menangani ketidakpastian
5. Sistematis, terstruktur, dan tepat waktu
6. Berdasarkan informasi terbaik yang tersedia
7. Disesuaikan dengan kebutuhan organisasi
8. Mempertimbangkan faktor budaya dan manusia
9. Transparan dan inklusif
10. Dinamis, berulang, dan responsif terhadap perubahan
11. Memfasilitasi perbaikan berkesinambungan dan peningkatan organisasi

2.3 Kerangka Kerja Manajemen Risiko


Berdasarkan Cambridge Dictionary, arti kata framework adalah “a supporting structure
around which something can be built” yang mana jika diterjemahkan secara harfiah berarti
“struktur pendukung dimana sesuatu dapat dibangun”. Kerangka kerja yang merupakan

4
struktur pendukung untuk membangun sesuatu bisa diidentikkan sebagai rangka yang berdiri
kokoh untuk mendukung atau menopang sesuatu yang akan dibangun. Dalam manajemen
risiko, terdapat tiga hal yang menjadi inti, yaitu prinsip, kerangka kerja dan proses
manajemen risiko. Dalam ISO 31000: 2018, ketiga komponen prinsip, kerangka kerja dan
proses manajemen risiko digambarkan sebagai sistem terbuka yang saling berkaitan. Prinsip
sebagai dasar dalam penerapan kerangka kerja dan proses manajemen risiko. Sedangkan,
kerangka kerja dan proses manajemen risiko saling berkaitan atau berhubungan timbal balik.
Jika melihat dari gambar kerangka kerja manajemen risiko pada ISO 31000:2018, di
tengah terdapat kepemimpinan dan komitmen, sedangkan dalam lingkaran seperti sebuah
siklus terdapat integrasi, desain, implementasi, evaluasi dan perbaikan. Kepemimpinan dan
komitmen yang berada di tengah berarti menjadi pusat atau fokus sebagai landasan utama
yang mampu menggerakkan siklus atau putaran disekelilingnya yang terdiri dari integrasi,
desain, implementasi, evaluasi dan perbaikan. Sebagai suatu siklus seperti lingkaran,
komponen-komponen integrasi, desain, implementasi, evaluasi dan perbaikan akan selalu
berhubungan untuk mencapai tujuan organisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi. Masing-masing komponen kerangka kerja manajemen risiko akan dijabarkan
secara singkat sebagai berikut.
1. Kepemimpinan dan komitmen merupakan komponen fokus penting dalam kerangka kerja
manajemen risiko. Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri
seseorang untuk mempengaruhi orang lain sesuai dengan tujuan organisasi. Komitmen
adalah suatu bentuk kewajiban yang mengikat seseorang dengan sesuatu, baik itu diri
sendiri maupun orang lain, tindakan tertentu atau hal tertentu. Kepemimpinan
digambarkan dengan pemimpin organisasi atau manajemen puncak yang memiliki
tanggung jawab dan akuntabilitas untuk berkomitmen atau terikat dalam menjalankan
manajemen risiko. Dengan kata lain, pemimpin organisasi memberikan teladan dan
komitmen dalam mengelola risiko melalui kebijakan, wewenang, tugas, tanggung jawab
dan akuntabilitas pada tingkat organisasi yang disesuaikan dengan tujuan organisasi.
2. Integrasi berasal dari kata “integration” dalam Bahasa Inggris yang berarti penggabungan
atau pembauran menjadi satu kesatuan yang utuh. Integrasi dalam manajemen risiko,
berarti manajemen risiko menyatu sebagai satu kesatuan dalam suatu organisasi.
Sehingga integrasi pada kerangka kerja bermakna bahwa manajemen risiko menjadi

5
bagian dan tidak bisa terpisahkan atau menyatu dalam tujuan, tata kelola, kepemimpinan
dan komitmen, strategi, sasaran dan operasi organisasi.
3. Desain adalah suatu perencanaan atau perancangan yang dilakukan sebelum pembuatan
suatu objek, sistem, komponen atau struktur. Desain dalam kerangka kerja manajemen
risiko mencakup beberapa hal, yaitu
 pemahaman organisasi dan konteksnya,
 penegasan komitmen manajemen risiko,
 penetapan peran, kewenangan, tanggung jawab dan akuntabilitas,
 alokasi sumber daya, dan
 penyiapan komunikasi dan konsultasi.
4. Implementasi atau pelaksanaan dalam kerangka kerja manajemen risiko dilaksanakan
setelah desain manajemen risiko dibuat dan ditetapkan. Jika desain manajemen risiko
diimplementasikan dengan baik, maka kerangka kerja manajemen risiko dapat
memastikan proses manajemen risiko menjadi bagian dari semua kegiatan dalam
organisasi atau perusahaan.
5. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur atau menilai apakah suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai.
Evaluasi dalam kerangka manajemen risiko dilakukan untuk mengukur kerangka kerja
manajemen risiko secara berkala terhadap tujuan, rencana implementasi, indikator dan
perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan organisasi atau perusahaan.
6. Perbaikan dalam kerangka kerja manajemen risiko terdiri dari adaptasi dan perbaikan
sinambung. Adaptasi adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Suatu organisasi
dapat beradaptasi dengan melihat perubahan baik lingkungan internal dan eksternal pada
organisasi tersebut lalu membuat perbaikan sesuai dengan perubahan lingkungan yang
ada untuk mencapai tujuan organisasi. Perbaikan sinambung adalah perbaikan yang
dilakukan secara terus menerus. Sehingga perbaikan sinambung akan senantiasa
dilakukan manakala terjadi kesenjangan atau ketidaksesuaikan untuk meningkatkan
pengelolaan risiko pada organisasi atau perusahaan.

6
2.4 Perbaikan Berkelanjutan
Perbaikan yang dilakukan organisasi bersifat terus menerus, konstan, dan reguler dengan
melibatkan seluruh elemen organisasi di berbagai tingkatan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi pemborosan dan variasi; menyederhanakan proses bisnis, meningkatkan kualitas
dan kinerja organisasi. Harapannya dapat menimbulkan lingkungan yang kondusif untuk
berinovasi, meningkatkan kreatifitas, dan meraih keunggulan bersaing.
Perbaikan yang berkelanjutan dikembangkan oleh salah satu ahli manajemen mutu,
Edward Deming, sekitar tahun 1950. Konsep tersebut diperkenalkan bersamaan dengan Total
Quality Management. Secara histori, perbaikan yang berkelanjutan dilaksanakan oleh
perusahaan sekiatar abad ke-18, dimana para pimpinan melakukan perbaikan terhadap
pekerja (employee-driven improvements) dan program insentif sehingga mampu merubah
organisasi ke arah yang lebih baik. Selanjutnya pada awal abad ke-19, muncul revolusi
industri yang menekankan pada sains manajemen. Pengembangan berbagai metode dilakukan
untuk membantu para manajer menganalisis dan mengatasi permasalahan, khususnya di
bidang produksi dengan pendekatan saintifik. Ketika perang dunia II, Amerika Serikat
meluncurkan program “Training within industry” untuk meningkatkan produktifitas. Salah
satu aktifitasnya adalah perbaikan berkelanjutan. Program tersebut kemudian diperkenalkan
oleh Deming, Juran, dan Gilbreth di Jepang, dan berkembang lebih luas. Kaizen merupakan
terminologi perbaikan berkesinambungan yang terkenal di Jepang

2.4.1 Perbaikan Berkelanjutan dalam Manajemen Risiko


Prinsip dalam SNIISO31000 adalah perbaikan berkelanjutan.  Menurut
ISO31000, manajemen risiko diperbaiki secara berkelanjutan melalui pelajaran dan
pengalaman. Lebih lanjut disampaikan dalam dokumen tersebut bahwa “organisasi
sebaiknya secara sinambung meningkatkan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas
kerangka kerja manajemen risiko, serta bagaimana proses manajemen risiko
diintegrasikan”.Perbaikan berkelanjutan merupakan prinsip yang meningkatkan
efektifitas kerja manajemen risiko. Perbaikan yang dilakukan secara konsisten adalah
suatu siklus berkesinambungan dengan menerapkan metode PDCA (Plan-Do-Check-
Action). Setiap proses dievaluasi apakah sudah sesuai dengan tujuan organisasi?

7
Perbaikan dilakukan terhadap hal-hal kritis yang tidak sesuai dengan rencana. Hal ini
dilakukan secara periodik dan konsisten.
Perbaikan berkesinambungan dapat dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu
manajemen, grup dan individu.
Pada tingkatan manajemen, implikasi perbaikan pada strategi organisasi. Level
kelompok mencakup pekerjaan penyelesaian permasalahan pada skala yang lebih luas.
Sedangkan pada level individu, perbaikan berupa pekerjaaan rutin sehari-hari. Apabila
perbaikan dilakukan secara berkesinambungan, maka ciri-cirinya antara lain:
1) Setiap individu menunjukkan kesadaran dan pemahaman terhadap visi, misi dan
tujuan organisasi;
2) Para karyawan menggunakan tujuan strategis organisasi untuk fokus
memprioritaskan aktifitas perbaikan,
3) pekerjaan berbasis team work dikembangkan;
4) penilaian risiko yang terus menerus terhadap organisasi;
5) setiap level manajemen berkomitmen aktif untuk melakukan perbaikan secara
kontinue;
6) Karyawan belajar dari pengalaman dirinya sendiri dan orang lain, baik yang
positif maupun negatif;
7) Pembelajaran individu maupun kelompok dikembangkan.
Pada akhirnya perbaikan ini bisa menjadi budaya dalam organisasi, sehingga
pengambilan keputusan lebih efisien dan efektif.

2.5 Teknik Perbaikan (Problem Solving Tools)


Setiap pimpinan perlu mengevaluasi organisasinya dengan membuat program monitoring
dan evaluasi. Berbagai teknik perbaikan (problem-solving tools) banyak dikembangkan
seperti six sigma, lean manufacturing, work process, penyederhanaan pekerjaan, dan
monitoring kinerja.
1. Six Sigma
Menurut American Society of Quality, Six Sigma adalah sebuah tool atau cara
perusahaan dapat mengembangkan kapasitas proses bisnis.Biasanya, Six Sigma
digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan proses serta pengendalian

8
kualitas secara terus menerus.Tujuan metode ini adalah meningkatkan performa dan
menurunkan kemungkinan kesalahan.Pada akhirnya, Six Sigma mampu mewujudkan
proses sebuah perusahaan yang kualitas produksinya lebih baik, meningkatkan
keuntungan, dan bahkan meningkatkan semangat karyawan.

Gambar 1

Sig sigma dibuat untuk menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena


kualitas yang buruk dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan operasi dengan target
kesempurnaan.Six Sigma merupakan metode pengendalian dan peningkatan kualitas
yang sudah diterapkan oleh perusahaan Motorola dari tahun 1987. Metode ini
dikembangkan oleh William B. Smith JR dan Mikel J. Harry pada tahun 1981. Six sigma
terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang berarti sebuah simbol
atau lambang standar deviasi dalam statistik yang melambangkan kemampuan suatu
proses dan ukuran suatu nilai sigma.
Prinsip dasar Six Sigma adalah perbaikan produk dengan melakukan perbaikan pada
proses sehingga proses tersebut menghasilkan produk yang sempurna. Pendekatan Six
Sigma digunakan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan penanganan
error dan pengerjaan ulang produk akan menghabiskan biaya, waktu, mengurangi
peluang mendapatkan pendapatan, mengurangi peluang mendapatkan pendapatan, dan
mengurangi kepercayaan pelanggan.
Metode six sigma dibutuhkan untuk melakukan peningkatan terus menerus melalui
pendekatan yang sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta dengan
menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran, sehingga semua kebutuhan pelanggan

9
dapat terpenuhi. Menurut Gaspersz (2007), terdapat dua metodologi six sigma yang dapat
digunakan, yaitu: DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan DMADV
(Define, Measure, Analyze, Design, Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan
proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan desain
proses baru dan/atau desain produk baru dalam cara sedemikian rupa agar menghasilkan
kinerja bebas kesalahan (zero defects/errors).
DMAIC digunakan pada saat sebuah perusahaan sudah memiliki sebuah produk jadi
atau produk yang masih dalam tahap proses, namun belum mencapai spesifikasi yang
dibutuhkan oleh pelanggan. DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang
terdiri dari lima tahap, yaitu:
a. Define. Mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten
dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 
b. Measure. Mengukur kinerja proses pada saat sekarang (baseline measurements) agar
dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan
mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja kunci (key performance
indicator = KPI). 
c. Analyze. Menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk
mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan. 
d. Improve. Mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-analisis seperti Design of
Experiments (DOE), dan lain-lain, untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi
optimum proses. 
e. Control. Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus-menerus untuk
meningkatkan kapabilitas proses menuju Six Sigma.
DMADV adalah strategi perancangan proses baru dengan memanfaatkan
perangkat-perangkat kerja dan metode-metode terbaik di dalam perencanaan produk
maupun proses, baik itu proses pengembangan produk, desain atau redesain proses
pelayanan, atau proses bisnis internal. Tahap-tahap dalam proses DMADV adalah
sebagai berikut:
a. Define. Mendefinisikan secara formal sasaran dari aktivitas desain proses baru dan /
atau desain produk baru yang secara konsisten berkaitan langsung dengan permintaan
atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan. 

10
b. Measure. Mengindentifikasi critical-to-qualities (CTQs), kapabilitas produk (product
capabilities), kapabilitas proses (process capabilities), evaluasi resiko, dll. 
c. Analyze. Mengembangkan dan mendesain alternatif-alternatif, menciptakan high-
level design, dan mengevaluasi kapabilitas desain agar mampu memilih desain
terbaik. 
d. Design. Mengembangkan desain secara terperinci (develop detail design), optimisasi
desain (optimize design), dan rencana untuk verifikasi desain. Pada tahap ini mungkin
membutuhkan simulasi. 
e. Verify. Memverifikasi desain, setup pilot runs, implementasi proses baru (untuk
desain proses baru) atau produk baru (untuk desain produk baru), kemudian
menyerahkan kepada pemilik proses.
Selain itu, terdapat delapan teknik yang merupakan campuran ilmu statistika dan analisis
data untuk mencapai hasil yang diinginkan. 
a. Brainstorming
Brainstorming merupakan langkah pertama sebelum menggunakan tool dalam Six
Sigma.Tahapan ini adalah saat melakukan pembuatan ide dan cara kreatif untuk
menyelesaikan masalah.
b. Root cause analysis
Root cause analysis atau analisis akar masalah menggunakan 5W (why, who, when,
what, where) untuk menganalisis dan menemukan akar permasalahan.
c. Suara konsumen
Langkah ini dilakukan dengan mendengarkan suara konsumen atau pendapat mereka
baik secara eksternal maupun internal.Dengan melakukan hal ini, kita dapat
mengetahui apa yang bisa dikembangkan atau diperbaiki berdasarkan keinginan
konsumen.
d. Sistem 5R
Sistem 5R adalah ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin.Lima langkah ini bertujuan
untuk mengeliminasi hal-hal yang tidak perlu dan menurunkan tingkat bottleneck atau
hambatan dalam proses.

11
e. Kaizen
Teknik Kaizen merupakan strategi untuk meningkatkan bisnis dengan terus
memantau, mengidentifikasi, dan melakukan pengembangan secara
berkelanjutan.Jika ada sedikit saja inefisiensi, harus segera dilakukan perubahan
untuk membuatnya menjadi lebih baik.
f. Benchmarking
Benchmarking atau menentukan patokan adalah proses menentukan standar
pengukuran.Bandingkanlah bisnismu dengan kompetitor atau bisnis lain yang serupa
untuk mengetahui apa kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.
g. Poka-yoke
Poka-yoke adalah teknik yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dan
penyusunan strategi untuk melakukannya.Dalam teknik poka-yoke, karyawan harus
mampu mengidentifikasi dan membuang hal-hal yang menyebabkan inefisiensi serta
kesalahan dalam proses.
h. Value stream mapping
Value stream mapping merupakan teknik pengukuran alur material dan informasi
untuk mendesain proyek yang akan datang.Tujuan value stream mapping adalah
memaksimalkan pengurangan inefisiensi dalam value stream dan membuat operasi
yang lebih sederhana.

2. Lean Manufacturing
Lean Manufacturing adalah suatu praktik produksi yang mempertimbangkan segala
pengeluaran sumber daya yang ada untuk mendapatkan nilai ekonomis terhadap
pelanggan tanpa adanya pemborosan, dan pemborosan inilah yang menjadi target untuk
dikurangi. Lean Manufacturing merupakan metode dan strategi manajemen untuk
meningkatkan efisiensi di bidang manufaktur atau produksi Lean selalu melihat nilai
produk dari sudut pandang pelanggan, di mana nilai sebuah produk didefinisikan sebagai
sesuatu yang mau dibayar oleh pelanggan. Tujuan utama Lean adalah untuk
menghilangkan pemborosan (Waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added)
produk (barang atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan
(customer).Implementasi Lean Manufacturing dilakukan secara terus-menerus untuk

12
menciptakan perbaikan pada proses dan inovasi di perusahaan, sehingga perusahaan
tersebut melakukan perbaikan berkelanjutan untuk mencapai operational excellence dan
customer intimacy.
Penerapan lean manufacturing pada suatu sistem produksi memiliki beberapa tujuan,
yaitu:
a. Untuk mengurangi pemborosan (waste) di semua aspek produksi atau dalam rantai
pasokan.
b. Untuk meningkatkan kualitas output (keluaran) atau produknya dan produktivitas.
c. Untuk memperpendek lead time (waktu yang dibutuhkan dalam produksi)
Lean manufacturing menjadi strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan
mendapatkan banyak manfaat, seperti berikut ini:
a. Mampu menekan biaya produksi sehingga harga jual produk bisa lebih rendah dan
dapat bersaing dengan kompetitor. 
b. Mampu meningkatkan produktivitas produksi perusahaan
c. Mampu memenuhi lonjakan permintaan dari para pelanggan. 
d. Mampu meningkatkan efisiensi proses dalam menghasilkan produk
Tujuan lean manufacturing di atas menggambarkan bahwa penerapan lean manufacturing
di sebuah perusahaan setidaknya harus memiliki 3 prinsip dasar, yaitu:
a. Define Value Principle
Perusahaan dalam mendefinisikan nilai suatu produk berdasarkan pada kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Produsen menggunakan konsep QCDS (Quality, Cost, Delivery,
and Service) + PME (Productivity, Motivation, and Environment) untuk
menghasilkan produk barang atau jasa berkualitas superior dan penyerahan atau
distribusinya tepat waktu.
1) Quality (Q), yaitu komitmen perusahaan untuk memproduksi produk barang atau
jasa berkualitas tinggi secara konsisten.
2) Cost (C), yaitu perusahaan dalam memproduksi barang atau jasanya berkualitas
tinggi, namun dengan biaya yang efektif.
3) Delivery (D), yaitu komitmen perusahaan untuk melakukan pengiriman tepat
waktu kepada pelanggan.

13
4) Service (S), yaitu komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan.
b. Waste Elimination Principle
Dalam proses produksi perusahaan harus menghilangkan pemborosan dengan cara
meminimalkan segala aktivitas yang tidak memberikan kontribusi dalam peningkatan
nilai produk di mata pelanggan. Terdapat 8 jenis pemborosan (waste) yang perlu
ditekan oleh perusahaan manufaktur, yaitu:
1) Pemborosan biaya transportasi, yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
kegiatan pengangkutan yang tidak dibutuhkan.
2) Pemborosan gerakan, penangannanya yaitu perusahaan perlu
menerapkan budaya kerja 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seikatsu, Shitsuke) sehingga
para pekerja tidak banyak membuang waktu untuk mencari atau bekerja yang
tidak efisien dan tidak ergonomis.
3) Pemborosan kelebihan persediaan, yaitu jumlah stok atau persediaan yang
berlebihan dan justru tidak berguna. Biasanya untuk mengatasinya perusahaan
menggunakan konsep just in time (JIT) dalam sistem produksinya.
4) Pemborosan menunggu, yaitu terhambatnya aktivitas produksi dikarenakan
menunggu barang untuk didatangkan dari supplier atau menunggu alat atau
mesin yang tengah bekerja.
5) Pemborosan kelebihan produksi, yaitu jumlah produk yang dihasilkan melebihi
permintaan pelanggan sehingga sisa produk tidak terserap atau terjual.
6) Pemborosan proses, yaitu penambahan tahapan proses produksi yang tidak
menambah nilai produk dan bahkan malah menambah biaya produksi yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan.
7) Pemborosan defect, yaitu produksi yang menghasilkan produk cacat karena
minimnya pengendalian kualitas.
8) Pemborosan keterampilan, yaitu pihak perusahaan tidak memberdayakan skill
atau kemampuan stafnya secara tepat.
c. Support the Employee
Perusahaan memberdayakan seluruh karyawannya sehingga produktivitas kinerjanya
meningkta. Mereka perlu diberikan pendidikan dan pelatihan untuk memahami

14
metode lean manufacturing karena karyawanlah yang menjalankan operasional harian
produksi.
3. Parameter Lean Manufacturing
Perusahaan sebaiknya mengidentifikasi kemungkinan pemborosan atau waste yang
ada pada keseluruhan tingkat proses. Berikut ini adalah parameter yang dapat
diidentifikasi oleh perusahaan agar tercipta keadaan yang lean antara lain:
a. Inventory, yaitu persediaan atau simpanan cadangan, baik berupa bahan baku, work
in process, atau finished goods dalam periode waktu tertentu.
b. Raw material, yaitu bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.
c. Work in Process (WIP), yaitu produk yang belum selesai mengalami proses
manufaktur secara lengkap. Biasanya karena masih menunggu proses selanjutnya.
d. Finished goods (FG), yaitu produk jadi yang telah mengalami proses tahapan
produksi dan siap untuk didistribusikan kepada pelanggan.
e. Scrap, yaitu hasil sisa produksi yang tidak memiliki nilai ekonomis atau hasil sisa
produksi yang tidak dapat didaur ulang.
f. Headcount, yaitu jumlah operator yang bertugas pada suatu proses.
g. Transportation, yaitu jarak dan waktu ditempuh suatu produk dari lokasi yang satu ke
lokasi yang lain.
h. Changeover time, yaitu waktu pergantian yang dibutuhkan untuk memproduksi satu
tipe produk  ke tipe produk yang lain.
i. Setup time, yaitu waktu yang dibutuhkan mesin atau operator untuk dari awal seting
mesin sampai menghasilkan satu unit produk.
j. Uptime, yaitu persentase waktu yang tersedia saat proses produksi pada mesin.
k. Cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh suatu mesin atau operator untuk
membuat suatu produk.
l. Lead time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk, dari awal
kegiatan unloading material sampai loading produk jadi.

15
16
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kajian mengenai desain implementasi ISO 31000 sebagai pedoman
manajemen risiko di Unit Dokumentasi dan Data Standardisasi Pusido BSN, penulis
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Proses implementasi manajemen risiko berbasis
ISO 31000 di Unit Dokdata dimulai dengan melakukan analisis konteks internal dan eksternal,
melakukan identifikasi risiko, analisis dan evaluasi risiko serta perlakuan risiko yang muncul
berdasarkan analisis sebelumnya. Unit Dokdata memang belum melakukan penilaian risiko yang
mungkin muncul dari kegiatan operasionalnya sehari-hari.
Dengan adanya analisis desain implementasi ini, diharapkan Unit Dokdata bisa lebih
mengetahui secara pasti mengenai risiko-risiko yang memiliki probabilitas dan dampak mulai
dari low, medium dan high bagi manajemen. Selama ini, Unit Dokdata hanya melihat risiko-
risiko yang berdampak secara langsung pada operasional kinerjanya tetapi kurang
memperhatikan potensi risiko lainnya. Selain itu perlakuan terhadap risiko yang ada pun masih
kurang tepat sehingga risiko yang muncul pun tidak terselesaikan/teratasi dengan baik.
Misalnya, risiko yang seharusnya bisa dikelola dengan cara berbagai risiko (risk sharing)
tetapi hanya dilakukan tindakan penerimaan risiko (risk acceptance) atau hanya dengan
mitigasi/pengurangan risiko (risk mitigation) bahkan hanya dengan menghindari risiko (risk
avoidance). Dengan adanya kajian ini, diharapkan Unit Dokdata lebih menyadari bahwa potensi
pengelolaan risiko bisa saja suatu risiko dikelola dengan kombinasi perlakuan risiko tersebut.
Berdasarkan kajian desain implementasi ISO 31000 sebagai pedoman manajemen risiko, Unit
Dokdata dapat menemukan risiko-risiko mulai dari level low, medium hingga high. Risiko yang
berada pada level high, antara lain yaitu jaringan internet tidak stabil (R5), kuota email tidak
mencukupi untuk mengirimkan e-file standar (R7), data tidak valid/update (R11), dokumen yang
dibutuhkan (khususnya SNI) tidak tersedia di database/arsip (R12) dan kerusakan fisik dokumen
SNI (R13). Sementara risiko yang berada pada level medium antara lain: peraturan kurang jelas
dan tegas (R2), data hilang/program komputer error (R4), email bermasalah (R6), pemadaman
listrik (R8), kebakaran (R9), dan kerusakan peralatan (komputer, hardisk eksternal) (R10).
Risiko yang berada pada level low yaitu pelayanan pengguna yang tidak memuaskan (R1) dan
pencurian data (R3).

17
Penulis berupaya memberikan cara yang efektif untuk mengelola risiko-risiko tersebut
dengan mempertimbangkan sumberdaya dan kondisi manajemen yang ada di Unit Dokdata.
Selanjutnya perlu dilakukan kembali analisis risiko untuk mengidentifikasi kembali tingkat risiko
yang telah dikelola. Selain itu juga untuk mengidentifkasi apakah ada risiko yang tersisa setelah
dilakukan perlakuan risiko. Risiko ini disebut sebagai residual risk. Oleh karena itu, perlu adanya
monitoring dan review dan manajemen risiko adalah suatu proses yang berkelanjutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, C. Membedah Anatomi Iso 31000: 2009 Risk Management – Principles And
Guidelines. Associate Researcher CRMS Indonesia.
https://crmsindonesia.org/publications/membedah-anatomi-iso-31000-2009-risk-
management-principles-and-guidelines/Diakses tanggal 15 April 2021
Jahroh, S. Kerangka Kerja Manajemen Risiko. https://irmapa.org/kerangka-kerja-manajemen-
risiko/ Diakses tanggal 15 April 2021
Mulyati, H. Perbaikan yang Berkelanjutan Dalam Manajemen Risiko.
https://irmapa.org/perbaikan-yang-berkelanjutan-dalam-manajemen-risiko/Diakses tanggal 15
April 2021
Rahmalia, N. 2021. Rancangan Proses Bisnis yang Efektif dan Efisien dengan Six-
sigma.https://glints.com/id/lowongan/six-sigma/#.YHe5QOgzbIU Diakses tanggal 15 April 2021
Riadi, M. 2020. Six Sigma (Pengertian, Aspek, Metode dan Langkah-langkahnya).
https://www.kajianpustaka.com/2020/03/six-sigma-pengertian-aspek-metode-dan-langkah-
langkahnya.htmlDiakses tanggal 15 April 2021
Rahmah, N. Lean Manufacturing: Tujuan, Manfaat, Prinsip, dan Parameter Penerapan Lean.
https://www.pengadaanbarang.co.id/2020/09/lean-manufacturing-adalah.html Diakses pada 15
April 2021
Anonim. 2017. http://www.gcg.ptpn12.com/index.php/manajemen-risiko-2/tujuan-dansasaran-
manajemen-risiko. Diakses tanggal 15 April 2021
Anonim. 2017. http://direktoritraining.com/pentingnya-manajemen-risiko-dalammengelola-
lembaga-usaha/ Diakses tanggal 15 April 2021

19

Anda mungkin juga menyukai