Disusun Oleh :
Ni Kadek Ayu Tisnawati 2007521066
Gusti Ayu Peby Karmila Aryaningrat 2007521064
Kadek Joe Florida Subrata 2007521116
Diserahkan Kepada
Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Risiko
Dr. Made Reina Candradewi, S.E., M.Sc.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu reina selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Manajemen Risiko Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga
disampaikan untuk semua pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan tugas ini.
Diharapkan, tugas ini dapat membawa manfaat ke setiap orang. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan paper ini. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan paper ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................................................4
1.4 Manfaat..............................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
BAB III......................................................................................................................................................36
PENUTUP.................................................................................................................................................36
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian risiko merupakan permasalahan yang sering dilupakan disebabkan peluang
terjadinya risiko tidak dapat langsung diamati secara jelas. Oleh sebab itu diperlukan penerapan
manajemen risiko dalam menjalankan suatu aktivitas usaha, karena sejak aktivitas tersebut
dimulai maka elemen risiko-risiko pun akan muncul. Manajemen risiko merupakan suatu
kegiatan untuk mengenali risiko yang dihadapi oleh sebuah entitas bisnis dan bagaimana
mengontrol risiko tersebut. Tujuan utama manajemen risiko adalah menjaga agar aktivitas
operasional yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan entitas
bisnis untuk menyerap kerugian tersebut ataupun membahayakan kelangsungan usahanya. Salah
satu elemen risiko yang pasti akan muncul dalam aktivitas hidup usaha pada suatu entitas bisnis
adalah risiko operasional, dan juga merupakan risiko tertua dan bersifat inheren yang muncul
sebelum risiko yang lainnya (Muslich, 2007).
Risiko operasional secara umum dapat didefinisikan sebagai risiko kerugian yang berasal
dari ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, berkaitan dengan masyarakat dan sistem
atau dari faktor internal dan eksternal. Pengendalian risiko operasional sangatlah penting karena
kegagalan dalam mengelola risiko operasional akan berdampak buruk bagi aktivitas usaha, dari
berkurangnya keuntungan yang didapat hingga bangkrutnya perusahan. Bahkan krisis keuangan
yang terjadi pada tahun 2008 sebagian besar disebabkan oleh serangkaian kegagalan dalam
mengelola manajemen risiko operasional (Society of Actuary, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi penulis, makalah diharapkan dapat menambah wawasan terkait metode
pengukuran resiko operasional dan manajemen resiko operasional
1.4.2. Bagi pembaca, makalah diharapkan mampu dijadikan referensi yang dapat
menambah wawasan dan pengetahuan terkait metode pengukuran resiko operasional dan
manajemen resiko operasional
1.4.3 Bagi masyarakat, makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat
terkait metode pengukuran operasional dan manajemen resiko operasional
5
berbagai perusahaan.
Terutama perusahaan yang
tidak melakukan
tindakan apa-apa, bahkan
tindakan preventif pun tidak
dilakukan.
Perusahaan ini tidak melakukan
tindakan untuk pencegahan
risiko yang
akan timbul nantinya.
Kondisi terjadinya risiko
operasional (operasional risk)
sangat
dipengaruhi oleh bagus dan
rendahnya kematangan
manajemen yang
dimiliki oleh manajer suatu
perusahaan. Seorang manajer
dalam
mengambil setiap keputusan
harus selalu memikirkan
dampak yang akan
timbul baik secara jangka
pendek maupun jangka
panjang. Seperti jika
ingjin menaikkan jumlah
produksi atau menambah
karyawan baru. Jika
jumlah produksi ditingkatkan
apakah persediaan bahan baku
di gudang
dan di pasaran tersedia
dalam jumlah yang
mencukupi, serta apakah
bahan baku yang dimiliki
memeiliki kualitas yang
sama untuk masa
produksi secara jangka panjang.
Misalnya untuk menambah
produksi saos cabe (chili souce)
bagi
seoreang manajer produksi
harus memperhatikan dengan
betul-betul jika
pasaran cabe dipasaran selalu
berada dalam kondisi normal
price (harga
normal) dan jika harga cabe
menuju kepada kondisi harga
tidak normal
maka apa antisipasi yang harus
dilakukan oleh seorang manajer
produksi
agar operasional produksi tidak
terhenti dan order pembelian
dapat terus
dilakukan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Risiko Operasional
Risiko operasional merupakan tipe rissiko yang paling “tua” mengapa dikatakan
paling “tua” karena praktis manajer berhadapan dengan masalah operasional sejak
kegiatan perusahaan/organisasi dimulai (bahkan sebelum dimulai), tetapi paling sedikit
diahami dibandingkan dengan tipe risiko lainnya (misal risiko pasar atau tingkat bunga).
Perusahaan sudah mengenali risiko operasional meskipun dengan nama yang berbeda.
Sebagai contoh, perusahaan sudah ama mengenali kemungkinan kesalahan pencatatan,
system pengawasan internal yang kurang memadai, kegagalan system computer, seragan
virus, kecelakaan kerja, serangan bom oleh teroris, dan lainya. Risiko-risiko tersebut
merupakan contoh risiko operasional. Risiko-risiko tersebut merupakan risiko yang
‘inherent’, yaitu risiko yang muncul karena perusahaan menjalankan bisnisnya.
Perusahaan sudah lama menyadari risiko tersebut dan mengantisipasinya, meskipun tidak
dengan nama manajemen risiko. Sebagai contoh, perusahaan selalu berusaha
memperbaiki training kepada karyawannya agar mereka semakin terlatih dan semakin
sedikit membuat kesalahan. Dalam konteks manajemen risiko, upaya tersebut bias
dipandang sebagai upaya untuk mengelola tau menurunkan risiko operasional
Sebagai ilustrasi pada akhir November 2001, seorang kayawan UBS Warburg,
bank dari Swiss, melakukan kesalahan dalam perdagangan saham di Tokyo, Trader
tersebut memasukkan order menjual saham Dentsu sebanyak 610.000 lembar dengan
harga 16 yen per lembar saham , meskipun system computer sudah menanyakan ulang
order tersebut. Padahal seharusnya dia menjual 16 lembar saham Dentsu dengan harga
610.000 yen. Dengan kata lain, deengan menjual terlalu murah. Sebagai akibatnya USB
Warburg mengalami kerugian sebesar 50 jutaaa dolar Amerika Serikat. Berdasarkan
ilustrasi tersbeut menggambarkan perusahaan yang mengalami kerugian besar karena
gagal mengantisipasi dan mengelola risiko operasional.
Risiko Sistem
Kerusakan data
Kesalahan pemograman
System keamanan yang kurang baik (misal bias dimasuki oleh hecker)
Penggunaan teknologi yang belum teruji
Terlalu mengandalkan model tertentu untuk keputusn
Sebagai contoh, pada waktu The Long Term Capital mengalami kehancuran
karena mempunyai posisi yang sangat besar pada Rubel Rasia. Model matematika
mereka memprediksi profitabilitas kejadian semacam itu adalah 0,000001. Tetapi
kejadian tersbut tetap terjadi, sehingga mengejutkan mereka.
Risiko Eksternal
Risiko eksternal berkaitan dengan kejadian yang bersumber dari luar organisasi
dan dari luar pengendalisan organisasi. Kejadian semacam itu biasanya jarang terjadi.
Tetapi mempunyai dampak yang cukup bessar (frekuesi rendah/severity tinggi). Beberapa
contoh risiko eksternal adalah perampokan, serangan teroris, berencana alam.
Dengan menggunakan dua dimensi tersebut, kita bias membuat matriks frekuensi/tingkat
keseriusan untuk risiko-risiko yang ada, termasuk risiko operasional. Berikut ini contoh
aplikasi matriks tersebutt untuk risiko gagal bayar (default) dan kesalahan pemrosesan
transaksi.
Bagan dibawah berikut ini menunjukkan matriks dengan dimensi frekuensi di sumbu
horizontal dan dimensi severity pada sumbu vertical. Sebagai contoh, risiko gagal bayar
dari debitur perusahaan biasanya jarang terjadi. Karena itu risiko tersebut diklasifikasikan
sebagai risiko dengan frekuensi rendah. Tetapi jika terjadi, kerugian yang timbul bias
sangat besar. Karena itu risiko tersebut diklasifikasikan dengan severity tinggi. Gabungan
antara frekuensi rendah dengan severity tinggi terlihat pada titik C pada bagian di atas.
Sebaliknya, kesalahan pemrosesan atau kesalahan pencatatan transaksi akan sering terjadi
(apalagi jika proses pencatatan masih secara manual). Tetapi tingkat severity dari
kesalahan tersebut tidak terlalu tinggi. Karena itu risiko kesalahan pemrosesan berada
pada titik A. Dengan proses semacam itu, kita bisa memperoleh gambaran mengenai
frekuensi dan severity dari suatu risiko, yang selanjutnya mempunyai implikasi pada
bagaimana mengelola risiko tersebut. Sebagai contoh, berikut ini strategi menghadapi
risiko berdasarkan matriks severity (significance)/frekuensi (likelihood)
Penentuan tinggi rendah severity atau frekuensi bisa dilakukan melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, severity atau frekuensi yang ebih besar dibandingkan median atau rata-
rata dari risiko yang ada dalam daftar dikelompokkan ke dalam severity atau frekuensi
tiggi, dan sebaiknya. Penentuan tinggi renndah tersebut bisa dilakukan melalui
perhitungan angka absolute atau bisa melalui survei terhadap manajer-manajer
perusahaan.
Melalui pertayaan-pertanyaan seperti itu teridentifikasi letak masing-masing risiko
berdasarkan dimensi signifikansi dan kemungkinan. Selanjutnya, stategi yang tepat bisa
dirumuskan untuk mengelola risiko tersebut.
Aspek dinamika risiko juga perlu diperhatika. Risiko bisa berubah dari wilayah 4 ke
wilayah lainnya, missal ke wilayah 2. Sebagai contoh, risiko tuntutan hukm barangkali
tidak begitu kelihatan di masa lalu. Tetapi dengan semakin sadarnya masyarakat akan hak
dan kewajibannya, risiko terebut bisa berubah menjadi semakin penting
Data tersebut menunjukkan rata-rata kecelakaan setiap bulannya adalah 5,25 kali
dengan rata-rata nilai kerugian sekitaf Rp 12,6 juta perbulannya atau Rp 2.412.698
(152.000.000/63). Berapa kerugian yang diharapka dari kecelakaan kerja bulan
mendatang? Jika kita menggunakan nilai rata-rata untuk frekuensi dan nilai kerugian,
maka niali kerugian yang diharapkan untuk bulan mendatang adalah:
1,65 adalah nilai z yang berkaitan dengan wilayah probabilitas sebesar 5%.
Nilai kerugian yang diharapkan dengan demikian adalah 6,5 juta rupiah. Kelemahan
dari metode tersebut adalah asumsi disyribusi normal sesuai dengan kenyataan.
Dalam kenyataannya distribusi kerugian tidak selalu normal. Biasanya kerugian
mempunyai disytibusi lognormla yaitu disyribusi di mana lognatiral dari variabel
random berbentuk normal, seperti berikut ini
Z ={log(X) -μ} / σ
c. Pendeketan Simulasi
Kerugian yang diharapkan adalah hasil perkalian antara probabilitas (frekuensi)
dengan severitu. Kita bisa melakukan simulasi dengan menggunakan kerangka
tersebut. Misalkan setelah kuta mengevaluasi frekuensi munculnya kejadian yang
merugikan, kita menyimpulkan bahwa distribusi Poisson bisa menjelaskan frekuensi
munculnya kejadian yang merugikan, dengan nilai yang diharapkan adalah 5 kali
terjadinya peristiwa tersebut setiap bulannya. Periode yang kita evaluasi adalah
bulanan ( denhan demikian rata-rata ada 5 kali kerugian setiap bulannya). Kita juga
melakukan evaluasi untuk severitu kerugian, dan menyimpulkan bahwa distribusi
nirmal biaa menjelaskan severitu adalah Rp 15 juta dengan standar deviasi Rp 2 juta.
Tabel berikut ini ( kolom (2) menggambarkan distribusi probabilitas Poisson dengan
nilai yang diharapkan adalah lima. Kolom (3) menyajikan probabilitas kumulatif
(sebagai contoh, untuk baris 1, nilai adalah 0,040 = 0,0067+0,0337). Kolom (4)
menyajikan angka 0-99 untuk mewakili angka yang akan disimulasikan.
Berikut ini contoh distribusi normal kumulatif untuk satu sisi, dimulai dari 0,500
sampai dengan 0,9990. Untuk sisi lainnya, kita bisa memulai dari 0,000 sampai
dengan 0,4999. Total urutan angka akan nampak sebagai 0,0000 sampai dengan
0,9990
Berdasarkan data di atas kita akan melakukan simulasi. Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan angka random untuk frekuensi munculnya kerugian dengan
menggunakan distribusi Poisson dengan nilai yang diharapkan adalah 5
2. Menghasilkan angka random untuk severity kerugian dengan menggunakam
distribusi normal
3. Mengalihkan frekuensi dengan severity untuk menghasilkan total kerugian yang
diharapkan pada periode tertentu
4. Mengulangi langkav 1 sampai dengan 3 beberapa kali (misal 100 kali, atau 1,000
kali).
Z= ( X- μ) / σ
X = (1,12) × (2 juta)+15 juta = 17,24 juta. Dengan demikian severity untuk baris
tersebut adalah rugi sebesar Rp 17 24 juta. Jika angka kolom (3) di bawah 5000,
maka nilai z dihitung sebagai 0,9990- ( angka random/10.000)). Sebagai comtoh
pada angka sebesar 305, maka nilai z adalah (0,9990-(305/10.000)) = -1,86
Kolom (6) menyajikan kerugian yang diharapkan, yang merupakan perkalian antara
kolom (2) dengan kolom (5). Rata-rata total kerugian yang diharapkan adalah Rp
65,18 juta, dengan rata-rata frekuensi sebesar 5 kali kecelakaan kerja, dan rata-rata
kerugian per-kecelakaan adalah Rp 15 juta. Tabel berikut ini menyajikan distribusi
frekuensi kerugian dengan menggunakan interval kerugian setiap 10 juta.
Sekilas nampak bahwa diatribusi di atas menunjukkan kecondongan positif (positive
skewness). Kita bisa melakukan simulasi sampai 500 run sehingga hasil simulasi
menjadi lebih halus. Bagan berikut ini menunjukkan hasil yang tipikal ( mungkin
akan diperoleh) jika melakukan simulasi sebanyak 1.000 run
Salah satu keuntungan dari simulasi semacam itu adalah kita bisa memasukkan
skenario -skenario yang kita inginkan. Sebagai contoh, jika kita membeli asuransi
untuk meng-cover sebagain risiko, maka skenario tersebut bisa dimasukkan ke dalam
analisis simulai. Sebagai contoh, jika kita membeli asuransi dengan nilai tanggungan
tertentu. Jika kita mengalami kerugian, maka nilai tanggungan akan dikurangkan dari
kerugiam tersebut, sehingga severitu kerugian akan berkurang. Kemudiam kita bisa
membandingkan distribusi kerugian tanpa asuransi dengan asuransi.
Cara manual semacam itu sekarang sudah banyak diganti dengan pencatatan
terkomputerisasi. Pencatatan semacam itu akan menghilangkan kesalahan pencatatan
karena kecapaian, karena sistem komputer tidak akan mengalami kelelahan. Frekuensi
keslaahn dengan demikian bisa diturunkan. Tetapi muncul jenis risiko yang baru. Jika
terjadi kegagalan atau kelemahan pada sistem komputer tersebut, maka kerugian yang
muncil akan sangat besar. Sebagai contoh, serangan virus terhadap sistem komputer, atau
pembobolan terhadap sistem komputer perusahaan mempunyai frekuensi yang relatif
rendah. Tetapi jika hal tersebut terjadi, kerugian yang timbul akam cukup besar. Ilustrasi
tersebut menunjukkan bahwa karakteristik risiko operasional berubah dari frekuensi
tinggi/signifikamsi rendah menajdi frekuensi rendah/signifikansi tinggi seperti terlihat
pada bagan berikut ini
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan perubahan karakteristik semacam itu adalah
globalisasi, otomatisasi, terlalu mengandalkan teknologi, yang akan dibicarakan berikut
ini
a) Globalisasi
Globalisasi keuangan di dunia di dorong oleh liberalisasi ekonomi dunia.
Leberalisasi berarti penghilangan pembatasan-pembatasan aliran modal. Sebagai
comtoh, Indonesia melakukan liberalisasi di pasar modal sejak tahun 1989, ketika
investor asing bisa membeli saham di pasar modal sampai maksimal 49% dari
jumlah saham yang beredar. Pada tahun 1997, liberalisasi tersebut dilanjutkan
lebih jauh dengan membolehkan investor asing membeli saham di Bursa Efek
Jakarta sampai dengan 100%. Efek liberalisasi seperti itu mendorong globalisasi
ekonomi dan keuangan dunua. Kejadian penting di suatu negara akan dengan
cepat mempengaruhi negara lainnya. Dunia menjadi terasa semakin kecil. Istilah
dunia sebagai desa kecil (small village) muncul untuk menggambarkan kondisi
semacam itu.
Kondisi semacam itu cendeeung meningkatkan risiko, seperti terlihat pada
semakin meningkatnya volatilitas pergerakan harga atau nilai-nilai instrumen
keuangan/komoditas. Globalisasi juga semakin meningkatkan frekuensi dan
severitu (signifikansi) dari suatu risiko, karena kejadian di suatu negara akan
cepat merembet ke negara lain karena pembatasan-pembatasan sudah jauh
berkurang. Modal bisa berfutar lebih cepat. Kecepatan aliran modal seperti itu
juga membuat perusahaan mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk
menyelesaikan masalag yang muncul. Terlambat mengantisipasi risiko tersebut
akan berakibat serius bagi perusahaan.
b) Otomatisasi
Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer, perusahaan semakin lama
semakin mengandalkan teknologi komputer untuk melakukan banyak hal,
termasuk mengotomatisasi transaksi. Sebagai contoh, perusahaan menggunakam
komputer untuk mencatat transaksi (tidak banyak menggunakan tenaga manusia
untuk mencatat transaksi) bank menggunakan ATM sehingga nasabah bank bisa
bertransaksi praktis 24 jam satu hari.
Otomatisasi semacam itu menurunkan risiko yang berkaitan dengan manusia
(misal kesalahan pencatatan karena kelelahan). Tetapi otomatisasi semacam itu
memunculkan risiko baru yaitu risiko kegagalan sistem dan semacamnya. Risiko
baru semacam itu cenderung lebih sulit dideteksi dan jika terjafi, kerugian yang
dialami oleh perusahaan cukup signifikan. Risiko akan cenderunh terakumulasi
dan baru terdeteksi jika jumlah kerugian mencapai angka yang besar.
c) Terlalu Mengandalkan Teknologi
Kemajuan teknologi memungkinkan organisasi melakukan banyak hal,
sepertimembantu membuatbasis data, membantu perhitungan harga instrumen
keuangan (bahkan instrumen keuangan yang sangat kompleks). Di satu sisi,
teknologi semacam itu bisa membantu proses bisnis menjadi lebih cepat, lebih
andal. Tetapi di lain pihak, situasi tersebut memuculkan risiko baru. Sebagai
contoh, modal perhitungan melalui komputer tidak selamanya tepat. Jika terjadi
kesalaham perhitungan semacam itu, kerugian yang timbul bisa sangat besar.
Contohnya lain, jika perusahaan menggunakam komputer untuk memelihara
basis datanya, kemudian terjadi serangan virus atau serangan bom yang
menghancurkam komputer mereka, maka keugian yang bisa timbul akan cuku
signifikan.
d) Outsourcing
Outsourcing merupakan tren bisnis akhir-akhir inu. Outsource berarti
menggunakan jasa pihak luar untuk mengerjakan sebagaian dari pekerjaan
perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan menggunakan program komputer yang
dibuat oleh perusahaan lain. Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi (bisa menurunkan biaya). Jika melakukan pekerjaan sendiei, karena
sesuatu hal (misal keahlian yang tidak ada atau skala ekonomi yang kurang), bagi
perusahaan, akan lebih menguntungkan jika menggunkan jasa dari pihak luar
untk pekerjaan tertentu
Tetapi outsoucing memunculkan risiko baru. Perusahaan menyerahkan kendali
atas pekerjaannya kepada pihak luar. Jika pekerjaan tersebut merupakan hal yang
penting, dan pihak luar tersebut tidak memberikan produk atau pelayanan yang
sesuai dengan spesifikasi perusahaan, maka perusahaan menghadapi risiko bahwa
pelayanan atau produk yang diberikan akan berada di bawah standar yang
ditentukan
e) Perubahan budaya masyarakat
Masyarakat semakin lama semakin pandai, semakin sadar akan hak dan
kewajibannya. Kesadaram semacam iti cenderung meningkatkan risiko litigasi, di
mana masyarakat akan berusaha menuntut perusahaan jika dia merasa dirugikan,
jika perusahaan tidak berhati-hati, perusahaan bisa kena gugatan semacam itu, dan
jika kalah, kerugian yang dialami perusahaan baik cukup signifikan. Perubahan
budaya masyarakat tersebut bisa meningkatkan risiko gugatan hukum.
f) Evaluasi diri untuk mengukur risiko operasional
Evaluasi diri (self-assesment) bisa dilakukan oleh anggota organisasi untuk
melihat seberapa besar risiko operasional yang dihadapi oleh organisasi. Chase
Manhattan, mengukur besarnya risiko operasiomal, dengan menggunakan
kerangka kuesioner dari COSO (setelah dimodifikasi)
Jaminan mutu adalah sistem menyeluruh dari kebijakan prosedur, pedoman, yang
ditetapkan oleh organisasi untuk menjaga dan mencapai kualitas. Jaminan kualutas
terdiri dari dua fungsi pokok:
1. Rekayasa kualitas: membuat proses dan desain produk yang berkualutas
2. Pengendalian kuitas: inspeksi untuk melihat apakah standar kualitas sudah
terpenuhi
Bagian berikut inu menjelaskan six-sigma dan diteruskan dengan statistik sebagai alat
pengendalian kualitas.
C. Six-sigma
Cakupan Six Sigma
Six-sigma dapat didefinisikan sebagai metodologi untuk mengelola
variasi dalam suatu proses yang menyebabkan produk rusak, yaitu produk
yang mempunyai penyimpanham yang lebih besar dari standar penyimpangan
tertentu, dan secara sistematis bekerja untuk mengelola variasi tersebut, untuk
menghilangkan produk rusak tersebut.
Six-sigma dipelopori oleh Bill Smith dari Motorola pada tahun 1986.
Pada awalnya, six-sigma didefinisikan sebagai indikator (metric) untuk
mengukur produk rusak dan memperbaiki kualitas; metodologi untuk
mengurangi tingkat produk rusak sampai di bawah 3,4 produk rusak per 1 juta
output. Six-sigma merupakan merek yang dipegang patenya oleh Motorola.
Motorola dilaporka memperoleh penghematan sebesar $17 miliar sampai
sekarang dengan menggunakan teknin six-sigma tersebut.
Tujuan dari Six-sigma adalah untuk mengurangi variasi output dari
suatu proses tertentu, sehingga dalam jangka panjang bisa menghadilkan
produk rusak kurang dari 3,4 produk rusak per 1 juta output. Secara spesifik
tersebut menghasilkan enam standar deviasi antara rata-rata proses dan batas
spesifik konsumen (karena itu 6 sigma adalah simbol untuk standar deviasi).
GE (General Electric) merupakan penganut six-sigma yang pertama
dan melaporkan penghematan $300 juta pada tahun pertama penggunaan
teknik tersebut. Beberapa organisasi yang dilaporkan memperoleh manfaat
dari six-sigma antara lain Ford, Caterpillar, Microsoft, Reytheon,Quest
Diagnotics, Seagate Technology, Siemens, Merrill Lynch, Lear, 3 M. Pada
mulanya six-sigma digunakan untuk produksi. Sekaranv six-sigma
diaplikasikan untuk sektor non-produksi seperyi perbankan, telekomunikasi,
asuransi, kontruksu, kesehatan, dan perangkat lunak. Berikut ini beberapa
contoh perusahaan yangs sukses menerapkan Six-sigma
o North Carolina Baptist Hotel menegaskan tim sux-sigma untuk
memperbaiki proses perawatan pasien serangan jantung dari
departemen dafurat ke laboratorium cardiac catheterization. Setelah
penerapan six-sigma, waktu tenggang tersebut bisa dipotong 41 menit
dari waktu sebelumnya
o Bank of America menerapkan six-sigma untuk proses assesment
risiko, pencegahan kejahatan, dan perbaikan kepuasan konsumen.
Program tersebut menghasilkan manfaat sebesar $2 milliar, dan
meningkatakan kepuasa konsumen denhan 25%.
Metodologi
Six signa mempunyai dua metodologi kunci yaity DMAIC dan DMADV
DMAIC ( define, measure, anlyze, improve, control) digunakan untuk
memperbaiki proses bisnis saat ini yang berada di bawah standar, dan
digunakan untuk mencari perbaikan secara gradual.
DMADV (define, measure, anlyze, design, verify) digunakan untuk
menciptakan proses atau output yang baru yang mempunyau kualitas
denvan standar six sigma. DMADV juga digunakan jika proses saat ini
membutuhkan lebih dari perbaikan gradual.
Pada saat pelaksanaan PBB, sangay mungkin terjadi penolakan dari beberapa
pihak. Karyawan menolak karena khawatir status quo-nya akan terganggu. Tetapi
organisasi yang melakukan PPB secara reguler diharapkan akan mempunyai sumber
daya manusia yang bisa memenuhi tantangan bisnis yang ada.
E. Bagan Pengendakian ( Control Charts)
Bagan pengendalian ingin menunjukkan variasi dari output disebabkan
karena proses yang masih terkendali (in control) atau proses yang sudah tidak
terkenadali ( out of control). Jika situasi menjadi tidak terkendali, maka perbaikan
harus dilakukan agar proses kembali lagi ke situasi normal. Bagan x~ digunakan jika
kualitas suatu output diukur dengan variabel seperti panjang, berat, temperatur, dan
sebagainya. Jika suatu output mempunyai ukuran ulang, sebelum dilanjutkan lagi
Bagan berikut ini menyajikan bagan x ( x chart)
Jika standar deviasi dan rata-rata proses diketahui, kita bisa menyusun bagan x
sebagai berikut. Misalkan perusahaan menjual beras dalam karung. Jika proses
berjalan sebagaimana mestisnya,berat karung tersebut adalag 5 kilogram, standar
deviasinya adalah 0,5 kilogram. Diasumsikan juga bahwa berat pengisian beras
tersebut berdistribusi normal. Karena kita akan mengamati sampel, maka kita akan
menggunakan rata-rata sampel dan standar deviasi sampel ( standar error of the
mean). Distribusi sampel dari rata-rata (x~) bisa digunakan untuk menentukan batas
atas dan bawah, dan dengan demikian indikator batas atas dan batas bawah. Standar
deviasi dari rata-rata sampel tersebut bisa dihitung sebagai berikut:
σx~ = σ / √ n
Batas atas dan batas bawah biasanya ditentukan dengan tigas standar deviasi
dari rata-raya ( mencangkup sekitar 99,7%) dari total wilayah. Dengan demikian
batas atas dan batas bawah untuk contoh pengisian beras tersebut adalah:
Distribusi Sampel x~
Bagan x~ Hipotesis
Bagan di atas menampilkan contoh hipotesis dafi bagan x~. Perhatikan bahwa
pada pengisian keempat, ada pengisian yang menghasilkan rata-rata berat di bawah
batas bawah. Pada saat itu proses seharusnya dihentikan dan kemudian diperiksa
penyebab penyimpangan tersebut, barangkali ada mesin yang tidak pas sehingga
menyebabkan munculnya penyimpangan tersebut. Misalkan perusahaan kemudian
melakukan perbaikan. Setelah perbaikan dilakukan, proses diteruskan. Dari bagan
tersebut terlihat bahwa setelah perbaikan, proses pengisisan beras tersebut kembali ke
proses yang normal seperti terlihat dari output (karunv beras) yang selalu berada
diantara batas atas dan bawah
Jika rata-rata populasi dan standar deviasi tidak diketahui, kita bisa menggunakan
rata-rata dan standar deviasi sampel sebagai proksi ( indikator) rata-rata dan standar
deviasi populasi. Misalkan suatu perusahaan memproduksi barang dengan diameter
3,5 inchin ( misal floppy-disk). Kemudian penyelia produksi mengambil sampel
sebanyak lima disket untuk setiap inspeksi. Misalkan dia melakukan 20 inspeksi dan
mencatat hasil inspeksi tersebut seperti berikut ini
Dengan demikian batas atas dan bawah bisa dihitung ssbagai berikut:
Karena semua sampel inspeksi berada di antara batas atas dengan batas bawah, maka
proses produksi tersebut masih terkontrol.
Bagan R ( R-chart)
Dalam beberaoa situasi, kita ingin membentuk bagan R (R-chart), yaitu bagan yang
memperlihatkan variabilitas suatu proses. Untuk membuat R-chart, kita bisa
mengasumsikan range sebagai variabel random dengan nilai rata-raya dan standar
deviasinya. Rata-raya range memberikan estimasi rata-rata variabel random terzsbut.
Standar deviasi dari range bisa dihitung sebagai berikut:
σR = d3 (R~d2)
Dimana d3 dan d2 adalah konstanta yang nilainya tergantung dari ukurab sampel. Batas
atas dan bawah untuk range tersebut bisa dihitung sebagai berikut:
UCLR = R~ + 3 (σR )
LCLR = R~ - 3 (σR )
Dalam contoh di atas, standar deviasi untuk range dihitung sebagai berikut :
σR = d3 (R~/d2) = 0,864 ( 3 x 0,0214) = 0,0214
Karena Batas atas mempunyai nilai negatif, kita menggunakan nilai 0 untuk batas
bawahnya.
Alteenatif lain dari R-chart adalah bagan pengawasan standar deviasi (s~chart). Jika
sampel kurang dari 10,maka R-chart dan s-chart akan memberikan hasil yang sama. Jika
ukuran sampel lebih dari 10, maka s-chart biasnaya lebih dipilih. Dalam contoh di atas,
karena sampel yang digunakan adalah 5, maka R-chart dan s-chart memberikan hasil
yang tidak banyak berbeda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Risiko operasional merupakan risiko yang paling tua, tetapu pemahaman terhadap
karakteristik risiko operasional belum semaju risiko lainnha. Pengukuran risiko operasional bisa
dilakukan dengan menggunakan mayriks frekuensi/severity. Setelah risiko bisa dipetakan dengan
menggunakan matriks tersebut, alternatif strategi untuk mengelola risiko tersebut bisa
dirumuskan. Alternatif pengukuran yang lain adalah dengan menghitung kerugian yang
diharapkan yang merupakan perkalian antara frekuensi dengan severity. Karekteristik risiko
operasional bisa berubah tergantung berapa hal, seperti penggunaan teknologi yang lebih intensif
menggantikan tenaga manual. Evaluasi diri ( self assesment) bisa dilakukan untuk mengevaluasi
risiko operasional yang dihadapi perusahaan. Sedangkan manajemen risiko operasional
dilakukan melalui perbaikan operasional perusahaan. Karena itu manajemen kualitas menjadi
relevan dengan manajemen risiko operasional. Perbaikan proses bisnis juga merupakan teknik
yang bermanfaat untuk mengelola risiko operasional. Disamping aspek rekayasa kualitas, aspek
pengendalian dan pengawasan kualitas juga penting diperhatikan. Teknik statistik bisa digunakan
untuk mengendalikan atau mengawasi proses manajemen kualitas. Teknik statistik x~ chart, R
chart yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mamduh M. Hanafi, M.B.A edisi ke 3 september 2016 penerbit UPP STIM YKPN judul
Manajemen risiko