Disusun Oleh:
Nova Dwi Ratnasari
21411033
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko...........................................................5
2.2. Pengertian Risiko Operasional.............................................................................6
2.3. Pengukuran Risiko Operasional...........................................................................7
2.4. Pengertian Just In Time......................................................................................14
2.5. Strategi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa.......................................................15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
beberapa contoh dari risiko yang lazim terjadi di berbagai perusahaan. Terutama
perusahaan yang tidak melakukan tindakan apa-apa, bahkan tindakan preventif pun tidak
dilakukan. Perusahaan ini tidak melakukan tindakan untuk pencegahan risiko yang akan
timbul nantinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah risiko operasional?
2. Bagaimana pengukuran risiko operasional?
3. Apa yang dimaksud Just In Time?
4. Bagaimana strategi mengelola risiko barang dan jasa?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
risiko dan menerima sebagian maupun seluruh konsekuensi dari risiko tertentu.
Sedangkan menurut COSO, manajemen risiko (risk management) dapat diartikan
sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors, management and other
personnel, applied in strategy and across the enterprise, designed to identify potential
events that may affecr the entity, manege risk to be within its appetite, and provide
reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives”.
Manajemen risiko adalah bagian penting dari strategi manajemen semua
perusahaan. Proses dimana suatu organisasi yang sesuai metodenya dapat menunjukan
risiko yang terjadi pada suatu aktivitas menuju keberhasilan di dalam masing-masing
aktivitas dari semua aktivitas. Fokus dari manajemen resiko yang baik adalah identifikasi dan
cara mengatasi resiko. Sasarannya untuk menambah nilai maksimum berkesinambungan
(sustainable) organisasi. Tujuan utama untuk memahami potensi upside dan downside dari
semua faktor yang dapat memberikan dampak bagi organisasi. Manajemen resiko meningkatkan
kemungkinan sukses, mengurangi kemungkinan kegagalan dan ketidakpastian dalam memimpin
keseluruhan sasaran organisasi.Manajemen resiko seharusnya bersifat berkelanjutan dan
mengembangkan proses yang bekerja dalam keseluruhan strategi organisasi dan strategi dalam
mengimplementasikan. Manajemen resiko seharusnya ditujukan untuk menanggulangi suatu
permasalahan sesuai dengan metode yang digunakan dalam melaksanakan aktifitas dalam suatu
organisasi di masa lalu, masa kini dan masa depan.Manajemen resiko harus diintegrasikan dalam
budaya organisasi dengan kebijaksanaan yang efektif dan diprogram untuk dipimpin beberapa
manajemen senior. Manajemen resiko harus diterjemahkan sebagai suatu strategi dalam teknis
dan sasaran operasional, pemberian tugas dan tanggung jawab serta kemampuan merespon
secara menyeluruh pada suatu organisasi, di mana setiap manajer dan pekerja memandang
manajemen resiko sebagai bagian dari deskripsi kerja. Manajemen resiko mendukung
akuntabilitas (keterbukaan), kinerja pengukuran dan reward, mempromosikan efisiensi
operasional dari semua tingkatan.
2.2. Pengertian Risiko Operasional
Risiko operational merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah
internal perusahaan, dimana risiko tersebut terjadi disebabkan oleh lamanya sistem
kontrol manajemen (management controlsystem). Yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan. Misalnya risiko operational adalah risiko pada komputer karena telah
terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam
6
pencatatan pembelian barang dan tidak adanya kesepakatan bahwa barang yan dibeli
dapat ditukar kembali dan sebagainya.
Risiko operasonal dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung
maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh
keuntungan. Risiko ini merupakan risiko yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas
fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi,
operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang,
teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan sumber
daya manusia.Risiko operasional bukanlah hal baru walaupun disadari merupakan risiko
yang paling akhir terdefinisikan dalam Basel II.
Definisi risiko operasional dalam Basel II adalah termasuk risiko hukum, namun
tidak mencakup risiko bisnis, strategis dan reputasi.Menurut (Mamduh:2009) risiko
operational merupakan tipe risiko yang paling tua, tetapi yan paling sedikit dipahami
dibandingkan dengan tipe risiko lainnya. (misalkan risiko pasar ataupun risiko tingkat
bunga). Perusahaan sudah mengenali risiko operational meskipun dengan nama yang
berbeda. Sebagai contoh perusahana selalu berusaha memperbaiki sistem, prosedur, atau
proses bisnis melalui manajemen kualitas, perusahaan memberikan training kepada
karyawannya agar mereka semakin terlatih dan semakin sedikit membuat kesalahan.
Dalam konteks manajemen risiko, upaya terseut dipandag sebagai upaya untuk
mengelola atau menurunkan risiko operational.
7
Severity
B Gagal bayar
A Kesalahan pemrosesan
Frequency
Risk Map
s
i 10
g 9 Quadrant II Quadrant I
n High 8 (Detect and Monitor) (Prevent at Source)
i 7
f 6
i 5
c 4 Quadrant IV Quadrant III
a Low 3 (Low Control) (Monitor)
8
n 2
c 1
e 2 3 4 5
Low High
Likelihood
Penentuan tinggi rendah severity atau frekuensi bisa dilakukan melalui beberapa cara.
Misalnya severity atau frekuensi yang lebih besar dibandingkan dengan median atau
rata-rata dari resiko yang ada (dalam daftar) dikelompokkan kedalam severity atau
frekuensi tinggi, dan sebaliknya. Penentuan tinggi rendah tersebut dapat dilakukan
melalui perhitungan angka absolute atau bias melalui survey terhadap menajer-manajer
perusahaan. Melalui pertanyaan-pertanyaan seperti itu teridentifikasi letak masing-
masing resiko berdasarkan dimensi signifikansi dan kemungkinan. Selanjutnya, strategi
yang tepat bisa dirumuskan untuk mengelola resiko tersebut.
9
datangnya. Misalnya, Baring gagal melakukan pengawasan terhadap trading yang
diluar batas oleh salah seorang tradernya, kemudian terjadi kerugian yang
mengakibatkan kebangkrutan perusahaan tersbut. Frekuensi resiko semacam ini
relative jarang ditemui.
Tipe resiko semacam ini seringkali muncul tapi besarnya kerugian relative kecil.
Biasanya resiko semacam ini muncul sebagai akibat perusahaan menjalankan
bisnisnya. Dengan kata lain, resiko semacam ini merupakan konsekuensi
perusahaan menjalankan bisnisnya. Misalnya, untuk perusahaan supermarket, ada
resiko shoplifting (pencurian oleh pembeli), pencurian oleh karyawan, barang
dagangan rusak karena busuk atau karena botol pecah, resiko semacam ini lebih
mudah dikenali, dan perusahaan bisa menghitung resiko tersebut. Kemudian
perusahaan bisa menganggapnya sebagai biaya dari kegiatan bisnis, dan
perusahaan bisa memasukannya dalam komponen harga. Kebanyakan perusahaan
memasukan biaya seperti itu ke dalam struktur harga mereka. Perusahaan bisa
memonitor resiko-resiko tersebut untuk memastikan bahwa resiko tersebut masih
berada pada wilayah normal. Jika resiko tersebut bergerak melebihi batas tertentu,
maka perusahaan perlu melakukan tindakan untuk menangani resiko tersebut.
Misalnya, jika frekuensi pencurian oleh pembeli supermarket menunjukkan
kecenderungan menin gkat maka manajer perlu melakukan perbaikan. Perbaikan-
perbaikan tersebut pada intinya memperbaiki prosedur dan proses bisnis.
Misalnya, pada kasus pencurian diatas, manajer supermarket bisa meminta
pembeli untuk meninggalkan tas, memasang supermarket di supermarket,
memasang barcode pada setiap produk yang dipajang (sehingga jika tidak di lepas
dan melewati tiang scanner akan berbunyi).
Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi: prevent at source.
Tipe resiko seperti ini tidak releven lagi dibicarakan, karena jika situasi semacam
ini terjadi, berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan resiko, dan bisa
berakibat pada kebangkrutan. Misalnya, jika perusahaan tidak bisa mengendalikan
penggelapan uang dengan jumlah besar oleh karyawannya (tipe resiko ini berada
10
dalam kuadran frekuensi rendah/signifikansi tinggi), maka ada kemungkinan
resiko ini berubah menuju kuadran frekuensi tinggi/signifikansi tinggi). Jika hal
ini terjadi, maka perusahaan praktis akan bangkrut dalam waktu singkat. Dengan
perspektif semacam ini, maka tugas manajemen resiko adalah mencegahnya
migrasi resiko-resiko yang ada ke dalam kuadran frekuensi tinggi/signifikansi
tinggi.
S Tinggi
E Wilayah 1
V
Wilayah 2
E
R
I Wilayah 3
T
Y Rendah Wilayah 4
Rendah Tinggi
Frequency
`Aspek dinamika resiko juga perlu diperhatikan. Resiko bisa berubah dari wilayah 4 ke
wilayah lainya, misal ke wilayah 2. Misalnya, resiko tuntutan hokum barangkali tidak
11
begitu kelihatan di masa lalu. Tetapi dengan semakin sadarnya masyarakat akan hak dan
kewajibanya, resiko tersebut bisa berubah menjadi resiko yang semakin pentin.
Pengukuran resiko oprasional dapat kita lakukan dengan penempatan tingkatan dari setiap
bentuk resiko yang terjadi. Yaitu semakin tinggi resiko maka semakin tinggi kem
ungkinan untuk memperoleh retrun yang di harapkan, dengan asumsi resiko dan retrun
bersifat linier.
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dalam gambar di bawah ini:
E(R)
IV I
Pada gambar diatas dapat kita pahami bahwa terdapat suatu hubungan kuat antara
expected return / E(R) dan Risk (σ). Dimana setiap titik-titik dan wilayah tersebut dapat
kita jelaskan sebagai berikut:
1. Posisi 1 adalah dimana E(R) berada di posisi tertinggi dan σ juga berada di posisi
yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan pada E(R) maka semakin
tinggi kemungkinan terjadinya σ. Atau dengan kata lain disini kondisi maksimalitas
E(R) bersifat searah (linier) dengan resiko yang akan diterima. Misalnya, pada saat
suatu perusahaan merencanakan untuk menambah kapasitas atau profit perusahaan
akan mengalami peningkatan, namun ini juga berakibat pada terjadinya peningkatan
pada proses produksi untuk mampu meningfkatkan jumlah produksi per unitnya yaitu
jika sebelumnyya perusahaan bisa memproduksi 4.000 unit maka sekarang harus
ditingkatkan menjadi 4.700 unit. Kondisi ini akan menimbulkan beberapa dampak
pada resiko operasional perusahaan seperti:
a. Mesin produksi akan mengalami masa penyusutan dengan cepat karena
dipakai dalam waktu lebih lama dan bersifat mengejar target produksi.
12
b. Kebutuhan bahan baku yang di butuhkan akan mengalami peningkatan yang
tinggi dan tidak boleh berhenti karena akan mempengaruhi kelancaran
produksi secara tepat waktu.
2. Posisi II adalah dimana E( R) berada pada posisi rendah dan σ berada pada posisi
yang tinggi atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non melakukan
antisipasi dan menetapkan strategi yang maksimal guna menghindari semakin
terjadinya pergerakan terjadinya kenaikan resiko yang lebih tinggi,karena semakin
tingginya resiko yang terjadi akan menyebabkan beberapa hal pada perusahaan,
misalnya:
a. Peningkatan kerugin perusahaan akan terus bertambah dan lebih jauh dana
cadangan akan lebih banyak terkuras
b. Jika resiko kerugian ini di biarkan terus menerus maka akan menyebabkan
perusahaan berada dalam kondisi financial distress (kesulitan keuangan).
3. Posisi III adalah dimana E(R) berada pada posisi rendah dan σ juga berada pada
posisi yang rendah, atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat searah (linier).
4. Posisi IV adalah dimana E(R) berada pada posisi tinggi dan σ berada pada posisi
yang rendah atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non linier) pada
kondisi yang seperti ini ada beberapa kondisi dan situasi yang perlu di cermati:
a. Resiko sangat sulit diprediksi tapi jika terjadi mampu menempatkan posisi
perusahaan berada pada titik posisi II
b. Kondisi dan situasi ini terjadi pada saat control resiko (risk control) menjadi
lemah karena perusahaan selama ini terbuai oleh profit yang terus menerus
mengalami kenaikan.
c. Semangat kerja under pressure yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan tidak lagi seperti berada pada posisi II, dan ini bisa berdampak
pada penurunan kedisiplinan kerja serta target pekerjaan yang harus
dikerjakan.
13
termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas
dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi
pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan
mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan komponen-komponen
lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan
perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya
tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Metode produksi Just In time mensyaratkan
tidak adanya persediaan bahan baku karena bahan baku dan suku cadang dijadwalkan
untuk sampai ke pabrik dari pemasok hanya pada saat dibutuhkan saja.
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem
manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang
yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Konsep just in time adalah suatu
konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari
pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi,
sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang /
penyimpanan barang / stocking cost.
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana
segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas
dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan
mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang
berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan
komponen-komponen lainnya.
14
instansi pemerintah tentu harus mengerti seputar aturan, hukum, dan cara
mengantisipasinya agar tidak terkena risiko pidana. Bagaimanakah caranya?
Harus selalu disadari bahwa risiko tindak pidana tidak dapat dihilangkan.
Risiko hanya dapat dikurangi kemungkinan terjadinya dengan mengimplementasikan
strategi yang tepat. Menyuap auditor bukan merupakan cara menyelesaikan masalah
yang tepat. Justru sebaliknya, akan menambah masalah. Salah satu strateginya ialah
melalui metode risk transfer atau memindahkan risiko kepada pihak atau perusahaan
lain. Penerapannya ialah dengan meminjam bendera perusahaan lain untuk
melaksanakan pengadaan barang/jasa. Bagi pengelola pengadaan barang dan jasa,
strategi risk transfer dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Meminta penjelasan secara tertulis (fatwa) untuk hal-hal yang belum jelas kepada
lembaga yang kompeten dan relevan, misalnya BPK, LKPP, Mendagri, atau
Menkeu. Dengan memiliki penjelasan tertulis, risiko secara otomatis akan
berpindah kepada lembaga yang mengeluarkan fatwa tersebut.
2. Meminta persetujuan tertulis kepada manajemen atau lembaga yang lebih tinggi.
Praktik ini pernah terjadi pada pengadaan peralatan penyadapan di Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui mekanisme Penunjukan Langsung. Hal
ini dilakukan KPK dengan meminta persetujuan presiden untuk melaksanakan
pengadaannya melalui mekanisme Penunjukan Langsung, tanpa melalui lelang.
Pasalnya, jika pagunya di atas 200 juta rupiah, aturan undang-undangnya mesti
melalui sistem lelang. Dengan demikian, KPK terbebas dari risiko tindak pidana
dalam melaksanakan pengadaan peralatan penyadapan melalui mekanisme
Penunjukan Langsung tersebut.
15
pemerintah, mengukur risiko tindak pidana pada pengadaan barang dan jasa pemerintah,
strategi mengantisipasi risiko pidana, hingga tip dan trik menghadapi audit dan auditor.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
16
Risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah
internal perusahaan, dimana risiko itu terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem control
manajemen (management contro system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan.
Ada beberapa factor yang mampu memberi pengaruh pada terbentuknya risiko
operasional, yaitu: risiko pada computer, kerusakan peralatan pabrik, kecelakaan kerja,
kesalahan dalam pembukuan secara manual, kesalahan pembelian dan tidak ada
kesepakan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, pegawai outsourcing,
globalisasi dalam konsep dan produk. Factor yang menyebabkan perubahan karakteristik
risiko operasional, yaitu globalisasi, otomatisasi, terlalu mengandalkan teknologi,
outsourcing, perubahan budaya masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich, Muhammad. 2007. Manajemen Resiko Operasional-Teori & Praktek, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, PT. Bumi Aksara.
17
Sucipto, Agus. Manajemen Resiko, Malang
18