PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
dengan kerugian. Jadi risiko adalah ketidakpastian yang mungkin
melahirkan kerugian atau peluang terjadi sesuatu yang bad outcame.
Setiap organisasi perusahaan selalu menanggung risiko. Risiko,
bisnis, kecelakaan kerja, bencana alam, perampokan, dan pencurian,
kebangkrutan adalah beberapa contoh dari risiko yang lazim terjadi di
berbagai perusahaan. Terutama perusahaan yang tidak melakukan tindakan
apa-apa, bahkan tindakan preventif pun tidak dilakukan. Perusahaan ini
tidak melakukan tindakan untuk pencegahan risiko yang akan timbul
nantinya.
Rumusan masalah
Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui definisi Risiko Operational dan Risiko Produksi
1. Untuk mengetahui pengukuran dalam Risiko Operational
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Just In Time dalam Risiko
Operational.
3. Untuk mengetahui Strategi mengelola Risiko Barang dan Jasa
4. Untuk mengetahui mengelola Risiko Pengadaan dengan aspek-aspek yang
perlu di perhatikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
diartikan sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors,
management and other personnel, applied in strategy setting and across the
enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, manage
risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the
achievement of entity objectives.
4
Pengertian Risiko Operational.
5
Pengukuran risiko operational
Salah satu teknik untuk mengukur resiko operasional adalah dengan
menggunakan dua klasifikasi, yaitu:
Severity
B Gagal bayar
A Kesalahan pemrosesan
Frequency
6
kesalahan pemrosesan berada pada titik A. dengan proses semacam itu, kita bisa
memperoleh gambaran mengenai frekuensi dan severity dari suatu resiko, yang
selanjutnya mempunyai implikasi pada bagaimana mengelola resiko tersebut.
Sebagai contoh, berikut ini strategi menghadapi resiko berdasarkan metrics
severity/frequency.
Risk Map
s
i 10
g 9 Quadrant II Quadrant I
n High 8 (Detect and Monitor) (Prevent at Source)
i 7
f 6
i 5
c 4 Quadrant IV Quadrant III
a Low 3 (Low Control) (Monitor)
n 2
c 1
e 2 3 4 5
Low High
Likelihood
7
signifikansi dan kemungkinan. Selanjutnya, strategi yang tepat bisa dirumuskan
untuk mengelola resiko tersebut.
Tipe resiko semacam ini seringkali muncul tapi besarnya kerugian relative kecil.
Biasanya resiko semacam ini muncul sebagai akibat perusahaan menjalankan
bisnisnya. Dengan kata lain, resiko semacam ini merupakan konsekuensi
perusahaan menjalankan bisnisnya. Misalnya, untuk perusahaan supermarket, ada
resiko shoplifting (pencurian oleh pembeli), pencurian oleh karyawan, barang
dagangan rusak karena busuk atau karena botol pecah, resiko semacam ini lebih
mudah dikenali, dan perusahaan bisa menghitung resiko tersebut. Kemudian
perusahaan bisa menganggapnya sebagai biaya dari kegiatan bisnis, dan
perusahaan bisa memasukannya dalam komponen harga. Kebanyakan perusahaan
memasukan biaya seperti itu ke dalam struktur harga mereka. Perusahaan bisa
8
memonitor resiko-resiko tersebut untuk memastikan bahwa resiko tersebut masih
berada pada wilayah normal. Jika resiko tersebut bergerak melebihi batas tertentu,
maka perusahaan perlu melakukan tindakan untuk menangani resiko tersebut.
Misalnya, jika frekuensi pencurian oleh pembeli supermarket menunjukkan
kecenderungan menin gkat maka manajer perlu melakukan perbaikan. Perbaikan-
perbaikan tersebut pada intinya memperbaiki prosedur dan proses bisnis.
Misalnya, pada kasus pencurian diatas, manajer supermarket bisa meminta
pembeli untuk meninggalkan tas, memasang supermarket di supermarket,
memasang barcode pada setiap produk yang dipajang (sehingga jika tidak di lepas
dan melewati tiang scanner akan berbunyi).
Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi: prevent at
source.
Tipe resiko seperti ini tidak releven lagi dibicarakan, karena jika situasi semacam
ini terjadi, berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan resiko, dan bisa
berakibat pada kebangkrutan. Misalnya, jika perusahaan tidak bisa mengendalikan
penggelapan uang dengan jumlah besar oleh karyawannya (tipe resiko ini berada
dalam kuadran frekuensi rendah/signifikansi tinggi), maka ada kemungkinan
resiko ini berubah menuju kuadran frekuensi tinggi/signifikansi tinggi). Jika hal
ini terjadi, maka perusahaan praktis akan bangkrut dalam waktu singkat. Dengan
perspektif semacam ini, maka tugas manajemen resiko adalah mencegahnya
migrasi resiko-resiko yang ada ke dalam kuadran frekuensi tinggi/signifikansi
tinggi.
S Tinggi
E Wilayah 1
V
Wilayah 2
E
R
I Wilayah 3
T
Y Rendah Wilayah 4
Rendah Tinggi
Frequency
9
Strategi untuk menghadapi resiko di wilayah-wilayah tersebut sebagai
berikut:
` aspek dinamika resiko juga perlu diperhatikan. Resiko bisa berubah dari
wilayah 4 ke wilayah lainya, misal ke wilayah 2. Misalnya, resiko tuntutan hokum
barangkali tidak begitu kelihatan di masa lalu. Tetapi dengan semakin sadarnya
masyarakat akan hak dan kewajibanya, resiko tersebut bisa berubah menjadi
resiko yang semakin pentin. Pengukuran resiko oprasional dapat kita lakukan
dengan penempatan tingkatan dari setiap bentuk resiko yang terjadi. Yaitu
semakin tinggi resiko maka semakin tinggi kem ungkinan untuk memperoleh
retrun yang di harapkan, dengan asumsi resiko dan retrun besifat linier.
10
Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dalam gambar di bawah ini:
E(R)
IV I
Pada gambar diatas dapat kita pahami bahwa terdapat suatu hubungan kuat
antara expected return / E(R) dan Risk (σ). Dimana setiap titik-titik dan wilayah
tersebut dapat kita jelaskan sebagai berikut:
1. Posisi 1 adalah dimana E(R) berada di posisi tertinggi dan σ juga berada di
posisi yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan pada E(R) maka
semakin tinggi kemungkinan terjadinya σ. Atau dengan kata lain disini kondisi
maksimalitas E(R) bersifat searah (linier) dengan resiko yang akan diterima.
Misalnya, pada saat suatu perusahaan merencanakan untuk menambah kapasitas
atau profit perusahaan akan mengalami peningkatan, namun ini juga berakibat
pada terjadinya peningkatan pada proses produksi untuk mampu meningfkatkan
jumlah produksi per unitnya yaitu jika sebelumnyya perusahaan bisa
memproduksi 4.000 unit maka sekarang harus ditingkatkan menjadi 4.700 unit.
Kondisi ini akan menimbulkan beberapa dampak pada resiko operasional
perusahaan seperti:
a. Mesin produksi akan mengalami masa penyusutan dengan cepat karena
dipakai dalam waktu lebih lama dan bersifat mengejar target produksi.
b. Kebutuhan bahan baku yang di butuhkan akan mengalami peningkatan
yang tinggi dan tidak boleh berhenti karena akan mempengaruhi
kelancaran produksi secara tepat waktu.
2. posisi II adalah dimana E( R) berada pada posisi rendah dan σ berada pada
posisi yang tinggi atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non
11
melakukan antisipasi dan menetapkan strategi yang maksimal guna menghindari
semakin terjadinya pergerakan terjadinya kenaikan resiko yang lebih tinggi,karena
semakin tingginya resiko yang terjadi akan menyebabkan beberapa hal pada
perusahaan, misalnya:
a. Peningkatan kerugin perusahaan akan terus bertambah dan lebih jauh
dana cadangan akan lebih banyak terkuras
b. Jika resiko kerugian ini di biarkan terus menerus maka akan
menyebabkan perusahaan berada dalam kondisi financial distress
(kesulitan keuangan).
3. posisi III adalah dimana E(R) berada pada posisi rendah dan σ juga berada pada
posisi yang rendah, atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat searah (linier).
4. pisisi IV adalah dimana E(R) berada pada posisi tinggi dan σ berada pada posisi
yang rendah atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (non linier)
pada kondisi yang seperti ini ada beberapa kondisi dan situasi yang perlu di
cermati:
a. Resiko sangat sulit diprediksi tapi jika terjadi mampu menempatkan posisi
perusahaan berada pada titik posisi II
b. Kondisi dan situasi ini terjadi pada saat control resiko (risk control)
menjadi lemah karena perusahaan selama ini terbuai oleh profit yang terus
menerus mengalami kenaikan.
c. Semangat kerja under pressure yang dilakukan oleh pihak manajemen
perusahaan tidak lagi seperti berada pada posisi II, dan ini bisa berdampak
pada penurunan kedisiplinan kerja serta target pekerjaan yang harus
dikerjakan.
12
Perubahan Karakteristik Risiko Operational
13
pekerjaan perusahaan. Outsourcing dilakukan dengan pertimbangan
efisiensi ( bisa menurunkan biaya ). Jika melakukan pekerjaan sendiri ,
karena sesuatu hal ( misalkan keahlian yang tidak ada atau skala
ekonomi yang kurang ), bagi perusahaan, akan lebih menguntungkan
jika menggunakan jasa dari pihak luar untuk pekerjaan tertentu.
e. Perubahan budaya masyarakat
Masyrakat semakin lama semakin pandai, semakin sadar kan hak dan
kewajibannya. Kesadaran tersebut cenderung meningkatakan risiko
litigasi, dimana masyarakat akan berusaha menuntut apabila merasa
dirugikan. Perubahan budaya masyarakat bisa meningkatkan risiko
gugatan hukum.
Just in time
a. Pengertian Just In time
Menurut Henri Simamora dalam bukunya Akuntansi Manajemen,
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana
segenap sumberdaya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia,
dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk
14
mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time
didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan
mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan
komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan
Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang
berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang
dan waktu produksi. Metode produksi Just In time mensyaratkan tidak
adanya persediaan bahan baku karena bahan baku dan suku cadang
dijadwalkan untuk sampai ke pabrik dari pemasok hanya pada saat
dibutuhkan saja.
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi
atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh
perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi
jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat
dibutuhkan oleh konsumen. Konsep just in time adalah suatu konsep di
mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan
dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh
proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan
biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen
dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang,
personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah
untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In
Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan
mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerjasama dengan
komponen-komponen lainnya
15
Kerentanan tersebut, menjadikan hukum dan aturan yang ditetapkan pun
jadi semakin ketat untuk menghindari segala kemungkinan tindakan KKN.
Nah, bagi Anda yang terlibat dalam usaha pengadaan barang dan jasa
instansi pemerintah tentu harus mengerti seputar aturan, hukum, dan cara
mengantisipasinya agar tidak terkena risiko pidana. Bagaimanakah
caranya?
16
dalam melaksanakan pengadaan peralatan penyadapan melalui mekanisme
Penunjukan Langsung tersebut.
Resiko Pengadaan
Dalam opini mendefinisikan barang dan jasa, kuantitas, kualitas,
waktu, tempat dan harga akan menentukan seberapa kompleks proses yang
harus dilakukan dalam mendapatkan barang dan jasa. Seperti yang
diutarakan Samsul, mana yang lebih kompleks mengukur benda atau
tindakan? Jawabannya adalah lebih mudah mengukur benda ketimbang
mengukur tindakan. Karena benda sifatnya tangible (berwujud) sedangkan
tindakan sifatnya intangible (tidak berwujud). Dengan kerangka pikir
diatas tentu lebih sederhana mendapatkan barang dibanding mendapatkan
jasa. Kerangka berpikir ini juga akan membawa kita pada rantai logika
yang sama ketika dihadapkan pada kompleksitas barang/jasa versus
penyedia. Skala kompleksitas menilai barang/jasa tentu lebih sederhana
dibanding menilai penyedianya. Mengkompetisikan banyak penyedia yang
mampu menyediakan barang adalah cara yang paling tepat.
Dalam mengenal karakteristik penyedia, penting juga untuk
mengenal Krajilc Box Method yang memposisikan barang/jasa kedalam
empat kotak berdasarkan karakteristik barang/jasa dikaitkan dengan
17
potensi resiko dan potensi nilai belanja. Karakteristik ini dapat dijadikan
peta dalam pengambilan keputusan penetapan metode pengadaan dikaitkan
dengan skala kompleksitas.
18
pada penyedia barang/jasa. Pengadaan barang, jasa lainnya, dan pekerjaan
konstruksi, terdapat beberapa metode, yakni pelelangan umum, pelelangan
terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, dan pengadaan
langsung; untuk pengadaan jasa konsultan terdapat beberapa metode,
yakni seleksi umum, seleksi sederhana, penunjukan langsung, pengadaan
langsung, dan sayembara. Metode-metode tersebut dilakukan dengan
langkah-langkah yang cukup rumit dan multitafsir. Pusing bukan. Cukup
sudah.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
http://visimediapustaka.com/artikel-buku/323-strategi-antisipasi-risiko-pidana-
pengadaan-barang-dan-jasa
http://nurulazizaheducation.blogspot.com/2011/03/menejemen-risiko.html
http://gaharuchromeblogspot.wordpress.com/2010/07/19/makalah-manajemen-
resiko/
file:///C:/Users/USER/Downloads/Manajemen%20risiko%20-%20Wikipedia
%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
21
MAKALAH MANAJEMEN RESIKO
Dosen Pengapu :
M.Demsi Dupri, Se,.M.M.
Disusun Oleh:
S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2023
22